BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bencana didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang

KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat beberapa penelitian dan kajian mengenai banjir pasang. Beberapa

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

Maksud dari pembuatan Tugas Akhir Perencanaan Pengamanan Pantai Dari Bahaya Abrasi Di Kecamatan Sayung Kabupaten Demak adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

I. PENDAHULUAN. dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut (Mulyadi dan Fitriani,

STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pembangunan yang pesat di Kota Surabaya menyebabkan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor 09/PRT/M/2010 Tentang PEDOMAN PENGAMANAN PANTAI MENTERI PEKERJAAN UMUM,

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tabel 1.1 Luas Hutan Mangrove di Indonesia Tahun 2002 No Wilayah Luas (ha) Persen

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENGANTAR. keempat di dunia setelah Amerika Serikat (AS), Kanada dan Rusia dengan total

BAB I PENDAHULUAN. Model Genesi dalam Jurnal : Berkala Ilmiah Teknik Keairan Vol. 13. No 3 Juli 2007, ISSN

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang

KATA PENGANTAR. Jakarta, Sekretaris Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Saefullah NIP

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PRT/M/2015 TENTANG PENGAMANAN PANTAI

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai Negara Kepulauan (Archipilagic State) terbesar di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

I. PENDAHULUAN. Menurut Mahi (2001 a), sampai saat ini belum ada definisi wilayah pesisir yang

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan iklim sebagai implikasi pemanasan global, yang disebabkan. oleh kenaikan gas-gas rumah kaca terutama gas karbondioksida (

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan - 1 -

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pemanfaatan jenis sumberdaya hayati pesisir dan laut seperti rumput laut dan lain-lain telah lama dilakukan oleh masyarakat nelayan Kecamatan Kupang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, seperti

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. sepanjang km (Meika, 2010). Wilayah pantai dan pesisir memiliki arti

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam penggunaan sumberdaya alam. Salah satu sumberdaya alam yang tidak terlepas

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki beragam masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (2007) Indonesia memiliki kawasan mangrove yang terluas

MOTIVASI MASYARAKAT BERTEMPAT TINGGAL DI KAWASAN RAWAN BANJIR DAN ROB PERUMAHAN TANAH MAS KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pesisir memiliki peranan sangat penting bagi berbagai organisme yang berada di


IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Propinsi Sumataera Utara memiliki 2 (dua) wilayah pesisir yakni, Pantai

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

I. PENDAHULUAN pulau dengan luas laut sekitar 3,1 juta km 2. Wilayah pesisir dan. lautan Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan dan

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

MODUL 5: DAMPAK PERUBAHAN IKLIM BAHAYA GENANGAN PESISIR


BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pengembangan wilayah merupakan salah satu bentuk usaha

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekayaan sumberdaya alam wilayah kepesisiran dan pulau-pulau kecil di Indonesia sangat beragam. Kekayaan sumberdaya alam tersebut meliputi ekosistem hutan mangrove, ekosistem padang lamun dan ekosistem terumbu karang yang didukung dengan komponen abiotiknya. Menurut catatan McGill dalam Supriharyono (2009), luasan ekosistem mangrove di Dunia mencapai 75 % dari total garis pantai. Lebih lanjut FAO dalam Kustanti (2011) menyebutkan ekosistem hutan mangrove terluas di Dunia ditempati oleh Indonesia (22 %) dan diikuti oleh Brazil (6 %), Nigeria (6 %), dan seterusnya. Lebih fokus lagi di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, menurut catatan Soegiarto dan Polunin dalam Supriharyono (2009) menyebutkan luasan ekosistem hutan mangrove Indonesia merupakan yang terluas se-asean dan diikuti oleh Malaysia, Thailand, dan seterusnya. Di Indonesia sendiri luasan hutan mangrove terluas (1982) berlokasi di Irian Jaya (1.934.000 Ha) dan diikuti oleh Sumatera Selatan (195.000 Ha), Kalimantan Timur (150.000 Ha), dan seterusnya. Menurut Kustanti (2011) dan Saru (2007), kekayaan hutan mangrove ini telah memberikan nilai manfaat ekosistem sebagai kawasan lindung dan wisata konservasi. Semakin berkembang pesatnya aktivitas eksplorasi hutan mangrove di berbagai wilayah di Indonesia telah memberikan beberapa dampak negatif eksploitasi ekosistem hutan mangrove. kerusakan tersebut dapat memberikan dampak pada aspek fisik dan non fisik. Dampak fisik dari kerusakan hutan mangrove dapat berupa konversi lahan tambak (Rusdianti dan Sunito, 2012), konversi menjadi permukiman, pembuangan limbah dan sampah padat dan cair, penebangan liar (Kordi, 2012; Harahab, 2010), bahkan dampak secara global dan jangka panjangnya adalah pemanasan global akibat kerusakan unsur karbon untuk menyerap efek sinar matahari (Hanifa, 2008). Sedangkan dampak non fisik dapat berupa kerugian ekonomi akibat hilangnya infrastruktur dan lahan produktif masyarakat serta wilayah permukiman. Menurut Anonim (2008) tercatat bahwa 1

kerugian yang dialami oleh masyarakat adalah tenggelamnya lahan tambak akibat rob hingga mencapai Rp. 21 Miliar dengan luasan tambak yang hilang mencapai 13.193 Ha. Sedangkan kerugian yang dialami akibat hilangnya hutan mangrove dan menyebabkan pemunduran garis pantai ke arah daratan mencapai 1643,32 Ha. Ancaman rob dan erosi pantai tersebut bukan hanya merugikan infrastruktur dan fasilitas sosial ekonomi masyarakat namun juga wilayah permukiman yang lokasinya berdekatan dengan hutan mangrove dan lahan tambak. Dampak non fisik yang lainnya adalah kerugian sosial berupa ancaman kemiskinan. Menurut Tuwo (2011) bahwa ancaman kemiskinan pada masyarakat pesisir akan semakin meningkat seiring dengan kondisi pergantian iklim yang tidak menentu dan homogenitas sumber pendapatan masyarakat. Akibat dari dinamisnya kondisi tersebut maka tingkat kesejahteraan masyarakat juga akan dinamis. Berdasarkan kondisi tersebut maka dapat diidentifikasi bahwa ancaman rob dan erosi pantai di wilayah kepesisiran memberikan dampak negatif pada aspek ekonomi dan sosial masyarakat khususnya yang terkait dengan kondisi infrastruktur dan fasilitas ekonomi masyarakat. Berbagai upaya mulai dan telah diimplementasikan oleh berbagai lapisan masyarakat untuk mengurangi dampak dari bencana-bencana wilayah kepesisiran khususnya pada hutan mangrove dan lahan tambak. Aspek akademis telah banyak diungkapkan bahkan dilakukan beberapa temuan baru terkait pengelolaan ekosistem mangrove secara lebihkomprehensif. Menurut Kusmana (2009) dan Kustanti (2011) bahwa dalam mengelola ekosistem mangrove dibutuhkan suatu keterpaduan dan keberlanjutan agar dapat memenuhi kebutuhan ekologis dan ekonomis untuk kesejahteraan masyarakat dan konservasi sumberdaya alam. Tujuan pengelolaan mangrove secara terpadu dan berkelanjutan ini sejalan dengan kebijakan pemerintah yang memanfaatkan ekosistem hutan mangrove sebagai sabuk hijau dan pengurang risiko bencana serta keberadaannya dapat digunakan sebagai tempat budidaya perikanan dengan model wanamina (IUCNNR, 2007). 2

1.2 Permasalahan Penelitian Secara administratif, wilayah Kabupaten Demak terletak di sebelah timur Kota Semarang sehingga tekanan aktivitas ekonomi, penduduk dan penggunaan lahan sangat dipengaruhi oleh aktivitas-aktivitas di Kota Semarang sebagai ibukota Propinsi Jawa Tengah. Secara geografis, kondisi kelerengan Kabupaten Demak yang masih didominasi oleh dataran rendah dengan didominasi oleh bentuk lahan aluvial dan fluvial. Berdasarkan kondisi tersebut maka potensi bencana yang terjadi di wilayah ini sangat beragam. Menurut catatan Pelaporan BPBD Kabupaten Demak Tahun 2011 menyebutkan terdapat sekitar 70 titik rawan bencana selama kurun waktu 2010 hingga tahun 2012 yang didominasi oleh rusaknya fasilitas penahan air atau tanggul di tepi sungai sehingga menyebabkan meluapnya air di sungai ke permukiman warga. Banyaknya permukiman yang berlokasi dekat dengan sungai dan besarnya debit sungai dinilai sebagai penyebab adanya bencana banjir. Menurut Kusuma (2012) dan Anonim (2012) menyebutkan bahwa kejadian bencana juga terjadi di wilayah kepesisiran Kabupaten Demak yang didominasi oleh bencana rob dan erosi pantai. Beberapa hasil penelitian sebelumnya telah menunjukkan beberapa penyebab terjadinya fenomena rob dan erosi pantai di wilayah kepesisiran Kabupaten Demak. Menurut Rossanty (2008) menyebutkan bahwa secara geografis, wilayah kepesisiran Kabupaten Demak berlokasi dekat dengan wilayah kepesisiran Kota Semarang yang mana terjadi pembangunan reklamasi di sekitar pesisir Kecamatan Utara Kota Semarang hingga mencapai Pelabuhan Tanjung Mas. Reklamasi tersebut dimaksudkan untuk pembangunan wilayah pesisir kota dengan fungsi permukiman dan perdagangan jasa. Sementara itu Arifin (2008) menyebutkan bahwa pembangunan reklamasi pada Pelabuhan Tanjung Mas dimulai pada tahun 1997. Sejak adanya pembangunan reklamasi tersebut wilayah pesisir di sekitar lahan reklamasi termasuk wilayah kepesisiran Kabupaten Demak terkena dampak dinamika gelombang pasang air laut yang menyebabkan rob dengan ketinggian antara 0,5 1,5 meter. Hasil temuan oleh Handayani dan Hati (2012); Kusuma (2012) dan Hasist (2013) juga menyebutkan bahwa dari rob tersebut telah menggenangi sekitar 12 desa di pesisir Kabupaten Demak dan 3

menenggelamkan dua dusun di Desa Bedono Kecamatan Sayung, yaitu Dusun Senik dan Tambaksari pada tahun 2006. Menurut Sekaranom, dkk (2012) juga menyebutkan bahwa tingginya rob tersebut juga diperparah dengan turunnya muka tanah / land subsidance akibat pengambilan airtanah yang berlebihan sehingga terjadinya kompaksi tanah di lapisan bawah. Menurut Hasist (2013) juga menyebutkan bahwa pada tahun 2007 jumlah desa terdampak rob bertambah dan menjadi 26 desa. Dampak terparah dari ancaman rob dan erosi pantai tersebut diungkapkan oleh Handayani dan Hati (2012) bahwa rob dan erosi pantai telah menggenangi kawasan permukiman dan lahan tambak warga khususnya di Kecamatan Sayung (Tabel 1.1). Tabel 1.1 Kronologi penyebab kejadian bencana rob dan erosi pantai di daerah penelitian Tahun Kronologis kejadian bencana 1987 Terjadi pembangunan reklamasi untuk berbagai fasilitas permukiman dan perdagangan jasa di Kecamatan Semarang Utara sehingga menyebabkan arus laut berubah di wilayah timur laut perairan Semarang-Demak. perubahan tersebut berdampak pada genangan akibat peningkatan ketinggian pasang air laut di sepanjang pantai Kabupaten Demak. 1997 Dimulainya pembangunan reklamasi pantai untuk pengembangan pelabuhan Tanjung Mas Kota Semarang sehingga genangan akibat kenaikan pasang air laut telah mencapai permukiman dan fasilitas umum milik masyarakat pesisir Kabupaten Demak. 2006 12 desa telah terdampak rob dan erosi pantai serta menenggelamkan dua dusun di Desa Bedono Kecamatan Sayung, yaitu Dusun Senik dan Dusun Tambaksari namun masyarakatnya telah direlokasi. 2007 26 desa telah tergenang setiap harinya akibat rob 2008 Kawasan permukiman dan pertanian tambak di Desa Sriwulan dan Desa Timbulsloko Kecamatan Sayung selalu tergenang akibat rob. Sumber: Arifin, 2008; Rossanty, 2008; Handayani dan Hati, 2012; Kusuma, 2012; Hasist, 2013 Menurut Arifin (2012) adanya menurunnya produktivitas ekonomi masyarakat dan degradasi lingkungan sosial masyarakat disebabkan oleh rendahnya pendapatan masyarakat yang hanya terfokus pada salah satu bidang pekerjaan saja, yaitu nelayan dan petani tambak. Sebagian besar pendapatan masyarakat yang berkisar antara Rp. 3.500.000 hingga Rp. 893.000 ini dinilai masih kurang memenuhi untuk menghidupi seluruh anggota keluarga. Jumlah penghasilan tersebut dinilai juga berpotensi memunculkan fenomena kemiskinan di masyarakat pesisir Kabupaten Demak. Menurut Manumono (2008) menyebutkan bahwa petani tambak dan nelayan mengalami penurunan akibar rob 4

dan erosi pantai. Penurunan yang terjadi berkisar antara 25 % - 50 % untuk sektor nelayan dan 60 % - 80 % untuk sektor tambak. Penurunan tersebut juga diimbangi dengan kurang maksimalnya pemanfaatan hutan mangrove untuk kepentingan ekonomi masyarakat. Berdasarkan pada fakta kebencanaan dan dampaknya tersebut maka dibutuhkan suatu bentuk pengambilan kebijakan yang memperhatikan aspek pemanfaatan sumberdaya secara sosial dan ekonomi masyarakat pada daerah terdampak multibahaya. Adanya sintesis awal yang menunjukkan bahwa erosi pantai di lokasi penelitian disebabkan oleh dominasi penggunaan lahan non mangrove yang menyebabkan pasir pantai tererosi oleh energi ombak. Disisi lain, aktivitas pasang surut air laut juga semakin memberikan dampak negatif pada lingkungan, yaitu rob, khususnya lahan pertambakan dimana lahan pertambakan tersebut tidak berimbang dengan ketersediaan vegetasi mangrove sebagai pengikat tanah di lahan pertambakan. Dampak-dampak yang diakibatkan oleh kedua jenis bencana tersebut juga disebabkan oleh aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat. Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menyimpulkan bahwa sistem pemanfaatan sumberdaya yang kurang optimal untuk kesejahteraan masyarakat dan pelestarian lingkungan dinilai sebagai faktor utama pada aspek non fisik sebagai penyebab timbulnya bencana. Pada kondisi semacam ini muncul dugaan bahwa terdapat hubungan yang erat antara dampak multibahaya rob dan erosi pantai terhadap pemanfaatan sumberdaya hutan mangrove dan lahan pertambakan pada aspek sosial dan aspek ekonomi masyarakat. Kurangnya jumlah kaijan atau penelitian atau bahkan kurang mendalamnya penelitian yang telah dilakukan membuat urgensitas penelitian ini semakin penting untuk dilakukan mengingat kajian fenomenologis di lokasi penelitian relatif jarang dilakukan. Sehingga penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan gambaran komprehensif dan terarah terkait dampak multibahaya rob dan erosi pantai terhadap lahan pertambakan dan hutan mangrove khususnya pada aspek sosial dan ekonomi masyarakat. 5

1.3 Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana sebaran multibahaya rob dan erosi pantai di daerah penelitian? 2. Bagaimana perubahan nilai manfaat ekonomi dan ekonomi hutan mangrove dan lahan tambak akibat multibahaya rob dan erosi pantai di daerah penelitian? 3. Bagaimana hubungan dan pengaruh antara akitivitas ekonomi dan sosial pemanfaatan hutan mangrove dan lahan tambak akibat multibahaya rob dan erosi pantai di daerah penelitian? 1.4 Tujuan Penelitian 1. Memetakan multibahaya rob dan erosi pantai serta dampaknya pada hutan mangrove dan lahan pertambakan di lokasi penelitian. 2. Memprediksi besaran perubahan nilai manfaat sosial dan nilai manfaat ekonomi hutan mangrove dan lahan pertambakan akibat multibahaya rob dan erosi pantai di lokasi penelitian. 3. Menjelaskan hubungan dan pengaruh antara aktivitas ekonomi dan sosial pemanfaatan hutan mangrove dan lahan tambak akibat multibahaya rob dan erosi pantai di daerah penelitian. 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini merupakan kegiatan yang fokus pada identifikasi dan analisis dampak akibat ancaman bencana di wilayah kepesisiran. Penelitian ini juga bermanfaat untuk menggambaran perubahan nilai manfaat sumberdaya alam akibat degradasi lingkungan dan kejadian bencana. Pengembangan metode penilaian finansial sumberdaya alam yang bergantung pada perubahan waktu untuk menduga perubahan yang terjaid juga menjadi salah satu bentuk manfaat lain dari penelitian ini. Pengkajian hubungan perubahan nilai manfaat sumberdaya alam dengan dampak kejadian multibencana juga menjadi hal yang bermanfaat lainnya dari penelitian ini. Sehingga penelitian ini dapat bermanfaat baik secara akademis melalui pengembangan metode penelitian dan teknik analisis yang digunakan maupun secara teknis pada masyarakat mengenai dinamika sosial ekonomi masyarakat yang terdampak oleh bencana. 6