PRINSIP-PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA PESISIR 1. Oleh : Hendrik B. Sompotan 2

dokumen-dokumen yang mirip
dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

MANAGEMENT OF THE NATURAL RESOURCES OF SMALL ISLAND AROUND MALUKU PROVINCE

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir

METODE PENELITIAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini terdapat kecenderungan berupa

PENDAHULUAN. lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang paling banyak dikonversi

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

PENDAHULUAN. karena Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai mencapai

92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM

X. ANALISIS KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. berkelanjutan (sustainabel development) merupakan alternatif pembangunan yang

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

Pengelolaan Kawasan Pesisir Berkelanjutan. 16-Sep-11. Syawaludin A. Harahap 1

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di

BAB I PENDAHULUAN. mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, seperti

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam

BAB I PENDAHULUAN. kedua di dunia setelah Kanada, sehingga 2/3 luas wilayah Indonesia merupakan. untuk menuju Indonesia yang lebih maju dan sejahtera.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

Modul 1: Pengantar Pengelolaan Sumber Daya Air

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

MODEL IMPLENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN MANGROVE DALAM ASPEK KAMANAN WILAYAH PESISIR PANTAI KEPULAUAN BATAM DAN BINTAN.

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program

KONSEP DASAR PENGELOLAAN SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR TERPADU DAN BERBASIS MASYARAKAT 1. Oleh : Hendrik B. Sompotan 2

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

LINGKUNGAN HIDUP: masalah dan solusinya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA LINGKUNGAN HIDUP KAWASAN PESISIR DAN LAUT DI KABUPATEN ALOR

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM I. K e l a s. Kurikulum 2013

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

MENCEGAH KERUSAKAN PANTAI, MELESTARIKAN KEANEKARAGAMAN HAYATI

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan adalah sumberdaya perikanan, khususnya perikanan laut.

5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan

Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Perkembangan ilmu sistem banyak dipengaruhi oleh berbagai disiplin ilmu. lain. Salah satunya adalah Kibernetika (Cybernetics) yang telah berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

akan mengurangi kemampuan dam untuk mendukung kelangsungan hidup Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

BAB I. PENDAHULUAN. Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup,

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan menjadi lebih baik, wilayah pesisir yang memiliki sumber daya alam

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN, PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE

BAB I PENDAHULUAN. dalam penggunaan sumberdaya alam. Salah satu sumberdaya alam yang tidak terlepas

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

3. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kaya yang dikenal sebagai negara kepulauan. Negara ini

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

Transkripsi:

PRINSIP-PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA PESISIR 1 Oleh : Hendrik B. Sompotan 2 A. PENDAHULUAN Konsep pengelolaan wilayah pesisir dan laut secara terpadu seperti diuraikan di atats, merupakan salah syarat untuk mencapai pembangunan yang optimal dan berkelanjutan. selain itu, juga terdapat kaidah-kaidah yang harus diterapkan dalam pengelolaan wilayah pesisir dan laut untuk mecapai pembagunan yang optimal dan berkelenjutan. Pembangunan yang berkelanjutan adalah pembangunan untuk memenhi kebutuhan hidup saat ini tampak merusak atau menurunkan kemampuan generasi mandatang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (WCED, 1987). Dengan demikian, pembangunan berkelanjutan pada dasarnya merupakan suatu strategi pembangunan yang memberikan semacam ambang batas (limit) pada lanjut ekosistem alamiah secara sumberdaya yang ada didalamnya. Ambang batas ini tidaklah bersifat mutlak (absolute), melainkan merupakan batas yang luwes (flexibel) yang bergantung pada kondisi teknologi dan sosial ekonomi tentang pemanfaatan sumberdaya alam, secara kemampuan biosfir untuk menerima dampak kegiatan mausia. Dengan perkataan lain, pembangunan berkelanjutan adalah suatu strategi pemanfaatan ekosistem alamiah sedemikian rupa, sehinggan kapasitas fungsionalnya untuk memberikan manfaat bagi kehidupan umat manusia tidak rusak. Keunikan wilayah pesisir dan laut serta beragamnya sumberdaya yang ada, mengisyaratkan pentingnya pengelolaan wilayah tersebut untuk dikelola secara terpadu bukan secara sektoral. Hal ini dapat dijelaskan minimal alasan sebagai berikut: 1. secara empiris, terdapat keterkaitan ekologis (hubungan fungsional) baik antara ekosistem di dalam kawasan pesisir maupun antara kawasan pesisir dengan lahan atas dan laut lepas. Dengan demikian perubahan yang terjadi pada suatu ekosistem pesisir (mangrove misalnya), cepat atau lambat, akan mempengaruhi ekosistem lainnya. Begitu pula halnya, jika pengelolaan kegiatan pembagunan (industri, pertanian, permukiman dan lain-lain ) di lahan atas suatu DAS (Daerah 1 Diambil dari Tesis Hendrik B. Sompotan 2 Dosen Fakultas Hukum Unsrat/Mahasiswa program Doktoral Pascasarjana Unsrat 1

Vol. 22/No. 7/Agustus/2016 Jurnal Hukum Unsrat 2 Aliran Sungai) tidak dilakukan secara arif (berwawasan lingkungan), maka nampak negatifnya akan merusak tatanan dan fungsi ekologiskawasa pesisir dan laut. 2. dalam suatu kawasan pesisir biasanya terdapat lebih dari dua macam sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang dapat dikembangkan untuk kepentingan pembangunan. 3. dalam suatu kawasan pesisir, pada umumnya terdapat lebih dari satu kelompok masyarakat (orang) yang memiliki kerterampilan/keahlian dan kesenangan (preference) bekerja yang berbeda, sebagai petani, nelayan. Petani tambak, petani rumput laut, pendamping parawisata, industri dan kerajinan rumah tangga, dan sebagainya. Padahal, sangat sukar atau hampir tidak mugkin, untuk mengubah kesenangan kerja (profesi) sekelompok orang yang sudah secara mentradisi menekuni suatu bidang pekerjaan. 4. baik secara ekologis maupun ekonomis. Pemanfaatan suatu kawasan pesisir secara monokultur (single use) adalah sangat rentan terhadap perubahan internal maupun ekternal yang menjurus pada kegagalan usaha. 5. kawasan pesisir pada umunya merupakan sumberdaya milik bersama (common property reosurces) yang dapat dimanfaatkan oleh semua orang (open access). Padahal setiap penggunaan sumberdaya pesisir biasanya berprinsip memaksimalkan keuntungan. Oleh karenanya, wajar jika pemcemaran, overekspoitasi sumberdaya alam dan konflik pemanfaatan ruang seringkali terjadi di kawasan ini. B. PERUMUSAN MASALAH 1. Bagaimanakah Prinsip prinsip Pembangunan ditinjau dari segi Ekologis? 2. Bagaimanakah Pemanfaatan Sumber Daya Pesisir bila dikaitkan dengan Dimensi Sosial Ekonomi dan Politik? C. PEMBAHASAN 1. Prinsip prinsip Pembangunan ditinjau dari Dimensi Ekologis Berangkat dari konsep ini, pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir secara berkelajutan berarti bagaimana mengelola segenap kegaiatan pembangunan yang terdapat di suatu wilayah berhubungan dengan wilayah pesisir agar total dampaknya tidak melebihi kapasitas fungsionalnya. Setiap ekosistem alamiah, termasuk wilayah pesisir, memiliki 4 fungsi pokok bagi kehidupan manusia :

a. jasa-jasa pendukung kehidupan, b. jasa-jasa kenyamanan, c. penyedia sumberdaya alam, dan d. penerima limbah (ORTOLANO, 1984). Jasa-jasa pendukung kehidupan (life support services) mencakup berbagai hal yang diperlukan bagi eksistensi kehidupan manusia, seperti udara dan air bersih serta ruang bagi berkiprahnya segenap kegiatan manusia. Jasa-jasa kenyamanan (amenity services) yang disediakan oleh ekosistem alamiah adalah berupa suatu lokasi beserta atributnya yang indah dan menyejukkan yang dapat dijadikan tempet rekreasi serta pemulihan kedamaian jiwa. Ekosistem alamiah juga merupakan sumberdaya alam yang dapat dikonsumsi langsung atau sebagai masukan dalam proses produksi. Sedangkan fungsi penerima limbah dari suatu ekosistem adalah kemampuannya dalam menyerap limbah dari kegiatan manusia, hingga menjadi suatu kondisi yang aman. Dari keempat fungsi ekosistem alamiah tersebut, dapatlah dimengerti bahwa kemampuan dua fungsi yang pertama sangat bergantung pada dua fungsi yang terakhir. Ini berarti bahwa jika dua fungsi terakhir dari suatu ekosistem alamiah tidak dirusak oleh kegiatan manusia, maka fungsinya sebagai pendukung kehidupan dan penyedia jasa-jasa kenyamanan dapat diharapkan terpelihara. Berdasarkan keempat fungsi ekosistem di atas, maka secara ekologis terdapat tiga persyaratan yang dapat menjamin tercapainya pembangunan berkelanjutan, yaitu: a. keharmonisan spasial; b. kapasitas asimilasi dan; c. pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan, bahwa dalam suatu wilayah pembangunan hendaknya tidak seluruhnya untuk zona pemanfaatan, tetapi harus pula dialokasikan untuk zona preservasi dan konservasi. Contoh daerah preservasi adalah daerah pemijahan ikan (spawning ground) dan jalur hijau pantai. Dalam zona preservasi ini tidak diperkenankan adanya kegiatan pembangunan, kecuali penelitian. Sementara itu beberapa kegiatan pembangunan, seperti pariwisata alam, pemanfaatan hutan bakau dan perikanan secara berkelanjutan (sustainable basis) dapat berlangsung dalam zona konservasi. 3

Vol. 22/No. 7/Agustus/2016 Jurnal Hukum Unsrat Keberadaan zona preservasi dan konservasi dalam suatu wilayah pembangunan sangat penting dalam memelihara berbagai proses penunjang kehidupan, seperti siklus hidrologi dan unsur hara; membersihkan limbah secara alamiah; dan sumber keanekaragaman hayati (biodiversity). Bergantung pada kondisi alamnya, luas zona preservasi dan konservasi yang optimal dalam suatu kawasan pembangunan sebaiknya antara 30 50 % dari luas totalnya. Selanjutnya, setiap kegiatan pembangunan (industri, pertanian, budidaya perikanan, pemukiman dan lainnya) dalam zona pemafaatan hendaknya ditempatkan pada lokasi yang secara biofisik sesuai, sehingga membentuk suatu mosaik yang harmonis. Misalnya penempatan kegiatan budidaya tambak udang pada lahan pesisir bertekstur pasir atau sangat masam, atau berdekatan dengan kawasan industri biasanya akan menemui kegagalan. Sementara itu, bila kita menganggap wilayah pesisir sebagai penyedia sumberdaya alam, maka kriteria pemanfaatan untuk sumberdaya yang dapat pulih (renewable resources) adalah bahwa laju ekstrasinya tidak boleh melebihi kemampuannya untuk memulihkan daripada suatu periode tertentu. Sedangkan pemanfaatan sumberdaya pesisir yang tidak dapat pulih (non-renewable resources) harus dilakukan dengan cermat, sehingga efeknya tidak merusak lingkungan sekitarnya. Ketika memanfaatkan wilayah (perairan) pesisir sebagai tempat untuk pembuangan limbah, maka harus ada jaminan bahwa jumlah total dari limbah tersebut tidak boleh melebihi kapasitas daya asimilasinya (assimilative capacity). Dalam hal ini yang dimaksud dengan daya asimilasi adalah kemampuan suatu ekosistem pesisir untuk menerima suatu jumlah limbah tertentu sebelum ada indikasi terjadinya kerusakan lingkungan dan atau kesehatan yang tidak dapat di toleransi. 2. Pemanfaatan Sumber Daya Pesisir bila dikaitkan dengan Dimensi Sosial Ekonomi dan Politik Dimensi ekologis seperti diuraikan di atas pada dasarnya menyajikan informasi tentang daya dukung (kemampuan suplai) sistem alam wilayah pesisir dalam menopang segenap kegiatan pembangunan dan kehidupan manusia. Dengan demikian, agar pembangunan wilayah pesisir dapat berkelanjutan, maka pola dan laju pembangunan harus dikelola sedemikian rupa, sehingga total permintaannya (demand) terhadap sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan tidak melampaui kemampuan suplai tersebut. 4

Kualitas dan jumlah permintaan tersebut ditentukan oleh jumlah penduduk dan standar/kualitas kehidupannya. Oleh karena itu, selain mengendalikan jumlah penduduk, kebijakan yang mendesak untuk dilakukan adalah mengurangi kesenjangan antara kaya dan miskin. Secara sosial-ekonomi-budaya konsep pembangunan berkelanjutan mensyaratkan, bahwa manfaat (keuntungan) yang diperoleh dari kegiatan penggunaan suatu wilayah pesisir serta sumberdaya alamnya harus diprioritaskan untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk sekitar kegiatan (proyek) tersebut, terutama mereka yang ekonomi lemah, guna menjamin kelangsungan pertumbuhan ekonomi wilayah itu sendiri. Untuk negara berkembang, seperti Indonesia, prinsip ini sangat mendasar, karena banyak kerusakan lingkungan pantai misalnya penambangan batu karang, penebangan mangrove, penambangan pasir pantai dan penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak, berakar pada kemiskinan dan tingkat pengetahuan yang rendah dari para pelakunya. Dalam Dimensi Sosial Politik, pada umumnya permasalahan (kerusakan) lingkungan bersifat eksternalitas. Artinya pihak yang menderita akibat kerusakan tersebut bukanlah si pembuat kerusakan, melainkan pihak lain, yang biasanya masyarakat miskin dan lemah. Misalnya pendangkalan bendungan dan saluran irigasi dan peningkatan frekuensi dan magnitude banjir suatu sungai akibat penebangan hutan yang kurang bertanggung jawab di daerah hulu. Demikian juga dampak pemanasan global akibat peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfir yang sebagian besar disebabkan oleh negar-negar industri. Ciri khas lain kerusakan lingkungan adalah, bahwa akibat dari kerusakan ini biasanya muncul setelah beberapa waktu, waktu ada semacam time lag. Contohnya, pencemaran perairan Teluk Minamata di Jepang terjadi sejak tahun 1940-an. Tetapi penyakit minamata dan itai-itai baru timbul pada awal tahun 1960-an. Mengingat karakteristik permasalahan lingkungan tersebut, maka pembangunan berkelanjutan hanya dapat dilaksanakan dalam sistem suasana politik yang demokratis dan transparan. Tanpa kondisi politik semacam ini, maka laju kerusakan lingkungan akan melangkah lebih cepat ketimbang upaya pencegahan dan penaggulangannya. Pada akhirnya pelaksanaan pembangunan berkelanjutan mensyaratkan pengendalian diri dari setiap warga dunia untuk tidak merusak lingkungan. Bagi kelompok the haves dapat berbagi 5

Vol. 22/No. 7/Agustus/2016 Jurnal Hukum Unsrat kemampuan dan rasa dengan saudaranya yang masih belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, sembari mengurangi budaya konsumerismenya. Persyaratan yang bersifat personal ini dapat dipenuhi melalui penerapan sistem peraturan dan perundangundangan yang berwibawa dan konsisten. Serta dibarengi dengan penanaman etika pembangunan berkelanjutan pada setiap warga dunia. Di sinilah peran sentuhan nilai-nilai keagamaan akan sangat berperan. D. PENUTUP Dalam zona preservasi ini tidak diperkenankan adanya kegiatan pembangunan, kecuali penelitian. Sementara itu beberapa kegiatan pembangunan, seperti pariwisata alam, pemanfaatan hutan bakau dan perikanan secara berkelanjutan (sustainable basis) dapat berlangsung dalam zona konservasi. Dalam Dimensi Sosial Politik, pada umumnya permasalahan (kerusakan) lingkungan bersifat eksternalitas. Artinya pihak yang menderita akibat kerusakan tersebut bukanlah si pembuat kerusakan, melainkan pihak lain, yang biasanya masyarakat miskin dan lemah. Misalnya pendangkalan bendungan dan saluran irigasi dan peningkatan frekuensi dan magnitude banjir suatu sungai akibat penebangan hutan yang kurang bertanggung jawab di daerah hulu. Demikian juga dampak pemanasan global akibat peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfir yang sebagian besar disebabkan oleh negar-negar industri. DAFTAR PUSTAKA Danusaputro, Munadjat, 1985, Hukum Lingkungan Buku I : Umum, Binacipta, Bandung. Davidson., 1989, Environmental Considerations in Loan Documentation, dimuat dalam The Banking Law Journal Vol. 108 No. 4 Juli-Agustus. Ramadani Ganis & Suwito, Hardjo., 1988, Peranan Monitoring Lingkungan untuk Menjaga Kualitas Lingkungan (Makalah), Samarinda. Salim, Emil., 1976, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Cetakan Kesepuluh, Mutiara Sumber Widya, Jakarta. 6

Sutoyo, Agus., 1997, Pembinaan dan Pendidikan Kepedulian Lingkungan (artikel), Harian Angkatan Bersenjata. 7