I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
V KEBERGANTUNGAN DAN KERENTANAN MASYARAKAT TERHADAP SUMBERDAYA DANAU

MODEL PENGELOLAAN KOLABORATIF PERAIRAN UMUM DARATAN DI DANAU RAWA PENING PROVINSI JAWA TENGAH PARTOMO

MANAGEMENT OF THE NATURAL RESOURCES OF SMALL ISLAND AROUND MALUKU PROVINCE

KETERGANTUNGAN DAN KERENTANAN MASYARAKAT TERHADAP SUMBERDAYA DANAU: KASUS DANAU RAWA PENING

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya, tergenang secara terus menerus atau musiman, terbentuk secara alami

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas

VI KEBIJAKAN PENGELOLAAN KOLABORATIF DI DANAU RAWA PENING

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan ruang bagi sumberdaya alam,

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

BUDIDAYA IKAN DI WADUK DENGAN SISTEM KERAMBA JARING APUNG (KJA) YANG BERKELANJUTAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. budidaya, masyarakat sekitar danau sering melakukan budidaya perikanan jala

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sosial (social development); pembangunan yang berwawasan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Pengolahan Air Limbah Usaha Skala Kecil Bidang Sanitasi dan Perlindungan Daerah Hulu Sumber Air Irigasi Bidang Irigasi; Mengingat : 1.

GERAKAN PENYELAMATAN DANAU (GERMADAN) DANAU RAWAPENING

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam

I. PENDAHULUAN. Secara keseluruhan daerah Lampung memiliki luas daratan ,80 km², kota

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. terdapat di Asia Tenggara. Indonesia dikenal sebagai negara dengan hutan

Strategi Pengembangan Daya Tarik Wisata dan Pemberdayaan Masyarakat disekitar 15 Danau Prioritas

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang paling banyak dikonversi

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN

PENDAHULUAN. rumah tangga dapat mempengaruhi kualitas air karena dapat menghasilkan. Rawa adalah sebutan untuk semua daerah yang tergenang air, yang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

METODE PENELITIAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini terdapat kecenderungan berupa

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Data yang Dikumpulkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan faktor-faktor alam yang satu dengan yang lainnya. Kabupaten Simalungun memiliki 4 daerah kecamatan yang wilayahnya

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Spesies yang diperoleh pada saat penelitian

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

BAB I PENDAHULUAN. perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian M di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya perikanan di Kabupaten Gorontalo Utara meliputi perikanan tangkap dan perikanan budidaya.

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

IV KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan ini berasal dari kemampuan secara mandiri maupun dari luar. mempunyai tingkat kesejahteraan yang lebih baik.

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 04 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DI PROVINSI GORONTALO

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

LESTARI BRIEF KETERPADUAN DALAM PENANGANAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN USAID LESTARI PENGANTAR. Penulis: Suhardi Suryadi Editor: Erlinda Ekaputri

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 123 TAHUN 2001 TENTANG TIM KOORDINASI PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

PENGELOLAAN DANAU BERBASIS CO-MANAGEMENT: KASUS RAWA PENING Lake Management Based on Co-management: Case of Rawa Pening

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (Lembaran Negara Republik Indonesia T

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemampuan suatu perairan dalam menerima suatu beban bahan tertentu

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. substitusinya sebagaimana bahan bakar minyak. Selain itu, kekhawatiran global

Transkripsi:

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danau merupakan perairan umum daratan yang memiliki fungsi penting bagi pembangunan dan kehidupan manusia. Secara umum, danau memiliki dua fungsi utama, yaitu fungsi ekologi dan sosial ekonomi. Dari aspek ekologi, danau merupakan tempat berlangsungnya siklus ekologis dari komponen air dan kehidupan akuatik di dalamnya. Keberadaan danau akan mempengaruhi keseimbangan ekosistem di sekitarnya, sebaliknya kondisi danau juga dipengaruhi oleh ekosistem di sekitarnya. Dari aspek sosial ekonomi, danau memiliki fungsi yang secara langsung berkaitan dengan kehidupan masyarakat sekitar danau. Menurut Hartoto et al. (2009), danau memiliki fungsi sebagai penyedia jasa lingkungan, sosial-ekologi, pendidikan, kenyamanan, budaya, kemasyarakatan, jasa spiritual, ketahanan masyarakat, ekonomi, dan rekreasi. Menurut Puspita et al. (2005), saat ini di Indonesia terdapat sejumlah 843 danau dan 736 situ. Kondisi sebagian besar danau telah mengalami kerusakan ekosistem dan penurunan fungsi. Hasil penelitian FDI (2004), melaporkan bahwa faktor-faktor penyebab rusaknya ekosistem danau adalah tidak memadainya pengetahuan, kekurangan teknologi, keterbatasan finansial, serta kebijakan pengelolaan yang tidak tepat. Berdasarkan data Kementerian Negara Lingkungan Hidup (2009), terdapat sembilan danau yang kondisinya kritis dan memerlukan prioritas untuk penanganannya, yaitu Danau Toba (Provinsi Sumatera Utara), Danau Maninjau dan Danau Singkarak (Provinsi Sumatera Barat), Danau Tempe (Provinsi Sulawesi Selatan), Danau Tondano (Provinsi Sulawesi Utara), Danau Poso (Provinsi Sulawesi Tengah), Danau Limboto (Provinsi Gorontalo), Danau Batur (Provinsi Bali), serta Danau Rawa Pening (Provinsi Jawa Tengah). Kondisi sebagian besar situ di Indonesia juga mengalami kerusakan ekologi dan dalam kondisi kritis. Menurut Roemantyo et al. (2003), jumlah situ di kawasan Jabodetabek pada tahun 1940 yaitu 76 situ dengan luas 7,900 km 2, selanjutnya jumlah situ pada tahun 2000 adalah 114 situ dengan luas 3,213 km 2. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi fragmentasi situ yang mengakibatkan penurunan kapasitas daya tampung situ.

2 Danau Rawa Pening dengan luas 2.770 hektar yang berada di Kabupaten Semarang merupakan salah satu danau yang kondisinya kritis. Hasil penelitian UNEP (1999), melaporkan bahwa berbagai faktor fisik-kimia dan biologi telah mengakibatkan sedimentasi, serta masuknya limbah domestik dan industri. Akumulasi endapan lumpur, limbah pertanian dan industri menyebabkan suburnya tanaman Eichornia crassipes (Eceng Gondok). Luas tanaman Eceng Gondok yang menutupi permukaan danau yang mencapai 1.080 hektar dengan pertumbuhan 7,1%-10% per bulan telah menimbulkan kerusakan ekosistem danau dan mengakibatkan krisis sumberdaya perikanan. Potensi sumberdaya perikanan Danau Rawa Pening menjadi kompleks dengan semakin tingginya eksploitasi sumberdaya perikanan. Berdasarkan data Disnakan Kabupaten Semarang (2007), jumlah produksi perikanan di perairan Danau Rawa Pening selama kurun waktu Tahun 2002 sampai dengan 2006 berturut-turut 982,5 ton, 1.033,7 ton, 1.084,5 ton, 1.026,0 ton, dan 1.042,8 ton. Jumlah nelayan yang menggantungkan hidupnya pada sumberdaya danau sekitar 1.589 orang. Menurut Adrianto et al. (2010), status dan potensi sumberdaya perikanan menjadi kompleks setelah adanya intervensi manusia karena adanya demands (permintaan) yang kemudian diikuti eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya perikanan. Dalam kondisi tanpa pengelolaan, kegiatan eksploitasi membuat sumberdaya perikanan menjadi kolaps. Kegiatan pemanfaatan sumberdaya danau semakin meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk di sekitar danau. Kondisi ini dapat mengancam keberadaan danau sebagai ekosistem penyangga kehidupan dan penyedia langsung mata pencaharian bagi masyarakat sekitar danau (Anshari 2006). Dalam hal ini, masyarakat sekitar Danau Rawa Pening menggantungkan hidupnya terkait dengan matapencaharian, terutama untuk kegiatan perikanan tangkap dan pertanian. Danau Rawa Pening merupakan sebuah sistem ekologi yang mempunyai peran sosial ekonomi bagi masyarakat sekitarnya. Kondisi ini menjadikan ekosistem danau sebagai sistem yang rentan terhadap gangguan atau tekanan eksternal. Berbagai gangguan atau tekanan eksternal, baik yang bersifat alamiah maupun antropogenik dapat mempengaruhi kesehatan ekosistem danau. Hal ini

3 menjadi latar belakang pentingnya dilakukan penilaian kerentanan untuk mengidentifikasi masyarakat atau tempat yang paling rentan terhadap bahaya serta mengidentifikasi tindakan untuk mengurangi kerentanan. Pengelolaan Danau Rawa Pening bersifat multi stakeholders yang melibatkan banyak pihak seperti pemerintah, swasta, akademisi, lembaga nonpemerintah, petani, nelayan, dan pelaku perikanan lainnya. Model pengelolaan sentralistik dengan kontrol mutlak oleh pemerintah telah menghasilkan pola pengelolaan sumberdaya berbasis pemerintah. Dalam hal ini, pemerintah mendominasi dalam penentuan kebijakan dan kurang mengakomodasikan kepentingan masyarakat. Otoritas tunggal terbukti tidak efektif dalam pengelolaan Danau Rawa Pening, khususnya dalam mengurangi kerusakan sumberdaya serta menggalang dukungan dari masyarakat pemanfaat sumberdaya. Di lain pihak, apabila masyarakat melakukan kontrol penuh terhadap pengelolaan akan menghasilkan pola pengelolaan sumberdaya berbasis masyarakat. Model pengelolaan sumberdaya berbasis masyarakat tidak dapat menjamin keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya dan mengakibatkan konflik kepentingan dalam pemanfaatan sumberdaya. Ketidakseimbangan distribusi peran antara pemerintah dan masyarakat menjadi latar belakang pentingnya pendekatan pengelolaan kolaboratif untuk memperbaiki sistem pengelolaan Danau Rawa Pening dan mengakhiri konflik antar stakeholders tanpa adanya pihak yang dikalahkan. Seiring dengan tuntutan desentralisasi dan kemandirian dalam pengelolaan sumberdaya alam, pengelolaan kolaboratif merupakan model pengelolaan sumberdaya alam yang paling masuk akal. Pengelolaan kolaboratif dapat menciptakan perimbangan peran dan tanggung jawab antara pemerintah dan masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam. Dalam hal ini, masyarakat pemanfaat sumberdaya bertindak sebagai pelaku yang mendayagunakan dan sekaligus memelihara sumberdaya alam, selanjutnya pemerintah berperan sebagai fasilitator. 1.2 Perumusan Masalah Sumberdaya Danau Rawa Pening dianggap sebagai free goods (barang bebas) atau common property (sumberdaya milik bersama). Konsekuensi terhadap

4 sumberdaya milik bersama adalah bahwa semua orang berhak mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumberdaya yang ada atau yang lebih dikenal dengan prinsip open access. Menurut Nasution et al. (2007), dampak negatif dari prinsip open access dalam pengelolaan sumberdaya alam adalah tidak adanya pihak yang peduli untuk mengembalikan atau memulihkan potensi sumberdaya yang telah rusak. Kerusakan sumberdaya alam dapat menurunkan produktivitas ekonomi dalam pemanfaatannya, sehingga dapat mengakibatkan menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat. Eksploitasi sumberdaya danau dilakukan secara intensif untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat sekitar kawasan. Pemanfaatan sumberdaya semakin meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Hal ini dapat mengancam keberadaan danau sebagai ekosistem penyangga kehidupan dan penyedia langsung mata pencaharian masyarakat (Anshari 2006). Kebergantungan masyarakat terhadap sumberdaya danau tidak hanya terbatas pada upaya untuk memenuhi kehidupan sehari-hari, akan tetapi telah berkembang menjadi upaya untuk memperoleh hasil yang lebih untuk dapat dipasarkan. Dalam hal ini, telah berkembang beberapa mata pencaharian alternatif terkait dengan pemanfaatan sumberdaya danau, yaitu industri rumah tangga, jasa pariwisata alam, serta usaha perdagangan di sekitar Danau Rawa Pening. Kebergantungan masyarakat sekitar Danau Rawa Pening terhadap sumberdaya danau terkait dengan (1) kegiatan sektor pertanian lahan pasang surut seluas 1.020 hektar, (2) nelayan dan petani ikan sebanyak 1.589 orang, (3) budidaya karamba ikan berjumlah 200 keramba jaring apung dan 500 keramba tancap, (4) pemanfaatan Eceng Gondok dengan kapasitas 1.000 kg/hari, (5) pemanfaatan gambut untuk kompos dengan kapasitas 54.000 m 3 /tahun, serta (6) pariwisata dengan jumlah pengunjung 50-100 orang/hari (BPSDA Jratun 2009). Konsep terpadu dalam pemberdayaan masyarakat belum tersusun, oleh sebab itu pemanfaatan potensi sumberdaya danau menghadapi banyak kendala. Konflik horisontal antar pemanfaat sumberdaya yang terus berlanjut telah menyebabkan tidak efektifnya program pemberdayaan masyarakat. Danau Rawa Pening merupakan sebuah sistem ekologi yang mempunyai peran sosial ekonomi bagi masyarakat sekitarnya. Fungsi ekologi danau mulai

5 terancam oleh berbagai tekanan, baik yang bersifat alamiah maupun antropogenik. Tekanan yang bersifat alamiah disebabkan oleh pemanasan suhu bumi secara global dan perubahan iklim yang ekstrim. Selanjutnya tekanan yang bersifat antropogenik merupakan faktor terpenting yang mengakibatkan kerusakan ekosistem danau. Hal ini menjadikan danau sebagai sistem yang rentan terhadap gangguan atau tekanan eksternal. Tingkat kerentanan yang tinggi merupakan penghalang atau hambatan bagi keberlanjutan danau. Penanggulangan terhadap kerusakan ekologi akan mempertinggi resiliensi untuk dapat kembali pada kondisi keseimbangan setelah adanya gangguan. Tingkat resiliensi bergantung pada kemampuan suatu sistem lingkungan dalam menanggulangi berbagai gangguan eksternal. Kapasitas beradaptasi merupakan kemampuan sistem sosial-ekologi untuk menghadapi situasi baru tanpa kehilangan pilihan di masa depan. Dalam hal ini, resiliensi merupakan kunci untuk meningkatkan kapasitas beradaptasi. Pengelolaan Danau Rawa Pening bersifat lintas sektoral dan melibatkan banyak stakeholders. Lemahnya koordinasi antar stakeholders mengakibatkan pelaksanaan program pengelolaan cenderung sektoral. Model pengelolaan sentralistik dengan tidak memberikan ruang bagi peranserta masyarakat pemanfaat sumberdaya tidak mampu melindungi ekosistem danau dari kerusakan ekologi. Ketidakadilan distribusi peran dalam pemanfaatan sumberdaya alam telah mengakibatkan munculnya konflik kepentingan. Konflik internal terjadi akibat adanya ketidakharmonisan hubungan antar stakeholders dalam kegiatan pemanfaatan sumberdaya. Dalam hal ini, tidak ada kerangka hukum dan peraturan yang secara tegas dapat dipakai untuk menyelesaikan berbagai konflik yang terjadi dalam pemanfaatan sumberdaya Danau Rawa Pening. Ekosistem Danau Rawa Pening merupakan penyangga kehidupan dan penyedia langsung mata pencaharian masyarakat sekitarnya. Terdapat keterkaitan antara aktivitas masyarakat terhadap kondisi ekosistem Danau Rawa Pening. Identifikasi permasalahan dalam pengelolaan Danau Rawa Pening mengacu penilaian biodiversity pada kerangka Drivers-Pressures-States-Impacts-Responses (DPSIR) yang dikembangkan Bin et al. (2009) diacu dalam Sulistiawati (2011) seperti disajikan pada Gambar 1. Menurut Bowen dan Riley (2003), model DPSIR

bertujuan mengidentifikasi aspek-aspek atau parameter-parameter kunci pada suatu sistem dan memantau tingkat keberlanjutan dari pengelolaan. 6 Faktor Penggerak/ Drivers (D) Tekanan Lingkungan/ Environmental Pressures (P) Perubahan Kondisi Lingkungan/ Environmental States Changes (S) Dampak/ Impacts (I) Petumbuhan populasi penduduk, kepentingan ekonomi (permintaan sumberdaya, kegiatan perikanan) Eksploitasi sumberdaya, degradasi lahan di sekitar danau, sedimentasi, ekspansi Eceng Gondok Kerusakan ekosistem danau dan potensi sumberdaya Krisis perikanan, produktivitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat menurun, dan konflik kepentingan Pengurangan Responses (R) Kebutuhan Pengurangan Pengurangan Peningkatan Respon ekologi, ekonomi, dan sosial Gambar 1 Identifikasi permasalahan dalam pengelolaan Danau Rawa Pening dengan kerangka DPSIR (Sulistiawati 2011) Kondisi ekosistem Danau Rawa Pening dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan populasi penduduk dan aktivitas masyarakat ekonomi seperti pemanfaatan sumberdaya dan kegiatan perikanan. Hal ini mengakibatkan tekanan terhadap ekosistem danau berupa eksploitasi sumberdaya, degradasi lahan di sekitar danau, sedimentasi dan penyuburan yang mengakibatkan kerusakan ekosistem danau dan kerusakan potensi sumberdaya danau. Sebagai dampaknya adalah terjadinya krisis sumberdaya perikanan, menurunnya tingkat produktivitas ekonomi dan tingkat kesejahteraan masyarakat, serta terjadinya konflik kepentingan dalam pemanfaatan sumberdaya. Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah dengan kerangka DPSIR, maka dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana tingkat kebergantungan masyarakat terhadap sumberdaya Danau Rawa Pening? 2. Bagaimana tingkat gangguan eksternal yang dapat mempengaruhi ekosistem dan masyarakat sekitar Danau Rawa Pening?

7 3. Bagaimana masyarakat sekitar Danau Rawa Pening dapat menyerap gangguan-gangguan yang bersifat eksternal? 4. Bagaimana merancang model pengelolaan kolaboratif di Danau Rawa Pening yang mampu memperbaiki sistem pengelolaan sumberdaya dengan mengintegrasikan seluruh stakeholders? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi tingkat kebergantungan masyarakat terhadap sumberdaya Danau Rawa Pening. 2. Menganalisis tingkat kerentanan masyarakat sekitar Danau Rawa Pening. 3. Menganalisis tingkat resiliensi masyarakat sekitar Danau Rawa Pening. 4. Merumuskan model dan kebijakan strategis pengelolaan kolaboratif di Danau Rawa Pening. 1.4 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat untuk: 1. Menghasilkan informasi ilmiah sebagai dasar dalam pembuatan kebijakan pengelolaan danau dengan mempertimbangkan tingkat kebergantungan masyarakat terhadap sumberdaya danau, kerentanan masyarakat, dan resiliensi masyarakat dalam menyerap perubahan dan gangguan-gangguan yang bersifat eksternal. 2. Bahan pertimbangan dalam perbaikan sistem pengelolaan sumberdaya danau dengan mengintegrasikan pengakuan hak dan kemitraan dari seluruh stakeholders yang terlibat. 1.5 Kebaruan Penelitian Konsep pengelolaan kolaboratif telah banyak diterapkan dalam pengelolaan sumberdaya alam, terutama dalam pengelolaan sumberdaya perikanan dan hutan. Konsep yang mengintegrasikan antara masyarakat dan ekosistem danau belum dipertimbangkan dalam pengelolaan danau. Adanya pola interaksi antara masyarakat dan ekosistem danau akan mempermudah kontrol terhadap kerusakan ekosistem danau.

8 Kebaruan penelitian ini apabila dibandingkan dengan penelitian-penelitian yang pernah dilakukan adalah: 1. Strategi pengelolaan dengan mempertimbangkan tingkat kebergantungan masyarakat, kerentanan masyarakat, dan resiliensi masyarakat sekitar danau. 2. Model pengelolaan yang mengintegrasikan masyarakat dan danau dengan lebih memfokuskan pada masyarakat serta adanya inisiasi kemitraan antara pemerintah dan masyarakat pemanfaat sumberdaya.