BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi koperasi yang terdapat dalam Peraturan Undang-Undang. Koperasi No.25Tahun 1992 yang berbunyi:

dokumen-dokumen yang mirip
PAJAK PENGHASILAN (PPh)

MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif

Amir Hidayatulloh, S.E., M.Sc Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Ahmad Dahlan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TELAAH PUSTAKA Pengertian Penghasilan menurut Akuntansi dan Pajak. Penghasilan menurut SAK No. 23 meliputi pendapatan (revenue)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG

PAJAK PENGHASILAN. Saiful Rahman Yuniarto, S.Sos, MAB

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Pengertian Pajak Penghasilan. 2) Subjek Pajak Penghasilan. Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008, yaitu.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG PAJAK PENGHASILAN BAB I KETENTUAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB II TINJAUAN TEORITIS. merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan

Undang-Undang PPh dan Peraturan Pelaksanaannya

BAB II KAJIAN PUSTAKA tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah. badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. rakyat ke kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II LANDASAN TEORI. pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian, kewajiban dan peran serta

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

OLEH: Yulazri M.Ak. CPA

22/06/2013. Materi Kuliah SUBJEK PAJAK. Definisi Subjek Pajak. Subjek Pajak (Ps 2 UU No 36 Th 2008)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3)

Repositori STIE Ekuitas

BAB II LANDASAN TEORITIS. 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Penghasilan. 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh)

BAB II LANDASAN TEORI. diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Yang dimaksud dengan tahun

BAB II LANDASAN TEORI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 57/PUU-XII/2014 Penghitungan Pajak Penghasilan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang - Undang dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKAN DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Rochmat Soemitro (Mardiasmo 2011:1), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

Kelompok 3. Karina Elminingtias Ni Putu Ayu A.W M. Syaiful Mizan

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah BAB I BENDAHARA DAN KEWAJIBAN PAJAKNYA

BAB II LANDASAN TEORI. Pemahaman akan pengertian pajak merupakan hal penting untuk dapat

A. Pengertian Laporan Keuangan

BAB II LANDASAN TEORI. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1, Pajak adalah kontribusi

Penghasilan yang tidak termasuk sebagai objek pajak dan tidak dikenakan Pajak penghasilan, diatur dalam Psl 4 ayat (3) UU No. 36 Tahun 2008, yaitu :

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

KOMPILASI RANCANGAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN (PPh)

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Perpustakaan LAFAI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian Pajak sesuai dengan Undang-Undang Ketentuan Umum

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang

PAJAK PENGHASILAN. Tujuan Instruksional :

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan

Pajak Penghasilan (PPh) Umum

BAB III TINJAUAN TEORI DAN PRAKTIK PEMOTONGAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PADA ANGGOTA KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI JAWA TENGAH

BAB 2 LANDASAN TEORI. 1. Joanna Junaedi (2010) dengan judul Analisis Rekonsiliasi Fiskal Atas

BAB II LANDASAN TEORI. pembangunan adalah penerimaan yang berasal dari dalam negeri yaitu dari sektor pajak.

ANALISIS PERHITUNGAN PPh BADAN DALAM RANGKA PENYESUAIAN UNDANG- UNDANG DAN PERATURAN PAJAK YANG BERLAKU. Hartanti

Konsep Dasar Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan dan BUT

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Ketentuan Umum dan Perpajakan, pajak merupakan suatu konstribusi wajib

BAB III PENYEBAB BEDA AKUNTANSI PAJAK DAN KOMERSIAL

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang. perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS

Pengantar. Pernyataan File ini bebas disebarluarkan oleh siapapun dengan cuma-cuma.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERSANDINGAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN

PERSANDINGAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN

BAB II LANDASAN TEORI. a. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. ( Resmi, 2013) (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

PAJAK PENGHASILAN. Pembagian Subjek Pajak. Subjek Pajak Dalam Negeri Subjek Pajak Luar Negeri SIAPA SUBJEK PAJAK?

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sendiri, menurut Rochmat Soemitro dalam bukunya Mardiasmo (2011 : 1) :

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PAJAK PENGHASILAN UMUM. Amanita Novi Yushita, M.Si

RUGI LABA BIAYA FISKAL

BAB II LANDASAN TEORI / PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-undang No.10 Tahun 1998

BAB II LANDASAN TEORI. (2006), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM ) bebas yang menyeluruh (global). Negara Indonesia berusaha segiat-giatnya

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-26/PJ/2013 TENTANG

BAB II TELAAH PUSTAKA. Terdapat berbagai macam definisi mengenai pajak di antaranya. menurut Rochmat Soemitro adalah sebagai berikut:

BAB II LANDASAN TEORI

No Perubahan Undang-Undang Pajak Penghasilan dimaksud tetap berpegang pada prinsip-prinsip perpajakan yang dianut secara universal, yaitu ke

BAB II KAJIAN PUSTAKA. undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Koperasi 1. Definisi Koperasi a. Definisi koperasi yang terdapat dalam Peraturan Undang-Undang Koperasi No.25Tahun 1992 yang berbunyi: Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas kekeluargaan. b. Bapak Koperasi Indonesia ini mendefinisikan koperasi lebih sederhana tapi jelas, padat, dan ada satu visi dan misi yang dikandung koperasi. Beliau mengatakan: 2. Prinsip Koperasi Koperasi adalah usaha bersama untuk memperbaiki nasib penghidupan ekonomi berdasarkan tolong-menolong. Semangat tolong-menolong tersebut didorong oleh keinginan memberi jasa kepada kawan berdasarkan seorang buat semua dan semua buat seorang. Prinsip koperasi berdasarkan UU Koperasi No 25 Tahun 1992 sebagai berikut: a. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka b. Pengelolaan dilakukan secara demokrasi c. Pembagian SHU dilakukan secara adil sesuai dengan jasa usaha masing-masing anggota d. Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal 17

18 e. Kemandirian f. Pendidikan perkoperasian g. Kerjasama antar koperasi 3. Fungsi Koperasi Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 Pasal 4 dijelaskan bahwa koperasi memiliki fungsi dan peranan antara lain yaitu mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota dan masyarakat, berupaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia, memperkokoh perekonomian rakyat, mengembangkan perekonomian nasional, serta mengembangkan kreativitas dan jiwa berorganisasi bagi pelajar bangsa. 4. Kewajiban Koperasi Sebagai Wajib Pajak Badan Kewajiban koperasi sebagai wajib pajak badan diatur dalam Undang- Undang sebagai berikut: 1. Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan ditegaskan bahwa: Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. 2. Koperasi sebagai Wajib Pajak juga ditegaskan dalam Undangundang No-25 tahun 1992, koperasi badan hukum dan salah satu hal

19 yang menjad subjek pajak, Koperasi merupakan subjek pajak penghasilan badan dan mempunyai kewajiban memotong, menyetor, dan melaporkan besarnya pajak terutang sesuai dengan perundangundang perpajakan. Berdasarkan ketentuan tersebut maka Koperasi termasuk sebagai Wajib Pajak badan yang ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu. Secara umum kewajiban perpajakan koperasi adalah : a. Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP dan/atau PKP b. Menyetorkan dan Melaporkan Pajak Penghasilan Badan c. Melakukan Pemotongan Pajak Penghasilan d. Melakukan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai Kewajiban perpajakan pada koperasi dimulai pada saat koperasi didirikan dan berakhir pada saat dibubarkan atau sudah tidak menjalankan usahanya. Pajak dikenakan atas penghasilan yang diterima koperasi dalam menjalankan usahanya. B. Laporan Keuangan Laporan keuangan meurut PSAK adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas. Tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi. Laporan keuangan juga

20 menunjukkan hasil pertanggung jawaban manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada merea. Munawir (1995) mendefinisikan laporan keuangan merupakan hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan data perusahaan tersebut. Pemakai laporan keuangan koperasi adalah para angoota koperasi beserta pejabat koperasi. Pemakai laporan keuangan lainnya yang mempunyai kepentingan terhadap koperasi diantaranya adalah calon anggota koperasi KPRI Gotong Royong dan kantor pajak. Menurut Hiro Tugiman (1996), tujuan pelaporan koperasi adalah: 1. Untuk mengetahui manfaat yang diperoleh dengan menjadi anggota koperasi. 2. Untuk mengetahui prestasi keuangan koperasi pada suatu periode dengan SHU dan manfaat keanggotaan koperasi sebagai ukurannya. 3. Mengetahui sumber daya ekonomi yang dimiliki koperasi, kewajiban dan kekayaan bersih, dengan pemisahan antara yang berkaitan dengan anggota yang bukan anggota. 4. Mengetahui informasi penting lainnya yang mungkin mempengaruhi solvabilitas dan likuiditas koperasi. C. Pajak Penghasilan Pengertian pendapatan menurut Ikatan Akuntansi Indonesia dalam buku Standar Akuntansi Keuangan (2002) adalah sebagai berikut : Pendapatan adalah Arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal perusahaan selama satu periode bila arus masuk itu mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal. Sedangkan pendapatan menurut Kusnadi (2000) menyatakan bahwa: Pendapatan adalah suatu penambahan aktiva (harta) yang mengakibatkan bertambahnya modal tetapi bukan karena penambahan modal dari pemilik atau bukan hutang melainkan melalui penjualan barang

21 atau jasa kepada pihak lain, karena pendapatan ini dapat dikatakan sebagai kontra prestasi yang diterima atas jasa-jasa yang telah diberikan kepada pihak lain. Berdasarkan uraian dari para ahli diatas, pengertian penghasilan adalah setiap tambahan ekonomis yang diperoleh atau diterima oleh Wajib Pajak baik dari Indonesia maupun dari luar negeri yang digunakan untuk tujuan konsumsi ataupun menambahkan kekayaan atas nama dan bentuk apapun. Undang-Undang No 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan menagatur pengenaan Pajak Penghasilan terhadap Subjek Pajak berkenan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Subjek Pajak tersebut dikenai pajak apabila menerima atau memperoleh penghasilan, dalam Undang Undang PPh disebut sebagai Wajib Pajak. Wajib Pajak dikenakan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh selama satu tahun pajak atau dapat pulan dikenakan pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak, apabila keawajiban pajak subjektifnya dimulai atau diakhiri dalam tahun pajak. Yang dimaksud dengan tahun pajak dalam UU No 36 tahun 2008 adalah tahun takwim, namun Wajib Pajak dapat menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim, sepanjang tahun buku tersebut meliputi jangka waktu 12 (dua belas) bulan. Undang Undang PPh menganut asas materiil, artinya penentuan mengenai pajak yang terutang tidak tergantung kepada surat ketetapan pajak.

22 1. Subjek Pajak Penghasilan Subjek pajak penghasilan diatur dalam Undang-Undang Perpajakan Republik Indonesia nomo36 Tahun 2008 dimuat didalam Pasal 2, dan Pasal 3 menjelaskan yang tidak termasuk subjek pajak. a. Subjek pajak penghasilan yang diatur dalam UU PPh Pasal 2 berbunyi: (1) Yang menjadi subjek pajak adalah: a. 1. orang pribadi; 2. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak; b. badan; dan c. bentuk usaha tetap (1a) Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan. (2) Subjek pajak dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. (3) Subjek pajak dalam negeri adalah: a. orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia; b. badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria: 1. pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;p 2. pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; 3. penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan 4. pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara; dan c. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak. (4) Subjek pajak luar negeri adalah: a. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari

183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia; dan b. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. (5) Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa: a. tempat kedudukan manajemen; b. cabang perusahaan; c. kantor perwakilan; d. gedung kantor; e. pabrik; f. bengkel; g. gudang; h. ruang untuk promosi dan penjualan; i. pertambangan dan penggalian sumber alam; j. wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi; k. perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan; l. proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan; m. pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan; n. orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas; o. agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia; dan p. komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara 23

24 transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet. (6) Tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak menurut keadaan yang sebenarnya. b. Pasal 3 UU PPh mengatur yang tidak termasuk dalam Subjek Pajak, yang berbunyi: (1) Yang tidak termasuk subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah: a. kantor perwakilan negara asing; b. pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersamasama mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik; c. organisasi-organisasi internasional dengan syarat: 1. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; dan 2. tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota; b. pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud pada huruf c, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia. (2) Organisasi internasional yang tidak termasuk subjek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. 2. Objek Pajak Penghasilan Objek pajak penghasilan diatur dalam Undang-Undang Perpajakan Republik Indonesia nomo36 Tahun 2008 dimuat didalam Pasal 4 ayat (1) mengenai objek sebagai objek pajak penghasilan, dan Pasal 4 ayat (3) menjelaskan objek yang dikecualikan sebagai objek pajak.

25 1. Objek pajak penghasilan diatur dalam UU PPh Pasal 4 ayat (1), berbunyi: (1) Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dalam nama bentuk apapun, termasuk: a. Penggatian atau imbalan yang berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undangundang No.36 Tahun 2008 b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan peghargaan; c. Laba usaha; d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk: (1) keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal; (2) keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya; (3) keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun; (4) keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihakpihak yang bersangkutan; dan (5) keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut

26 serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan; e. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak; f. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang; g. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; h. royalti atau imbalan atas penggunaan hak; i. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; j. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala; k. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah; l. keuntungan selisih kurs mata uang asing; m. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva; n. premi asuransi; o. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas; p. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak; q. penghasilan dari usaha berbasis syariah; r. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan s. surplus Bank Indonesia. 2. UU PPh Pasal 4 ayat (3) mengatur tentang penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak, berbunyi: a. 1. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan

2. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; b. warisan; c. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal; d. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 Undangundang No.36 Tahun 2008; e. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa; f. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat: 1. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan 2. bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor; g. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai; h. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; 27

28 i. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif; j. dihapus; k. penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut: 1. merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan 2. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia; l. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; m. sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan n. bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. 3. Tarif Pajak Penghasilan (PPh) Badan a. Tarif PPh Final atas Omset dibawah Rp 4,8 Milyar Penghasilan yang peredaran bruto tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00 dalam satu tahun pajak merupakan pajak penghasilna final yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2013 tentang pajak penghasilan atas

29 penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yang diatur dalam Pasal 2 yang berbunyi: 1. Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu, dikenai Pajak Penghasilan bersifat final. 2. Wajib Pajak yang memiliki peredaran brotu tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagai berikut: a) Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan tidak termasuk bentuk usaha tetap; dan b) menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak. 3. Tidak termasuk Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang dalam usahanya: a) menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang menetap maupun tidak menetap; dan b) menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan. 4. Tidak termasuk Wajib Pajak badan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah: a) Wajib pajak badan yang beroperasi secara komersial; atau b) Wajib Pajak badan yang dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah beroperasi secara komersiall memperoleh peredaran bruto melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).

30 Besarnya tarif pajak penghasilan final pada peraturan ini diatur pada Pasal 3, yang berbunyi: 1. Besarnya tarif Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana diatur dalam Pasal 2 adalah 1% (satu persen). 2. Pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada peredaran bruto dari usah dalam 1 (satu) tahun dari Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak yang bersangkutan. 3. Dalam hal peredaran bruto komulatif Wajib Pajak pada suatu bulan telah melebihi jumlah Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam suatu Tahun Pajak, Wajib Pajak tetap dikenai tarif Pajak Penghasilan yang telah ditentukan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan akhir Tahun Pajak yang bersangkutan. 4. Dalam hal peredaran bruto Wajib Pajak telah melebihi jumlah Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) pada suatu Tahun Pajak, atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak pada Tahun Pajak berikutnya dikenai tarif Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan. b. Tarif PPh Final atas Bunga Simpanan Bunga simpanan merupaka objek pajak penghasilan bersifat final dimana hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah No.15 Tahun 2009 tentang bunga simpanan yang dibayarkan koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi pada Pasal 1 yang berbunyi:

31 Penghasilan berupa bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi yang didirikan di Indonesia kepada anggota koperasi orang pribadi dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final. Besarnya tarif pajak atas bunga simpanan diatur dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah No.15 tahun 2009, yang berbunyi: Besarnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 adalah : a. 0% (nol persen) untuk penghasilan berupa bunga simpanan sampai dengan Rp.240.000,OO (dua ratus empat puluh ribu rupiah) per bulan; atau b. 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto bunga untuk penghasilan berupa bunga simpanan lebih dari Rp.240.000,00 (dua ratus empat puluh ribu rupiah) per bulan. c. Tarif PPh Final atas pembagian SHU Tarif PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas pembagian SHU diautur dalam Peraturan Meneteri Keuangan Republik Indonesia No.111/PMK.03/2010 pasal 1 ayat (1) dan (2) yang berbunyi: a. Atas penghasilan berupa dividen yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dikenai Pajak Penghasilan sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto dan bersifat final. b. Dividen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi. Dengan peraturan ini, maka koperasi wajib untuk memotong dan memungut pajak atas SHU yang dibagikan kepada anggota

32 koperasi sebesar tarif yang ditetapkan dalam pasal 1 ayat (2) sebesar 10%. D. Penelitian Terdahulu Penelitian sebelumnya pernah dilakukan oleh Haryanto (2011) yaitu tentang evaluasi perhitungan pajak penghasilan badan KPRI Sejahtera P&K Surakarta (suatu survey di Surakarta). Dalam penelitian tersebut disimpulkan bahwa terdapat pebedaan terhadap laporan keuangan komersial dengan pelaporan yang berdasarkan ketentuan perpajakan sehingga dalam laporan keuangan untuk perpajakan harus dilakuka rekonsiliasi fiskal untuk menghitung jumlah pajak terutang pasal 25 Undang-Undang No 36 Tahun 2008. Perbedaan penelitian yang dilakukan penulis dengan penelitian sebelumnya adalah pengaplikasian terhadap objek yang lain, dan jenis pajak yang diteliti. Penelitian terdahulu merupakan koperasi yang anggota sebagian besar adalah guru SD di Surakarta, sedangkan penelitian ini dilakukan pada koperasi yang anggotanya hanya guru di SMP Negeri 6 Surakarta. Penelitian sebelumnya hanya menghitung pajak penghasilan badan pasal 25 Undangundang No.36 Tahun 2008, sedangkan penelitian ini menghitung semua pajak yang bersangkutan dengan kegiatan organisasi yaitu pajak penghasilan badan pasal 25, pajak penghasilan final atas bunga simpanan dan SHU sebelum dibagikan kepada anggota, dan PPh badan yang diatur dalam Perturan Pemerintah No.46 Tahun 2013 atas perubahan peraturan Undang-undang No.36 Tahun 2008 Pasal 25 untuk omset kurang dari 4,8 Milyar setahun.