BAB I PENDAHULUAN. tidak semua negara bisa memilikinya, melainkan hanya dimiliki oleh negaranegara

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V PENUTUP. 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal. Fishing (IUUF) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Garis pantainya mencapai kilometer persegi. 1 Dua pertiga wilayah

BAB I PENDAHULUAN. dulu. Namun hingga sekarang masalah illegal fishing masih belum dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. kewenangan dalam rangka menetapkan ketentuan yang berkaitan dengan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III PENUTUP. bahwa upaya Indonesia dalam menangani masalah illegal fishing di zona

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masalah-masalah hukum. Di Indonesia, salah satu masalah hukum

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

luas. Secara geografis Indonesia memiliki km 2 daratan dan

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk masa depan bangsa, sebagai tulang punggung pembangunan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SKRIPSI ANALISIS YURIDIS PEMIDANAAN TERHADAP WARGA NEGARA ASING SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PERIKANAN

PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN. Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si www. Khodijahismail.com

Kata Kunci : Yurisdiksi Indonesia, Penenggelaman Kapal Asing, UNCLOS

BAB II PENGATURAN ILLEGAL FISHING DALAM HUKUM INTERNASIONAL. Dalam definisi internasional, kejahatan perikanan tidak hanya pencurian

DAMPAK KEGIATAN IUU-FISHING DI INDONESIA

ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF

BAB I PENDAHULUAN. negara dimana wilayah daratnya berbatasan dengan laut. menimbulkan kerenggangan hubungan dan apabila berlarut-larut akan

Hukum Laut Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dan dalam lingkungan wilayah yang dibatasi oleh garis-garis perbatasan

BAB 1 PENDAHULUAN. dijaga keamanan dan dimanfaatkan untuk kemakmuran Indonesia. Wilayah negara

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan (archipelagic

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PEMBERANTASAN KEGIATAN PERIKANAN LIAR (IUU FISHING)

PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN SUMBER-SUMBER IKAN DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF ANTAR NEGARA ASEAN

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pelaksanaan Strategi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia sebagai Negara Kepulauan yang memiliki struktur

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA DI BIDANG PERIKANAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Heni Susila Wardoyo, S.H., M.H

2008, No hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai wilayah negara; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,

Pembagian Kewenangan Dalam Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan Di Perairan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki sejarah

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Rancangbangun hukum pulau-pulau perbatasan merupakan bagian penting dari ketahanan negara.

ZONASI LAUT TERITORIAL. Oleh Dr. Ir. HJ. KHODIJAH ISMAIL, M.Si

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk bahan baku industri, kebutuhan pangan dan kebutuhan lainnya. 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam sejarah, laut terbukti telah mempunyai berbagai-bagai fungsi,

BAB I PENDAHULUAN. berada diantara 2 (dua) samudera yaitu samudera pasifik dan samudera hindia dan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PUSANEV_BPHN. Prof. Dr. Suhaidi,SH,MH

BAB I PENDAHULUAN. Konsep Indonesia sebagai negara kepulauan (Archipelagic State) dengan

BAB III TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN (ILLEGAL FISHING) SEBAGAI TINDAK PIDANA INTERNASIONAL DI PERAIRAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang Masalah Illegal unreported and unregulated (IUU) fishing merupakan masalah global yang

No b. pemanfaatan bumi, air, dan udara serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; c. desentralis

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1983 TENTANG ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas

Lex Privatum Vol. V/No. 5/Jul/2017

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap negara pada prinsipnya mempunyai kedaulatan penuh atas

BAB I PENDAHULUAN. fenomena penangkapan ikan tidak sesuai ketentuan (illegal fishing), yaitu

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum internasional 4. Kedaulatan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN. wilayah, tindakan atas hak dan kewajiban yang dilakukan di laut baik itu oleh

BAB V KESIMPULAN. penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk kegiatan malpraktek

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN

Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III

BAB I PENDAHULUAN. betapa besar potensi laut sebagai sumber daya alam. Laut tidak saja

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KELAUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V PENUTUP. Pencegahan Illegal Fishing di Provinsi Kepulauan Riau. fishing terdapat pada IPOA-IUU. Dimana dalam ketentuan IPOA-IUU

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Potensi ruang angkasa untuk kehidupan manusia mulai dikembangkan

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ILLEGAL FISHING KORPORASI DALAM CITA-CITA INDONESIA POROS MARITIM DUNIA

7 PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PENGELOLA PERIKANAN TANGKAP DI PERBATASAN

Mengingat ketentuan-ketentuan yang relevan dari Konvensi Perserikatan Bangsa- Bangsa tentang Hukum Laut tanggal 10 Desember 1982,

PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1983 TENTANG ZONA EKONOMI EKSLUSIF INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia luasnya sekitar 7000 km 2 dan memiliki lebih dari 480 jenis

Penenggelaman Kapal Asing dalam Upaya Perlindungan Sumber Daya Laut di Indonesia: Perspektif Hukum Indonesia dan Hukum Internasional 1

Perkembangan Hukum Laut Internasional

BAB I PENDAHULUAN. Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk. menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. kedua didunia. Wilayah pesisir Indonesia yang luas memiliki garis pantai

Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional

PUSAT KAJIAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL LAN (2006) 1

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SE)ARAH HUKUM laut INTERNASIONAl 1. PENGATURAN KONVENSI HUKUM laut 1982 TENTANG PERAIRAN NASIONAl DAN IMPlEMENTASINYA DI INDONESIA 17

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1982, tepatnya tanggal 10 Desember 1982 bertempat di Jamaika

22/09/2014 SEMINAR NASIONAL HUKUM LAUT FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ERLANGGA. Senin, 22 September 2014

BAB I PENDAHULUAN. 95 BT hingga 141 BT (sekitar 5000 km) dan 6 LU hingga 11 LS 2 tentu

TINJAUAN HUKUM LAUT INTERNASIONAL MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM NELAYAN TRADISIONAL INDONESIA. Jacklyn Fiorentina

BAB IV TINJAUAN HUKUM TERHADAP PENCURIAN IKAN OLEH KAPAL ASING DIPERAIRAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF BERDASARKAN UNDANG-

KEDAULATAN NEGARA PANTAI (INDONESIA) TERHADAP KONSERVASI KELAUTAN DALAM WILAYAH TERITORIAL LAUT (TERRITORIAL SEA) INDONESIA

IUU FISHING DI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA. Oleh Prof. Dr. Hasjim Djalal. 1. Wilayah perbatasan dan/atau kawasan perbatasan atau daerah perbatasan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah suatu negara selain dikenal dalam bentuk wilayah udara dan daratan juga dikenal dalam bentuk lautan. Wilayah kelautan adalah wilayah yang tidak semua negara bisa memilikinya, melainkan hanya dimiliki oleh negaranegara yang wilayah daratanya berbatasan dengat laut 1. Laut merupakan sumber makanan bagi manusia, sebagai jalan raya perdagangan, sebagai sarana penaklukan, sebagai tempat petempuran, sebagai tempat untuk bersenang-senang dan rekreasi dan sebagai alat pemisah atau pemersatu bangsa. Di abad ke-20 ini fungsi laut telah meningkat dengan ditemukanya bahan-bahan tambang dan galian berharga di dasar laut dan dimungkinkanya usaha-usaha mengambil kekayaan alam tersebut, baik di airnya maupun di dasar laut dan tanah di bawahanya 2. Konteks pemahaman tentang laut sedikit demi sedikit mulai berubah dikarenakan wilayah laut menjadi wilayah negara yang paling rawan terintervensi negara-negara lain. Sehingga, sekarang laut sering diartikan sebagai suatu batas negara dengan negara lain dengan titik batas yang ditentukan melalui ekstradisi bilateral dan multilateral yang berarti pula merupakan batas kekuasaan dan kedaulatan suatu negara sejauh garis terluar batasnya 3. Indonesia adalah negara Kepulauan terbesar di dunia, memiliki luas laut sebesar 5,8 juta km dengan jumlah pulau sebanyak 17.480 pulau dan garis 1 Mirza Satria Buana,S.H., Hukum Internasinal Teori dan Praktek, Bandung : Nusamedia, 2007 hlm.103 2 Frans E. Lidkadja & Daniel F. Bassie, Hukum Laut Dan Undang-Undang Perikanan, Jakarta:Ghalia Indonesia, 1985, hal 21 3 Mirza Satria Buana,S.H, Op.Cit, hal 65

pantai sepanjang 95.181 km 4. Fakta fisik inilah yang membuat Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan dan maritim terbesar di dunia. Indonesia memiliki kekayaan laut yang sangat besar dan beraneka ragam salah satunya adalah memiliki potensi perikanan yang sangat besar dan beragam, sumber daya ikan diperkirakan sebesar 6,4 juta ton per tahun yang tersebar di wilayah perairan Indonesia dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia ( ZEEI) 5. Sumber daya perikanan pada umumnya kepemilikanya bersifat umum serta akses terhadapnya bersifat terbuka, oleh sebab itu sumber data perikanan perlu dikelola dengan baik guna mencegah penangkapan ikan yang melewati ambang kemampuan regenerasinya juga mencegah pengangkapan ikan oleh nelayan asing. 6 Kondisi perikanan dunia saat ini tidak dapat lagi dikatakan masih berlimpah. Tanpa adanya konsep pengelolaan yang berbasis lingkungan, dikhawatirkan sumber daya yang sangat potensial ini sebagai sumber protein yang sehat dan murah bisa terancam kelestariannya. Kondisi ini tidak terlepas dari semakin terancamnya kehidupan biota-biota dan lingkungan perairannya. Dengan demikian, sangat diperlukan upaya untuk mengelola sumberdaya perairan secara bijak dan konsisten untuk menjaga kelestariannya. Kegiatan penangkapan ikan di wilayah perairan Indonesia sudah mendekati kondisi yang kritis. Tekanan penangkapan yang meningkat dari hari ke hari semakin mempercepat penurunan 4 Penerapan UNCLOS di Indonesia, sebagaimana dimuat dalam http;//scribd.com/doc/132365841/ Diakses : 15 april 2015 5 Potensi kelautan Indonesia, sebagaimana dimuat http://www.academia.edu/7305992/ Potensi Kelautan Indonesia / Diakses : 2 februari 2015 6 Indonesia adalah negara kepulauan yang terbesar di dunia, sebagaimana dimuat http://scribd.com/doc/43391697/ Diakses : 2 februari 2015

stok sumberdaya ikan. Tingginya tekanan penangkapan khususnya di pesisir pantai telah menyebabkan menurunnya stok sumber daya ikan dan meningkatnya kompetisi antar alat penangkapan ikan yang tidak jarang menimbulkan konflik diantara nelayan. Sebagai akibat dari menurunnya pendapatan, nelayan melakukan berbagai macam inovasi dan modifikasi alat penangkapan ikan untuk menutupi biaya operasi penangkapannya. Pelanggaran penggunaan alat tangkap dan metoda penangkapan ikan bukan berita baru lagi dalam kegiatan penangkapan ikan. Salah satunya adalah pelanggaran penggunaan trawl (pukat harimau) secara illegal di beberapa wilayah peraiaran. Pemerintah sebenarnya tidak menutup mata atas semua kejadian pelanggaran itu. Penegakan hukum terhadap pelanggar memang sudah dilakukan. Namun, kesulitan mengontrol seluruh aktivitas nelayan khususnya di daerah terpencil dan perbatasan telah mendorong meningkatnya pelanggaran penangkapan ikan (illegal fishing). 7. Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Hukum Laut Tahun 1982 telah diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of the sea 1982, menempatkan Indonesia memiliki hak berdaulat (sovereign rights) untuk melakukan pemanfaatan, konservasi, dan pengolahan sumber daya ikan di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia, dan Laut lepas yang dilaksanakan berdasarkan persyaratan atau standart internasional yang berlaku. Oleh karena itu dibutuhkan dasar hukum pengelolahan sumber daya ikan yang mampu menampung semua aspek pengelolahan sumber daya ikan dan mengantisipasi perkembangan 7.http://aliahsan27.blogspot.com/2014/04/makalah-pelanggaran-dalam-hukum-dan peraturan perikanan html / Diakses 2 Februari 2015

kebutuhan hukum dan teknologi 8. Salah satu reformasi dibidang hukum dan perundangan yang dilakukan Negara Republik Indonesia adalah dengan diundangkanya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 yang kemudian diubang dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang perikanan. Untuk Indonesia undang-undang ini sangat lah penting mengingat luas perairan kita yang hampir mendekati 6 juta kilometer persegi yang mencakup perairan kedaulatan dan yurisdiksi nasional yang memerlukan perhatian dan kepedulian kita semua, terutama yang menyangkut upaya penegakan hukum terhadap para nelayan asing yang mencuri ikan di perairan Indonesia karena itu sangat merugikan kita selain itu dan pengamanan laut dari gangguan dan upaya pihak asing. Keberadaan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 ini merupakan langkah positif dan merupakan landasan atau aturan bagi penegak hukum dan hakim perikanan dalam memutuskan persoalan hukum yang terkait dengan illegal fishing, yang dampaknya sangat merugikan negara bahkan telah disinyalir dapat merusak perekonomian bangsa. Lebih jauh lagi kegiatan illegal fishing di wilayah laut Indonesia menyebabkan kerugian negara rata-rata mencapai 4 sampai dengan 5 milyar USD/tahun. setiap tahunya sekitar 3.180 kapal nelayan asing beroperasi secara illegal di wilayah laut Indonesia. Illegal fishing tidak hanya terjadi di Indonesia, beberapa negara kawasan Asia Pasifik mengaku bahwa IUU (illegal unregulated unreported) fishing menjadi musuh yang harus diberantas demi usaha perikanan berkelanjutan. Dari data-data kapal yang ditangkap oleh kapal perang, kesalahan 8 UU RI No. 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, Penjelasan.

mereka sangat bermacam-macam antara lain: transfer tanpa ijin, dokumen palsu, menangkap ikan dengan jarring terlarang, menggunakan bahan peledak serta tenaga asing yang tidsk memiliki izin kerja. Selain itu beberapa masalah mendasar dalam illegal fishing antara lain : ketidakpastian dan ketidakjelasan hukum, birokrasi perizinan yang tidak menentu, ketidakpastian hukum bisa dicirikan oleh beberapa hal seperti pemahaman yang berbeda atas aturan yang ada, inkonsistensi dalam penerapan, diskiriminasi dalam pelaksanaan hukuman bagi kapal-kapal asing yang melanggar batas wilayah perairan, persekongkolan antara pengusaha local, pengusaha asing dan pihak peradilan. Dalam Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 atas perubahan dari Undang-Undang 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sangat jelas bahwa illegal fishing diganjar pidana penjara dan denda sepadan dengan pelanggaran yang dilakukan namun sanksi pidana dan denda tidak diterapkan sebagaimana mestinya, oleh karena itu para penegak hukum seperti Pegawai, Polisi perairan dan TNI AL diharapkan secara maksimal dapat menjaga laut Indonesia dari pencurian ikan dan kejahatan lainya. Dibentuknya pengadilan ad hoc perikanan diharapkan juga mampu untuk menjawab persoalan kejahatan pencurian ikan yang tercermin dalam putusan-putusan yang dihasilkan. 9 Sudah bukan rahasia umum lagi, kalau fenomena pencurian ikan (ilegal fishing) di wilayah laut Indonesia menjadi sangat marak. Kegiatan penangkapan ikan secara ilegal oleh kapal berbendera asing di wilayah laut Indonesia, bukan terjadi beberapa tahun terakhir ini saja. Akan tetapi kegiatan ini sudah 9 http://amrmuslin.blogspot.com/2014/05/makalah-illegal-fishing.html?m-1/diakses pada tanggal : 2 februari 2015

berlangsung sejak puluhan tahun. Kapal berbendera asing tersebut menyamar sebagai kapal nelayan Indonesia,. Harus kita akui juga, bahwa kebijakan kelautan kita yang masih longgar, sehingga memungkinkan kapal-kapal asing untuk masuk menjarah hasil laut kita. Banyak faktor yang teridentifikasi sebagai penyebab terjadinya illegal fishing di perairan Indonesia yaitu: (1) Luasnya potensi laut yang belum terolah, (2) Peluang bisnis ikan yang menggiurkan, (3) Kelemahan penegakan hukum, (4) Mentalitas aparat, dan (5) Hambatan dari faktor perundang-undangan. Maraknya pencurian ikan secara ilegal (illegal fishing) oleh kapal asing merupakan fenomena yang kontras dan menyakitkan hati masyarakat kita. Betapa tidak kekayaan laut kita dengan seenaknya dirampas oleh nelayan asing, sementara nelayan kita tidak bisa menikmati hasil laut sendiri. Data Kompas menyebutkan bahwa Thailand merupakan salah satu negara yang memiliki kapal penangkap ikan terbanyak yang beroperasi secara ilegal sebanyak 500 unit. Sedangkan yang legal sebanyak 306 unit. Dari hasil penagkapan itu, Thailand mampu memproduksi hasil tangkapan dengan total penangkapan sebesar 72.540 ton/tahun, meliputi 27.540 ton ditangkap secara legal, sisanya 45.000 ton merupakan hasil tangkapan secara ilegal. Hasil tangkapan tersebut dibawa langsung ke Thailand. Ironisnya lagi selama ini, Indonesia sebagai pengambil kebijakan sekaligus sebagai penghasil ikan justru tidak mampu berbuat banyak. Bukan rahasia umum lagi, kalau model kerja sama seperti ini cenderung menguntungkan pihak asing. Hal ini mengingatkan kita pada model kerja sama dengan perusahan pertambangan asing (freeport, INCO dan perusahaan sejenis

dengan model pengelolaan Trans National Corporate/TNC) dimana kita hanya mengandalkan atau berharap pada pajak perijinan pengoperasian saja. Demikian juga dengan sektor perikanan kita, hanya berharap pada pajak perijinan pengoperasian kapal sesuai dengan penggunaan alat tangkap saja. Dalam setahun, untuk alat tangkap jenis pukat dikenakan biaya 167 dollar AS/Gross Ton (GT), alat tangkap jenis pursen 254 dollar AS/GT dan alat tangkap gilnet sebesar 54 dollar AS/GT. Jika dilihat dari hasil transaksi perdagangan produk perikanan dunia senilai 70 miliar dollar AS/tahun, Indonesia hanya mampu meraup 2,2 miliar dollar AS atau sekitar 2,8 persen. Sebaliknya Thailand mampu meraup 4 miliar dollar AS dan Cina mendapatkan porsi 25 miliar dollar. Oleh karenanya, sungguh sesuatu yang ironis jika sekiranya kita masih mengangap sebagai negara bahari, sementara hasil-hasil perikanan di bawa kabur oleh kapal asing (negara lain). 10 Berdasarkan pemikiran diatas, peneliti ingin lebih mengetahui dan memahami tentang illegal fishing. Oleh karena itu, peneliti mengambil judul skripsi Pencurian ikan (illegal fishing) oleh nelayan asing di wilayah laut Indonesia di tinjau dari Hukum Laut Internasional 10 Makalah pelanggaran dan peraturan perikanan, sebagaimana dimuat dalam http://aliahsan27.blogspot.com/2014/04/makalah-pelanggaran-dalam-hukum-dan.html, Diakses pada tanggal 2 Februari 2015

B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan hal yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini, adapun permasalahan yang akan dibahas antara lain : 1. Bagaimana yurisdiksi negara pantai diatas wilayah laut berdasarkan ketentuan hukum laut internasional? 2. Bagaimana yurisdiksi negara Indonesia atas pencurian ikan oleh nelayan asing di wilayah laut Indonesia? 3. Bagaimana upaya Indonesia dalam menangani masalah pencurian ikan di wilayah laut Indonesia? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penulisan skripsi Ini antara lain : 1. Mengetahui yurisdiksi negara pantai diatas wilayah laut berdasarkan Ketentuan hukum laut internasional 2. Mengetahui yurisdiksi negara Indonesia atas pencurian ikan oleh nelayan asing di wilayah laut Indonesia 3. Mengetahui upaya Indonesia dalam menangani masalah pencurian ikan di wilayah laut Indonesia

Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini, antara lain : a. Secara Teoritis Diharapkan kehadiran skripsi ini dapat memberikan masukan bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam hal penyelesaian masalah pencurian ikan (illegal fishing) di Indonesia dan melahirkan pemahaman tentang upaya peyelesaian masalah pencurian ikan (illegal fishing) di Indonesia sekaligus memperkaya serta menambah wawasan ilmiah baik dalam tulisan maupun dalam bidang lainya. b. Secara Praktis Untuk mengembangkan pemahaman dan kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh dan memberikan masukan bagi pembaca untuk memahami peranan Hukum Laut Internasional sebagai model penyelesaian masalah pencurian ikan (illegal fishing) di Indonesia serta memberikan manfaat bagi setiap pihak yang berkepentingan dalam kaitanya dengan permasalahan pencurian ikan (illegal fishing) di Indonesia. D. Keaslian Penulisan Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara diketahui bahwa penelitian tentang pencurian ikan (illegal fishing) oleh nelayan asing di wilayah laut Indonesia ditinjau dari hukum laut internasional belum pernah ada dilakukan bentuk penelitian dalam pendekatan dan perumusan masalah yang sama, meskipun ada beberapa topik penelitian yang juga membahas tentang illegal fishing. Jadi penulisan ini adalah asli karena karena sudah sesuai dengan asas-asas keilmuan yaitu; jujur, rasional,

obyektif dan terbuka. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan kebenaranya secara ilmiah dan terbuka atas masukan serta saran-saran yang membangun sehubungan dengan pendekatan dan perumusan masalah. E. Tinjauan Kepustakaan 1. Illegal Fishing Illegal fishing atau penangkapan ikan secara illegal menurut Internasional Plan Of Action Illegal, Unreported and Unregulated Fishing (IPPOA-IUU Fishing) adalah kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh suatu negara tertentu atau kapal asing di perairan yang bukan merupakan yurisdiksinya tanpa izin dari negara yang memiliki yurisdiksi atau kegiatan penangkapan ikan tersebut bertentangan dengan hukum dan peraturan negara itu. 11 Kegiatan Illegal Fishing yang umum terjadi di perairan Indonesia adalah : 12 a) Penangkapan ikan tanpa izin; b) Penangkapan ikan dengan mengunakan izin palsu; c) Penangkapan Ikan dengan menggunakan alat tangkap terlarang d) Penangkapan Ikan dengan jenis (spesies) yang tidak sesuai dengan Izin. Penyebab Illegal Fishing : a) Meningkat dan tingginya permintaan ikan b) Berkurang/Habisnya sumber daya ikan (SDI) di negara lain c) Lemahnya armada perikanan nasional 11 http://mukhtar-api.blogspot.com/2011/05/illegal-fishing-di-indonesia.html/ Diakses pada tanggal 4 Februari 2015 12. http://ppnpemangkat.blogspot.com/2010/01/apakah-ilegal-fishing.html / Diakses pada tanggal 4 Februari 2015

d) Izin/dokumen pendukung dikeluarkan lebih dari satu instansi e) Lemahnya pengawasan dan penegakan hukum di laut f) Lemahnya delik tuntutan dan putusan pengadilan g) Belum ada visi yang sama aparat penegak hukum h) Lemahnya peraturan perundangan dan ketentuan pidana 2. Wilayah Laut Indonesia Wilayah laut Indonesia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia secara keseluruhan. Menurut Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara menyebutkan bahwa wilayah Negara Republik Indonesia meliputi: wilayah darat, wilayah perairan,dasar laut,dan tanah dibawahnya serta ruang udara diatasnya, termasuk seluruh sumber kekayaan yang terkandung di dalamnya 13. Adapun wilayah perairan Indonesia yaitu meliputi: perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut territorial 14. Selain itu Indonesia juga mempunyai wilayah yurisdiksi di wilayah perairan laut di luar laut teritorial yang meliputi : Zona Ekonomi Eksklusif, Landas Kontinen, dan Zona Tambahan dimana atas wilayah yurisdiksi ini Indonesia memiliki hak-hak berdaulat dan kewenangan tertentu lainya berdasarkan peraturan perundang-undangan dan hukum internasional. 13. Pasal 4 UU No.43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara 14. Pasal 1 ayat (2) UU No.43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara

3. Laut Teritorial Laut territorial atau yang dalam bahasa inggris disebut maritime belt adalah sebuah kawasan kelautan yang dimiliki oleh suatu negara pantai, yang mana dalam kawasan kelautan tersebut berlaku jurisdiksi negara pantai tersebut. Dalam bahasa yang lebih sederhana dalam laut teritorial, negara pantai memiliki kedaulatan absolute atas apa yang terjadi di dalamnya. Sebelum diadakan Konvensi Hukum Laut Tahun 1930, sejarah dunia telah mencatat bahwa banyak negara pantai yang dengan sendirinya dan tanpa pemberitahuan dengan negara tetangga, melakukan klaim atas lebar laut teritorialnya 15. Dalam UNCLOS 1982 sudah ditegaskan tentang lebar laut teritorial seluas 12 mil laut diukur dari titik surut pantai, serta disebutkan bahwa The sovereignity extends to the air space over the territorial sea as well as to its bed and subsoil. 16 Kedaulatan negara-negara pantai menyambung ke ruang udara diatas laut teritorial, demikian pula ke dasar lautan dan tanah dibawahnya, serta negaranegara akan melaksanakan kedaulatanya atas laut teritorial dengan memerhatikan ketentuan-ketentuan konvensi ini dan aturan-aturan lain dari hukum internasional. 17 " 15 Mirza Satria Buana,S.H,, Op.Cit, hal 72. 16 Pasal 2, UNCLOS 1982 17 Op.Cit hal 74.

4. Zona Ekonomi Ekslusif Zona Ekonomi Eksklusif adalah suatu daerah di luar dan berdampingan dengan laut teritorial, yang tunduk pada rezim khusus yang ditetapkan berdasarkan hak-hak dan yurisdiksi negara pantai dan hak-hak serta kebebasankebebasan negara lain, diatur ketentuan-ketentuan yang relevan dengan Konvensi ini 18. Zona Ekonomi Eksklusif tidak melebihi 200 mil laut dari garis pangkal dari mana lebar laut teritorial diukur. 19 Indonesia telah mengundangkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, dimana tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia ini merupakan realisasi juridis perluasan wilayah laut, terutama yang menyangkut keadaan ekonomi dalam pengeloloahan, pengawasan dan pelestarianya. Sehingga upaya untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa dengan cara memanfaatkan sumber daya alam laut dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya 20. Menurut Undang-Undang Nomor 5 tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, bahwa Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia adalah jalur di luar dan berbatasan dengan laut teritorial Indonesia yang meliputi dasar laut, tanah dibawahnya dan air diatasnya dengan batas terluar 200 mil laut di ukur dari garis pangkal laut teritorial Indonesia. Dimana apabila Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia tumpang tindih dengan Zona Ekonomi Eksklusif negaranegara yang pantainya saling berhadapan atau berdampingan dengan Indonesia, 18. Pasal 55, UNCLOS 1982 19. Pasal 57, UNCLOS 1982 20.P. Joko Subagyo, Hukum Laut Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 2005, hal 63.

maka batas Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia dan negara tersebut ditetapkan dengan persetujuan antara Republik Indonesia dan negara yang bersangkutan. 21 5. Landas Kontinen Landas kontinen suatu negara pantai meliputi dasar laut dan tanah dibawahnya dari daerah di bawah permukaan laut yang terletak diluar laut teritorialnya sepanjang kelanjutan alamiah wilayah daratanya hingga pinggiran luar tepi kontinen, atau hingga suatu jarak 200 mil laut dari garis pangkal darimana lebar laut teritorial diukur, dalam hal pinggiran luar tepi kontinen tidak mencapai jarak tersebut 22. Di Indonesia landas kontinen merupakan suatu aset ekonomi kelautan yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan perekonomian Indonesia yang didasarkan kepada suatu fakta geologis bahwa di sepanjang sebagian besar pantai Indonesia, tanahnya menurun ke dalam laut, sampai pada akhirnya di suatu tempat, tanah tersebut jatuh curam di kedalaman laut. Air di atas landas kontinen dapat dimanfaatkan dengan pemakaian peralatan teknik yang ada untuk eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi di landas kontinen Indonesia. 23 21.Pasal 2 dan 3 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia 22.Pasal 76 ayat (1), UNCLOS 1982 23 Mirza Satria Buana,S.H,, Op.Cit, hal 120.

F. Metode Penelitian Adapun metode penelitian yang akan ditempuh dalam memproleh data-data atau bahan dalam penelitian meliputi : 1. Jenis dan sifat Penelitian Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis melakukan penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang mengacu pada normanorma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan 24. Pada penelitian hukum normatif yang dipergunakan adalah merujuk pada sumber bahan hukum, yaitu penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam berbagai perangkat hukum. Adapun sifat penelitian ini adalah bersifat deskriptif analisis, yaitu penelitian ini hanya untuk menggambarkan tentang situasi atau keadaan yang terjadi terhadap suatu permasalahan yang telah dikemukakan dengan membatasi kerangka studi kepada suatu analisis terhadap Pengaturan tentang illegal fishing di wilayah perairan yurisdiksi Indonesia. 2. Data dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian skripsi adalah diproleh dari : a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mengikat, terdiri dari: peraturan perundang-undangan yang terkait, seperti : undang-undang perikanan, undang-undang tentang wilayah negara. 24 Soerdjono Soekanto, dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004, hal 14.

b. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti : hasil penelitian hukum, karya dari pakar hukum dan lain sebagainya. c. Bahan hukum tertier, yaitu bahan-bahan primer dan sekunder seperti Kamus Bahasa Indonesia dan Ensiklopedia. 25 3. Alat Pengumpulan Data Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan, yaitu pengumpulan data dengan cara penelusuran kepustakaan, Penelitian kepustakaan ( library research) yang dilakukan dengan cara meneliti sumber bacaan yang berhubungan dengan topik dalam skripsi ini, seperti artikelartikel, buku-buku hukum, peraturan perundang-undangan, pendapat para sarjana dan bahan lainya. 4. Analisis Data Untuk mengelola data yang di dapat dari suatu dokumen dan penelitian lapangan, maka hasil penelitian menggunakan analisis yuridis. Analisis yuridis ini pada dasarnya merupakan penerapan tentang teori-teori tersebut dapat ditarik kepada suatu hal yang dapat dijadikan kesimpulan dan pembahasan dalam skripsi ini. Data yang dianalisis memakai metode deduktif dan induktif. 25 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003. hal 370.

G. Sistematika Penulisan Sistematika Penulisan ini terdiri dari 5 Bab masing-masing bab terdiri dari : Bab I membahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian dan sistematika penulisan. Bab II membahas tentang yurisdiksi negara pantai di atas wilayah laut berdasarkan ketentuan hukum laut internasional, terdiri dari : sejarah hukum laut, pengertian yurisdiksi negara pantai. Bab III membahas tentang yurisdiksi negara Indonesia atas pencurian ikan (illegal fishing) oleh nelayan asing di wilayah laut Indonesia, terdiri dari pengertian pencurian ikan (illegal fishing), rezim laut menurut UNCLOS 1982. Bab IV membahas tentang upaya Indonesia dalam menangani masalah pencurian ikan (illegal fishing) di wilayah laut Indonesia yang terdiri dari dampak kegiatan IUU fishing bagi Indonesia serta prosedur penangkapan kapal asing yang mencuri ikan di wilayah laut Indonesia menurut hukum nasional dan internasional. Bab V membahas tentang penutup dari penelitian ini yang terdiri dari kesimpulan dan saran.