PERATURAN BANK INDONESIA Nomor: 8/1/PBI/2006 TENTANG FASILITAS PEMBIAYAAN DARURAT GUBERNUR BANK INDONESIA,

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 31 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PEMBIAYAAN DARURAT BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 16 /PBI/2012 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 26 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 35 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/3/PBI/2017 TENTANG PINJAMAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SEPUTAR FASILITAS PEMBIAYAAN DARURAT (FPD)

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/24/PBI/2009 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK SYARIAH BAGI BANK UMUM SYARIAH

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/29/PBI/2009 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK SYARIAH BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

2017, No menetapkan Peraturan Bank Indonesia tentang Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek bagi Bank Umum Konvensional; Mengingat : 1. Undang-Undang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA. Perihal : Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Perkreditan Rakyat

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 2/20/PBI/2000 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR NOMOR 19/6/PADG/2017 TENTANG PINJAMAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/4/PBI/2017 TENTANG PEMBIAYAAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK SYARIAH BAGI BANK UMUM SYARIAH

PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR NOMOR 19/8/PADG/2017 TENTANG PEMBIAYAAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK SYARIAH BAGI BANK UMUM SYARIAH

Fasilitas Pembiayaan Darurat vs BLBI 1

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 15 /POJK.03/2017 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 3 /PBI/2011 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

No. 10/ 25 /DPM Jakarta, 14 Juli SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK DI INDONESIA. Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum

-2- Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu untuk mengatur kembali PLJP bagi Bank yang diharapkan dapat memelihara stabilitas sistem keuangan teruta

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 5/3/PBI/2003 TENTANG FASILITAS PEMBIAYAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK SYARIAH GUBERNUR BANK INDONESIA,

2017, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Bank Indonesia t

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN

No. 6/7/DPM Jakarta, 16 Februari 2004 November 2003 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK DI INDONESIA. Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum

- 1 - PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/2/PBI/2013 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM KONVENSIONAL

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 2/26/PBI/2000 TENTANG FASILITAS LIKUIDITAS INTRAHARI BAGI BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA

: Pengajuan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) Meterai dan ttd

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 1/1/PBI/1999 TENTANG FASILITAS PENDANAAN DALAM RANGKA MENGATASI KESULITAN PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM

-2- sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu diperlukan penyempurnaan mekanisme tindak lanjut penanganan permasalahan Ban

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

No resort. Akses Bank untuk memperoleh pembiayaan likuiditas tersebut juga merupakan upaya Bank Indonesia untuk turut serta mencegah dan menan

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 3 /PBI/2011 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 3/25/PBI/2001 TENTANG PENETAPAN STATUS BANK DAN PENYERAHAN BANK KEPADA BADAN PENYEHATAN PERBANKAN NASIONAL

RANCANGAN POJK PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM

Contoh Surat Pengajuan FPJP

SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK DI INDONESIA. Perihal : Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

S U R A T E D A R A N

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/6/PBI/2004 TENTANG FASILITAS LIKUIDITAS INTRAHARI BAGI BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 1/11/PBI/1999

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 6 /PBI/2011 TENTANG

Lampiran 1. Kepada Bagian Operasi Pasar Uang Direktorat Pengelolaan Moneter Bank Indonesia Jl. MH. Thamrin No. 2 Jakarta, 10110

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 6/ 9 /PBI/2004 TENTANG TINDAK LANJUT PENGAWASAN DAN PENETAPAN STATUS BANK GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/ 26 /PBI/2011 TENTANG

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 5 /POJK.03/2015 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 6 /PBI/2011 TENTANG

No. 15/44/DPbS Jakarta, 22 Oktober 2013 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DI INDONESIA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/26/PBI/2011 TENTANG

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

2015, No.73 2 e. bahwa sehubungan dengan huruf a sampai dengan huruf d diatas diperlukan penyesuaian terhadap ketentuan tentang Kewajiban Penyediaan M

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN TENTANG PENGELOLAAN, PENATAUSAHAAN, SERTA PENCATATAN ASET DAN KEWAJIBAN D

MATRIKS RANCANGAN POJK KPMM BPRS

2017, No tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 T

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA,

- 2 - Hal ini dirasakan sangatlah terbatas dan belum mencakup fungsi the Lender of the Last Resort yang dapat digunakan dalam kondisi darurat atau

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

RANCANGAN POJK BANK PERANTARA

No. 1/5/DPNP Jakarta, 10 Desember 1999 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF

BANK INDONESIA No. 2/21/DPM Jakarta, 30 Oktober S U R A T E D A R A N kepada SEMUA BANK DI INDONESIA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 30 / PBI/ 2008

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 7/22/PBI/2005 TENTANG FASILITAS LIKUIDITAS INTRAHARI BAGI BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LIKUIDASI BANK DAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN. Pengertian Likuidasi Bank menurut Pasal 1 angka 13 Peraturan Lembaga

BAB I. KETENTUAN UMUM

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.81, 2009 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5012)

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/18/PBI/2006 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM BANK PERKREDITAN RAKYAT GUBERNUR BANK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 11/ 20 /PBI/2009 TENTANG TINDAK LANJUT PENANGANAN TERHADAP BANK PERKREDITAN RAKYAT DALAM STATUS PENGAWASAN KHUSUS

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

No. 12/39/DPbS Jakarta, 31 Desember 2010 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DI INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 424/KMK.06/2003 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI

PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR NOMOR 19/ 7/PADG/2017 TENTANG TRANSAKSI SERTIFIKAT DEPOSITO DI PASAR UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/22/PBI/2006 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM BANK PERKREDITAN RAKYAT BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 2/11/PBI/2000 TENTANG PENETAPAN STATUS BANK DAN PENYERAHAN BANK KEPADA BADAN PENYEHATAN PERBANKAN NASIONAL

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/12/PBI/2006 TENTANG LAPORAN BERKALA BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA

No.6/9/DPM Jakarta, 16 Februari S U R A T E D A R A N kepada SEMUA BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 7/18/PBI/2005 TENTANG SISTEM KLIRING NASIONAL BANK INDONESIA GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 7/4/PBI/2005 TENTANG PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM AKTIVITAS SEKURITISASI ASET BAGI BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN

No.6/8/DPM Jakarta, 16 Februari 2004 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA. Fasilitas Likuiditas Intrahari bagi Bank Umum

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 7/24/PBI/2005 TENTANG FASILITAS LIKUIDITAS INTRAHARI BAGI BANK UMUM BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/14/PBI/2011 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 T

No. 15/28/DPNP Jakarta, 31 Juli 2013 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 448/KMK.017/2000 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

No Restrukturisasi Perbankan, Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan tentang Penanganan Permasalahan Solvabilitas Bank Sistemik, Peraturan Lembaga

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/25/PBI/2004 TENTANG RENCANA BISNIS BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA,

Transkripsi:

PERATURAN BANK INDONESIA Nomor: 8/1/PBI/2006 TENTANG FASILITAS PEMBIAYAAN DARURAT GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam menjalankan kegiatan usahanya, bank dapat mengalami kesulitan likuiditas yang membahayakan kelangsungan usahanya dan berdampak sistemik sehingga berpotensi mengakibatkan krisis yang membahayakan stabilitas sistem keuangan; b. bahwa- berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004, untuk mengatasi kesulitan likuiditas yang berdampak sistemik, Bank Indonesia sebagai lender of the last resort dapat memberikan fasilitas pembiayaan darurat kepada Bank Umum yang pendanaannya menjadi beban Pemerintah; c. bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 telah ditandatangani Nota Kesepakatan antara Menteri Keuangan dengan Gubernur Bank Indonesia tanggal 17 Maret 2004 mengenai ketentuan dan tata cara pengambilan keputusan terhadap

- 2 - terhadap kesulitan keuangan bank yang berdampak sistemik, pemberian fasilitas pembiayaan darurat, dan sumber pendanaan yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; d. bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a, huruf b, dan huruf c, dipandang perlu untuk menyusun ketentuan mengenai fasilitas pembiayaan darurat bagi Bank Umum dalam Peraturan Bank Indonesia; Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3843) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4357); 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Negara Nomor 3472) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790); 3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 110, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4236); 4. Undang-Undang

- 3-4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN BANK INDONESIA TENTANG FASILITAS PEMBIAYAAN DARURAT. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan : 1. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. 2. Bank Bermasalah adalah Bank yang mengalami kesulitan keuangan dalam bentuk kesulitan likuiditas dan/atau kesulitan solvabilitas yang membahayakan kelangsungan usahanya. 3. Kesulitan

- 4-3. Kesulitan Likuiditas adalah kesulitan pendanaan jangka pendek yang dialami Bank yang disebabkan oleh terjadinya arus dana masuk yang lebih kecil dibandingkan dengan arus dana keluar (mismatch) yang diperkirakan dapat mengakibatkan terjadinya saldo giro negatif. 4. Kesulitan Solvabilitas adalah kesulitan permodalan yang dialami Bank sehingga tidak memenuhi Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) yang ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia ini. 5. Dampak Sistemik adalah potensi penyebaran masalah (contagion effect) dari satu Bank Bermasalah yang dapat mengakibatkan kesulitan likuiditas bankbank lain sehingga berpotensi menyebabkan hilangnya kepercayaan terhadap sistem perbankan dan dapat berdampak negatif terhadap stabilitas sistem keuangan. 6. Fasilitas Pembiayaan Darurat yang selanjutnya disebut FPD adalah fasilitas pembiayaan dari Bank Indonesia kepada Bank Bermasalah yang mengalami Kesulitan Likuiditas, tetapi masih memenuhi tingkat solvabilitas yang ditetapkan Bank Indonesia, serta berdampak sistemik yang pemberiannya didasarkan pada keputusan rapat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia dan pendanaannya menjadi beban Pemerintah. 7. Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang Rupiah yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara. Pasal 2

- 5 - Pasal 2 (1) Bank wajib melaksanakan kegiatan usahanya dengan berpedoman pada prinsip kehati-hatian yang berlaku, termasuk dalam menjaga kecukupan likuiditasnya. (2) Bank yang mengalami Kesulitan Likuiditas wajib mencari sumber dana untuk mengatasi Kesulitan Likuiditas dimaksud. Pasal 3 (1) Bank yang tidak dapat memperoleh dana untuk mengatasi Kesulitan Likuiditas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh FPD dari Bank Indonesia apabila memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ini. (2) Persyaratan pemberian FPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a) Bank mengalami Kesulitan Likuiditas; b) Bank berdampak sistemik; c) rasio kewajiban penyediaan modal minimum (KPMM) Bank paling sedikit 5% (lima persen); dan d) dijamin dengan agunan. Pasal 4 FPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) tidak diberikan kepada kantor cabang Bank yang berkedudukan di luar negeri. BAB II

- 6 - BAB II SUMBER PENDANAAN FPD Pasal 5 (1) Sumber pendanaan FPD berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. (2) Untuk pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri Keuangan dapat menerbitkan SUN sesuai dengan ketentuan yang berlaku, apabila Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dalam kondisi sulit. (3) SUN yang diterbitkan dalam rangka pemberian FPD adalah SUN yang dapat diperdagangkan. (4) Dalam kondisi tertentu, Menteri Keuangan dapat menetapkan untuk menunda perdagangan SUN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu tertentu berdasarkan keputusan rapat antara Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia. Pasal 6 (1) Dalam rangka pemberian FPD, Menteri Keuangan membuka rekening giro khusus di Bank Indonesia. (2) Rekening giro khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat digunakan dalam rangka pemberian FPD. (3) Menteri Keuangan menerbitkan surat kuasa kepada Bank Indonesia untuk melakukan pendebetan terhadap rekening giro khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1). BAB III

- 7 - BAB III PERMOHONAN DAN KEPUTUSAN PEMBERIAN FPD Pasal 7 Permohonan FPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) wajib dilengkapi dengan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan, yaitu: a. Surat Pernyataan dari Pengurus Bank bahwa Bank telah mencari sumber dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) sebelum mengajukan FPD, yang dibubuhi meterai sesuai ketentuan yang berlaku; b. Dokumen yang mendukung jumlah kebutuhan FPD; c. Akta notariil jaminan hutang berisi daftar aset yang akan dijadikan agunan beserta nilai taksiran sementara dan dokumen asli bukti kepemilikan, yang akan diikuti dengan pemasangan hak tanggungan, gadai, atau jaminan fiducia; d. Surat Pernyataan Kesanggupan Pemegang Saham Pengendali dan atau Pengurus Bank untuk menyerahkan tambahan aset yang akan diagunkan dalam hal aset sebagaimana dimaksud pada huruf c belum mencukupi, yang dibubuhi meterai sesuai ketentuan yang berlaku; e. Surat Kesanggupan untuk menerbitkan Personal Guarantee dan/atau Corporate Guarantee dari Pemegang Saham Pengendali dan atau Pengurus Bank yang dibuat di hadapan notaris, dan dilampiri daftar aset; f. Surat Pernyataan Kesanggupan Pemegang Saham Pengendali dan Pengurus Bank untuk membayar kembali FPD, yang dibubuhi meterai sesuai ketentuan yang berlaku; g. Surat Pernyataan kesediaan Pemegang Saham Pengendali dan Pengurus Bank untuk melakukan dan/atau tidak melakukan tindakan yang diperintahkan oleh Bank Indonesia, yang dibubuhi meterai sesuai ketentuan yang berlaku; dan h. Surat

- 8 - h. Surat Pernyataan Pemegang Saham Pengendali dan Pengurus Bank bahwa aset yang akan dijaminkan sebagaimana dimaksud pada huruf c, huruf d dan huruf e harus bebas dari sitaan, tidak sedang dijaminkan kepada pihak lain, serta tidak tersangkut dalam suatu perkara atau sengketa. Pasal 8 (1) Dalam hal Bank Indonesia mengindikasikan bahwa Bank yang mengajukan permohonan FPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) berdampak sistemik, Gubernur Bank Indonesia segera meminta kepada Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan rapat. (2) Indikasi mengenai adanya Bank yang berdampak sistemik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan antara lain pada analisis Bank Indonesia terhadap kondisi keuangan Bank dan dampaknya terhadap sistem perbankan. Pasal 9 Rapat Menteri Keuangan dengan Gubernur Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) membahas permasalahan dan prospek keuangan Bank serta menetapkan langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasinya. Pasal 10 (1) Dalam hal rapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 memutuskan untuk memberikan FPD kepada Bank, keputusan tersebut sekurang-kurangnya mencakup: a. penetapan

- 9 - a. penetapan Bank berdampak sistemik; b. keputusan pemberian FPD; c. pagu FPD; d. jangka waktu FPD; e. daftar aset yang akan dijadikan agunan FPD serta nilai sementara berdasarkan taksasi bank; dan f. langkah-langkah penanganan Bank penerima FPD. (2) Dalam hal rapat Menteri Keuangan dengan Gubernur Bank Indonesia memutuskan bahwa Bank tersebut tidak diberikan FPD, maka tindak lanjut penanganan terhadap Bank dimaksud akan dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 11 (1) Pagu FPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf c ditetapkan berdasarkan perkiraan Bank Indonesia yang antara lain didasarkan pada data yang diberikan oleh Bank. (2) Jangka waktu FPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf d ditetapkan paling lama 90 (sembilan puluh) hari kalender dan hanya dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari kalender. BAB IV AGUNAN FPD Pasal 12 (1) Aset yang dapat dijadikan agunan oleh Bank adalah aset Bank yang tersedia dengan prioritas dari aset yang paling likuid dan berkualitas dan dapat

- 10 - dapat ditambah dengan aset lainnya termasuk namun tidak terbatas pada aset pemegang saham pengendali dan/atau saham yang telah tercatat dari pemegang saham pengendali bank. (2) Agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib ditambah dengan Personal Guarantee dari pemegang saham pengendali dan/atau Corporate Guarantee dari perusahaan milik pemegang saham pengendali yang dilengkapi dengan daftar aset selain dari aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Personal Guarantee dan/atau Corporate Guarantee sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat secara notariil dan harus diserahkan kepada Bank Indonesia paling lambat pada saat FPD ditandatangani. Pasal 13 (1) Aset yang dijadikan agunan oleh Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2) harus bebas dari sitaan, tidak sedang dijaminkan kepada pihak lain, serta tidak tersangkut dalam suatu perkara atau sengketa. (2) Aset yang dijadikan agunan oleh Bank tidak dapat dialihkan, diperjualbelikan atau dijaminkan kembali oleh Bank. (3) Bank wajib mengganti agunan FPD apabila tidak memenuhi kondisikondisi sebagaimana diatur pada ayat (1) dan ayat (2). (4) Apabila Bank tidak mengganti agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka berdasarkan peraturan ini, Bank Indonesia dapat meminta kepada Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan rapat dengan Gubernur Bank Indonesia untuk mengambil keputusan tentang langkah-langkah penyelesaiannya. Pasal 14

- 11 - Pasal 14 (1) Agunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dinilai oleh penilai independen yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan daftar nominasi penilai independen yang disampaikan Bank. (2) Seluruh biaya yang timbul dalam rangka penilaian agunan menjadi beban Bank. Pasal 15 Menteri Keuangan menetapkan nilai agunan berdasarkan nilai wajar menurut penilai independen. Pasal 16 (1) Pengikatan agunan dilaksanakan oleh Bank Indonesia untuk dan atas nama Menteri Keuangan segera setelah penandatanganan perjanjian pemberian FPD. (2) Pengikatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara notariil dengan mengacu pada nilai taksasi sementara agunan yang disampaikan oleh Bank. (3) Menteri Keuangan membuat surat kuasa kepada Gubernur Bank Indonesia untuk menandatangani perjanjian pengikatan agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (4) Penatausahaan bukti kepemilikan agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Bank Indonesia. (5) Pengurus Bank dan atau pemegang saham pengendali Bank bertanggung jawab untuk memelihara fisik agunan yang diserahkan dalam rangka FPD. Pasal 17

- 12 - Pasal 17 Dalam hal setelah pengikatan agunan dan/atau penilaian agunan oleh penilai independen ternyata nilai agunan lebih kecil dari pagu FPD, maka: a. Bank penerima FPD dan/atau pemegang saham pengendali wajib menambah jumlah aset yang diagunkan; dan b. Gubernur Bank Indonesia segera meminta kepada Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan rapat guna membahas permasalahan tersebut dan menetapkan langkah-langkah penyelesaian yang dianggap perlu. BAB V PERJANJIAN FPD DAN REALISASI PEMBERIAN FPD Pasal 18 (1) Perjanjian pemberian FPD dilakukan secara notariil dan ditandatangani oleh Pemegang Saham Pengendali dan pengurus Bank penerima FPD dengan Gubernur Bank Indonesia untuk dan atas nama Menteri Keuangan. (2) Menteri Keuangan atau pejabat yang ditunjuk, membuat surat kuasa kepada Gubernur Bank Indonesia untuk menandatangani perjanjian pemberian FPD pada setiap perjanjian pemberian FPD. (3) Menteri Keuangan atau pejabat yang ditunjuk, menandatangani perjanjian pemberian FPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagai pihak yang mengetahui dan menyetujui. Pasal 19 (1) Realisasi pemberian FPD dilakukan segera setelah ditandatanganinya perjanjian FPD. (2) Realisasi

- 13 - (2) Realisasi pemberian FPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mendebet rekening giro khusus Pemerintah di Bank Indonesia dalam rangka FPD dan mengkredit rekening giro Bank penerima FPD di Bank Indonesia. (3) Realisasi pemberian FPD dilakukan sebesar kebutuhan Bank untuk memenuhi kebutuhan Giro Wajib Minimum (GWM) sebesar 5% (lima persen). Pasal 20 FPD hanya dapat digunakan oleh Bank penerima FPD untuk mengatasi kesulitan likuiditas. Pasal 21 (1) FPD yang telah digunakan oleh Bank penerima FPD dikenakan bunga sesuai suku bunga yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia. (2) Suku bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) nilainya sebesar imbal hasil (yield) SUN yang diterbitkan ditambah dengan marjin tertentu. (3) Imbal hasil (yield) SUN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan berdasarkan quotasi harga pasar yang terjadi satu hari kerja sebelumnya yang diterbitkan oleh media penyedia informasi harga yang mendapatkan pengakuan otoritas pasar modal. (4) Bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan dibebankan ke rekening giro Bank penerima FPD di Bank Indonesia dan selanjutnya disetorkan kepada Pemerintah dengan mengkredit rekening giro khusus Pemerintah dalam rangka FPD yang ada di Bank Indonesia. (5) Bank

- 14 - (5) Bank Indonesia melakukan perhitungan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan saldo akhir hari realisasi FPD. (6) Pembebanan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan pada saat FPD jatuh tempo atau dilunasi. Pasal 22 (1) Jumlah realisasi pemberian FPD termasuk bunga dan biaya-biaya yang timbul merupakan piutang negara kepada bank penerima FPD dimaksud. (2) Ketentuan dan tata cara yang berkaitan dengan penanganan piutang negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada peraturan perundangundangan yang berlaku. Pasal 23 Penandatanganan perjanjian FPD, penyerahan SUN kepada Bank Indonesia dan realisasi pemberian FPD oleh Bank Indonesia dilakukan pada hari yang sama. BAB VI BIAYA-BIAYA PEMBERIAN FPD Pasal 24 Biaya-biaya yang timbul berkaitan dengan : a. biaya penilaian atas agunan yang dilakukan oleh penilai independen; b. biaya pengikatan perjanjian FPD dan pengikatan agunan yang dilakukan oleh notaris; c. biaya lelang agunan jika dieksekusi; dan d. biaya-biaya lain yang terkait dengan pemberian FPD; sepenuhnya menjadi beban Bank penerima FPD. BAB VII

- 15 - BAB VII JATUH WAKTU DAN PELUNASAN FPD Pasal 25 (1) Bank dapat melakukan pelunasan dan/atau pengurangan baki debet FPD selama dalam jangka waktu pemberian FPD. (2) Pelunasan dan/atau pengurangan baki debet sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila saldo rekening giro rupiah Bank penerima FPD di Bank Indonesia telah melebihi ketentuan GWM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3). (3) Pelunasan dan/atau pengurangan baki debet sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan mendebet rekening giro rupiah Bank penerima FPD oleh Bank Indonesia. Pasal 26 (1) Bank Indonesia mendebet rekening giro Rupiah Bank Penerima FPD yang bersangkutan dan mengkredit rekening giro khusus Pemerintah di Bank Indonesia pada saat FPD jatuh tempo sebagai pelunasan FPD. (2) Dalam hal saldo giro Rupiah Bank penerima FPD yang bersangkutan di Bank Indonesia tidak mencukupi untuk pelunasan FPD pada saat FPD jatuh tempo, maka Gubernur Bank Indonesia segera meminta kepada Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan rapat guna membahas permasalahan bank antara lain mengenai kondisi dan prospek keuangan bank, serta memutuskan langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasinya. (3) Langkah

- 16 - (3) Langkah-langkah untuk mengatasi permasalahan bank sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah untuk memutuskan pemberian FPD diperpanjang atau tidak. (4) Perpanjangan dan perubahan perjanjian FPD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib memenuhi ketentuan Pasal 3 dan Pasal 5. Pasal 27 Dalam hal Bank penerima FPD tidak mampu melunasi FPD pada saat jatuh tempo dan/atau FPD tidak diperpanjang maka rapat Menteri Keuangan dengan Gubernur Bank Indonesia memutuskan langkah-langkah penanganan Bank penerima FPD. Pasal 28 (1) Dalam hal Bank penerima FPD tidak mampu membayar FPD (default) dan agunan akan dieksekusi, maka eksekusi atas agunan dilakukan oleh Pemerintah selaku kreditur atau lembaga yang ditunjuk. (2) Apabila hasil eksekusi agunan lebih kecil dari nilai FPD dan kewajiban bunga yang harus dilunasi oleh Bank penerima FPD, maka kekurangan pelunasan FPD merupakan tanggung jawab Pemegang Saham Pengendali Bank kepada Pemerintah. Pasal 29 (1) Dalam hal jumlah realisasi pemberian FPD lebih rendah dari jumlah pagu FPD yang ditetapkan oleh rapat Menteri Keuangan dengan Gubernur Bank Indonesia, Bank Indonesia mengembalikan bunga SUN atas selisih antara jumlah pagu pemberian dan jumlah realisasi FPD. (2) Bunga

- 17 - (2) Bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bunga SUN yang diterbitkan dalam rangka pemberian FPD. (3) Pengembalian bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengkredit rekening giro khusus Pemerintah di Bank Indonesia yang dibuka dalam rangka FPD pada saat FPD telah dilunasi oleh Bank penerima FPD atau pada saat FPD jatuh tempo. BAB VIII PENGAWASAN Pasal 30 (1) Bank penerima FPD ditetapkan sebagai Bank Dalam Pengawasan Khusus. (2) Tindakan pengawasan terhadap Bank Dalam Pengawasan Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia yang berlaku. (3) Status Bank Dalam Pengawasan Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir apabila Bank penerima FPD telah menyelesaikan kewajiban pelunasan FPD dan memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia yang berlaku mengenai Tindak Lanjut Pengawasan dan Penetapan Status Bank. Pasal 31 (1) Bank penerima FPD wajib menyusun action plan untuk menyelesaikan masalah likuiditas dan rencana pengembalian FPD paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah realisasi FPD. (2) Action

- 18 - (2) Action plan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disampaikan kepada Bank Indonesia dengan tembusan kepada Menteri Keuangan. (3) Bank wajib menyampaikan laporan pelaksanaan action plan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) secara mingguan kepada Bank Indonesia dengan tembusan kepada Menteri Keuangan. (4) Bank penerima FPD wajib melaporkan kondisi likuiditasnya kepada Bank Indonesia secara harian. Pasal 32 (1) Bank penerima FPD dilarang mencairkan rekening simpanan pihak terkait di Bank penerima FPD kecuali ditetapkan lain oleh rapat Menteri Keuangan dengan Gubernur Bank Indonesia. (2) Bank penerima FPD dilarang membagikan dividen dalam bentuk apapun selama kewajiban atas FPD belum lunas. (3) Pemegang Saham Pengendali Bank penerima FPD dilarang mengalihkan kepemilikan sahamnya kepada pihak lain tanpa seijin Bank Indonesia. BAB IX PENYAMPAIAN PERMOHONAN DAN LAPORAN Pasal 33 (1) Permohonan FPD ditujukan kepada Gubernur Bank Indonesia dengan alamat Jalan M.H. Thamrin Nomor 2 Jakarta Pusat 10110 dengan tembusan kepada : a. Menteri Keuangan Republik Indonesia dengan alamat Jalan Lapangan Banteng No. 2-4 Jakarta Pusat. b. Direktorat

- 19 - b. Direktorat Pengawasan Bank 1 dan Direktorat Pengawasan Bank 2 dengan alamat Jalan M.H. Thamrin Nomor 2 Jakarta Pusat 10110 untuk Bank yang berkantor pusat di Jakarta; atau c. Direktorat Perbankan Syariah dengan alamat Jalan M.H. Thamrin Nomor 2 Jakarta Pusat 10110 untuk Bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip Syariah yang berkantor pusat di Jakarta. d. Kantor Bank Indonesia setempat bagi Bank umum konvensional dan Bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip Syariah yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia. (2) Bank penerima FPD wajib menyampaikan Realisasi Action Plan dan Laporan Likuiditas Harian sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ini kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, c, dan d. BAB X SANKSI Pasal 34 Bank yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 12, Pasal 13, Pasal 16 ayat (5), Pasal 20 dan Pasal 32 dikenakan sanksi administratif berupa pemberhentian pengurus bank dan atau larangan turut serta dalam kegiatan kliring. Pasal 35

- 20 - Pasal 35 Tanpa mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 Pengurus Bank, Pemegang Saham Pengendali dan pejabat eksekutif Bank yang dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia ini, dikenakan sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 52 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Pasal 36 Peraturan Bank Indonesia ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 3 Januari 2006 GUBERNUR BANK INDONESIA, BURHANUDDIN ABDULLAH LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2006 NOMOR 1 DPNP

PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA Nomor: 8/1/PBI/2006 TENTANG FASILITAS PEMBIAYAAN DARURAT UMUM Dalam menjalankan usahanya Bank menghadapi berbagai risiko antara lain risiko likuiditas. Risiko likuiditas merupakan kesulitan pendanaan jangka pendek yang timbul akibat ketidaksesuaian (mismatch) antara arus dana masuk (cash inflow) dengan arus dana keluar (cash outflow). Kondisi tersebut dapat mengakibatkan terjadinya saldo giro negatif Bank pada Bank Indonesia. Apabila tidak segera diatasi, kesulitan likuiditas tersebut dapat menimbulkan masalah yang lebih besar bahkan dapat menimbulkan kesulitan likuiditas bagi bank-bank lainnya. Untuk mengatasi kesulitan likuiditas, pada dasarnya Bank pertama-tama harus mengupayakan dana di pasar uang dengan menggunakan berbagai instrumen pasar uang yang tersedia. Apabila Bank gagal memperoleh dana di pasar uang, maka Bank Indonesia dalam fungsinya sebagai lender of the last resort dapat memberikan pinjaman kepada Bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek tersebut. Kebijakan lender of the last resort tersebut merupakan bagian dari jaring pengaman keuangan (financial safety net) yang diperlukan dalam rangka memelihara stabilitas sistem keuangan. Kerangka jaring pengaman keuangan yang

- 2 - yang komprehensif memuat secara jelas mengenai peran masing-masing lembaga terkait dan mekanisme koordinasi baik dalam pencegahan maupun penyelesaian krisis. Stabilitas sistem keuangan tersebut mutlak dipelihara untuk mendukung stabilitas moneter dalam rangka menunjang pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Fasilitas lender of the last resort yang diberikan bank sentral kepada bank, baik untuk situasi normal maupun untuk penanganan krisis, secara umum dapat dikategorikan kedalam beberapa jenis yakni: (i) Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) baik kepada Bank yang mengalami kesulitan likuiditas pada akhir hari (overnight) maupun kepada Bank yang tidak dapat menyelesaikan Fasilitas Likuiditas Intrahari (FLI) pada akhir hari. Pemberian FPJP harus didukung dengan agunan likuid dan bernilai tinggi dari Bank kepada Bank Indonesia. (ii) Fasilitas Pembiayaan Darurat (FPD) kepada Bank Bermasalah yang mengalami kesulitan likuiditas, tetapi masih memenuhi tingkat solvabilitas yang ditetapkan Bank Indonesia, serta berdampak sistemik yang pemberiannya didasarkan pada keputusan rapat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia dan pendanaannya menjadi beban Pemerintah. FPJP merupakan fasilitas yang diberikan Bank Indonesia untuk mengatasi kesulitan likuiditas dalam kondisi normal, sedangkan FPD merupakan fasilitas untuk mengatasi dampak atau risiko sistemik dalam kondisi darurat untuk mencegah dan mengatasi krisis. Oleh karena itu, sumber pendanaan FPD menjadi beban APBN melalui penerbitan SUN oleh Pemerintah. Untuk meyakinkan akuntabilitas dan transparansi, proses pengambilan keputusan dalam penetapan dampak atau risiko sistemik dan pemberian FPD kepada Bank dilakukan secara bersama (joint decision) oleh Menteri Keuangan dan

- 3 - dan Gubernur Bank Indonesia. Keputusan pemberian FPD dilakukan berdasarkan penilaian atas potensi risiko sistemik yang dapat terjadi terhadap stabilitas sistem keuangan dan dampak negatif terhadap perekonomian jika FPD tersebut tidak diberikan kepada Bank. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Angka 1 sampai dengan angka 7. Pasal 2 Yang dimaksud dengan sumber dana antara lain adalah Pinjaman Antar Bank, Fasilitas Likuiditas Intrahari (FLI) dan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP). Pasal 3 Huruf a Huruf b

- 4 - Huruf b Dampak atau risiko sistemik dinilai dari dua aspek pokok yakni penyebaran masalah (contagion) dan kerugian ekonomis (degree of loss) yang ditimbulkan. Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam penetapan dampak sistemik adalah: a. Faktor internal yakni kesulitan likuiditas yang dihadapi satu atau lebih bank yang berdampak sistemik; dan/atau b. Faktor eksternal seperti gangguan systemically important payment system, krisis mata uang (currency crisis) dan/atau bencana alam yang mengganggu stabilitas sistem keuangan. Huruf c Huruf d Agunan Bank berupa aktiva bank yang tersedia dengan prioritas dari aktiva yang paling likuid dan berkualitas yang tersedia dan dapat ditambah dengan aktiva lainnya termasuk namun tidak terbatas pada aktiva pemegang saham pengendali Bank dan atau saham yang telah tercatat dari pemegang saham pengendali Bank sesuai dengan keputusan pemberian FPD. Pasal 4 Pasal 5

- 5 - Ayat (3) Ayat (4) Kondisi tertentu adalah suatu kondisi apabila penjualan SUN oleh Bank Indonesia diperkirakan dapat mengakibatkan gangguan terhadap stabilitas pasar SUN dan program penerbitan SUN oleh Menteri. Pasal 6 Ayat (3) Pasal 7 Huruf a Huruf b Dokumen yang dibutuhkan dalam mendukung jumlah kebutuhan FPD, antara lain perkiraan kebutuhan likuiditas, proyeksi arus dana (cash flow), Laporan keuangan terakhir (neraca dan laba rugi), laporan maturity profile 1 (satu) bulan terakhir. Huruf c

- 6 - Huruf c Daftar aset Bank yang akan diagunkan beserta dokumen asli bukti kepemilikan yang harus disertai dengan harga taksiran sementara, misalnya untuk aset berupa tanah, nilai tersebut didasarkan pada harga dari Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP), surat berharga didasarkan pada nilai pasar satu hari kerja sebelumnya. Huruf d sampai Huruf h Pasal 8 Pasal 9 Pasal 10 Huruf a Huruf b Huruf c Huruf d

- 7 - Huruf d Huruf e Nilai taksasi untuk tanah dan bangunan didasarkan pada Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP), sedangkan surat-surat berharga berdasarkan nilai pasar satu hari kerja sebelumnya. Huruf f Pasal 11 Pasal 12 Yang dimaksud dengan aset Bank adalah aktiva tetap Bank, surat berharga (saham, obligasi, dan surat berharga lainnya), serta tagihan pada Bank lain. Surat berharga yang diagunkan tidak boleh berasal dari surat berharga yang diterbitkan oleh pihak terkait dengan Bank atau pihak-pihak yang mengendalikan Bank.

- 8 - Daftar aset yang dilampirkan dalam Personal Guarantee dan/atau Corporate Guarantee antara lain adalah aset yang akan diperoleh kemudian dan atau aset yang pada saat perjanjian FPD dibuat tidak dapat dijadikan agunan karena masih dalam penguasaan hukum pihak lain. Ayat (3) Pasal 13 Penyerahan aset yang akan dijadikan agunan FPD harus disertai dengan keterangan dari Bank atau Pemegang Saham Pengendali Bank mengenai kondisi dan status dari setiap aset yang akan diagunkan tersebut. Yang dimaksud dengan aset tidak sedang dijaminkan kepada pihak lain meliputi: gadai, fiducia, atau hak tanggungan. Ayat (3) Ayat (4) Pasal 14

- 9 - Pasal 14 Yang dimaksud dengan penilai independen adalah perusahaan penilai yang : a. tidak mempunyai keterkaitan dalam kepemilikan, kepengurusan dan keuangan dengan Bank; b. melakukan kegiatan penilaian berdasarkan Kode Etik Penilai Indonesia dan ketentuan-ketentuan lain yang ditetapkan oleh Dewan Penilai Indonesia; dan c. memiliki izin usaha dari instansi berwenang untuk beroperasi sebagai perusahaan penilai. Pasal 15 Pasal 16 Ayat (3) Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5)

- 10 - Ayat (5) Pasal 17 Pasal 18 Ayat (3) Pasal 19 Ayat (3) Pasal 20 Pasal 21

- 11 - Pasal 21 Ayat (3) Ayat (4) Ayat (5) Ayat (6) Pasal 22 Pasal 23 Pasal 24 Pasal 25

- 12 - Pasal 25 Ayat (3) Pasal 26 Ayat (3) Ayat (4) Ayat (5) Pasal 27 Pasal 28

- 13 - Pasal 29 Ayat (3) Pasal 30 Yang dimaksud tentang Peraturan Bank Indonesia yang berlaku, antara lain Peraturan Bank Indonesia yang mengatur mengenai tindak lanjut pengawasan dan penetapan status Bank. Ayat (3) Pasal 31 Action plan paling sedikit memuat langkah-langkah Bank penerima FPD untuk menyelesaikan permasalahan likuiditas dan rencana pengembalian FPD.

- 14 - Ayat (3) Ayat (4) Pasal 32 Ayat (3) Pasal 33 Pasal 34 Pasal 35

- 15 - Pasal 35 Yang dimaksud dengan pejabat eksekutif bank adalah pejabat yang berpengaruh terhadap kebijakan operasional Bank dan bertanggungjawab langsung kepada Direksi. Pasal 36 Cukup Jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4595 DPNP