BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wilda Akmalia Fithriani, 2013

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. perilaku yang diinginkan. Pendidikan memiliki peran yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. pengaruh dan perubahan yang besar dalam dunia pendidikan. Begitu pula

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tanpa karakter adalah manusia yang sudah membinatang. Orang orang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sendirinya akibat ulah para penduduknya. Kejahatan, penipuan, dan korupsi

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan, kecakapan dan pengetahuan baru. Proses belajar tersebut tercermin

BAB I PENDAHULUAN. segala potensi yang ada dalam diri peserta didik. Pendidikan dianggap sebagai. diatur oleh Undang-Undang Republik Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. akuntansi yang mampu bersaing di dunia kerja (Mawardi, 2011). Pihak

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan pilar utama bagi kemajuan bangsa dan negara.

Diajukan Oleh : DAMAR CAHYO JATI J

BAB I PENDAHULUAN. oleh kualitas sumber daya manusianya. Untuk meningkatkan kualitas manusianya

BAB I PENDAHULUAN. berilmu, kreatif, inovatif, mandiri, dan bertanggung jawab, serta menjadi. Pendidikan akuntansi khususnya pendidikan akuntansi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Berpikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan, Terj. Rahmani Astuti, dkk, (Bandung: Mizan, 2002), hlm. 3.

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai kehidupan guna membekali siswa menuju kedewasaan dan. kematangan pribadinya. (Solichin, 2001:1) Menurut UU No.

BAB I PENDAHULUAN. Bab Pendahuluan Ini Memuat : A. Latar Belakang, B. Fokus Penelitian,C. Rumusan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. individu terutama dalam mewujudkan cita-cita pembangunan bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. (Yogyakarta: Teras, 2010), hlm Juwariyah, Dasar-Dasar Pendidikan Anak dalam Al-Qur an,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan suatu bangsa, pendidikan memiliki peranan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah keberhasilan perlu diperhatikan dalam upaya mengikuti perkembangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi. Persaingan antara perusahaan semakin meningkat diiringi berbagai

BAB I PENDAHULUAN. keshalehan akan sangat bergantung kepada pendidikan masa kecilnya

BAB I PENDAHULUAN. akademik (Intelligence Quotient atau sering disebut IQ ) mulai dari bangku

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan menjadi cerdas, terampil, dan memiliki sikap ketakwaan untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. bersifat fisik maupun rohani (Ahid, 2010: 99). Beberapa orang juga

BAB I PENDAHULUAN. (Bandung: Sinar Baru Al-Gasindo, 1995), hlm Nana Sujana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum Sekolah,

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memberikan contoh hal-hal yang baik dan positif. Penanaman karakter yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karakter siswa. Pendidikan agama merupakan sarana transformasi pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. tergantung pada SDM yang dimilikinya. Oleh karena itu setiap perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan hal yang marak menjadi

BAB I PENDAHULUAN. manusia seutuhnya. Tujuan ini tertera pada Garis Besar Haluan Negara

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian. sistem yang lain guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan memiliki peran penting dalam rangka memelihara

BAB I PENDAHULUAN. ujian-nya. Kebahagiaan dan kesedihan merupakan salah satu bentuk ujian

ARIS RAHMAD F

BAB I PENDAHULUAN. bidang humanistic skill dan professional skill. Sehingga nantinya dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menyenangkan dan muncul dalam bermacam-macam bentuk dan tingkat kesulitan,

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan baik fisik dan psikis dari waktu ke waktu, sebab

BAB I PENDAHULUAN. didik kurang inovatif dan kreatif. (Kunandar, 2007: 1)

BAB I PENDAHULUAN. karyawan. Sayangnya penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan hasil yang

BAB 1 PENDAHULUAN. bentuk pelayanan yang diberikan kepada klien oleh suatu tim multidisiplin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadi orang yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Setiap manusia harus

BAB I PENDAHULUAN. asuh dan arahan pendidikan yang diberikan orang tua dan sekolah-sekolah

BAB I PENDAHULUAN. prestasi belajarnya. Namun dalam upaya meraih prestasi belajar yang. memuaskan dibutuhkan suatu proses dalam belajar.

BAB I PENDAHULUAN. Praktik, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hlm Fathul Mu in, Pendidikan Karakter: Konstruksi Teoretik dan

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah generasi penerus bangsa. Masa depan bangsa ini berada di

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. dikenang sepanjang masa, sejarah akan menulis dikemudian hari. Di sekolahsekolah. pelajaran umum maupun mata pelajaran khusus.

BAB I PENDAHULUAN. juga dirasa sangat penting dalam kemajuan suatu negara karena berhubungan

BAB I PENDAHULUAN. tinggi dalam belajar, seseorang harus memiliki Intelligence Quotient (IQ) yang

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan perilaku maupun sikap yang diinginkan. Pendidikan dapat

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Bloom (1966) prestasi belajar siswa mencakup tiga domain yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah proses untuk mendewasakan manusia atau dalam istilah lain,

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan tidak mengenal ruang dan waktu, ia tidak dibatasi tebalnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. patriotisme, dan ciri khas yang menarik (karakter) dari individu dan masyarakat bangsa

BAB I PENDAHULUAN. gelar tinggi belum tentu sukses berkiprah di dunia pekerjaan. Seringkali mereka

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. malu, benci, dan ketakberdayaan pada realitas hidup. Stres bisa menyerang siapa

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. sebagainya sangat memudahkan seorang mahasiswa dalam mengembangkan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Soetjipto. Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, Jakarta: Rineka Cipta, 2009, hlm. 59 Ibid, hlm. 60

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sendiri. Namun, sangat disayangkan dari produksi yang ada mayoritas disisipi

BAB I PENDAHULUAN. Cipta,2008), hlm. 2.

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan bertujuan untuk menjadikan manusia

BAB I PENDAHULUAN. tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Persoalan yang muncul di

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan sendirinya. Mereka membutuhkan orang tua dan lingkungan yang kondusif

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini kebanyakan perusahaan memanfaatkan orang-orang yang ber-

BAB I PEDAHULUAN. Pendidikan juga mengarahkan pada penyempurnaan potensi-potensi yang

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan guru dalam pembelajaran di kelas. Guru diharapkan mampu lebih. pendidikannya atau yang akan terjun ke masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. (aspek keterampilan motorik). Hal ini sejalan dengan UU No.20 tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. Jiwa, (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1995), hlm Dadang Hawari, Al-Qur an Ilmu Kedokteran jiwa dan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sepanjang hayatnya, baik sebagai individu, kelompok sosial, maupun sebagai

Upaya untuk Menyiapkan Insan Yang Berkarakter Melalui Program Leader Class di Kabupaten Cilacap Oleh : Nur Fajrina R.

BAB I PENDAHULUAN. masa depan dengan segala potensi yang ada. Oleh karena itu hendaknya dikelola baik

BAB I PENDAHULUAN. peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk

BAB I. Pelayanan keperawatan merupakan bagian dari pelayanan kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan formal. Pendidikan sebagai sistem terdiri dari tiga komponen, yaitu

BABl PENDAHULUAN. Penelitian ini mengangkat isu peningkatan remunerast, pelatihan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. (Jogyakarta: Media Wacana Press, 2003), hlm Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional,

Tatik Haryani, Bambang Priyo Darminto Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. berbeda-beda baik itu kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan

BAB I PENDAHULUAN. tantangan atau hambatan akan muncul dan mempengaruhi suatu organisasi.

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan yang terjadi di abad 21 merupakan perpaduan antara resolusi di

BAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau. perubahan-perubahan dalam diri seseorang. Untuk mengetahui sampai

BAB I PENDAHULUAN. kedudukan yang primer dan fundamental. Pengertian keluarga disini berarti nuclear family

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan degradasi moral. Mulai dari tidak menghargai diri sendiri,

BAB I PENDAHULUAN. Taqwa, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 1. Nasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm. 7.

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan karakter dalam menanamkan nilai-nilai kebangsaan. Di samping

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan memiliki arti penting dalam kehidupan seluruh umat manusia. Betapa pentingnya pendidikan sehingga siapapun tidak dapat lepas dari proses pendidikan, karena dengan mengikuti proses pendidikan lah setiap individu dapat mengembangkan potensi dan keahliannya masing-masing agar dapat bertahan hidup dan memperoleh kehidupan yang layak di dunia ini. Sebagaimana Muchtar (2008: 14) mengemukakan bahwa pendidikan adalah segala usaha yang dilakukan untuk mendidik manusia sehingga dapat tumbuh dan berkembang serta memiliki potensi atau kemampuan sebagaimana mestinya. Dari definisi yang diungkapkan tersebut dapat dipahami bahwa pendidikan memiliki posisi yang sangat penting dalam usaha manusia untuk mengembangkan potensi dan kemampuannya. Senada dengan ungkapan Muchtar, Tafsir (2008: 28) mengemukakan bahwa pendidikan adalah berbagai usaha yang dilakukan oleh seseorang (pendidik) terhadap seseorang (anak didik) agar tercapai perkembangan maksimal yang positif. Sementara itu Taqiyuddin (2008: 1) menyatakan bahwa pendidikan adalah suatu proses upaya yang dilakukan secara sadar dan sengaja untuk meningkatkan nilai perilaku seseorang atau masyarakat dari keadaan tertentu ke suatu keadaan yang lebih baik. Beberapa definisi yang diungkapkan para ahli di atas pada dasarnya memiliki kesamaan, yaitu pendidikan merupakan suatu upaya atau usaha yang dilakukan agar dapat mengembangkan potensi seseorang menjadi lebih baik. Potensi dan keahlian seringkali menjadi objek utama para praktisi pendidikan dalam melaksanakan proses pendidikan yang berkualitas. Sehingga seringkali muncul ungkapan bahwa pendidikan bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Jenis-jenis kecerdasan yang seringkali didengar adalah tentang kecerdasan intelektual (IQ) dan kecerdasan emosional (EQ). Dua jenis kecerdasan itulah yang selalu menjadi fokus utama lembaga-lembaga pendidikan dalam

2 upaya menghasilkan lulusan-lulusan yang berkualitas dan berdaya saing tinggi (Saleh, 2009: 5). Intelegence Quotient (IQ) mengacu pada kecerdasan intelektual siswa dalam memahami materi-materi yang disampaikan oleh para gurunya. IQ seringkali menjadi indikator yang dominan dalam proses pembelajaran untuk mengukur berhasil atau tidaknya guru dalam menyampaikan materi pelajaran. Begitu pula dengan Emotional Quotient (EQ), sering juga menjadi bahan penilaian guru terhadap siswanya selain dari IQ-nya. Kedua aspek kecerdasan tersebut di atas selama ini menjadi fokus perhatian para guru dalam mendidik para siswanya (Saleh, 2009: 5). Pada kenyataannya, pengembangan IQ dan EQ saja tidaklah cukup untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas. Fenomena yang terjadi diantara kalangan siswa pada saat ini merupakan cerminan bahwa IQ dan EQ tidak menjamin siswa menjadi manusia yang kompeten dan diharapkan dapat berguna bagi keluarga, agama dan negaranya. Tawuran antar pelajar yang semakin hari semakin tidak terkendali, perilaku seks bebas, maraknya tindak kriminal yang dilakukan oleh pelajar, penyalahgunaan narkoba dan lain sebagainya merupakan bukti bahwa pendidikan yang selama ini difokuskan pada aspek IQ dan EQ semata tidaklah cukup untuk membentuk siswa menjadi pribadi yang memiliki kompetensi tinggi. Sehingga tidaklah heran, banyak orang di negara ini yang memiliki kecerdasan tinggi namun memiliki moral yang rendah. Akibatnya kejahatan semakin merajalela, korupsi pun sedikit demi sedikit terus menambah penderitaan rakyat dan hanya memperkaya sebagian orang atau kelompok tertentu (Saleh, 2009: 5). Untuk meningkatkan kualitas moral siswa, pendidikan seharusnya tidak hanya terfokus pada aspek IQ dan EQ saja. Aspek Spiritual Quotient (SQ) pun harus menjadi bahan pertimbangan para praktisi pendidikan dalam upaya mengembangkan potensi dan kemampuan siswa. SQ dapat dijadikan sebagai penyeimbang dari IQ dan EQ, sehingga selain menjadikan siswa menjadi cerdas secara akademis namun juga cerdas dalam berperilaku yang sesuai dengan normanorma yang berlaku. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Zohar dan Marshal yang kemudian dikutip oleh Ramadi dan Permadi (2001: 9) bahwa kecerdasan

3 spiritual (SQ) merupakan landasan yang diperlukan untuk memfungsikan dua jenis kecerdasan sebelumnya yaitu kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional. Ungkapan ini mempertegas bahwa SQ sangatlah perlu untuk dikembangkan dalam proses pendidikan. Lebih jauh lagi Ramadi dan Permadi (2001: 11) mengungkapkan bahwa: Kecerdasan spiritual mengajarkan kepada manusia, bahwa kita bukan hanya ada dalam dunia, tetapi benar-benar adalah ada di dalam dunia. Disini orang yang cerdas secara spiritual cenderung untuk tidak saja berbuat dan bertanggungjawab bagi dirinya, akan tetapi juga berbuat dan bertanggungjawab terhadap dunia secara keseluruhan. Berdasarkan ungkapan di atas, jelaslah bahwa seseorang dengan tingkat SQ yang tinggi lebih memiliki tanggungjawab terhadap unsur yang ada di luar dirinya sendiri daripada orang yang memiliki IQ dan EQ tinggi namun SQ rendah yang memiliki karakter egois, hanya bertanggungjawab pada dirinya sendiri tanpa mempertimbangkan tanggungjawab pada orang lain. Kecerdasan spiritual dipercaya mampu mengantarkan manusia pada ketenangan dan kesadaran diri yang tinggi saat melakukan serangkaian aktivitas spiritual. SQ dipercaya dapat mencegah manusia untuk menggunakan IQ dan EQ yang dimilikinya dengan jalan yang salah. SQ merupakan penyeimbang yang ideal bagi IQ dan EQ (Saleh, 2009: 5). Oleh karena itu, penting sekali menumbuh kembangkan aspek SQ siswa dalam proses pembelajaran. Misalnya, guru sebagai orang yang paling bertanggung jawab dalam pelaksanaan proses pembelajaran di sekolah harus mampu menginternalisasi nilai-nilai spiritual keagamaan dalam proses pembelajaran apapun sehingga siswa dapat mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang telah diperolehnya pada jalan yang benar. Perlu diingat bahwa peran guru dalam proses pembelajaran bukanlah hanya sebatas pengajar saja yang cukup menyampaikan semua materi kepada siswa dan segera keluar kelas apabila materi telah disampaikan. Guru memiliki peranan juga dalam mengembangkan aspek SQ siswa. Peranan guru dalam proses pembelajaran khususnya dalam mengembangkan aspek SQ siswa sebenarnya banyak dijelaskan dalam Al-Qur`ān. Beberapa ayat

4 dalam Al-Qur`ān dengan jelas mendeskripsikan mengenai bagaimana peran seorang pendidik (dalam hal ini guru) dalam memberikan pendidikan yang layak untuk anak didiknya (siswa). Misalnya dalam Q.S. Luqmān ayat 12-19 yang mengkisahkan tentang didikan Luqmān kepada anaknya. Ayat-ayat dalam Q.S. Luqmān ayat 12 19 secara jelas menerangkan tentang apa dan bagaimana seharusnya seorang pendidik mendidik anak didiknya. Sehingga sudah sepantasnya guru berpegang teguh pada Al-Qur`ān sebagai pedoman baginya untuk melaksanakan proses pendidikan yang tidak hanya menekankan kepada aspek IQ dan EQ saja, akan tetapi juga fokus kepada pengembangan SQ siswa. Namun sayangnya, jarang sekali guru yang menjadikan ayat-ayat dalam Q.S. Luqmān sebagai pedoman dalam pelaksanaan proses pendidikan di sekolah, dan hanya berpedoman pada perencanaan pembelajaran yang hanya fokus pada aspek IQ dan EQ saja. Sehingga sangat mungkin dari lembaga pendidikan seperti sekolah, muncullah lulusan-lulusan cerdas secara intelektual dan emosionalnya namun tidak cerdas secara spiritualnya yang berpotensi meningkatkan peluang degradasi moral diantara kalangan orang-orang yang berpendidikan tinggi. Berdasarkan fenomena di atas, maka perlulah dikaji kembali mengenai aspek-aspek kecerdasan spiritual yang seharusnya disampaikan oleh guru kepada siswanya dengan berpedoman kepada kitab suci Al-Qur`ān yang memuat banyak konsep pendidikan yang ideal. Sehingga penulis merasa tertarik untuk mengkajinya lebih dalam dengan menyusun sebuah skripsi dengan judul: Aspek- Aspek Kecerdasan Spiritual Dalam Konsep Pendidikan Islām (Studi Tematis Tentang Surat Luqmān ayat 12 19). B. Identifikasi dan Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah Proses pendidikan yang selama ini diterapkan di Indonesia lebih menekankan kepada pengembangan aspek IQ dan EQ saja. Sistem pendidikan saat ini disadari atau tidak hanya berorientasi pada IQ dan EQ siswa. Tingkat IQ dan EQ seringkali menjadi pertimbangan yang dominan bagi guru dalam

5 memberikan penilaian terhadap siswa. Akibatnya siswa pun ketika mengikuti proses pembelajaran hanya berorientasi pada tujuan untuk meningkatkan aspek-aspek akademis saja seperti nilai yang baik dan aktivitas yang tinggi ketika mengiktui proses pembelajaran. IQ atau kecerdasan intelektual merupakan ukuran yang digunakan untuk mengukur tingkat kecerdasan kognitif siswa. Artinya IQ lebih cenderung kepada aspek kognitifnya saja. Seringkali guru atau orangtua merasa bangga apabila diantara anak didiknya ada yang memiliki IQ yang tinggi daripada SQ yang tinggi. Siswa dengan IQ yang tinggi diprediksi dapat meraih sukses dalam kehidupan dengan modal kecerdasan intelektual tinggi yang dimilikinya. Sebagian besar guru dan orangtua siswa begitu berharap anak didiknya dapat memiliki tingkat IQ yang tinggi karena dianggap memiliki jaminan untuk sukses. Selain IQ, aspek EQ juga merupakan aspek yang seringkali mendominaṣi penilaian guru terhadap siswa. EQ atau kecerdasan emosional merupakan ukuran yang digunakan untuk mengukur tingkat kecerdasan seseorang berdasarkan kecakapannya dalam lingkup pribadi dan sosial. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Goleman yang dikutip oleh Saleh (2009: 3), kecerdasan emosional meliputi dua kecakapan yaitu kecakapan pribadi dan kecakapan sosial. EQ dianggap sebagai pelengkap dari IQ yang sangat menentukan kesuksesan seseorang. Sehingga sebagian besar guru hanya terfokus pada pengembangan kedua aspek tersebut dalam proses pembelajaran yang dilaksanakannya. Pada kenyataannya, upaya pengembangan aspek IQ dan EQ saja tidaklah cukup untuk mempersiapkan siswa agar dapat menjadi orang yang sukses. Perilaku-perilaku menyimpang dari siswa seperti budaya tawuran, penyalahgunaan narkoba, perilaku seks bebas, dan lain sebagainya merupakan cerminan bahwa proses pendidikan yang selama ini difokuskan kepada IQ dan EQ saja tidaklah cukup untuk mempersiapkan siswa agar menjadi generasi yang dapat diandalkan suatu saat nanti. Oleh karena itu, diperlukan langkah

6 pengembangan terhadap aspek lain selain IQ dan EQ untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan. 2. Perumusan Masalah Oleh karena aspek IQ dan EQ saja tidaklah cukup untuk berkontribusi dalam pencapaian tujuan pendidikan. Maka perlu diperhatikan pula mengenai aspek SQ atau kecerdasan spiritualnya. Untuk lebih memahami mengenai aspek-aspek kecerdasan spiritual, perlu dikaji lebih dalam mengenai kandungan Q.S. Luqmān ayat 12 19 yang membahas mengenai kisah didikan Luqmān terhadap anaknya dengan memahami maknanya serta menemukan aspek-aspek kecerdasan spiritual yang terkandung dalam ayat-ayat tersebut. Maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah: a. Bagaimana penafsiran para ahli terhadap Q.S. Luqmān ayat 12 19? b. Aspek-aspek kecerdasan spiritual apa saja yang terkandung dalam Q.S. Luqmān ayat 12 19? c. Bagaimana implikasi aspek-aspek kecerdasan spiritual dalam dunia pendidikan? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan identifikasi dan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui penafsiran para ahli terhadap Q.S. Luqmān ayat 12 19 2. Untuk mengetahui aspek-aspek kecerdasan spiritual yang terkandung dalam Q.S. Luqmān ayat 12 19 3. Untuk mengetahui implikasi aspek-aspek kecerdasan spiritual dalam dunia pendidikan D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat dari segi teori Dari segi teori, diharapkan penelitian ini dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan tentang aspek-aspek kecerdasan spiritual yang harus

7 diinternalisasi dalam proses pembelajaran di sekolah. Selain itu, diharapkan penelitian ini dapat mengatasi kekurangan penelitian lainnya tentang Q.S. Luqmān yang belum mengkaij mengenai aspek-aspek kecerdasan spiritual yang terkandung di dalamnya. 2. Manfaat dari segi kebijakan Dari segi kebijakan, diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi para penentu kebijakan di sekolah untuk lebih mengembangkan aspek-aspek kecerdasan spiritual dalam proses pembelajaran di sekolah, sehingga dapat menghasilkan lulusan-lulusan yang cerdas dari aspek IQ, EQ dan SQ-nya. 3. Manfaat dari segi praktik Dari segi praktik, diharapkan penelitian ini dapat menjadi acuan bagi para pendidik untuk melaksanakan proses pembelajaran yang tidak hanya menekankan kepada aspek IQ dan EQ, akan tetapi juga menekankan pada aspek SQ siswa. 4. Manfaat dari segi isu Dari segi isu, diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan bagi para pembaca lainnya agar dapat menyikapi fenomena yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari khususnya mengenai rendahnya tingkat kecerdasan spiritual siswa. E. Definisi Operasional 1. Kecerdasan spiritual (Spiritual Quotient) adalah kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan, melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah, menuju manusia yang seutuhnya (hanif), dan memiliki pola pemikiran tauhidi (integralistik), serta berprinsip hanya karena Allāh. 2. Pendidikan Islam adalah sebuah proses menumbuhkan dan mengembangkan pengetahuan agama Islām peserta didik dengan metodemetode tertentu dan melalui kegiatan-kegiatan tertentu sehingga

8 memperoleh pengetahuan yang dibutuhkannya agar bermanfaat baik di dunia maupun di akhirat. F. Struktur Organisasi Skripsi Agar tersusun secara sistematis, maka penelitian ini disusun berdasarkan struktur organisasi skripsi sebagai berikut: BAB I Pendahuluan : Pada bab ini berisi tentang latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan struktur organisasi skripsi BAB II Kajian Pustaka dan Kerangka Pemikiran : Pada bab ini berisi tentang kajian pustaka yang membahas teori-teori yang berkaitan dengan masalah penelitian. Selain itu berisi tentang kerangka pemikiran yang melandasi penelitian BAB III Metode Penelitian : Pada bab ini berisi tentang penjabaran metode penelitian yang terdiri dari data dan sumber data, metode penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan : Pada bab ini berisi tentang pengolahan data penelitian dan pembahasan atau analisis temuan penelitian BAB V Kesimpulan dan Saran : Pada bab ini berisi tentang kesimpulan yang diambil berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan serta beberapa saran yang diajukan oleh peneliti berkaitan dengan masalah yang telah diteliti