BAB I PENDAHULUAN. Penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat- zat adiktif lainnya (NAPZA)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat- zat adiktif lainnya (NAPZA)

I. PENDAHULUAN. Narkotika selain berpengaruh pada fisik dan psikis pengguna, juga berdampak

BAB I PENDAHULUAN. peradilan negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili

BAB I PENDAHULUAN. sosial dimana mereka tinggal.

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan masyarakat secara wajar. Istilah narkoba muncul sekitar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semakin meningkatnya perkembangan kehidupan masyarakat dalam

BAB I PENDAHULUAN. segala kemungkinan yang akan membahayakan mereka dan bangsa di masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran gelap narkotika di Indonesia menunjukkan adanya

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi pengobatan, tetapi jika dikonsumsi secara berlebihan atau tidak. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

BAB I PENDAHULUAN. dalam kesatuan langkah menuju tercapainya tujuan pembangunan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. nasional, tetapi sekarang sudah menjadi masalah global (dunia). Pada era

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum, hal tersebut tercermin dalam UUD

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kronik (sulit disembuhkan) yang berulang kali kambuh yang hingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia

I. PENDAHULUAN. pengobatan dan pelayanan kesehatan. Namun, dengan semakin berkembangnya zaman, narkotika

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

I. PENDAHULUAN. terakhir United Nations Drugs Control Programme (UNDPC), saat ini kurang lebih

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya pandangan hukum terhadap narapidana anak di Indonesia tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah Negara hukum, sebagaimana tertuang dalam

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari

persepsi atau mengakibatkan halusinasi 1. Penggunaan dalam dosis yang 2

I. PENDAHULUAN. untuk didapat, melainkan barang yang amat mudah didapat karena kebutuhan

REHABILITASI MEDIS DAN SOSIAL TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 22/PID.B/2014/PN.

BAB I PENDAHULUAN. pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran larangan 1. Masalah pertama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. cepat dari proses pematangan psikologis. Dalam hal ini terkadang menimbulkan

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG

I. PENDAHULUAN. peredaran gelap narkoba menyebabkan penyalahgunaan yang makin meluas dan. merupakan ancaman bagi kehidupan bangsa dan negara.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul

I. PENDAHULUAN. harus dilindungi. Anak tidak dapat melindungi diri sendiri hak-haknya, berkepentingan untuk mengusahakan perlindungan hak-hak anak.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar tahun 1945 yaitu melindungi segenap

PERATURAN BERSAMA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan yang bersifat trans-nasional yang sudah melewati batas-batas negara,

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional pada dasarnya merupakan pembangunan manusia

BAB III PENUTUP. Dari hasil penelitian yang dilakukan, serta berdasarkan hasil pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam

BAB I PENDAHULUAN. legal apabila digunakan untuk tujuan yang positif. Namun

2017, No Mengingat : 1. Undang - Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tam

BAB VI PENUTUP. penulis membuat kesimpulan sebagai jawaban dari rumusan masalah.

BAB I PENDAHULUAN. 2. Persamaan perlakuan dan pelayanan; 5. Penghormatan harkat dan martabat manusia;

BAB I PENDAHULUAN. Negeri tersebut diperlukan upaya untuk meningkatkan menejemen Pegawai. Negeri Sipil sebagai bagian dari Pegawai Negeri.

BAB I PENDAHULUAN. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. 1. adanya pengendalian, pengawasan yang ketat dan seksama.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Sebagai Negara Hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

BAB I PENDAHULUAN. (Afrika Selatan), D joma (Afrika Tengah), Kif (Aljazair), Liamba (Brazil) dan Napza

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penduduk Indonesia yang sangat besar jumlah pertumbuhan penduduknya yaitu

BAB I PENDAHULUAN. yaitu masalah pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran tertentu 2. Topik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemidanaan terhadap Pecandu Narkotika merupakan salah satu

PENGAWASAN PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN (LAPAS) KLAS IIA ABEPURA

BAB I PENDAHULUAN. saja fenomena - fenomena yang kita hadapi dalam kehidupan sehari - hari dalam

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan narkoba ataupun dalam penyalahgunaanya merupakan masalah. perkembangan tingkat peradaban umat manusia serta mempengaruhi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

I. PENDAHULUAN. kita mengetahui yang banyak menggunakan narkoba adalah kalangan generasi muda

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 "... yang melindungi

I. PENDAHULUAN. Pemerintah Indonesia sekarang ini melaksanakan pembaharuan hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia adalah negara berdasarkan UUD 1945 sebagai konstitusi

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional dapat diwujudkan dengan upaya secara terus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem pemidanaan di Indonesia secara berangsur mengalami

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2014

I. PENDAHULUAN. mengisi kemerdekaan dengan berpedoman pada tujuan bangsa yakni menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan secara terus menerus usaha usaha dibidang pengobatan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tolak ukur segala hal mengenai harapan dan tujuan dari bangsa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyalahgunaan narkotika pada akhir-akhir tahun ini dirasakan

BAB I PENDAHULUAN. Internasional. Tidak mustahil peredaran narkotika yang sifatnya telah

BAB V PENUTUP. Penyalahguna magic mushroom dapat dikualifikasikan sebagai. golongan I sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada

oleh : Herwin Sulistyowati,SH.,MH

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam pergaulan di tengah kehidupan masyarakat dan demi kepentingan

3 Badan Narkotika Provinsi Sulut, Op Cit, h.43 4 Pasal 1 angka 16 UU No 35 tahun 2009 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran narkotika semakin mengkhawatirkan di Indonesia karena

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KEBIJAKAN NARKOTIKA, PECANDU DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. pasar narkoba terbesar di level Asean. Menurut United Nation Office on Drugs and

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah salah satu Negara yang sangat menentang tindak

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa ketentuan badan-badan lain

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

BUPATI BULUNGAN PROPINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG

No II. anggota masyarakat yang telah berjasa mengungkap adanya tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika, perlu diberi landasan hukum ya

menegakan tata tertib dalam masyarakat. Tujuan pemidanaan juga adalah untuk

BAB III PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM BAGI PENGEDAR DAN PENYALAH GUNA MAGIC MUSHROOM. 3.1 Pertanggungjawaban Hukum Bagi Pengedar Magic Mushroom

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang. Perancangan Interior Panti Rehabilitasi Penyalahgunaan Narkoba

I. PENDAHULUAN. cara untuk memenuhi kebutuhannya. Tentu tidak semua cara untuk memenuhi

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

- 1 - BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG

BAB III PENERAPAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. 3.1 Penempatan Rehabilitasi Melalui Proses Peradilan

PERANAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN DALAM MEMPERSIAPKAN RESOSIALISASI WARGA BINAAN (Diteliti Di Lembaga Pemasyarakatan Paledang Kelas II A Bogor)

BAB IV FAKTOR PENGHAMBAT PEMBERIAN REMISI. A. Sulit mendapatkan Justice Collaborator (JC)

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG LARANGAN PENYALAHGUNAAN FUNGSI LEM

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat- zat adiktif lainnya (NAPZA) yang selanjutnya di sebut narkoba merupakan masalah yang perkembangannya di Indonesia sudah sangat memprihatinkan. Yang telah berkembang pesat tidak hanya di kota besar, tetapi juga sudah merembek di kota- kota kecil bahkan sampai pedesaan. Dari aspek sosial, masalah ini bukan hanya berakibat negatif terhadap diri pemakainya, tetapi juga terhadap keluarga, lingkungan sosial, lingkungan masyarakat bahkan dapat mengancam dan membahayakan masa depan bangsa dan negara. Penyalahguna dan pecandu narkotika juga berdampak secara psikis sosial, yaitu terjadinya putus hubungan kerja, putus penghasilan, putus sekolah, kecelakaan lalu lintas, dan meningkatnya kriminalitas. 1 Jaringan penyaluguna, produsen, pengedar, perantara dan pecandu narkotika telah menembus segala lapisan masyarakat, baik itu orang birokrat, artis, anak sekolah, bahkan sampai perguruan tinggi. Pergaulan bebas, keadaan ekonomi, kurangnya pengawasan perhatian dari kedua orang tua, masyarakat dan pemerintah adalah salah satu dari sekian banyak faktor yang memaksa mereka menggunakan narkotika. Sungguh ini kenyataan yang ada di lapangan narkotika berkembang dan sangat mudah di dapatkan maka parat hukum dan pemerintah semakin tanggap dalam pemberatasan penyalahguna, pengedar 1 Yusuf Apandi, 2010, Katakan Tidak Pada Narkoba, Simbiosa Retamaka Media, Bangung, hlm. 1 1

dan pecandu narkoba. Individu yang terbukti bersalah akan di jerat hukuman sesuai dengan Undang Undang No. 35 Tahun 2009 tentang narkotika. Hukuman adalah ancaman bersifat penderitaan, sangsi atau hukuman bersifat penderitaan karena hukuman dimaksudkan sebagai hukman terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh seseorang terhadap kepentingan hukum yang dilindungi hukum pidana. 2 Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semi sintesis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilang rasa sakit, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan bagi pemakainya. 3 Sesuai dengan Pasal 6 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang berlaku di Indonesia, jenis-jenis narkotika yang dilarang diklasifikasikan menjadi tiga golongan yaitu, golongan 1, golongan 2, dan golongan 3. Terpidana perkara narkotika baik pemasok/pedagang besar, pengecer, maupun pecandu/pemakai pada dasarnya adalah merupakan korban penyalahgunaan tindak pidana narkotika yang melanggar peraturan pemerintah, dan mereka itu semua merupakan Warga Negara Indonesia yang diharapkan dapat membangun Negeri ini dari keterpurukan hampir di segala bidang. Karena itu, bagaimanapun tingkat kesalahannya, para terpidana atau korban tersebut masih diharapkan dapat menyadari bahwa apa yang telah diputus oleh majelis hakim atas kesalahan mereka adalah merupakan suatu cara atau sarana agar 2 Ismu Gunadi, Jonaedi Efendi, 2011, Memahami Hukum Pidana, Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta, Hlm 74 3 Yusuf Apandi, 2010, Katakan Tidak Pada Narkoba, Simbiosa Retamaka Media, Bandung, hlm. 5 2

mereka meninggalkan perbuatan tersebut setelah selesai menjalani masa hukuman. 4 Salah satu korban penyalaguna narkotika yaitu pecandu narkotika, pecandu narkotika adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan narkotika dal dalam keadaan ketergantungan pada narkotika, baik secara fisik maupun psikis. 5 Dalam memutuskan vonis pidana penjara perkara pecandu narkotika hakim berdasarkan Pasal 127 dan wajib memperhatikan pasal 54 yang berbunyi : Pecandu narkotika dan korban penyalagunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial dan Pasal 55, 103 Undang Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman hukuman paling lama 4 tahun penjara. Ketentuan pidana penjara selanjutnya di jalani di Lembaga Pemasyarakatan. Lembaga Pemasyarakatan (disingkat menjadi Lapas) secara ideal mengandung makna, berperan memasyarakatkan kembali para warga binaan yang telah melanggar aturan hukum dan norma-norma yang dianut masyarakat. Karena yang menjadi tujuan lembaga ini adalah perubahan sifat, cara berfikir serta perilaku, proses interaksi edukatif harus dibangun. Interaksi edukatif yang intensif sangat diperlukan, agar secara kolektif tumbuh kesadaran dari para warga binaan tentang perilaku yang seharusnya dilakukan. Begitulah setidaknya fungsi lapas dalam tataran ideal. 6 4 Moh. Taufik Makarao, Suharsil, Moh Zakky, 2005, Tindak Pidana Narkotika, Cet Kedua, Ghalia Indonesia, Bogor, Hlm. 75 5 Penjelasan Undang undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. 6 Hor Januel, Jurnal Peranan Lembaga Pemasyarakatan Dalam Mempersiapkan Resosialisasi Warga Binaan Di Lembaga Pemasyarakatan Paledang Kelas II A Bogor 2011. Diakses tanggal 1 Agustus 2014 3

Lembaga pemasyarakatan adalah instansi terakhir dari proses peradilan dan bukan hanya tempat untuk memidana orang tetapi lembaga pemasyarakatan adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan. Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana dan peran lembaga pemasyarakatan sebagai ujung tombak pelaksanaan asas pengayoman merupakan tempat untuk mencapai tujuan melalui pendidikan, rehabilitasi dan reintegrasi. 7 Ketentuan mengenai pembinaan selalu berdasarkan pada Undang undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemayarakatan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Pembinaan meliputi yaitu tahap awal Kepribadian dan Kemandirian, tahap lanjutan Asimilasi dan tahap akhir. 8 Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Gorontalo yaitu salah salah satu Lembaga negara yang di berikan wewenang pemerintah untuk menjalankan tugas dalam hal pemasyarakatan dengan memberikan pembinaan, untuk seluruh narapidana, tentunya narapidana pecandu narkotika adalah salah satunya, Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA 7 Prof. Dr. Dwidja Priyanto, SH., MH., 2009, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia Cet Kedua, PT Refika Aditama, Bandung, Hlm. 105. 8 Penjelasan Pasal 10 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan pembimbingan warga binaan. 4

Gorontalo mencatat narapidana pecandu narkotika untuk 5 tahun terakhir dari tahun 2010 sampai 2014 berjumlah 44 yang yang mengalami ketergantungan dan yang aktif mengikuti pembinaan. 9 Banyaknya jumlah narapidana pecandu narkotika yang mengalami ketergantungan (fisik dan psikis), Maka di rasa perlu peran Lembaga Pemasyarakatan, dalam hal memberikan pembinaan yang tepat dengan masalah ketergantungan yang ada di dalam diri narapidana pecandu narkotika dan pemerintah pihak pihak penegak hukum, dan masyarakat untuk berperan meminimalisir peredaran dan menyelamatkan pecandu narkotika. Karena sesungguhnya narapidana pecandu narkotika yaitu korban dari narkotika itu sendiri, harapan mereka yaitu selama menjalani masa hukuman mendapatkan pembinaan yang tepat tepat berupa rehabilitasi medis maupun rehabilitasi sosial agar bisa terlepas dari masalah ketergantungan fisik dan psikis, tidak mengulangi lagi kesalahan yang sama dan kembali menjadi masyarakat yang baik. 10 Berdasarkan latar belakang pemasalahan yang telah di kemukakan, penulis tertarik membahas masalah ini secara ilmiah melalui suatu penelitian dengan judul PERAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIA GORONTALO DALAM PEMBINAAN NARAPIDANA PECANDU NARKOTIKA. 9 Sumber Data Lembaga Pemasyaraktan Klas IIA Gorontalo Tanggal 7 Juli 2014. 10 Hasil wawancara dengan Narapidana pecandu narkotika tanggan 1 july 2014. 5

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang di kemukakan di atas, permasalahan yang di angkat adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana peran Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Gorontalo dalam pembinaan narapidana pecandu narkotika? 2. Apakah yang menjadi faktor-faktor penghambat Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Gorontalo dalam pembinaan narapidana pecandu narkotika? 1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui peran Lembaga pemasyarakatan dalam melakukan pembinaan dan apa saja pembinaan yang di dapatkan narapidana pecandu narkotika di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Gorontalo 2. Untuk mengetahui hambatan yang di temukan Pihak lembaga pemasyarakatan Klas IIA dalam melakukan pembinaan tehadap narapidana narkotika. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Secara teoritis di harapkan memberi kontribusi pemikiran maupun ilmu, khususnya di bidang Ilmu hukum, khususnya pada kasus narkotika di Gorontalo. 6

2. Secara praktis di harapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran yang konsumtif, sehinngga menjadi kontibusi dan masukan agar menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah dan lembaga pemasyarakatan untuk lebih bertanggung jawab dalam pembinaan narapidana khususnya dengan kasus narkotika di Gorontalo. 7