RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN MASYARAKAT ADAT

dokumen-dokumen yang mirip
2008, No hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai wilayah negara; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MASYARAKAT HUKUM ADAT (VERSI KEMENDAGRI)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MASYARAKAT HUKUM ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Pemajuan Kebudayaan Nasional Indonesia secara menyeluruh dan terpadu; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam hur

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI KUTAI BARAT PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG

Menetapkan : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG PEDOMAN PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT HUKUM ADAT. BAB I KETENTUAN UMUM.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MASYARAKAT ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI KEPAHIANG PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPAHIANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 27 Tahun 2008 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 27 TAHUN 2008 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2015 TENTANG DEWAN PERTIMBANGAN OTONOMI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR KEPULAUAN RIAU

TENTANG MASYARAKAT ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 3 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG KERJASAMA DESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KERJA SAMA DESA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG HARI NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 06 TAHUN 2004

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2015 TENTANG DEWAN PERTIMBANGAN OTONOMI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2016 TENTANG KEWENANGAN DESA

2008, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tenta

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2

BUPATI PATI PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

P E M E R I N T A H K A B U P A T E N K E D I R I

BERITA NEGARA. No.1486, 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN. Indonesia. Warisan Budaya Takbenda. Pelaksanaan.

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA TAHUN 2015 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 5 TAHUN 2015 PEDOMAN TEKNIS PERATURAN DI DESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA

PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2007 POKOK-POKOK PEMERINTAHAN NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DONGGALA NOMOR 13 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERDAYAAN, PELESTARIAN DAN PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN LEMBAGA ADAT

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI LOMBOK TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2016, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN.

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DESA

Lampiran D UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR KALIMANTAN BARAT

UNDANG-UNDANG NO. 21 TH 2000

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

hakikatnya adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang berkelanjutan sebagai pengamalan Pancasila;

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG KEDUDUKAN KEUANGAN KEPALA DESA DAN PERANGKAT DESA

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG KERJA SAMA DESA

PEMERINTAH KOTA BATU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 7 TAHUN 2001 TENTANG

Transkripsi:

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN MASYARAKAT ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. Bahwa sebagai bagian dari bangsa Indonesia, kondisi masyarakat adat mengalami ketertinggalan baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya; b. c. Bahwa Masyarakat Adat perlu diberdayakan dan dilindungi dalam aspek kehidupan dan penghidupannya agar dapat hidup layak sebagaimana Warga Negara Indonesia lainnya; Bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai landasan konstitusional telah memberikan pengakuan dan penghormatan pada keberadaan masyarakat adat beserta hakhaknya; d. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c, perlu dibentuk Undang-Undang tentang Perlindungan Masyarakat Adat. Mengingat: Pasal 5 ayat (1), Pasal 18B ayat (2), Pasal 20, Pasal 22 D ayat (1) dan (2) dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERLINDUNGAN MASYARAKAT ADAT. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Masyarakat adat adalah kelompok masyarakat yang secara turun-temurun hidup di wilayah geografis tertentu berdasarkan ikatan asal-usul leluhur, mempunyai hak-hak yang lahir dari hubungan yang kuat dengan sumber daya alam dan memiliki adat, nilai, dan identitas budaya yang khas yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, dan hukum yang ditegakkan oleh lembaga-lembaga adat. 2. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 3. Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 4. Peraturan daerah selanjutnya disebut Perda adalah peraturan daerah provinsi dan/atau peraturan daerah kabupaten/kota. 5. Lembaga Adat adalah perangkat pemerintahan adat sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada masing-masing masyarakat adat. 6. Pranata Adat adalah sistem norma adat atau aturan-aturan adat mengenai suatu aktifitas masyarakat adat yang khusus. 7. Hak kolektif adalah hak bersama dari suatu masyarakat adat. 8. Hak individual adalah hak yang dimiliki secara personal baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama oleh anggota masyarakat adat. 9. Benda adalah segala sesuatu yang dapat dihaki baik benda tetap atau tidak tetap, berwujud atau tidak berwujud, dan benda yang sudah ada atau yang akan ada. 10. Wilayah Adat adalah yang dikuasai, dimiliki, digunakan dan dimanfaatkan oleh masyarakat adat untuk kepentingan masyarakat adat yang bersangkutan. 11. Pengukuran dan pemetaan kadastral adalah proses pemastian letak batas bidang tanah dan air serta proses penggambaran hasil pengukurannya pada media tertentu seperti lembaran kertas, drafting film atau media lainnya sehingga letak dan ukuran bidang

tanah dan air tersebut dapat diketahui dari media tempat pemetaannya; yang dilakukan dalam rangka kepastian hukum. 12. Sumber Daya Alam Hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumber daya alam nabati (tumbuhan) dan sumber daya alam hewani (satwa) yang bersama dengan unsur nonhayati di sekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem. 13. Ekosistem adalah sistem hubungan timbal balik antara unsur dalam alam, baik hayati maupun non-hayati yang saling tergantung dan pengaruh mempengaruhi. 14. Kepentingan Umum adalah kepentingan sebagian besar lapisan masyarakat, yang dilaksanakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dan selanjutnya dimiliki atau akan dimiliki oleh Pemerintah atau Pemerintah daerah. BAB II ASAS DAN TUJUAN Pasal 2 Pengaturan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat dilaksanakan berdasarkan asas: a. Asas Nasionalitas. b. Asas Bhineka Tunggal Ika. c. Asas Komunal Religius. d. Asas Konkrit dan Kontan. e. Asas Keselarasan Sosial. Pasal 3 Pengaturan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat bertujuan: a. Meningkatnya kesadaran, kepedulian dan peran aparat Pemerintah dan masyarakat untuk menyelenggarakan usaha-usaha perlindungan sebagai bagian dari proses perlindungan Masyarakat Adat dengan menggunakan pendekatanan partisipatif. b. Terciptanya kondisi kehidupan dan penghidupan warga Masyarakat Adat yang meliputi ekonomi, sosial, budaya dan politik. c. Terpeliharanya nilai-nilai kehidupan sosial, budaya dan kearifan lingkungan hidup warga Masyarakat Adat yang dapat menjamin aktualisasi dan pengembangan prestasi diri.

d. Mencegah terjadinya pemudaran atau proses pengikisan nilai-nilai, norma- norma yang terpuji dan mencegah praktek globalisasi yang berdampak negatif terhadap posisi masyarakat adat e. Memberikan kepastian hukum atas status dan peran masyarakat adat dalam membantu dan memfasilitasi proses percepatan pembangunan nasional bagi anggota persekutuan masyarakat adat yang selama ini termarjinalkan. f. Membantu mempercepat pemerintah daerah dalam memberdayakan masyarakat adat. g. Menghormati dan mengakui status kewenangan juridis atas proses penyelesaian sengketa dari dan oleh masyarakat adat setempat yang merupakan bagian dari tatanan sistem hukum nasional BAB III MASYARAKAT ADAT Pasal 4 (1) Masyarakat adat dapat didasarkan pada ikatan kekerabatan turun-temurun (genealogis), ikatan kekerabatan wilayah (teritorial), dan ikatan kekerabatan keduanya. (2) Suatu masyarakat dikatakan sebagai masyarakat adat jika memenuhi kriteria: a. Merupakan satu kelompok masyarakat yang berasal dari satu keturunan yang sama; b. Mempunyai wilayah adat tertentu yang merupakan milik bersama; c. Mempunyai lembaga adat tersendiri; d. Mempunyai harta kekayaan tersendiri; e. Mempunyai aturan hukum tersendiri; dan f. Mempunyai bahasa tersendiri. (3) Masyarakat adat yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditetapkan sebagai badan hukum. (4) Tata cara penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah. BAB IV WILAYAH ADAT Pasal 5 (1) Wilayah adat dari suatu masyarakat adat meliputi tanah, air, udara, tumbuh-tumbuhan, binatang, tempat keramat dan bangunan warisan kuno.

(2) Untuk menetapkan batas-batas wilayah adat dari suatu masyarakat adat dilakukan pengukuran dan pemetaan secara kadastral. (3) Batas wilayah adat diberi tanda-tanda batas sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 6 (1) Dalam hal terjadi perselisihan antar masyarakat adat dalam menetapkan batas wilayah adat maka perselisihan dimaksud diselesaikan oleh masyarakat adat yang bersangkutan secara musyawarah mufakat. (2) Jika upaya musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, penyelesaian dilakukan melalui lembaga peradilan yang berwenang sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. (3) Jika perselisihan tersebut terjadi antara masyarakat adat dengan pihak selain masyarakat adat maka perselisihan dimaksud diselesaikan melalui lembaga peradilan yang berwenang sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB V LEMBAGA ADAT Pasal 7 (1) Lembaga adat mempunyai kewenangan untuk mengatur, mengurus, dan mengadili anggota masyarakat adat. (2) Dalam melaksanakan tugasnya lembaga adat mempunyai kewenangan untuk mewakili anggota masyarakat adatnya baik secara kolektif maupun individu dalam setiap perbuatan hukum dan peristiwa hukum yang terjadi. (3) Tata cara pemilihan, struktur dan tata kerja dari lembaga adat sesuai dengan pranata adat yang berlaku pada masing-masing masyarakat adat. Pasal 8 (1) Peradilan adat merupakan bagian dari lembaga adat. (2) Peradilan adat mempunyai kewenangan untuk mengadili semua perkara yang terjadi yang dilakukan oleh anggota masyarakat adat dan di wilayah adat yang bersangkutan. (3) Keputusan dari peradilan adat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersifat mengikat dan final. (4) Dalam hal suatu perkara terjadi di dalam suatu wilayah adat dari suatu masyarakat adat dimana salah satu pihak bukan merupakan anggota dari masyarakat adat yang

bersangkutan, maka penyelesaian perkara dimaksud dilakukan melalui lembaga peradilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB VI HAK-HAK MASYARAKAT ADAT Pasal 9 (1) Hak-hak masyarakat adat merupakan harta kekayaan dari suatu masyarakat adat. (2) Hak-hak masyarakat adat berupa hak kolektif dan hak individual. (3) Hak kolektif dari suatu masyarakat adat yaitu: a. Hak atas wilayah adat b. Hak budaya tradisional berupa kesenian, teknik pengobatan, desain, tata ruang, dan produksi makanan. c. Hak sosial berupa agama, pendidikan, dan perlindungan lingkungan. (4) Hak individual dari masyarakat adat adalah hak dari masing-masing anggota masyarakat adat maupun beberapa anggota masyarakat adat atas suatu benda. Pasal 10 (1) Untuk menetapkan hak-hak kolektif dari suatu masyarakat adat sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 ayat (3) dilakukan inventarisasi oleh suatu Badan sebagaimana dimaksud pada Pasal 14 ayat (1) huruf c sesuai dengan lingkup kewenangan masing-masing. (2) Tata cara pengaturan dan penetapan hak-hak individual dari anggota masyarakat adat adalah sama dengan warga negara Indonesia lainnya dan dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (3) Hak-hak masyarakat adat yang bersifat kolektif dan individual dapat didaftarkan/dicatatkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB VII KEWAJIBAN MASYARAKAT ADAT Pasal 11 Setiap masyarakat adat mempunyai kewajiban untuk: a. Mempertahankan dan melindungi keberadaan dan keutuhan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.

b. Melakukan perlindungan dan pengelolaan sumber daya alam hayati yang berada di wilayah adatnya sesuai dengan ekosistem yang ada. c. Mendukung program pembangunan untuk kepentingan umum yang dilakukan di wilayah adat masing-masing. Pasal 12 (1) Tata cara pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Program pembangunan yang dilakukan untuk kepentingan umum harus memperhatikan keyakinan adat dan ketentuan adat yang berlaku pada masing-masing masyarakat adat. BAB VIII KELEMBAGAAN Pasal 13 (1) Untuk melaksanakan tugas perlindungan terhadap masyarakat adat, Pemerintah dan Pemerintah Daerah membentuk Badan Perlindungan Masyarakat Adat di Pusat dan Daerah. (2) Badan Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang kepala badan yang bertanggung jawab kepada Presiden atau kepala daerah sesuai dengan kewenangannya. (3) Keanggotaan Badan Perlindungan baik di Pusat maupun di daerah berasal dari unsur pemerintahan, akademisi dan organisasi non pemerintahan. Pasal 14 (1) Badan Perlindungan Masyarakat Adat bertugas: a. Menetapkan kebijakan program perlindungan masyarakat adat; b. Menetapkan rencana kebutuhan anggaran; c. Mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan berupa: 1) inventarisasi terhadap keberadaan masyarakat adat; 2) inventarisasi dan pemetaan terhadap wilayah adat masyarakat adat; 3) inventarisasi dan penetapan hak-hak kolektif masyarakat adat d. melaksanakan evaluasi dan pengawasan. (2) Pelaksanaan teknis kegiatan dilakukan oleh instansi teknis bekerja sama dengan pihak akademisi, lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat adat yang bersangkutan.

(3) Hasil inventarisasi yang dilakukan oleh Badan Perlindungan disahkan melalui peraturan daerah oleh masing-masing daerah. (4) Tata cara inventarisasi dan pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 15 Hubungan kerja antara Badan Perlindungan Masyarakat Adat Nasional dan Badan Perlindungan Masyarakat Adat Daerah merupakan hubungan koordinatif. Pasal 16 Dalam melaksanakan tugasnya, Badan Perlindungan dibantu oleh sekretariat tetap. Pasal 17 (1) Ketentuan lebih lanjut mengenai kedudukan, tugas, fungsi, dan susunan organisasi, serta tata kerja Badan Perlindungan Masyarakat Adat Nasional dan sekretariat tetap di tingkat pusat diatur dengan Peraturan Presiden. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kedudukan, tugas, fungsi, dan susunan organisasi, serta tata kerja Badan Perlindungan Masyarakat Adat di tingkat daerah diatur dengan peraturan daerah. BAB IX KETENTUAN PIDANA Pasal 18 (1) Barang siapa menghilangkan, merusak, mengubah atau memindahkan tanda batas sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 ayat (3) dipidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah). (2) Barang siapa merusak, mengusahakan tanpa ijin wilayah adat masyarakat adat sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 ayat (3) huruf a dipidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 1.000.000.000.000,- (1 milyar rupiah) dan paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (2 milyar rupiah). (3) Barang siapa memalsukan hak kolektif masyarakat adat sebagaimana dimaksud pada pasal 9 ayat (3) huruf b dipidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama

10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 2.000.000.000.000,- (dua milyar rupiah) dan paling banyak Rp. 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah). (4) Barang siapa menghalang-halangi hak sosial masyarakat adat sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 ayat (3) huruf c dipidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 2.000.000.000.000,- (dua milyar rupiah) dan paling banyak Rp. 5.000.000.000.000,- (lima milyar rupiah). (5) Jika tindak pidana sebagaimana tersebut pada ayat (1), (2), (3), dan (4) dilakukan oleh korporasi, pidana denda tersebut ditambah 1/3 (sepertiga) dari jumlah denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2), (3), dan (4). (6) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (5), korporasi dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha. BAB XI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 20 Pada saat berlakunya Undang-undang ini semua peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan perlindungan masyarakat adat tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini. BAB XII KETENTUAN PENUTUP Pasal 21 (1) Badan Perlindungan Masyarakat Adat Nasional dan Daerah sebagaimana dimaksud pada Pasal 13 ayat (1) harus sudah dibentuk paling lama 1 (satu) sejak sejak Undang-Undang ini diberlakukan. (2) Peraturan Pemerintah yang diamanatkan undang-undang ini diselesaikan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diberlakukan. (3) Peraturan Presiden yang diamanatkan undang-undang ini diselesaikan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diberlakukan. (4) Peraturan daerah yang diamanatkan undang-undang ini diselesaikan paling lama 3 (tiga) tahun terhidung sejak Undang-Undang ini diberlakukan. Pasal 22 Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Ttd Diundangkan di Jakarta pada tanggal. SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN.NOMOR

SUBSTANSI PENGATURAN 1.Ketentuan Umum 2.Asas dan Tujuan 3.Masyarakat adat (genealogis, teritorial, genealogis teritorial) 4.Wilayah adat (daratan, air, dan udara). 5.Lembaga Adat. 6.Peradilan Adat. 7.Hak-Hak Masyarakat Adat (kolektif dan perorangan) 8.Perlindungan hak masyarakat adat (kewenangan, tata cara). 9.Badan Perlindungan Masyarakat Adat Pusat/Daerah (inventarisasi masyarakat adat, inventarisasi dan pemetaan wilayah masyarakat adat, inventarisasi dan penetapan hak-hak kolektif masyarakat adat) 10.Kewajiban (lingkungan hidup, kepentingan umum, konservasi sumber daya alam) 11.Pengelolaan hak masyarakat adat. 12.Hak ulayat di wilayah swapraja/bekas swapraja. 13.Kerjasama masyarakat adat (antar masyarakat adat, masyarakat adat dengan Pemerintah/Pemerintah Daerah/Pemerintah Asing, masyarakat adat dengan pihak swasta, masyarakat adat dengan ORNOP). 14.Ketentuan Pidana 15.Ketentuan Lain Lain 16.Ketentuan Peralihan 17.Ketentuan Penutup