BAB 4 ANALISIS PELAKSANAAN LAYANAN SYARIAH (OFFICE CHANNELING) PADA BTN UNIT USAHA SYARIAH (UUS)

dokumen-dokumen yang mirip
REGULASI ENTITAS SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. Bank adalah lembaga perantara keuangan atau biasa disebut financial

BAB I PENDAHULUAN. tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian memberikan suntikan dana

BAB I. Pendahuluan. 10 Tahun 1998 tentang perbankan syariah yang telah memberikan andil besar dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena bank syariah merupakan salah satu fenomena yang tetap hangat

BAB IV ANALISIS PENERAPAN AKAD MUDHARABAH SERTA DAMPAKNYA TERHADAP PRODUK PENGHIMPUNAN DANA DI BANK SYARI AH MANDIRI KUDUS

No. 15/22/DPbS Jakarta, 27 Juni 2013 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DI INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR,

BAB 1 PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya perekonomian suatu negara, semakin meningkat pula

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. pelaksanaan atau pengoperasiannya bisa disebut tidak berbeda dengan Bank-bank

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan lembaga keuangan syariah di Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan manusia tanpa terkecuali dalam kegiatan di perbankan. Hal ini dapat

BAB III GAMBARAN UMUM INSTANSI. A. Sejarah Berdirinya BPR Syariah Bangun Drajat Warga. SAW, dimana Baitulmal didirikan oleh Rasulullah sebagai lembaga

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/10/PBI/2009 TENTANG UNIT USAHA SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. suatu badan usaha atau institusi yang kekayaannya terutama dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk adanya sebuah lembaga keuangan. Salah satu lembaga

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat. Di Indonesia sendiri perbankan syariah menunjukkan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Bank Syariah menerapkan sistem bebas bunga (interest free) dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Terhadap Obyek Studi Gambaran Umum Bank BNI dan Unit Usaha Syariah

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan bank sebagai mitra dalam mengembangkan usahanya.

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/14/PBI/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/10/PBI/2009 TENTANG UNIT USAHA SYARIAH

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Bank Syariah. Dana Jasa. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4896)

BAB I PENDAHULUAN. bank-bank konvensional. Esensi bank Islam tidak hanya dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan dalam lalu lintas pembayaran, sehingga kinerja bank merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembiayaan murabahan..., Claudia, FH UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. penentuan return yang akan diperoleh para depositornya. Bank syariah tidak hanya

PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS

BAB I PENDAHULUAN. manufaktur dan jasa. Sedangkan sektor moneter ditumpukan pada sektor

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/ 15 /PBI/2009 TENTANG PERUBAHAN KEGIATAN USAHA BANK KONVENSIONAL MENJADI BANK SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN. Di samping itu, bank juga dikenal sebagai tempat untuk menukarkan uang,

BAB I PENDAHULUAN. Islam, seperti perbankan, reksadana, dan takaful. 1. Banking System, atau sistem perbankan ganda, di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian yang berbasis nilai-nilai dan prinsip syariah untuk dapat diterapkan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Muhammad Syafi i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, Gema Insane, Jakarta, 2001, hlm. Vii

GIRO DAN DEPOSITO A. PENGERTIAN GIRO

BAB I PENDAHULUAN. di dalam perekonomian suatu Negara sebagai perantara lembaga keuangan. Bank dalam pasal 1

BAB IV PEMBAHASAN. Implementasi Sistem Bagi Hasil dan Risiko Berdasarkan Prinsip. Mudharabah Di Bank Jabar Banten Syariah

dan masyarakat sebagai pengguna jasa Bank Syariah.

LAMPIRAN. Lampiran : Fatwa Dewan Syariah Nasional NO: 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk Reksa Dana Syariah.

BAB I PENDAHULUAN. Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah

ISTILAH-ISTILAH DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARI AH

BAB I PENDAHULUAN. internasional maupun nasional tidak bisa dibendung lagi. Di Indonesia, hal

No. 9/7/DPM Jakarta, 30 Maret 2007 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK UMUM. Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah

BAB I PENDAHULUAN. keuangan. Bank dalam pasal 1 ayat (2) UU No. 10 tahun 1998 tentang perubahan UU

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tentang perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang

I. PENDAHULUAN. keberadaan bank sebagai lembaga keuangan telah bertansformasi menjadi dua

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN. Sistem perbankan ganda (sistem konvensional dan sistem syariah)

FATWA DSN MUI. Fatwa DSN 01/DSN-MUI/IV/2000: Giro. 1. Giro yang tidak dibenarkan secara syari'ah, yaitu giro yang berdasarkan perhitungan bunga.

BAB I PENDAHULUAN. prinsip syariah sebagai dasar hukumnya berupa fatwa yang dikeluarkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. popular bukan hanya di negara-negara Islam tapi bahkan juga di negara-negara

I. PENDAHULUAN. Perbankan dari sekian jenis lembaga keuangan, merupakan sektor yang paling

BAB I PENDAHULUAN. Fluktuasi tingkat bunga akhir-akhir ini memberikan perhatian lebih kepada

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/13/PBI/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/3/PBI/2009 TENTANG BANK UMUM SYARIAH

LAMPIRAN-LAMPIRAN. Berawal dari adanya perubahan peraturan perundang-undangan

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 2/11/PBI/2000 TENTANG PENETAPAN STATUS BANK DAN PENYERAHAN BANK KEPADA BADAN PENYEHATAN PERBANKAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. untuk lebih cepat tumbuh dan berkembang meramaikan industri perbankan nasional

BAB I PENDAHULUAN. menetapkan perbankan syariah sebagai salah satu pilar penyangga dual-banking

BAB I PENDAHULUAN. tabungan dan pembiayaan, Bank Syariah, Baitul Mal wat Tamwil (BMT),

BAB I PENDAHULUAN. yang membutuhkannya. Bank juga dikenal sebagai lembaga keuangan. yang kegiatan utamanya menerima simpanan giro, tabungan dan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2005 TENTANG PENJAMINAN SIMPANAN NASABAH BANK BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. Bank Pembangunan Daerah Riau adalah Bank milik Pemerintah

Materi 5 Operasional Lembaga Bisnis Syariah. by HJ. NILA NUROCHANI, SE., MM.

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan dana untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam segala aspek

BAB I PENDAHULUAN. mencapai kemakmuran dan kesejahteraan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sektor Perbankan merupakan salah satu sektor yang memegang. peranan penting di dalam pelaksanaan pembangunan terutama di dalam

2016, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa K

PENGARUH KEBIJAKAN SISTEM OFFICE CHANNELING TERHADAP KINERJA BANK JATENG SYARIAH CABANG SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI. Oleh: ZUL FARIDA ARINI

BAB I PENDAHULUAN. pengiriman uang. Di dalam sejarah perekonomian kaum muslimin, pembiayaan

DOSEN PEMBIMBING : Reni Diah Kusumawati, SE., MMSI Tiara Lenggogeni EB06

OPERASIONAL BANK SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. Bank memiliki peran sebagai lembaga perantara antara unit-unit yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di Indonesia pembangunan ekonomi tetap merupakan sentral dari

I. PENDAHULUAN. sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi masyarakat yang didasarkan

BAB IV PENERAPAN PRINSIP SYARIAH DALAM GIRO WADI AH DI BNI SYARIAH CABANG PEKALONGAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Indikator Utama Perbankan Syariah (dalam milyar rupiah)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. keuangan atau biasa disebut financial intermediary. Sebagai lembaga keuangan,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 6/7/PBI/2004 TENTANG SERTIFIKAT WADIAH BANK INDONESIA GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri perbankan syariah di Indonesia saat ini sudah

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan usaha antar bank syariah yang semakin tajam dewasa ini telah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di Indonesia merupakan pusat dari seluruh. pembangunan pemerintah. Secara umum pembangunan bertujuan untuk

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi dituntut untuk berkembang dengan pesat, salah satu

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG KRITERIA DAN PENERBITAN DAFTAR EFEK SYARIAH. BAB I KETENTUAN UMUM Pa

TINJAUAN BAGI HASIL SIMPANAN BERJANGKA PADA KJKS BMT BINA UMAT MANDIRI (BUM) CABANG ADIWERNA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pertumbuhan lembaga Islam di Indonesia termasuk cukup signifikan

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai peranan penting dalam perekonomian. Keberadaan perbankan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. akhibat krisis moneter yang melanda pada pertengahan Penyebab dari

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kontroversi praktik bunga bank yang dilakukan pada bank bank konvensional

PERBANDINGAN PERHITUNGAN BAGI HASIL TABUNGAN MUDHARABAH PADA PT. BANK SYARIAH MANDIRI DENGAN PADA PT. BANK MANDIRI

ANALISIS KOMPARASI UKURAN BANK PEMBIAYAAN SYARIAH TERHADAP KINERJA BPRS DI INDONESIA Oleh : Ridwansyah

Transkripsi:

67 BAB 4 ANALISIS PELAKSANAAN LAYANAN SYARIAH (OFFICE CHANNELING) PADA BTN UNIT USAHA SYARIAH (UUS) 4.1. Aspek Hukum Pelaksanaan Layanan Syariah (Office Channeling) Terkait dengan Penerapan Dual System pada BTN UUS Aspek hukum yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan Layanan Syariah pada BTN UUS dapat dilihat dari segi perizinan, pengawasan, produk perbankan, atau pelayanan pada BTN dan dikaitkan dengan peraturan perundangundangan yang terkait. Dari segi perizinan pelaksanaan layanan syariah pada BTN UUS telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BTN telah memiliki UUS dan memasukkan rencana membuka Layanan Syariah tersebut pada rencana bisnis BTN dan mendapatkan izin dari Bank Indonesia. BTN membuka UUS berlandaskan pada peraturan yaitu UU No. 7 Tahun 1992 yaitu era dimulainya diterapkan dual banking system di Indonesia yang mengizinkan bank dengan sistem bagi hasil (tanpa bunga), kemudian dual banking system ini berkembang dimana pada Bank Konvensional dapat melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dengan membuka Unit Usaha Syariah (dual system) yang diatur dalam UU No. 10 Tahun 1998 dan PBI No. 8/3/PBI/2006. Bank yang telah memiliki UUS kemudian dapat membuka Layanan Syariah pada Kantor Cabang Konvensional untuk memperluas layanannya pada masyarakat dan meningkatkan jaringan perbankan syariah. Pengawasan dalam pelaksanaan Layanan Syariah BTN khususnya dalam hal membuka Layanan Syariah pada Kantor Cabang Konvensional BTN dilakukan oleh DPS dan Pihak dari Kantor Cabang BTN Syariah yang berada di

68 dalam satu wilayah Kantor Layanan Syariah (KLS) BTN. Hal ini sesuai dengan ketentuan pada peraturan perundang-undangan yaitu, UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, yang mewajibkan tiap Bank yang membuka UUS untuk membentuk DPS yang bertugas untuk memberikan nasehat dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan Perbankan Syariah. Namun pengawasan DPS pada KCS BTN ini pada pelaksanaanya masih dianggap kurang, karena DPS mengalami kesulitan untuk mengawasi KLS yang jumlahnya semakin meningkat. Kekurangan lain pada pengawasan pelaksanaan Layanan Syariah adalah belum adanya regulasi atau peraturan yang mengatur mengenai pengawasan pelaksanaan kegiatan layanan syariah secara tegas, yang berguna untuk melindungi nasabah dan pihak Bank, dan untuk menjadi dasar penilaian apabila terjadi hal-hal yang menyimpang dalam pelaksanaannya. Pengaturan mengenai pengawasan yang tegas diperlukan apabila terjadi hal-hal seperti masih adanya Kantor Cabang Konvensional BTN yang belum membuka Layanan Syariah walaupun telah memiliki izin untuk melaksanakan tetapi pihak BTN tidak dapat bersikap secara tegas seperti dengan memberikan sanksi. Hal ini tentu saja dapat memghambat tujuan dari dibukanya Layanan Syariah itu sendiri yaitu, untuk memperluas jaringan BTN Syariah pada masyarakat. Pelayanan BTN pada Layanan Syariah dapat dikatakan cukup baik. BTN Layanan Syariah telah meningkatkan pelayanannya dengan memisahkan loket untuk transaksi layanan syariah dengan transaksi bank konvensional. Pegawai yang melakukan pelayanan syariah pada beberapa KLS BTN juga telah menyesuaikan diri dengan megenakan baju sesuai dengan syariat Islam dan diikuti dengan sikap pegawai layanan syariah yang ramah dan santun pada nasabah. Akan tetapi berdasarkan penelitian penulis pada KLS BTN di daerah Depok dan Pondok Indah, pengetahuan pegawai akan pengetahuan mengenai syariah masih kurang mereka hanya menjelaskan terbatas pada informasi mengenai transaksi yang dilakukan pada KLS saja apabila kita menanyakan produk-produk BTN Syariah lainnya mereka hanya mengatakan informasi yang diketahui oleh mereka sebatas produk BTN UUS pada KLS. Sedangkan menurut PBI 9/7/PBI/2007 dalam membuka layanan syariah harus didukung dengan SDM yang telah memiliki pengetahuan mengenai produk dan operasional bank syariah.

69 Teknologi yang digunakan dalam pelaksanaan layanan syariah oleh KLS BTN telah memadai. KLS BTN menggunakan suatu sistem yang dinamakan sistem SIGMA yang berguna untuk mencatat transakasi pada layanan syariah dan mencatat pembukuan pada Layanan syariah sedangkan pada BTN Konvensional menggunakan sistem AS 400 sehingga dapat mengindari terjadinya pencampuran harta antara BTN Syariah dan BTN Konvensional. Teknologi yang memadai ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk membuka Layanan Syariah menurut PBI 9/7/PBI/2007 yaitu bank harus didukung oleh kesiapan teknologi sistem informasi yang memadai. Pola yang digunakan pada KLS BTN yaitu menngunakan pola kerja sama antara Kantor Cabang Syariah dengan KLS, Pola kerja sama ini dapat membantu dalam hal pencatatan transaksi atau untuk melakukan pembukuan dengan mengirimkan data secara online. Jadi transaksi pada KLS dapat dimasukkan dalam catatan dan pembukuan pada hari yang sama pada pembukuan KCS BTN yang bertanggung jawab untuk wilayah KLS BTN tersebut. Peraturan perundang-udangan yang menjadi dasar untuk melihat aspek hukum pada pelaksanaan Layanan Syariah diawali dengan UU No.7 Tahun 1992 yang merupakan titik awal dari diterapkannya dual banking system di Indonesia yang kemudian dikuatkan oleh UU No. 10 Tahun 1998 yang merupakan awal diterapkannya dual system pada perbankan Indonesia. Selain itu UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia juga menugaskan BI mempersiapkan perangkat peraturan dan fasilitas-fasilitas penunjang yang mendukung operasional bank syariah. Kemudian peraturan yang menjadi dasar pelaksanaan layanan syariah pada saat ini yaitu, UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dan Peraturan Bank Indonesia yaitu, PBI No. 8/3/PBI/2006 yang telah disempurnakan oleh PBI No. 9/7/PBI/2007 dan sejumlah ketentuan pelaksanaan lainnya yang terkait misalnya PBI NO. 9/19/PBI/2007 dan PBI No. 10/17/PBI/2008 atau peraturan dalam bentuk SK Direksi BI yang dianggap telah memberikan landasan hukum yang lebih kuat dan kesempatan yang lebih luas bagi pengembangan perbankan syariah di Indonesia.

70 4.2. Analisis Pelaksanaan Layanan Syariah (Office Channeling) Pada BTN UUS Perkembangan Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia telah diakui oleh pemerintah sebagai salah satu penunjang aktivitas perekonomian. Hal ini terbukti setelah melihat keunggulan bank syariah, perbankan syariah dianggap sebagai suatu alternatif kebutuhan pembiayaan masyarakat. Pengakuan pemerintah terhadap perbankan syariah dapat kita lihat pada UU No. 10 Tahun 1998 dan UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia yang menugaskan BI untuk mempersiapkan perangkat peraturan dan fasilitas-fasilitas penunjang yang mendukung operasional bank syariah, seperti yang tercantum dalam Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dan Program Akselerasi Pengembangan Perbankan Syariah. Walaupun pada awalnya perkembangan perbankan syariah masih relatif kecil, namun dalam perkembangan selanjutnya perbankan syariah telah dikenal oleh masyarakat banyak dan disambut baik oleh masyarakat karena ketangguhan dan kedudukan bank syariah yang dapat bertahan dengan baik pada saat terjadi krisis ekonomi di Indonesia pada tahun 1998. Keberadaan perbankan syariah dinilai mampu mengurangi peluang terjadinya resesi ekonomi dan krisis keuangan. 148 Faktor lainnya yang mendukung perkembangan perbankan syariah adalah dikeluarkannya Fatwa yang menjadi inspirasi pemerintah untuk mendukung perbankan syariah dikarenakan penduduk Indonesia yang sebagian besar adalah muslim yaitu Fatwa MUI No. 02/DSN- MUI/IV/2000 tentang tabungan pada tanggal 1 April 2000 yang menyatakan bahwa tabungan yang berdasarkan perhitungan bunga adalah tabungan yang tidak dibenarkan secara syariah. 149 Perkembangan perbankan syariah didukung juga dengan dikeluarkannya suatu peraturan yaitu PBI 8/3/PBI/2006 oleh Bank Indonesia tentang Perubahan Kegiatan Usaha Bank Umum Konvensional menjadi Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasakan Prinsip Syariah dan Pembukaan Desember 2006) 148 Peran Perbankan Syariah Dalam Menggerakkan Sektor Riil, Business News (1 149 Wirdyaningsih, Op. cit. hlm.. 35.

71 Kantor yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah oleh Bank Umum Konvensional. Berdasarkan peraturan tersebut Bank Umum Konvensional dapat melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah dengan membuka suatu Unit Usaha Syariah. Dengan demikian, Bank Umum Konvensional dapat melakukan kegiatan usaha berdasarkan sistem konvensional dan sistem syariah. BTN berdasarkan pada PBI No. 8/3/PBI/2007 tersebut telah menerapkan dual system dalam kegiatan usahanya dengan ikut serta membuka Unit Usaha Syariah. Pembukaan Unit Usaha Syariah BTN Cabang Jakarta dan diresmikan pada tanggal 15 Februari 2005. BTN Syariah dibentuk sesuai izin prinsip dari Bank Indonesia No 61/1350/DPbS tertanggal 15 Desember 2004 dan dituangkan dalam surat No 7/102/DPbS tanggal 14 Februari 2005 sebagai persetujuan formal. 150 Dalam rangka untuk mengembangkan produk perbankan syariah BTN dan untuk memperluas jaringan produk perbankan syariah BTN maka BTN membuka kantor-kantor cabang syariah. Pembukaan kantor cabang syariah ini tentu saja membutuhkan waktu yang cukup lama. Hal ini dikarenakan berkaitan dengan prosedur serta persyaratan yang harus dipenuhi dalam pembukaan kantor cabang syariah dan tentu saja membutuhkan dana yang cukup besar. Untuk mengatasi masalah ini dan dalam rangka memperluas jaringan perbankan syariah, Bank Indonesia menerapkan kebijakan pengembangan jaringan layanan syariah melalui Layanan Syariah. BTN UUS setelah dikeluarkan PBI 8/3/PBI/2006 dengan berlandaskan kepada Rencana Kerja Anggaran Perusahaan PT. Bank Tabungan Negara (Persero) dan rencana bisnis (business plan) BTN Syariah Tahun 2005-2007, Peraturan Direksi Nomor 03/PD/DSYA/2006 tanggal 16 Agustus 2006 tentang Layanan Syariah PT. Bank Tabungan Negara (Persero) dan Surat Edaran Direksi Nomor 06/SE/DSYA/2006 tanggal 16 Agustus 2006 tentang Petunjuk 150 BTN Kembangkan Unit Usaha Syariah, <http://www.btn.co.id/berita.asp?action =BL&intNewsID=65>, diakses pada tanggal 20 Desember 2008.

72 Pelaksanaan Layanan Syariah maka BTN turut melaksakan Layanan Syariah sebagai perkembangan dari dual system yang telah diterapkan pada BTN Syariah. BTN UUS dengan berlandaskan kepada Rencana Kerja Anggaran Perusahaan PT. Bank Tabungan Negara (Persero) dan rencana bisnis (business plan) BTN Syariah Tahun 2005-2007, Peraturan Direksi Nomor 03/PD/DSYA/2006 tanggal 16 Agustus 2006 tentang Layanan Syariah PT. Bank Tabungan Negara (Persero) dan Surat Edaran Direksi Nomor 06/SE/DSYA/2006 tanggal 16 Agustus 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Layanan Syariah maka BTN turut serta melaksakan Layanan Syariah sebagai perkembangan dari dual system yang telah diterapkan pada BTN Syariah. Pelaksanaan Layanan Syariah ini diharapkan dapat meningkatkan pelayanan perbankan BTN syariah kepada masyarakat. Dengan demikian, gap antara permintaan masyarakat akan jasa keuangan perbankan syariah akibat keterbatasan jaringan kantor perbankan syariah bisa teratasi. 4.2.1. Menurut Peraturan Perundang-Undangan Dalam pelaksanaan layanan syariah pada BTN dikaitkan dengan beberapa pokok aturan terkait penyempurnaan dari PBI No. 8/3/PBI/2006 pada PBI No. 9/7/PBI /2007 maka BTN dapat dikatakan telah memenuhi syarat dalam melaksanakan Layanan Syariah karena BTN berdasarkan pada izin prinsip dari Bank Indonesia No 61/1350/DPbS tertanggal 15 Desember 2004 dan dituangkan dalam surat No 7/102/DPbS tanggal 14 Februari 2005 sebagai persetujuan formal telah memiliki Unit Usaha Syariah dan diresmikan pada tanggal 15 Februari 2005 sebagai BTN Unit Usaha Syariah Cabang Jakarta. 151 Pelaksanaan Layanan Syariah BTN juga telah memenuhi kewajibannya yaitu dengan melakukan pencatatan dan pembukuan secara terpisah dari Kantor Cabang dan atau Kantor Cabang Pembantu dimana Layanan Syariah berlokasi dan 151 BTN Kembangkan Unit Usaha Syariah, Loc.cit.

73 menggunakan standar akuntansi keuangan yang berlaku bagi perbankan syariah. Dalam pencatatan dan pembukuan BTN syariah menggunakan dua sistem yang berbeda. Pada pencatatan dan pembukuan data dan aset BTN dengan sistem syariah menggunakan sistem SIGMA sedangkan pada sistem konvensional menggunakan sistem AS 400. Sehingga data BTN dengan sistem syariah dan BTN dengan sistem konvensional terpisah. Dengan sistem teknologi yang terpisah ini maka dapat terhindarkan terjadinya pencampuran harta antara bank dengan sistem syariah dengan sistem konvensional. Layanan Syariah BTN berdasarkan data yang diperoleh telah memiliki 66 Kantor Cabang Layanan Syariah yang tersebar di Propinsi Indonesia. 152 Dalam hal perluasan jaringan Layanan Syariah BTN, pihak BTN masih memiliki kendala khususnya dalam hal pengawasan pelaksanaan Layanan Syariah yaitu, Pengawasan prinsip syariah dalam kegiatan operasional bank dan pengawasan pembukaan layanan syariah pada Kantor Cabang Konvensional BTN. 153 Pada pengawasan prinsip syariah pada KLS dilakukan oleh DPS dan pihak dari Kantor Cabang Syariah (KCS) yang bertanggung jawab untuk KLS yang terdapat dalam wilayahnya. Pada pelaksanaannya tidak ada aturan mengenai pembatasan jumlah KLS yang dapat diawasi oleh KCS, hal ini tentu saja akan menyulitkan bagi pihak pengawas karena jumlah KLS yang semakin meningkat, tetapi tidak diikuti dengan SDM yang memadai dalam hal pengawasan. Sedangkan dalam hal pengawasan pelaksanaan pembukaan layanan syariah pada Kantor Cabang Konvensional masih ditemukan Kantor Cabang BTN yang telah memenuhi persyaratan tetapi belum melaksanakan Layanan Syariah dan ditemukan pada kantor cabang BTN pada propinsi Lampung. 154 Pada kasus yang terjadi pada Kantor Cabang BTN di Lampung ini pihak BTN tidak dapat memberi sanksi yang tegas karena belum ada peraturan yang jelas terhadap hal ini. Pihak BTN 152 Daftar dan Alamat Kantor Cabang Layanan Syariah BTN, <http://www.btn.co.id/ kantor_layanansyariah.asp?intmenuid=&action=showresult>, diakses pada tanggal 20 Desember 2008. 153 Berdasarkan wawancara dengan Sandi Edison, sebagai Staf Legal dan Kepatuhan Divisi Syariah BTN Syariah pada tanggal 25 Oktober 2008. 154 Ibid.

74 hanya dapat memberitahu pihak yang terkait dan bertanggung jawab, yaitu Kepala Kantor Cabang BTN tersebut untuk membuka Layanan Syariah pada kantor cabang. Jadi pada kasus ini pelaksanaan Layanan Syariah pada Kantor Cabang BTN masih tergantung kepada kesadaran moral dari Kepala Kantor Cabang BTN tersebut. Pada produk layanan syariah, BTN saat ini belum meningkatkan layanannya. BTN Layanan Syariah masih memfokuskan diri pada produk penghimpunan dana. 155 Karena untuk melakukan layanan dalam produk penyaluran dana atau pembiayaan BTN masih mengalami kesulitan dalam penerapannya, dalam arti produk penyaluran dana atau pembiayaan masih membutuhkan hal yang bersifat khusus yang harus didukung juga dengan SDM yang telah memiliki pengetahuan yang cukup mengenai produk-produk perbankan syariah pada BTN UUS, dan membutuhkan suatu sistem teknologi yang baru dan tentu saja memakan biaya yang sangat besar. Selain itu Layanan Syariah dalam melakukan layanan produk penyaluran dana atau pembiayaan juga membutuhkan suatu regulasi atau peraturan perundang-undangan sebagai bentuk perlindungan hukum terhadap konsumen maupun pihak bank. Akan tetapi saat ini masih belum ada peraturan pelaksanaan yang mengatur dengan jelas dalam hal peningkatan Layanan Syariah yang melakukan layanan produk penyaluran dana. 156 Produk Layanan Syariah yaitu produk penghimpunan dana seperti Tabungan Batara Syariah yang dilaksanakan dengan akad Wadiah dan Mudharabah dan Deposito yang dilaksanakan dengan akad Mudharabah telah sesuai dengan PBI No. 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah beserta ketentuan perubahannya. Menurut Peraturan tersebut pada Pasal 3 (a) yang menyatakan bahwa dalam kegiatan penghimpunan dana mempergunakan antara lain Akad Wadiah dan Mudharabah. 155 Berdasarkan wawancara dengan Sandi Edison, sebagai Staf Legal dan Kepatuhan Divisi Syariah BTN Syariah pada tanggal 22 November 2008. 156 Ibid.

75 Dalam hal kewajiban mencantumkan logo Industri Perbankan Syariah di setiap kantor, bank konvensional induknya yang melayani transaksi syariah. Kantor Cabang layanan syariah pada BTN UUS telah memenuhi kewajibannya untuk mencantumkan logo bank syariah serta kata Layanan Syariah pada Kantor Cabang (KCP) BTN yang melaksanakan Layanan Syariah. Hal ini dapat kita lihat pada KCP BTN Layanan Syariah di Jakarta, diantaranya dapat kita lihat pada KCP BTN Pondok Indah dan Depok yang mencantumkan kata Layanan Syariah. 4.2.2. Menurut Hukum Islam Bank syariah merupakan bagian dari sistem perbankan yang memiliki karakteristik usaha dan sistem operasi yang berbeda dengan bank konvensional, karakteristik bank syariah, yaitu melarang bunga (riba), transaksi berjangka atau yang bersifat tidak transparan (gharar) dan spekulatif (maisir). Layanan Syariah atau Office Chaneling merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan penggunaan kantor bank umum konvensional dalam melayani transaksi-transaksi dengan skim syariah, dengan syarat bank tersebut telah memiliki Unit Usaha Syariah (UUS). Layanan Syariah dalam konteks Indonesia pada awalnya hanya dibolehkan untuk menghimpun dana dari masyarakat, bukan untuk menyalurkan pembiayaan dari bank ke nasabah. Setelah dikeluarkan PBI 9/7/PBI/2007 layanan syariah pun dapat meningkatkan layanan nya pada produk pembiayaan. Layanan Syariah berbeda dengan two windows system yang berlaku di Malaysia yang membolehkan bank umum konvensional yang tidak memiliki UUS untuk melakukan transaksi dengan skim syariah dalam satu kantor, sehingga dalam satu bank konvensional terdapat dua sistem layanan sekaligus, yaitu layanan syariah dan layanan konvensional. Dalam pelaksanannya Layanan Syariah sering masih diragukan oleh masyarakat apakah kebijakan tersebut telah sesuai dengan hukum Islam dan

76 apakah halal atau haram. Apabila kita melihat Peraturan dan Kebijakan mengenai Layanan Syariah ini maka pelaksanaan Layanan Syariah dapat dikatakan telah disesuaikan dengan hukum Islam sebab Bank Indonesia dalam membuat peraturan selain berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang terkait, Bank Indonesia juga berdasarkan pada fatwa-fatwa dari suatu lembaga yang berwenang yaitu, DSN sebagai dasar dari pelaksanaan prinsip syariah. DSN dalam melaksanakan tugasnnya dibantu oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang dipercaya untuk melakukan pengawasan kegiatan perbankan syariah di Indonesia apakah telah sesuai dengan syariah dan tidak menyimpang dari hukum Islam. Berdasarkan pada fatwa yang dikeluarkan oleh DSN yang dapat kita lihat pada Fatwa MUI tentang bunga (interest/fa'idah) pada Pasal 3 angka (2) yang menyatakan, "Untuk wilayah yang belum ada kantor atau jaringan Lembaga Keuangan Syariah, diperbolehkan melakukan kegiatan transaksi di lembaga keuangan konvensional berdasarkan prinsip dharurat/hajat." 157 Dengan melihat pasal ini maka secara tidak langsung dapat disimpulkan bahwa Layanan Syariah dapat dilakukan dan dilaksanakan pada bank konvensional dan tidak melanggar prinsip syariah. Pelaksanaan Layanan Syariah berbeda dengan two windows system yang diterapakan pada negara Malaysia. Layanan Syariah dapat dikatakan lebih berhatihati dalam pelaksanaanya, hal ini dikarenakan Layanan Syariah hanya dapat dilaksanakan oleh Bank yang telah memiliki Unit Usaha Syariah dan dalam pelaksanaannya terdapat suatu lembaga yang mengawasi yaitu dari pihak DSN yang dibantu oleh DPS yang bertanggung jawab untuk melihat apakah pelaksanaan Layanan Syariah tesebut menyimpang dari prinsip syariah atau tidak. Pada pelaksanaan Layanan Syariah di BTN terdapat dua sistem yang berbeda yang digunakan disesuaikan dengan bentuk pelayanan tersebut dimana pelayanan dengan sistem syariah menggunakan sistem SIGMA dan pelayanan dengan sistem konvensional menggunakan sistem AS400. Dengan adanya 157 Hendro Wibowo, Office Channeling, <http://hndwibowo.blogspot.com/2008/07/ office-channelling.html>, 18 Juli 2008.

77 perbedaan sistem tersebut maka pada BTN Layanan Syariah dapat dikatakan bahwa data serta aset antara BTN sistem syariah terpisah dengan BTN sistem konvensional. Sistem pembukuan dan pencatatatan yang dikhawatirkan oleh masyarakat akan tercampur dapat teratasi dengan adanya perbedaan sistem tersebut Berdasarkan pendapat Ketua DSN, KH Ma ruf Amin yang mengatakan bahwa kerja sama antara bank syariah dan bank konvensional dalam melaksanakan Layanan Syariah tidak melanggar syariah selama diterapkan teknologi yang dapat memisahkan dana serta aset milik bank konvensional dan bank syariah benar-benar terpisah. 158 Produk penghimpunan dana yang dilakukan pada BTN Layanan Syariah telah sesuai dengan hukum Islam yaitu tidak menerapkan sistem bunga yang berarti telah memenuhi prinsip utama dalam syariah yaitu perbankan non riba. Dalam produk penghimpunan dana pada BTN Layanan Syariah juga menggunakan akad Mudharabah dan Wadiah. Akad yang digunakan ini telah sesuai dengan prinsip syariah yang diatur Pada Fatwa MUI tentang Tabungan yang mengatur bahwa tabungan dengan menggunakan sistem bunga merupakan riba dan tabungan yang sesuai dengan prinsip syariah adalah Tabungan yang menggunakan akad Mudharabah dan Wadiah. Hal ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh penulis pada KLS BTN dimana pada BTN terdapat produk penghimpunan dana yaitu, Tabungan Batara dengan akad Mudharabah dan Wadiah. Pada Produk Tabungan Batara dengan akad Mudharabah, akad pembukaan rekening tabungan tersebut menggunakan prinsip Mudharabah Mutlaqah. Akad yang digunakan merupakan akad baku, isi akad tersebut telah ditentukan oleh pihak bank dan akan berlaku atas persetujuan nasabah secara musyawarah mufakat. Secara garis besar isi dari akad tersebut telah sesuai dengan prinsip syariah yang telah diatur pada MUI No. 02/DSN-MUI/IV/2000 tentang tabungan, yaitu pembagian keuntungan dalam bentuk nisbah dituangkan dalam akad pembukaan rekening dengan jumlah yang telah ditentukan dan tercantum 158 Berdasarkan wawancara dengan Sandi Edison, sebagai Staf Legal dan Kepatuhan Divisi Syariah BTN Syariah pada tanggal 8 November 2008.

78 dalam akad, apabila terjadi perubahan komposisi nisbah bagi hasil maka akan diumumkan di seluruh kantor BTN, jadi dalam hal terdapat perubahan komposisi nisbah, tidak melalui persetujuan terlebih dahulu kepada nasabah. tetapi berdasarkan dengan kesepakatan pada akad tersebut maka nasabah menyetujui untuk bank memberikan informasi perubahan komposisi nisbah tersebut melalui kantor BTN, unsur kerelaan dalam prinsip syariah terpenuhi dalam pembuatan akad. Akan tetapi untuk melihat dan menilai bagaimana seharusnya sistem pelaksanaan Layanan Syariah tersebut dilaksanakan tentu saja akan sulit sebab sampai dengan sekarang belum ada Fatwa dari DSN secara khusus mengenai pelaksanaan Layanan Syariah. Hal ini tentu saja akan mempersulit bagi pihak bank untuk menilai apabila terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan. Pihak DSN hanya menyatakan bahwa Layanan Syariah yang dilakukan oleh bank konvensional telah sesuai dengan koridor syariah dengan adanya perbedaan sistem yang dapat memisahkan harta antara sistem syariah dengan sistem konvensional. 4.3. Dampak Pelaksanaan Layanan Syariah (Office Channeling) Pada BTN UUS Penerapan Layanan Syariah pada BTN UUS memiliki dampak bagi perkembangan usaha BTN. Dampak dari pelaksanaan layanan syariah tersebut dapat bersifat positif atau negatif. Misalnya saja seperti hal-hal berikut yang merupakan pemaparan dari dampak positif dan negatif dari pelaksanaan Layanan Syariah. 4.3.1. Dampak Positif 1. Mempermudah BTN dalam memperluas jaringan usahanya khususnya BTN yang berlandaskan syariah. Semakin luas jaringan usaha BTN dengan Layanan Syariah maka BTN dapat meningkatkan nasabah syariah karena semakin mudah masyarakat untuk mengakses BTN syariah melalui cabang-cabang BTN Konvensional yang telah ada. Dengan semakin luasnya jaringan usaha BTN Syariah dapat

79 memberikan dampak pada keingintahuan masyarakat terhadap produk perbankan syariah dan apabila BTN dapat melakukan pendekatan dengan baik terhadap masyarakat maka akan mempengaruhi minat masyarakat terhadap produk BTN syariah. Dengan demikian, BTN syariah dapat meningkatkan asetnya. 2. Meningkatkan Dana Pihak Ketiga pada BTN Hal ini terbukti dari data yang diperoleh BTN bahwa Kantor Cabang BTN yang memiliki layanan syariah memiliki pertumbuhan aset yang lebih besar dibandingkan dengan Kantor Cabang BTN yang tidak memiliki Layanan Syariah. 3. Menekan biaya pengeluaran perusahaan Biaya pembukaan Kantor Cabang Syariah membutuhkan dana yang lebih besar dibandingkan dengan melaksanakan layanan syariah pada Kantor Cabang BTN Konvensional. Karena dengan membuka Kantor Cabang Syariah banyak persyaratan yang harus dipenuhi serta biaya yang dikeluarkan seperti menyewa gedung serta meningkatnya kebutuhan SDM sedangkan dengan membuka layanan syariah BTN hanya perlu memasukkan program SIGMA yang merupakan program untuk operasional BTN dengan sistem syariah sehingga data tersebut tidak akan tercampur dengan data dari BTN dengan sistem konvensional. 4.3.2. Dampak Negatif 1. Dikarenakan peraturan pelaksanaan dari Layanan Syariah ini masih belum memadai dalam hal pengawasan pelaksanaan layanan syariah. Maka akan sulit bagi pihak BTN untuk melakukan pengawasan pada pembukaan layanan syariah pada Kantor Cabang Konvensional BTN khususnya apabila terjadi penyimpangan misalnya terdapat kantor cabang yang telah memenuhi persyaratan untuk melaksanakan layanan syariah tetapi pada prakteknya belum melaksanakan. Hal ini tentu saja dapat menghambat pelaksanaan Layanan Syariah pada prakteknya.

80 2. Karena perbankan syariah di Indonesia lebih dilihat sebagai produk bisnis perbankan. Dengan demikian, bagi masyarakat yang khususnya masyarakat yang menjalankan konsep hukum Islam secara kaffah akan menganggap bahwa Kantor Cabang Layanan Syariah tersebut belum sesuai dengan koridor syariah yang seharusnya dimana penilaian tersebut bukan dari produk perbankan tersebut melainkan dari segi pelayanan. Pelayanan pada Kantor Cabang Layanan Syariah dianggap tidak sesuai dengan nuansa Islami dikarenakan karyawan yang melayani syariah tidak mengenakan baju muslim