Teori Modalitas sebagai Materi Pembelajaran Bahasa Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Kridalaksana (1983: 107) menjelaskan modalitas memiliki beberapa arti.

BAB V PENUTUP. sistem modalitas Bahasa Inggris. Modalitas merupakan sistem semantis di mana

Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia dalam Interaksi Guru-Siswa di SMP Negeri 1 Sumenep

BAB I PENDAHULUAN. alat komunikasi. Penggunaan bahasa oleh manusia merupakan salah satu. serta latar belakang suatu bangsa (Simatupang, 1999 : 8)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. pada pembahasan sebelumnya dapat disimpulkan sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN. alam pikiran sehingga terwujud suatu aktivitas. dalam pikiran pendengar atau pembaca.

IHWAL ASPEKTUALITAS, TEMPORALITAS, DAN MODALITAS DALAM BAHASA INDONESIA (Dra. Nuny Sulistiany Idris, M.Pd./FPBS UPI)

BAB I PENDAHULUAN. karena dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berhubungan dengan bahasa.

Adverbia Penanda Modalitas dalam Novel Karya Andrea Hirata: Suatu Kajian Stuktur dan Makna

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan. Sejalan dengan itu, dalam pelaksanaan pembelajaran bahasa

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang

BAB I PENDAHULUAN. dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat sehari-hari. Masyarakat menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi

ANALISIS PENANDA KOHESI DAN KOHERENSI PADA KARANGAN. NARASI SISWA KELAS VIII MTs AL-HIDAYAH GENEGADAL TOROH GROBOGAN TAHUN AJARAN 2012/2013

BENTUK KALIMAT IMPERATIF OLEH GURU DALAM KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI MTS MUHAMMADIYAH 4 TAWANGHARJO KABUPATEN WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan suatu media terpenting untuk berkomunikasi baik

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana untuk

Bab 1. Pendahuluan. Bahasa merupakan alat komunikasi yang penting dalam kehidupan seharihari.dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi atau berinteraksi.

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa jurnalistik merupakan ragam bahasa tersendiri yang dipakai dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan alat komunikasi sehari-hari yang digunakan oleh manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perhatiannya terhadap karya sastra tersebut. mempunyai ciri khas tersendiri pada setiap pengarangnya.

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat utama yang digunakan manusia untuk

ANALISIS WACANA KELUHAN DALAM BAHASA JAWA STUDI KASUS WARGA DESA BANGSRI KECAMATAN PURWANTORO KABUPATEN WONOGIRI

BAB I PENDAHULUAN. dapat disesuaikan, dan diungkapkan kembali kepada orang lain sebagai bahan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang perlu berinteraksi dengan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Definisi mengenai kalimat memang telah banyak ditulis orang.

BAB I PENDAHULUAN. E. Latar Belakang. Pembelajaran bahasa Indonesia adalah pembelajaran yang lebih menekankan

BAB I PENDAHULUAN. ada di dalam pikiran kepada orang lain yaitu dengan bahasa, baik secara lisan

RELEVANSI LFS DALAM ANALISIS BAHASA

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi bersifat arbitrer yang dipergunakan

BAB I PENDAHULUAN. Tarigan (1987 : 27), Wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek

BAB I PENDAHULUAN. diterbitkan kurang begitu memperhatikan aspek gramatikal bahkan masih

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong.

BAB I PENDAHULUAN. interaksi dan kerjasama dalam kehidupan sehari-hari. Dengan berinteraksi,

PEMAKAIAN DEIKSIS SOSIAL DALAM TAJUK RENCANA HARIAN KOMPAS EDISI JANUARI FEBRUARI 2010 SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, mulai dari sarana untuk menyampaikan informasi, memberi perintah, meminta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. alat untuk menyampaikan gagasan, pikiran, maksud, serta tujuan kepada orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir tidak pernah terlepas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Peranan bahasa sangat penting dalam kegiatan komunikasi di

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi

TATARAN LINGUISTIK (3):

ABSTRACT: Kata kunci: kesantunan, tuturan, imperatif. maksim penghargaan, maksim kesederhanaan,

KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA INTERAKTIF DALAM KOLOM DETEKSI HARIAN JAWA POS EDISI JUNI 2007 SKRIPSI

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat

ANALISIS WACANA KRITIS : ALTERNATIF MENGANALISIS WACANA

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari peristiwa komunikasi untuk mengungkapkan gagasan, ide,

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text

BAB I PENDAHULUAN. sarana mengungkapkan ide, gagasan, pikiran realitas, dan sebagainya. dalam berkomunikasi. Penggunaan bahasa tulis dalam komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan

BAB V SIMPULAN DAN IMPLIKASI

MODALITAS DALAM BAHASA JAWA

BAB 5 PENUTUP. Campur code..., Annisa Ramadhani, FIB UI, Universitas Indonesia

PENGGUNAAN DEIKSIS DALAM BAHASA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilakukan bila tersedia sejumlah kata yang artinya hampir sama atau

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan interaksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri di dalam masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia tidak terlepas dengan

PEMILIHAN KATA BAHASA INDONESIA SEBAGAI SARANA PENGUASAAN BAHAN AJAR

BASINDO Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya Vol 1 No 1 - April 2017 (14-24)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia merupakan makhluk yang selalu melakukan. komunikasi, baik itu komunikasi dengan orang-orang yang ada di

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial budaya masyarakat pemakainya (periksa Kartini et al., 1982:1).

BAB I PENDAHULUAN. Mempelajari makna pada hakikatnya berarti mempelajari bagaimana setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan alat komunikasi verbal atau alat untuk berinteraksi yang

KATA MENANGIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Kumairoh. Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya. Universitas Dipnegoro. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan

I. PENDAHULUAN. berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau

BAB I PENDAHULUAN. yang wujudnya berupa aneka simbol, isyarat, kode, dan bunyi (Finoza, 2008:2). Hal

BAB I PENDAHULUAN. keinginan dan sebagainya melalui bahasa, sehingga bahasa merupakan sarana

PENANDA KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA TAJUK RENCANA SURAT KABAR SEPUTAR INDONESIA EDISI MARET 2009

BAB I PENDAHULUAN. Studi dalam penelitian ini berkonsentrasi pada kelas verba dalam kalimat

B AB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. menjadi bagian dari ilmu linguistik. Cabang-cabang ilmu linguistik tersebut di

Dimensi Autentisitas di dalam Pembelajaran BIPA. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pergeseran makna pada BT, oleh sebab itu seorang penerjemah harus

BAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kekayaan alam yang sangat menakjubkan. Summer Institute of

BAB I PENDAHULUAN. untuk berinteraksi antar sesama. Kridalaksana (dalam Chaer, 2003: 32)

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai kaum terpelajar siswa dan mahasiswa dituntut untuk bisa

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sesuatu yang bersifat universal karena tidak memedulikan

BAB I PENDAHULUAN. dengan cara yang berbeda-beda berdasarkan dengan pendekatan teori yang

BAB I PENDAHULUAN. manusia lain dalam kehidupan sehari-harinya. Untuk melakukan interaksi

PENDAHULUAN Bahasa Jawa adalah bahasa yang digunakan oleh masyarakat suku Jawa untuk berkomunikasi antarsesama masyarakat Jawa.

KESANTUNAN BERBAHASA DALAM MENGUNGKAPKAN PERINTAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah

BAB I PENDAHULUAN. Berbeda dengan sintaksis yang mempelajari bagaimana satuan bahasa terbentuk,

Upaya Bahasa Jawa Mengakomodasi Tulisan Ilmiah: Tanda-Tanda Impotensi atau Komplikasi?

PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. maupun isyarat. Bahasa digunakan oleh siapa saja, mulai dari anak-anak sampai

Transkripsi:

Teori Modalitas sebagai Materi Pembelajaran Bahasa Indonesia Abdurahman Abstract: This article aims to explain the modalities in the Indonesian language as a material in language teaching. Modalities are the elements that are used by the speakers to express their attitude. Thus in language learning, the forms and the usage associated with the modalities need to be taught with the right strategies to students. Kata kunci: modalitas, bahasa Indonesia, pembelajaran PENDAHULUAN Salah satu unsur bahasa yang ada dalam bahasa alami yang tidak luput dari kajian dan penelitian para linguis adalah persoalan modalitas. Banyak ahli linguistik yang telah membicarakan masalah itu dari dahulu. Aristoteles merupakan ilmuwan yang pertama kali yang menyatakan gagasan atau buah pikiran tentang modalitas itu (Perkin, 1983). Kemudian, sesudah itu sampai sekarang persoalan modalitas menjadi kupasan banyak ahli linguistik. Alwi (1990) menjelaskan bahwa di dalam bahasa Melayu, yang merupakan rumpun bahasa Indonesia, bidang modalitas sudah mulai dikemukakan oleh De Hollander (1882) dan berturut-turut sesudah itu ikut membicarakannya Gert van Wijk (1889), van Ophuijsen (1901), Gonda (1949), Fokker (1951), Mees (1951), Subardi (1954), Slametmuljana (1957), dan Poerwadarminta (1967). Pada dua dasawarsa terakhir ini pembicaraan mengenai modalitas juga dikupas oleh Anton M Moeliono (1976), Sudaryanto (1983), Samsuri (1985), Kridalaksana (1984), dan Suparta (1988), serta Alwi (1990). Dari sekian banyak para ahli yang mengupas masalah modalitas dalam bahasa Indonesia, setahu penulis ini kebanyakan kupasan mereka berkisar tentang pengkategorian bentuk-bentuk bahasa yang tergolong ke dalam modalitas. Kupasan modalitas bahasa Indonesia yang lebih spesifik dan berkaitan secara semantis, baru dapat ditemui pada tulisan-tulisan delapan puluhan ke belakang, seperti dalam bahan tesis dan disertasi. Abdurahman adalah dosen Fakultas Bahasa dan Seni UNP, Jl. Prof. Dr. Hamka Air Tawar Padang 25131

Teori Modalitas sebagai Materi Pembelajaran Bahasa Indonesia (Abdurahman) Banyaknya para linguis bahasa Indonesia yang menaruh perhatian dan menulis mengenai modalitas tentu hal ini memberi isyarat kepada kita bahwa persoalan modalitas cukup mendapat tempat dalam kajian bahasa Indonesia. Di samping itu, dapat disikapi betapa para linguis berusaha untuk memberikan sumbangan yang sangat bermanfaat terhadap usaha kodifikasi bahasa Indonesia. Oleh karena itu, kajian terhadap modalitas merupakan masalah yang menarik dan patut dibincangkan bagi penutur bahasa Indonesia yang ingin lebih cermat, tepat, dan efesien dalam berbahasa khususnya bahasa Indonesia. Lebih dari itu, persoalan modalitas itu perlu dijadikan sebagai materi dalam pembelajaran dan pengajaran bahasa Indonesia. Pendapat di atas didasarkan pada data dan analisis yang dilakukan oleh para pakar bahasa peneliti modalitas. Pada umumnya, data yang mereka pakai merupakan data yang diambil dari bahasa Indonesia ragam baku, seperti: ragam bahasa Indonesia yang digunakan sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan, bahasa Indonesia yang digunakan secara formal dalam pidato, siaran radio dan televisi, buku, surat kabar, serta majalah. Analisis terhadap ragam baku itu, baik lisan maupun tulis, merupakan kerangka rujukan dalam menentukan benar atau tidaknya pemakaian bahasa Indonesia. Di dalam tulisan ini, dipaparkan modalitas dari aspek pendefinisian, karakteristik, ragam, serta bentuk pengungkap, dan makna modalitas yang berkaitan dengan bahasa Indonesia. Meskipun tulisan ini bersifat terbatas namun penulis ini tetap berusaha untuk menggambarkan karakteristik modalitas bahasa Indonesia secara memadai. Uraian modalitas itu kemudian dihubungkan dengan strategi pembelajaran di sekolah. Dengan demikian, diharapkan modalitas dapat dijadikan sebagai topik yang menarik dalam pembelajaran bahasa Indonesia. HAKIKAT DAN BENTUK MODALITAS BAHASA INDONESIA Pada bagian ini akan dibahas pengertian modalitas dari beberapa orang pakar bahasa dan rumusan modalitas bahasa Indonesia. Selanjutnya, dijelaskan perwujudan modalitas dan ragam atau jenis modalitas bahasa Indonesia. Di samping itu, disebutkan makna dan pengungkap modalitas dan contohnya. Pengertian Modalitas Alwi (1990) menulis bahwa pandangan dan tafsiran mengenai modalitas sering berbeda antara ahli yang satu dengan ahli yang lain. Lyons (1977) telah mengemukakan bahwa modalitas merupakan alat yang dipergunakan oleh seorang pembicara guna menggambarkan sikapnya. Sikap ini dihubungkan dengan isi tuturannya dengan apa yang dikatakannya. Hartman dkk. (1973) mengaitkan rumusan itu dengan situasi dalam komunikasi personal. Samsuri (1990) 2

JURNAL BAHASA DAN SENI Vol 12 No. 1 Tahun 2011 ( 1-9 ) menyatakan bahwa modalitas merupakan unsur-unsur yang menyatakan sikap pemakai bahasa, baik terhadap apa yang dinyatakan itu maupun terhadap pendengarnya. Tentang hal yang pertama sering juga dinyatakan secara jelas dengan kalimat atau ungkapan. Bally (1942) dalam Alwi (1990) merumuskan modalitas sebagai bentuk bahasa yang menggambarkan penilaian berdasarkan penalaran, penilaian berdasarkan rasa, atau keinginan pembicara sehubungan dengan persepsi atau pengungkapan jiwanya. Dari tiga rumusan modalitas yang diungkapkan para ahli di atas terlihat adanya perbedaan-perbedaan pandangan antara pakar yang satu dengan yang lainnya dalam mengungkapkan rumusan modalitas. Lyons memberikan penekanan pada isi tuturan dengan apa yang dikatakan si pembicara. Samsuri memberi penekanan sikap terhadap apa yang dinyatakan dan terhadap pendengarnya. Bally memberi penekanan pada penilaian yang beralas rasa, penalaran, dan keinginan pembicara. Lain lagi dengan Palmer (1979) menyatakan bahwa ada modalitas yang berorientasikan subjek (subjek orientasi modal) dan modalitas berorientasikan wacana (discorse oriented modal). Selanjutnya, dijelaskannya bahwa secara semantis modalitas berorientasikan subjek berhubungan dengan sejenis kegiatan, kualitas, maupun status dari subjek kalimat. Modalitas berorientasikan wacana lebih menunjukkan hubungannya dengan peran yang dimainkan oleh salah satu pemeran dalam wacana, yaitu peran-peran pembicara dalam pernyataan dan peran-peran pendengar dalam pertanyaan. Bila dibandingkan dengan rumusan modalitas yang dikemukakan ahli yang disebut sebelumnya terlihat Palmer mengemukakan pandangan yang jauh berbeda. Ia telah memasukkan sikap pemeran dalam wacana ke dalam modalitas. Rumusan ini lebih meluas dari rumusan sebelumnya. Demikianlah perbedaanperbedaan pandangan para ahli dalam mengartikan modalitas. Satu sama lainnya berbeda. Perbedaan-perbedaan pandangan berdasarkan tinjauan yang berbeda lainnya dapat dicermati dalam tulisan Alwi (1990). Membijaki perbedaan pandangan para linguis dalam merumuskan dan mensiasati modalitas itu, dapat diterima perbedaan itu. Penulis mencermati bahwa perbedaan itu muncul karena berlainnya titik fokus yang digunakan para ahli dalam mendekati modalitas. Hal itu merupakan suatu yang sudah seharusnya sebab perbedaan sudut pandang akan membuat objek yang menjadi sasaran pandangan nampak berbeda meskipun terhadap objek yang sama. Namun, untuk suatu pegangan penulis lebih cenderung pada rumusan yang dikemukakan oleh Lyons. Nampaknya, rumusan itu masih umum, tetapi secara jelas ia telah menegaskan bahwa modalitas berkaitan dengan sikap pembicara. 3

Teori Modalitas sebagai Materi Pembelajaran Bahasa Indonesia (Abdurahman) Perwujudan Modalitas dalam Bahasa Indonesia Perwujudan modalitas dalam suatu bahasa terkait dengan struktur bahasa itu sendiri yang ada kalanya berbeda dengan bahasa yang lain. Di dalam tulisan ini perlu dibedakan antara modalitas dengan modus yang secara sekilas sama, namun secara struktural dan semantis berbeda. Lyons (1977) menulis bahwa modus (mood) merupakan penggambaran sikap pembicara secara gramatikal. Bentuk itu biasanya terlihat pada pemakaian verba khusus dengan proses morfologis yang terkait pada fleksi. Modus ini tidak terdapat pada semua bahasa melainkan hanya pada beberapa bahasa saja. Dia juga menjelaskan bahwa modus dapat dijumpai pada bahasa-bahasa seperti bahasa yang tergolong ke dalam rumpun bahasa Indo-Eropa. Pernyataan itu senada dengan pendapat Kridalaksana (1984) yang mengemukakan bahwa pada bahasa Indo Eropa yang fleksi sistem jumlah, jenis, kala, aspek, dan modus tergolong ke dalam kategori gramatikal yang diungkapkan morfem terikat. Selanjutnya Lyons (1977) mengungkapkan bahwa adanya kemungkinan pada bahasa-bahasa tertentu sama sekali tidak memiliki kategori modus. Namun, beliau tidak mengatakan hal serupa mengenai modalitas. Alwi (1990) menjelaskan bahwa modus merupakan kategori gramatikal sedangkan modalitas termasuk ke dalam kategori semantis. Selanjutnya dengan mengutip pandangan Blomfield (1933) ia jelaskan bahwa kategori semantis itu merupakan salah satu fenomena kesemestaan bahasa (language universal). Pandangan ini memberi petunjuk bahwa setiap bahasa memiliki unsur yang dapat digunakan untuk menggambarkan sikap pembicara dalam tuturannya tanpa selalu berbentuk modus. Di dalam bahasa Indonesia sistem jumlah, jenis, kala, aspek, dan modus termasuk kategori leksikal (Kridalaksana, 1984). Alwi (1990) menyatakan bahwa modalitas dalam bahasa Indonesia diungkapkan secara leksikal. Ia menghindari istilah modus yang merujuk pada kategori gramatikal, dan memakai istilah modalitas yang merujuk pada kategori semantis di dalam telaahnya. Alasannya karena dalam bahasa Indonesia pengungkapan sikap pembicara secara leksikal. Pengungkapan sikap pembicara secara leksikal berarti bahwa bentuk bahasa yang digunakan tergolong sebagai kata, frasa, atau klausa. Ragam Modalitas Maingueneau (dalam Alwi, 1990) mengemukakan perbedaan antara modalitas pikiran dengan modalitas apresiatif. Modalitas pikiran berlandaskan logika, sedangkan modalitas apresiatif berlandaskan perasaan. Modalitas pikiran adalah sikap pembicara yang menggambarkan antara lain, kebenaran, kebolehjadian, dan kepastian, sedangkan modalitas apresiatif menggambarkan 4

JURNAL BAHASA DAN SENI Vol 12 No. 1 Tahun 2011 ( 1-9 ) perasaan gembira dan sedih. Berikut ini contoh kalimat modalitas pikiran (1, 2) dan modalitas apresiatif (3, 4). (1) Mungkin Paul datang. (2) Paul pasti datang. (3) Dia gembira Paul ada. (4) Untunglah Paul ada. Menurut Von Wright (dalam Alwi (1990), ada empat subkategori modalitas, yaitu (a) modalitas aletik (alethic modality) yang berhubungan dengan kebenaran; (b) modalitas epistemik (epistemic modality) yang berhubungan dengan pengetahuan atau apa yang diketahui; (c) modalitas deontik (deontic modality) yang berhubungan dengan kewajiban; (d) modalitas eksistensional (existencial modality) yang berhubungan dengan keberadaan. Selain itu, Von Wright juga memberikan catatan mengenai modalitas dinamik (dynamic modality) sehubungan dengan kemampuan. Ahli bahasa lain, Rescher (1968) mengemukakan subkategori modalitas sebagai berikut. (a) Modalitas aletik (alethic modality) yang berhubungan dengan pengertian kebenaran itu sendiri, (b) modalitas epistemik (episthemic modality) yang berhubungan dengan pengetahuan dan keyakinan, (c) modalitas temporal (temporal modality) yang berhubungan dengan waktu, (d) modalitas boulomaik (boulomaic modality) yang berhubungan dengan hasrat atau keinginan, (e) modalitas deontik yang berhubungan dengan kewajiban, (f) modalitas evaluatif, (g) modalitas kausal, dan (h) modalitas kementakan. Lyons (1977) mengemukakan bahwa pembahasan modalitas sebaiknya melalui tiga skala, yaitu (a) skala keinginan dan maksud; (b) skala keperluan dan kewajiban, dan (c) skala kepastian dan kemungkinan. Dari tiga skala itu yang paling mendasar sebagai persoalan modalitas adalah keperluan dan kemungkinan. Alwi (1990) meneliti dan mengelompokkan modalitas dalam bahasa Indonesia menjadi empat subkategori, yaitu (a) modalitas intensional, (b) modalitas epistemik, (c) modalitas deontik, dan (d) modalitas dinamik. Masingmasing subkategori itu dikupasnya dengan menunjukkan makna dan pengungkap modalitas. Makna dan pengungkap modalitas tersebut dipaparkan pada bagian berikut. Makna dan Pengungkap Modalitas dalam Bahasa Indonesia Paparan makna dan pengungkap modalitas di bawah ini saya rujuk dari Alwi (1990) yang susunannya sebagai berikut. Modalitas Intensional mempunyai makna; (1) Keinginan terdiri dari : 5

Teori Modalitas sebagai Materi Pembelajaran Bahasa Indonesia (Abdurahman) (a) Kadar keinginan, pengungkap modalitasnya adalah ingin, menginginkan, berkeinginan, menghendaki, berhasrat, dan mendambakan. Contoh dalam kalimat adalah Aku ingin pergi dari tempat ini. (b) Kadar kemauan, pengungkap modalitasnya adalah mau, hendak, akan, bertekad, berketetapan. Contoh dalam kalimat Saya berketetapan untuk tidak berumah tangga sebelum selesai kuliah. (c) Kadar maksud pengungkap modalitasnya adalah mau, hendak, akan, bermaksud, berniat, berhajat, bernadar, dan berkaul. Contoh dalam kalimat Saya bermaksud pulang kampung bulan ini. (d) Kadar keakanan pengungkap modalitasnya sama dengan kadar maksud. Contoh dalam kalimat Saya mau mengambil karcis untuk dia. (2) Harapan pengungkap modalitasnya adalah harap, harapkan, mengharapkan, mengharap, berharap, hendaknya, berdoa, doakan, mudah-mudahan, mogamoga, dan semoga. Contoh dalam kalimat Saya doakan semoga engkau cepat kembali. (3) Ajakan dan Pembiaran terdiri dari: (a) ajakan, pengungkap modalitasnya adalah ajak, mengajak, imbau, mari (lah), ayo (lah), dan mengimbau. Contoh Saya mengajak dia pergi ke pantai. (b) pembiaran diungkapkan dengan biar (lah), dan biarkan (lah). Contoh, Biarkan ia pergi. (4) Permintaan pengungkap modalitasnya adalah sudilah, sukalah, saya minta, saya mohon, silakan, coba, tolong, dan mohon. Contoh, Tolong kamu baca buku itu. Modalitas Epistemik terdiri dari: (1) Kemungkinan pengungkap modalitasnya adalah dapat, bisa, boleh, mungkin, barangkali, dapat saja, bisa saja, boleh saja, bisa-bisa, bisa jadi, dan boleh jadi. (2) Keteramalan diungkapkan dengan modalitas akan, saya pikir, saya rasa, saya kira, saya duga, dikira, diduga, konon, sepertinya, agaknya, tampaknya, nampaknya, rasanya, kelihatannya, diperkirakan, kabarnya, kayaknya, rasarasanya, menurut pendapat saya, menurut hemat saya, pada pendapat saya, dan pada hemat saya. (3) Keharusan diungkapkan dengan modalitas harus, mesti, wajib, perlu, patut, seharusnya, semestinya, sebaiknya, sepantasnya, seyogianya, selayaknya, sepatutnya, patut-patutnya, dan pantasnya. (4) Kepastian diungkapkan dengan modalitas pasti, tentu, tentunya, tentu saja,sudah barang tentu, niscaya, saya yakin, saya percaya, saya merasa pasti,saya memastikan, dan dipastikan. 6

JURNAL BAHASA DAN SENI Vol 12 No. 1 Tahun 2011 ( 1-9 ) Modalitas Deontik terdiri dari makna : (1) Izin yang diungkapkan dengan pengungkap boleh, dapat, bisa, perkenankan, memperkenankan, diperkenankan, izinkan, mengizinkan, diizinkan, perbolehkan, memperbolehkan, dan diperbolehkan. (2) Perintah yang diungkapkan dengan pengungkap wajib, mesti, harus, haruskan, mengharuskan, diharuskan, perintahkan, memerintahkan, diperintahkan, larang, melarang, dilarang, tidak boleh, dan jangan. Modalitas Dinamik bermakna kemampuan diungkapkan dengan pengungkap modalitas dapat, bisa, mampu, dan sanggup. Dari paparan makna dan pengungkap modalitas di atas terlihat bahwa setiap subkategori modalitas bahasa Indonesia tercakup pula variasi-variasi makna. Dalam subkategori modalitas intesional terkandung makna keinginan, maksud, kemauan, keakanan, harapan, ajakan, pembiaran, dan permintaaan. Dalam modalitas epistemik tercakup makna kemungkinan, keteramalan, keharusan, dan kepastian. Dalam modalitas deontik ada makna izin, dan perintah, sedangkan pada modalitas dinamik terdapat makna kemampuan. Masing-masing makna di atas diungkapkan dengan pengungkap modalitas yang berbeda-berbeda dalam bentuk kata, frasa, atau klausa. Hal ini menyiratkan bahwa pemahaman tentang modalitas tidak dapat terlepas dari konteks tuturan dalam kalimat. Di sisi lain, ada pengungkap modalitas yang dapat mengungkapkan beberapa makna. Misalnya, mengungkap modalitas dapat berfungsi sebagai penunjuk modalitas epistemik, deontik, di samping pengungkap kemampuan. Hal serupa itu baru dapat dibedakan dengan memperhatikan konteks kalimat dengan penelusuran makna yang diungkapkan secara semantis. Tanpa melibatkan pengetahuan semantik sulit membedakan ketumpangtindihan seperti yang dialami pada pengungkap modalitas dapat di atas. Berdasarkan paparan di atas, diketahui juga bahwa bahasa Indonesia memiliki bentuk-bentuk pengungkap modalitas yang cukup banyak. Ini menyiratkan bahwa pembicara dalam bahasa Indonesia mempunyai banyak kosa kata untuk mengungkapkan sikap penuturnya yang kita kenal dengan modalitas. PEMBELAJARAN MODALITAS UNTUK SISWA Materi modalitas yang diuraikan dalam tulisan ini dapat dipakai sebagai rujukan awal bagi guru dalam memahami modalitas dalam bahasa Indonesia. Penguasaan modalitas secara lebih komprehensif dapat dilakukan dengan membaca buku-buku rujukan yang juga menjadi rujukan tulisan ini. Dengan demikian, materi modalitas yang dipahami dapat diperkaya dengan contoh- 7

Teori Modalitas sebagai Materi Pembelajaran Bahasa Indonesia (Abdurahman) contoh yang lebih bervariasi sehingga dapat memberikan pengayaan pembelajarannya kepada siswa. Dalam pelaksanaan pembelajaran bahasa yang berkaitan dengan modalitas sesuai dengan hakikat modalitas dan bentuknya maka dalam proses pembelajarannya itu sekurang-kurangnya diperlukan tiga urutan kegiatan. Pertama, siswa perlu menguasai konsep dari modalitas. Salah satu cara menguasai konsep modalitas adalah dengan membuat peta pikiran (mind map) yang dapat dilakukan secara individual atau kelompok sebagai perwujudan belajar dan bekerjasama. Dalam hal itu, siswa dapat menentukan jenis-jenis modalitas dan mencari bentuk pemakaiannya dalam tulisan baik dalam buku atau dalam koran. Kedua, siswa mengaplikasikan pemakaian modalitas dalam tataran sintaktikal. Pada kelas rendah siswa dapat menerapkan pemakaian modalitas dalam kalimatkalimat lepas sebagai sebuah tuturan dalam kehidupan. Pada kelas yang lebih tinggi siswa dapat mengaplikasikannya dalam sebuah tulisan dalam genre yang tepat, seperti eksposisi, narasi, atau argumentasi. Ketiga, siswa memberikan kritikan dan penilaian terhadap pemakaian modalitas dalam berbagai wacana. Dalam hal ini siswa dapat diberikan wacana sastra, hukum, agama, atau iklan lalu secara bersama membuat kritikan dan penilaian terhadap penggunaan modalitas dalam teks. SIMPULAN Di dalam bahasa Indonesia unsur-unsur yang digunakan pembicara untuk mengungkapkan sikapnya tergolong ke dalam kategori leksikal yang disebut dengan modalitas. Unsur-unsur, pengungkap modalitas itu dapat berbentuk kata, frasa, atau klausa. Unsur-unsur pengungkap modalitas itu cukup banyak dalam bahasa Indonesia. Banyaknya pengungkap modalitas dalam bahasa Indonesia menunjukkan bahwasanya penutur bahasa Indonesia memiliki keragaman cara untuk menyampaikan maksud sikap yang sama dalam berkomunikasi. Keragaman itu menunjukkan nuansa sikap yang bervariasi dan bergradasi. Bervariasi dapat bermaksud macam-macam makna yang diinginkan dengan sikap pembicara, sedangkan bergradasi dapat bermaksud rentangan rasa bahasa menyatakan sikap yang dapat bersifat santun atau tak beradab bahasa. Adanya variasi dan gradasi sikap yang diungkapkan itu serta pengungkapnya maka bahasawan bahasa Indonesia, baik sebagai pembicara maupun mitra bicara, harus mempunyai persepsi dan penafsiran yang sama terhadap modalitas yang digunakannya. Untuk itu, pengetahuan tentang modalitas perlu dimiliki agar tidak salah dalam mengungkapkan sikap, yang sebenarnya tidak sesuai dengan pengungkap modalitas yang dipilih. 8

JURNAL BAHASA DAN SENI Vol 12 No. 1 Tahun 2011 ( 1-9 ) Akhirnya, perlu pembelajaran tentang modalitas yang lebih komprehensif dan hasilnya menjadikan penutur bahasa Indonesia lebih cermat berbahasa Indonesia. Dan yang terlebih penting dari itu perlu pemikiran dan usaha mewujudkan bagaimana kajian modalitas dalam bentuk pembelajaran dan pengajarannya di sekolah dengan teknik yang sesuai agar siswa memahami bahasa Indonesia yang cermat, tepat, dan efesien. DAFTAR RUJUKAN Alwi, Hasan. 1990. Modalitas dalam Bahasa Indonesia. Seri ILDEP. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Hartman & Stork. 1973. Dictionary of Langguage and Linguistics. London: Applied Scien. Kridalaksana, Harimurti. 1984. Tata Bahasa Deskriptif Bahasa Indonesia: Sintaksis. Laporan penelitian Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Lyons, John. 1977. Semantics. Cambridge: Cambridge University Press..1968. Introduction to Theoritical Linguistics. Cambridge: Cambridge University Press. Palmer, F.R. 1979. Modality and the English Modals. London: Longman. Perkin, Michael R. 1983. Modal Expression In English. Norwood. Ablex Publishing Corporation. Samsuri. 1990. Analisis Bahasa. Jakarta: Erlangga 9