Distribusi dan Populasi Burung Manguni (Otus manadensis) di Gunung Kosibak, Taman Nasional Bogani Nani Wartabone

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA

Struktur Dan Komposisi Vegetasi Mangrove Di Pulau Mantehage

Korelasi Indeks Nilai Penting terhadap Biomasa Pohon 1

BAB III. METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR

SEBARAN POHON PAKAN ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii. Lesson,1827.) MENGGUNAKAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS SKRIPSI

HUBUNGAN STRUKTUR VEGETASI TEGAKAN POHON TERHADAP NILAI KONSERVASI TAMAN NASIONAL BOGANI NANI WARTABONE SUB KAWASAN LOMBONGO JURNAL

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa

BIRD PREFERENCE HABITATS AROUND SERAYU DAM BANYUMAS CENTRAL JAVA

Jenis Satwa Liar dan Pemanfaatnya Di Pasar Beriman, Kota Tomohon, Sulawesi Utara

BAB III METODE PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN. Rajawali Kecamatan Bandar Surabaya Kabupaten Lampung Tengah.

3. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2015 di Hutan Mangrove KPHL Gunung

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

BAB I PENDAHULUAN. migran. World Conservation Monitoring Centre (1994) menyebutkan

BAB III METODE PENELITIAN

DISTRIBUSI EBONI ( Diospyros spp. ) DI KAWASAN PUSAT PEYELAMATAN SATWA TASIKOKI

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif yang

I. PENDAHULUAN. (Sujatnika, Joseph, Soehartono, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). Kekayaan jenis

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996)

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

POTENSI PAKAN DAN PREFERENSI BERSARANG KUSKUS BERUANG (Ailurops ursinus) DI HUTAN PENDIDIKAN UNHAS

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan

III. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. dijadikan sebagai salah satu habitat alami bagi satwa liar. Habitat alami di

KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI

POPULASI BEKANTAN Nasalis larvatus, WURM DI KAWASAN HUTAN SUNGAI KEPULUK DESA PEMATANG GADUNG KABUPATEN KETAPANG KALIMANTAN BARAT

Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berbagai makluk hidup mulai dari bakteri, cendawan, lumut dan berbagai jenis

JUMLAH INDIVIDU DAN KELOMPOK BEKANTAN (Nasalis larvatus, Wurmb) Di TAMAN NASIONAL DANAU SENTARUM KABUPATEN KAPUAS HULU

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret 2012 di Rawa Bujung Raman

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang

Perubahan Luasan Mangrove dengan Menggunakan Teknik Penginderaan Jauh Di Taman Nasional Sembilang Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu

BAB III METODOLOGI. Gambar 1 Lokasi Taman Nasional Ujung Kulon.

BIODIVERSITAS 3/31/2014. Keanekaragaman Hayati (Biodiversity) "Ragam spesies yang berbeda (species diversity),

Keterkaitan Struktur dan Komposisi Vegetasi.. Arif Irawan

LAJU DEGRADASI HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigra) DI CAGAR ALAM GUNUNG DUASUDARA SULAWESI UTARA

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PENYEBARAN Ficusspp DI HUTAN GUNUNG TUMPA, PROVINSI SULAWESI UTARA. SPREADING OF Ficus spp IN FOREST MOUNT of TUMPA, NORTH PROVINCE SULAWESI UTARA.

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI KELURAHAN TONGKAINA MANADO

ABSTRACT PENDAHULUAN METODE PENELITIAN STRUKTUR DAN KOMPOSISI POHON PADA BERBAGAI TINGKAT GANGGUAN HUTAN 01 GUNUNG SALAK, JAWA BARAT

Gambar 2 Peta lokasi penelitian.

ESTIMASI KEPADATAN KUSKUS BERUANG (Ailurops ursinus) DI CAGAR ALAM TANGKOKO BATUANGUS KOTA BITUNG

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura

I. PENDAHALUAN. dan kehutanan. Dalam bidang kehutanan, luas kawasan hutannya mencapai. (Badan Pusat Statistik Lampung, 2008).

METODE PENELITIAN. Penelitian tentang analisis habitat monyet ekor panjang dilakukan di hutan Desa

I. PENDAHULUAN. terancam sebagai akibat kerusakan dan fragmentasi hutan (Snyder et al., 2000).

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB III METODE PENELITIAN. Jawa Timur, dilaksanakan pada bulan November sampai dengan bulan Desember

I. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 s/d bulan Februari 2017

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Bukit Gunung Sulah Kelurahan Gunung Sulah

KEANEKARAGAMAN JENIS DAN POTENSI TEGAKAN PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG RAYA KABUPATEN KETAPANG KALIMANTAN BARAT

SAMBUTAN KEPALA BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif dengan menggunakan metode

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September 2014 di Kawasan Budidaya

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di Indonesia dan 24 spesies diantaranya endemik di Indonesia (Unggar,

PERSENTASE TUTUPAN DAN STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI SEPANJANG PESISIR TAMAN NASIONAL BUNAKEN BAGIAN UTARA

KEANEKARAGAMAN JENIS BAMBU (Bambusodae) DALAM KAWASAN HUTAN AIR TERJUN RIAM ODONG DUSUN ENGKOLAI KECAMATAN JANGKANG KABUPATEN SANGGAU

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 1539 spesies burung atau 17% dari jumlah seluruh spesies

I. PENDAHULUAN. Burung merupakan salah satu jenis satwa liar yang banyak dimanfaatkan oleh

PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT. DUTA POLINDO CIPTA 1. M. Sugihono Hanggito, S.Hut. 2. Miftah Ayatussurur, S.Hut.

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO

ZONASI TUMBUHAN UTAMA PENYUSUN MANGROVE BERDASARKAN TINGKAT SALINITAS AIR LAUT DI DESA TELING KECAMATAN TOMBARIRI

ANALISIS KERAPATAN TEGAKAN DI KAWASAN TAMAN NASIONAL BALURAN BERBASIS QUANTUM-GIS

I. PENDAHULUAN. berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di

IV. METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. dalam Ilmu Ekologi dikenal dengan istilah habitat. jenis yang membentuk suatu komunitas. Habitat suatu organisme untuk

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. termasuk ekosistem terkaya di dunia sehubungan dengan keanekaan hidupan

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu laju kerusakan hutan tercatat

PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN GUNUNG PULOSARI PEGUNUNGAN AKARSARI

BAB I PENDAHULUAN. Dalam artikel Konflik Manusia Satwa Liar, Mengapa Terjadi? yang ditulis

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat 2.2 Komunitas Burung

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari

INVENTARISASI JENIS BURUNG PADA KOMPOSISI TINGKAT SEMAI, PANCANG DAN POHON DI HUTAN MANGROVE PULAU SEMBILAN

BAB III METODE PENELITIAN

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok koleksi tumbuhan Taman Hutan Raya Wan Abdul

B III METODE PENELITIAN. ada di di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II BAGAIMANA KETENTUAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP SUAKA MARGASATWA KARANG GADING DAN LANGKAT TIMUR LAUT (KGLTL)

Manfaat METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. endangered berdasarkan IUCN 2013, dengan ancaman utama kerusakan habitat

POTENSI DAN SEBARAN NYATOH (Palaquium obtusifolium Burck) DI SULAWESI BAGIAN UTARA

Transkripsi:

Distribusi dan Populasi Burung Manguni (Otus manadensis) di Gunung Kosibak, Taman Nasional Bogani Nani Wartabone Fransisca Solang 1), J. S. Tasirin 2), Wawan Nurmawan 2) Program Studi Ilmu Kehutanan, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi, Manado. ABSTRACT The national park has an important role in the preservation of biodiversity, became the house for animals to living wildly. Otus manadensis is one of wild animals in the Bogani Nani Wartabone National Park is endemic species Sulawesi who have ecological role as pest controller. Quantitatively the spread of this species is not known for certain. This research conducted approximately 3 months from September December 2015. Used methods of the point count and transect line. The point of observation is systematically divided into 4 segments based on the height of the surface of the sea. Three segments including in the national park area that is located in the Mount Kosibak while other segments is a production area or field located near the settlement. Research results obtained that Otus manadensis prefer areas with a good vegetation cover. There is a very high correlation between the condition of the vegetation cover with the density of Otus manadensis in Mount Kosibak. Otus manadensis density higher on the vegetation with basal area and importance value index is high. Key word : Population, Otus manadensis, Vegetation, Segment, Mount Kosibak, TNBNW. ABSTRAK Taman nasional mempunyai peran penting dalam pelestarian biodiversitas, menjadi rumah bagi satwa untuk hidup secara liar. Otus manadensis merupakan salah satu satwa yang ada di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone merupakan spesies endemik Sulawesi yang memiliki peran ekologi sebagai pengendali hama. Secara kuantitatif penyebaran spesies ini belum diketahui pasti. Penelitian ini dilaksanakan kurang lebih 3 bulan, yaitu dari bulan September Desember 2015. Menggunakan metode titik hitung dan transek garis. Titik pengamatan secara sistematis dibagi menjadi 4 segmen berdasarkan ketinggian dari permukaan laut. Tiga segmen termasuk dalam kawasan taman nasional yang berlokasi di Gunung Kosibak sedangkan segmen lainnya merupakan kawasan produksi atau ladang yang berada didekat pemukiman. Hasil penelitian didapat bahwa Otus manadensis menyukai kawasan dengan tutupan vegetasi yang baik. Terdapat korelasi yang sangat tinggi antara kondisi tutupan vegetasi dengan kerapatan Otus manadensis di Gunung Kosibak. Kerapatan Otus manadensis lebih tinggi pada vegetasi dengan Luas Bidang Dasar yang tinggi dan Indeks Nilai Penting total yang tinggi. Kata kunci : Populasi, Otus manadensis, Vegetasi, Segmen, Gunung Kosibak, TNBNW. 1) Penulis 2) Ketua dan Anggota Dosen Pembimbing

PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi atau dikenal juga sebagai megadiversity country (Mittermeier dkk, 2000). Indonesia termasuk negara dengan keanekaragaman mamalia terbesar di dunia (515 spesies, 36% endemik), burung bayan (78 spesies, 40% endemik), jumlah tertinggi taksa burung terancam di dunia (126 taksa, 1.519 spesies burung terancam), spesies kupu-kupu ekor wallet (121 jenis, 44% endemik) lebih banyak dibanding negara lain, dan spesies primata (33 jenis, 18% endemik) lebih banyak dibanding negara Asia lainnya (McNeely dkk, 1990). Pulau Sulawesi menjadi perhatian konservasionis dunia karena menjadi tempat hidup berbagai satwa endemik yang bernilai global. Dalam bidang ornitologi, Pulau Sulawesi merupakan surga bagi kehidupan burung dan menjadi prioritas utama bagi ornitologiwan. Pulau Sulawesi tidak memiliki keanekaragaman burung yang tinggi seperti pulau lain di Indonesia bagian barat tetapi tingkat keendemikan lebih tinggi (Arini dkk, 2011). Tercatat ada 233 jenis burung, 84 diantaranya endemik Sulawesi. Jumlah ini mencakup lebih dari sepertiga dari 256 jenis burung yang endemik Indonesia (Tasirin, 2012). Burung hantu biasa disebut juga dengan serak, punggok dan celepuk sedangkan di Minahasa dikenal dengan nama manguni. Manguni termasuk dalam ordo Strigiformes, terdapat 250 spesies didalamnya dengan 223 spesies dari 25 genus dalam family Strigidae dan 27 spesies termasuk dalam family Tytonidae (Konig, 2008). Mereka ditemukan diseluruh dunia, disetiap daratan kecuali Antartika, 80% dari strigidae ditemukan di daerah tropis, 95% adalah spesies yang tinggal di hutan dan sebagian besar tidak bermigrasi (Cholewiak, 2003). Di Indonesia sendiri terdapat 60 spesies dari famili Tytonidae dan Strigidae (Romulo, 2012). Gunung Kosibak termasuk dalam seksi konservasi wilayah 3 Maelang Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (TNBNW) yang jika dibandingkan dengan seksi konservasi wilayah 2 Doloduo masih sangat sedikit yang melakukan penelitian diwilayah ini. Otus manadensis adalah salah satu jenis burung yang memiliki nilai budaya yang sangat kuat diantara suku-suku asli di Sulawesi Utara. Keberadaan burung ini menjadikan pertanda alam dan kadangkadang mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat. Namun demikian, jenis ini sudah semakin jarang ditemukan seiring dengan perubahan tutupan hutan menjadi lahan pertanian dan pemukiman. Di Gunung Kosibak, jenis burung ini masih terdengar namun keberadaannya belum pernah dikuantifikasi. Berapa ukuran populasi Otus manadensis di Gunung Kosibak? Dimana burung ini lebih mudah ditemukan di Gunung Kosibak? Dengan kurangnya penelitian maka informasi mengenai sumber daya alam atau biodiversitas yang ada diwilayah ini sangat sedikit. Sehingga peneliti berinisiatif melakukan penelitian di Gunung Kosibak untuk menambah informasi mengenai kekayaan alam yang ada dalam kawasan tersebut. METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Desember 2015 yang berlokasi di kawasan TNBNW, Gunung Kosibak, Lolak, Bolaang Mongondow. Secara geografis gunung kosibak terletak pada 0 46 6-0 47 11 LU dan 123 57 58-123 59 41 BT dengan ketinggian 816 m dpl. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah binokular, kamera digital, pita meter, speaker, peta lokasi penelitian, kompas, alat tulis menulis, GPS, ArcGIS dan Google Earth. 2

Pengambilan data Titik pengamatan dalam penelitian ini dibagi secara sistemetis menjadi 4 segmen berdasarkan ketinggian dari permukaan laut (Tabel 1). Tabel 1. Pembagian Segmen Pengamatan Otus manadensis di Gunung Kosibak No Altitude (m dpl) Catatan 1 <200 m dpl Daerah perkebunan masyarakat 2 200-400 m dpl Pinggiran kawasan berhutan di Gunung Kosibak 3 400-600 m dpl Daerah berhutan rapat di Gunung Kosibak 4 >600 m dpl Daerah puncak Gunung Kosibak Metode yang digunakan adalah titik hitung (point count) dan transek garis (line transect). Pada pengamatan Otus manadensis dilakukan dengan secara audio dan visual memperkirakan arah dan jarak datangnya spesies ini dengan radius pengamatan 50 m dari titik pusat pengamatan. Pengamatan dilakukan pada malam hari dari pukul 18.00-19.00. Dilakukan 3 kali pengulangan disetiap titik pengamatan dihari yang berbeda. Pengamatan juga dilakukan pada respons Otus manadensis terhadap suara digital (playback) yang diperdengarkan lewat pengeras suara berkekuatan lemah. Pengambilan data vegetasi dilakukan pada titik pengamatan yang sama dengan Otus manadensis dengan luas plot 100x100 m 2. Tablel 2. Koordinat Point Count untuk Pengamatan Otus manadensis di Gunung Kosibak. No Altitude (m dpl) X Koordinat 1 <200 m dpl 123 59'45.87"E 0 50'14.61"N 2 200-400 m dpl 123 59'25.26"E 0 48'2.82"N 3 400-600 m dpl 123 58'52.32"E 0 47'47.88"N 4 >600 m dpl 123 58'37.41"E 0 47'43.49"N Pengamatan juga dilakukan pada respons Otus manadensis terhadap suara digital (playback) yang diperdengarkan lewat pengeras suara berkekuatan lemah. Y Analisis data Data populasi dan distribusi Otus manadensis dianalisis menggunakan Statistik Deskriptif Sederhana. Dalam menghitung rata-rata Kerapatan Populasi (K) digunakan rumus: K = N/ A Keterangan K : Kerapatan N : Jumlah individu jenis yang diteliti A : Luas area pengamatan Untuk menghitung derajat hubungan vegetasi terhadap kerapatan Otus manadensis digunakan analisis regresi dan korelasi sederhana (Walpole, 1998) dengan persamaan rumus : Y = ɑ + βx Y adalah frekuensi kemunculan Otus manadensis, X adalah vegetasi, ɑ dan β adalah nilai pendugaan dari X terhadap Y. Penentuaan kekuatan hubungan dari korelasi yang terjadi ditentukan dari Tabel Guilford berikut ini. Koefisien korelasi (r) Tabel 3. Tabel Guilford Interpretasi 0,80 1,00 Sangat tinggi 0,60 0,80 Tinggi 0,40 0,60 Cukup 0,20 0,40 Rendah 0,00 0,20 Sangat rendah Data tutupan akan dianalisis menggunakan analisis vegetasi berdasarkan urutan kepentingan masing-masing jenis. indeks yang digunakan adalah indeks nilai penting (INP). HASIL DAN PEMBAHASAN Kerapatan Otus manadensis Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerapatan Otus manadensis bervariasi antara satu segmen pengamatan dengan segmen pengamatan yang lain. 3

Tabel 4. Rata-rata Kerapatan Otus manadensis di Gunung Kosibak Tanpa dan dengan Mengunakan Playback Suara Digital. No Segmen Altitude (m dpl) K-1 (individu/ha) K- 2 (individu/ha) 1 1 <200 m 0,42 0,42 2 2 200-400 m 0 2,12 3 3 400-600 m 1,27 6,37 4 4 >600 m 1,70 4,67 Rata-rata 0,85 3,40 Keterangan: K-1 = Perhitungan Kerapatan dari Data Tanpa Menggunakan Playback. K-2 = Perhitungan Kerapatan dari Data dengan Menggunakan Playback. Kerapatan tertinggi Otus manadensis tanpa menggunakan playback (K-1) ditemukan pada segmen >600 m dpl, yaitu sebesar 1,70 individu/ha. Sedangkan dengan menggunakan playback (K-2) pola penyebaran populasi Otus manadensis berubah. Kerapatan Otus manadensis tertinggi ditemukan bukan pada segemen puncak gunung tetapi pada segmen dibawahnya yakni pada ketinggian 400-600 m dpl, yaitu 6,37 individu/ha (Gambar 1). Gambar 1. Kerapatan Otus manadensis pada Berbagai Segmen Ketinggian di Gunung Kosibak. Keterangan: K- 1 = Kerapatan Tanpa Playback (Suara Digital), K-2 = Kerapatan dengan Playback. Penggunaan playback (suara digital) memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pendeteksian keberadaan Otus manadensis (Gambar 5). Dari nilai ratarata 0,85 tanpa playback menjadi 3,40 individu/ha dengan playback suara digital. Ini berarti terjadi peningkatan deteksi keberadaan Otus manadensis sebesar 4 kali lebih besar (Tabel 4). Gambar 2. Perbandingan Kerapatan Otus manadensis Tanpa dan dengan Menggunakan Playback Digital. Keterangan: Garis Vertikal Menunjukkan Selang Kepercayaan 95% (Error = 5%, db=3). Frekuensi Kemunculan Otus manadensis di Gunung Kosibak. Frekuensi ditemukannya Otus manadensis tidak mengikuti pola kerapatan (Tabel 5). Pada kondisi alami (tanpa playback), frekuensi kemunculan Otus manadensis tertinggi pada segmen ketinggian 400 600 m dpl (F=100%) walaupun kerapatannya (1,27 individu/ha) masih lebih rendah dibanding dengan kerapatan pada segmen >600 m dpl (1,70 individu/ha). Tabel 5. Frekuensi Kemunculan Otus manadensis di Gunung Kosibak Tanpa dan dengan Mengunakan Playback Suara Digital. No Segmen Altitude (m dpl) F-1 F-2 1 1 <200 m 33 % 33 % 2 2 200-400 m 0 % 100 % 3 3 400-600 m 100 % 100 % 4 4 >600 m 33 % 100 % Keterangan: F-1 = Perhitungan Kerapatan dari Data Tanpa Menggunakan Playback. F-2 = Perhitungan Kerapatan dari Data dengan Menggunakan Playback. 4

Dengan menggunakan playback (suara digital), Otus manadensis dapat ditemukan dengan frekuensi kemunculan 100%, kecuali pada ketinggian <200 m dpl frekuensi kemuculan yang hanya sebesar 33%. Dengan demikian distribusi Otus manadensis dapat ditemukan diseluruh segemen ketinggian di Gunung Kosibak dengan kemungkinan lebih besar pada kawasan berhutan dibanding dengan kawasan perkebunan diketinggian <200 m dpl. Keadaan Vegetasi Ditemukan 37 jenis yang termasuk dalam kategori pohon diseluruh plot pengamatan yang ada. Pada segmen <200 m dpl tidak terdapat jenis dengan indeks nilai penting (INP) diatas 10% namun jenis yang dominan pada segmen tersebut adalah Bischoffia javanica (9,60%). Terdapat 4 jenis paling dominan pada 3 segmen lainnya, yaitu Eugenia sp.1 (49,33%), Eugenia sp.5 (29,26%), Eugenia sp.2 (21,88%) dan Duabaga mollucana (15,09%). Jenis lain yang memiliki INP lebih besar dari 10% adalah Vitex spp. (15,82 %), Eugenia sp.3 (11,54 %) Ficus sp.1 (10,28 %). Tetapi, Eugenia sp.3 dan Ficus sp.1 hanya terdapat pada segmen ketinggian >600 m dpl (S-4) sedangkan Vitex spp. tedapat di segmen 400-600 m dpl (S-3) dan >600 m dpl (S-4). Tabel 6. INP Vegetasi di Gunung Kosibak Berdasarakan Segmen Ketinggian Dari Permukaan Laut. Ket.: S-1 = <200, S-2 = 200-400, S-3 = 400-600, S-4 = >600 m; U = urutan INP di tiap segmen. No Nama S-1 U S-2 U S-3 U S-4 U 1 Alstonia scholaris 2,37 37 2 Anthocephalus macrophyllus 5,69 17 3 Arenga Pinnata 4,00 22 4 Artocarpus reticulatus 4,78 19 5 Bischoffia javanica 9,60 9 9,60 9 6 Calamus spp. 6,67 15 6,67 15 7 Calophyllum spp. 3,81 24 3,81 24 8 Cananga odorata 5,87 16 5,87 16 9 Cannarium spp. 2,51 32 10 Casuarina spp. 2,59 31 11 Celtis spp. 2,49 33 12 Cratoxylum celebycum 8,83 12 8,83 12 13 Dracontomelon dao 7,82 13 7,82 13 14 Duabaga mollucana 15,09 5 15,09 5 15,09 5 15 Durio zibethinus 2,44 35 16 Ellatostachys zippeliana 2,64 30 17 Eugenia sp.1 49,33 1 49,33 1 49,33 1 18 Eugenia sp.2 21,88 3 21,88 3 21,88 3 19 Eugenia sp.3 11,54 6 20 Eugenia sp. 4 4,49 20 21 Eugenia sp.5 29,26 2 29,26 2 29,26 2 22 Ficus sp.1 10,28 7 23 Ficus sp.2 9,41 10 24 Garuga floribunda 3,17 28 25 Koordersiodendron celebicum 4,03 21 26 Myristica spp. 2,42 36 27 Octomeles sumatrana 9,38 11 9,38 11 5

28 Palaquium spp. 5,27 18 29 Pterospermum spp. 3,93 23 30 Podocarpus neriifolius 3,13 29 31 Polyalthia spp. 6,96 14 6,96 14 32 Pometia spp. 3,33 26 33 Pterocarpus indicus 3,81 25 34 Sapotaceae spp 2,47 34 35 Sizygium spp 3,22 27 36 Toona celebica 9,65 8 9,65 8 37 Vitex spp. 15,82 4 15,82 4 Hubungan Vegetasi dan Kerapatan Otus manadensis Analisis regresi sederhana dari data pada Tabel 8 menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan kerapatan seiring dengan bertambahnya luas bidang dasar dari vegetasi dimana Otus manadensis diamati dalam penelitian ini. Kecenderungan ini sama pada pengamatan tanpa dan dengan playback suara rekaman digital dari jenis tersebut. Tabel 7. Hubungan Luas Bidang Dasar dan Kerapatan Otus manadensis di Gunung Kosibak No Segmen Altitude K-1 K-2 LBD Total (m dpl) (individu/ha) (individu/ha) (m2/ha) 1 0 63 0,42 0,42 3,46 2 1 216 0,00 2,12 10,46 3 2 475 1,27 6,37 9,54 4 3 745 1,70 4,67 15,39 Keterangan: K-1 = Perhitungan Kerapatan dari Data Tanpa Menggunakan Playback. K-2 = Perhitungan Kerapatan dari Data dengan Menggunakan Playback. Analisis regresi menunjukan ada hubungan yang cukup kuat antara kerapatan Otus manadensis dengan luas bidang dasar total dari vegetasi dimana burung tersebut ditemukan saat penelitian dilaksanakan (Koefisien Korelasi = 0,5972 dan jika dibulatkan = 0,6). Hubungan ini akan semakin nyata jika dalam pengamatan digunakan playback (suara digital) Koefisien Korelasi meningkat dan mencapai 0,6279. Ini berarti, setiap kenaikan nilai satu unit luas bidang dasar di Gunung Kosibak, akan diikuti dengan kenaikan kerapatan burung Otus manadensis sebesar 0,0946 unit. Pendeteksian keberadaan Otus manadensis terkait luas bidang dasar ini akan menjadi lebih berarti jika menggunakan playback suara digital dari burung sejenis. Tabel 8. Analisis Regresi antara Kerapatan Otus manadensis dan Luas Bidang Dasar Total. Perlakuan Persamaan R² Koefisien Korelasi Tanpa Playback y = 0,0946x 0,0718 0,3567 0,5972 Dengan Playback y = 0,3389x + 0,1033 0,3943 0,6279 Kerapatan Otus manadensis menunjukkan korelasi yang cukup kuat dengan jumlah total INP di Gunung Kosibak (Tabel 9). Koefisien Korelasi yang tinggi (r = 0,7633) ditunjukkan oleh pengumpulan data tanpa menggunakan playback dan sangat tinggi (r = 0,9238) dengan menggunakan playback. Kerapatan Otus manadensis di Gunung Kosibak menunjukkan korelasi yang sangat kuat dengan struktur dan komposisi vegetasi, ditinjau dari total nilai INP. 6

Tabel 9. Hubungan INP dan Kerapatan Otus manadensis di Gunung Kosibak No INP K-1 K-2 1 61,48 0,42 0,42 2 137,48 0,00 2,12 3 203,93 1,27 6,37 4 213,86 1,70 4,67 R2 0,5826 0,8534 Koefisien Korelasi 0,7633 0,9238 Keterangan: K-1 = Perhitungan Kerapatan dari Data tanpa Menggunakan Playback. K-2 = Perhitungan Kerapatan dari Data dengan Menggunakan Playback. Kerapatan Otus manadensis di Gunung Kosibak juga memiliki korelasi yang sangat tinggi terhadap ketinggian dari permukaan laut (Tabel 10). Hasil analisis regresi sederhana menunjukkan Koefisien Regresi yang sangat tinggi, yaitu 0,8 dari data yang diperoleh menggunakan playback. Namun demikian, prediksi kerapatan tanpa menggunakan playback menunjukkan hasil yang lebih rendah. Tabel 10. Analisis Regresi antara Kerapatan Otus manadensis dan Ketinggian Dari Permukaan Laut di Gunung Kosibak. Perlakuan Persamaan R² Koefisien Korelasi Tanpa Playback y = 0,0023x 0,0226 0,8044 0,8968 Dengan Playback y = 0,0071x + 0,753 0,6394 0,7996 Kesimpulan Kerapatan alami (tanpa playback) Otus manadensis di Gunung Kosibak ditemukan tertinggi (1.70 individu/ha) pada segmen ketinggian diatas 600 m dari permukaan laut. Deteksi kerapatan akan meningkat secara nyata pada segmen berhutan apabila menggunakan playback suara rekaman burung tersebut. Terdapat korelasi yang sangat tinggi antara kondisi tutupan vegetasi dengan kerapatan Otus manadensis di Gunung Kosibak. Kerapatan Otus manadensis lebih tinggi pada vegetasi dengan Luas Bidang Dasar yang tinggi dan INP total yang tinggi. DAFTAR PUSTAKA Arini, D.I.D., S. Shabri, Y. Kafiar, S. Tabba & H. Kama. 2011. Keanekaragaman Avifauna Dibeberapa Kawasan Konsevasi Provinsi Sulawesi Utara dan Gorontalo. Balai Penelitian Kehutanan Mando. Manado. Cholewiak, D. 2003. Strigidae typical owls. University of Michigan. http://animaldiversity.org/accounts/s trigidae/. Diakses, 31 oktober 2003. Konig, C. & F. Weick. 2008. Owls of The World. Christopher Helm Publishers. London. McNeely, J. A., K. R. Miller, W. V. Reid, R. A. Mittermeier & T. B. Werner. 1990. Conserving The World s Biological Diversity. International Union for Conservation of Nature and Natural Resources, World Resources Institute, Conservation International, World Wildlife Fund-US and the World Bank. Gland, Switzerland and Woshingto, D.C. Mittermeier, R. A., N. Myers, T. M. Brooks, C.G. Mittermeier, G. A. B. Da Fonseca, A. B. Rylands, W. R. Konstant, P. Flick, J. Pilgrim, S. Oldfield, Georgina Magin, C. H. Taylor. 2000. Biodiversity 7

Hotspots for Conservation Priorities. Nature, 403:853-858. Rumola, C. L. 2012. Geodatabase of Global Owl Species and Owl Biodiversity Analysis. Virginia Polytechnic Institute and State University. Virginia. Tasirin, J. 2012. Konservasi Keanekaan Hayati Sulawesi Dalam Konteks Sulawesi Utara. http://sulutiptek.com/john-1- php.php. Diakses Juni 2011. 8