DESAIN KONSTRUKSI JALAN USAHATANI DI PETAKAN TERSIER LAHAN SAWAH (KASUS DI CIKARAWANG BOGOR) TATANG SUMARNA

dokumen-dokumen yang mirip
3 METODOLOGI PENELITIAN

2 TINJAUAN PUSTAKA Jalan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGUJIAN DAYA DUKUNG LAPIS TANAH DASAR (SUBGRADE) PADA TANAH TIMBUNAN UNTUK LAPISAN JALAN DENGAN ALAT DCP (DYNAMIC CONE PENETROMETER)

gambar 3.1. teriihat bahwa beban kendaraan dilimpahkan ke perkerasan jalan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

V. CALIFORNIA BEARING RATIO

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISA PENGGUNAAN TANAH KERIKIL TERHADAP PENINGKATAN DAYA DUKUNG TANAH UNTUK LAPISAN KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN RAYA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

KORELASI KEPADATAN LAPIS PONDASI BAWAH JALAN RAYA DENGAN KADAR AIR SPEEDY TEST DAN OVEN TEST. Anwar Muda

Cara uji kepadatan ringan untuk tanah

Uji Kelayakan Agregat Dari Desa Galela Kabupaten Halmahera Utara Untuk Bahan Lapis Pondasi Agregat Jalan Raya

BAB III METODE PENELITIAN

KORELASI CBR DENGAN INDEKS PLASTISITAS PADA TANAH UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

kelompok dan sub kelompok dari tanah yang bersangkutan. Group Index ini dapat

KORELASI ANTARA HASIL UJI KOMPAKSI MODIFIED PROCTOR TERHADAP NILAI UJI PADA ALAT DYNAMIC CONE PENETROMETER

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

PENINGKATAN DAYA DUKUNG TANAH GEDE BAGE BANDUNG DENGAN ENZIM DARI MOLASE TERFERMENTASI

BAB III METODOLOGI. langsung terhadap obyek yang akan diteliti, pengumpulan data yang dilakukan meliputi. Teweh Puruk Cahu sepanajang 100 km.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian sampel tanah asli di laboratorium didapatkan hasil :

PENGARUH KADAR LEMPUNG DAN KADAR AIR PADA SISI BASAH TERHADAP NILAI CBR PADA TANAH LEMPUNG KEPASIRAN (SANDY CLAY)

METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung anorganik yang. merupakan bahan utama paving block sebagai bahan pengganti pasir.

PENGARUH LAMA PERENDAMAN TERHADAP NILAI CBR SUATU TANAH LEMPUNG UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA LOKASI GEDUNG GRHA WIDYA (Studi Laboratorium).

BAB III LANDASAN TEORI

PENGARUH PERSENTASE KADAR BATU PECAH TERHADAP NILAI CBR SUATU TANAH PASIR (Studi Laboratorium)

METODE PENELITIAN. tanah yang diambil yaitu tanah terganggu (disturb soil) dan tanah tidak

III. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel tanah lempung lunak ini berada di Rawa Seragi,

PERBAIKAN TANAH DASAR JALAN RAYA DENGAN PENAMBAHAN KAPUR. Cut Nuri Badariah, Nasrul, Yudha Hanova

KAJIAN PENINGKATAN NILAI CBR MATERIAL LAPISAN PONDASI BAWAH AKIBAT PENAMBAHAN PASIR

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PENAMBAHAN BAHAN CAMPURAN DENGAN KOMPOSISI 75% FLY ASH DAN 25% SLAG BAJA PADA TANAH LEMPUNG EKSPANSIF TERHADAP NILAI CBR DAN SWELLING

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi pada zaman sekarang,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Spesifikasi lapis fondasi agregat semen (LFAS)

BAB III LANDASAN TEORI

PENGARUH VARIASI FILLER TERHADAP NILAI KEPADATAN UNTUK AGREGAT PASIR KASAR

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH

III. METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang diambil meliputi tanah terganggu (disturb soil) yaitu tanah

KARAKTERISTIK TANAH LEMPUNG YANG DITAMBAHKAN SEMEN DAN ABU SEKAM PADI SEBAGAI SUBGRADE JALAN. (Studi Kasus: Desa Carangsari - Petang - Badung)

Pemadatan Tanah (Compaction) dan CBR (California Bearing Ratio) DR. Ir. Imam Aschuri, MSc

BAB IV HASIL PEMBAHASAN DAN PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Bahan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : 1. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung Rawa Sragi,

III. METODE PENELITIAN. yang diambil adalah tanah terganggu (disturb soil) yaitu tanah yang telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992).

METODE PENELITIAN. Tanah yang akan diuji adalah jenis tanah lanau yang diambil dari Desa

METODE PENELITIAN. tanah yang diambil yaitu tanah terganggu (disturb soil) dan tanah tidak

III. METODE PENELITIAN. paralon sebanyak tiga buah untuk mendapatkan data-data primer. Pipa

METODOLOGI PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kadar air menggunakan tanah terganggu (disturbed), dilakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

METODE PENGUJIAN HUBUNGAN ANTARA KADAR AIR DAN KEPADATAN PADA CAMPURAN TANAH SEMEN

METODE PENELITIAN. Lampung yang telah sesuai dengan standarisasi American Society for Testing

Spesifikasi agregat untuk lapis fondasi, lapis fondasi bawah, dan bahu jalan

BAB III LANDASAN TEORI

TINJAUAN VARIASI DIAMETER BUTIRAN TERHADAP KUAT GESER TANAH LEMPUNG KAPUR (STUDI KASUS TANAH TANON, SRAGEN)

ANALISIS PENINGKATAN NILAI CBR PADA CAMPURAN TANAH LEMPUNG DENGAN BATU PECAH

III. METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini, pertama melakukan pengambilan sampel tanah di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA PEMANFAATAN KLELET ( LIMBAH PADAT INDUSTRI COR LOGAM ) SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT PADA BETON KEDAP AIR

III. METODE PENELITIAN. Tanah yang akan diuji adalah jenis tanah lempung lunak yang diambil dari

PEMANFAATAN LIMBAH PABRIK GULA (ABU AMPAS TEBU) UNTUK MEMPERBAIKI KARAKTERISTIK TANAH LEMPUNG SEBAGAI SUBGRADE JALAN (059G)

KATA PENGANTAR. Alhamdulillahirabbil alamin, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas

STUDI PENINGKATAN DAYA DUKUNG TANAH LEMPUNG DENGAN MENGGUNAKAN SEMEN

KORELASI ANTARA HASIL UJI DYNAMIC CONE PENETROMETER DENGAN NILAI CBR

METODE PENGUJIAN KEPADATAN RINGAN UNTUK TANAH

BAB IV HASIL PENELITIAN. dilakukan di laboratorium akan dibahas pada bab ini. Pengujian yang dilakukan di

BAB I PENDAHULUAN. Kelebihan dari konstruksi perkerasan kaku adalah sifat kekakuannya yang. sementara kelemahan dalam menahan beban

PENGUJIAN NILAI CBR LAPANGANDENGAN DCP (DYNAMIC CONE PENETROMETER)

Pengaruh Penambahan Bahan Stabilisasi Merk X Terhadap Nilai California Bearing Ratio (CBR)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DR. EVA RITA UNIVERSITAS BUNG HATTA

Cara uji CBR (California Bearing Ratio) lapangan

METODE PENELITIAN. Tanah yang akan di gunakan untuk penguujian adalah jenis tanah lempung

Pengaruh Kandungan Material Plastis Terhadap Nilai CBR Lapis Pondasi Agregat Kelas S

2. Kekuatan Geser Tanah ( Shear Strength of Soil ), parameternya dapat diperoleh dari pengujian : a. Geser Langsung ( Direct Shear Test ) b.

III. METODE PENELITIAN. 2. Air yang berasal dari Laboratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknik

III. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel tanah lempung berpasir ini berada di desa

BAB III LANDASAN TEORI. bergradasi baik yang dicampur dengan penetration grade aspal. Kekuatan yang

PENGGUNAAN SIRTU MALANGO SEBAGAI BAHAN LAPIS PONDASI BAWAH DITINJAU DARI SPESIFIKASI UMUM 2007 DAN 2010

STUDI LABORATORIUM DALAM MENENTUKAN BATAS PLASTIS DENGAN METODE FALL CONE PADA TANAH BUTIR HALUS DI WILAYAH BANDUNG UTARA

KOMPOSISI TANAH. Komposisi Tanah 2/25/2017. Tanah terdiri dari dua atau tiga fase, yaitu: Butiran padat Air Udara MEKANIKA TANAH I

PENGARUH CAMPURAN ABU SABUT KELAPA DENGAN TANAH LEMPUNG TERHADAP NILAI CBR TERENDAM (SOAKED) DAN CBR TIDAK TERENDAM (UNSOAKED)

HASIL DAN PEMBAHASAN. (undisturb) dan sampel tanah terganggu (disturb), untuk sampel tanah tidak

INVESTIGASI SIFAT FISIS, KUAT GESER DAN NILAI CBR TANAH MIRI SEBAGAI PENGGANTI SUBGRADE JALAN ( Studi Kasus Tanah Miri, Sragen )

PENGARUH KAPUR TERHADAP TINGKAT KEPADATAN DAN KUAT GESER TANAH EKSPANSIF

STUDI SIFAT FISIK TANAH ORGANIK YANG DISTABILISASI MENGGUNAKAN CORNICE ADHESIVE. Iswan 1) Muhammad Jafri 1) Adi Lesmana Putra 2)

TUGAS MEKANIKA TANAH

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

UJI CALIFORNIA BEARING RATIO (CBR) ASTM D1883

BAB IV HASIL PEMBAHASAN DAN ANALISIS

Transkripsi:

DESAIN KONSTRUKSI JALAN USAHATANI DI PETAKAN TERSIER LAHAN SAWAH (KASUS DI CIKARAWANG BOGOR) TATANG SUMARNA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Desain Konstruksi Jalan Usahatani di Petakan Tersier Lahan Sawah (Kasus di Cikarawang Bogor) adalah karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2013 Tatang Sumarna NIM F451090081

RINGKASAN TATANG SUMARNA. Desain Konstruksi Jalan Usahatani di Petakan Tersier Lahan Sawah (Kasus di Cikarawang Bogor). Dibimbing oleh ASEP SAPEI dan ERIZAL. Hasil pertanian yang mempunyai sifat mudah rusak harus ditangani secara baik dan benar, sehingga penurunan mutu dan kehilangan hasil pertanian dapat dihindari. Oleh karena itu pada daerah sentra produksi pertanian diperlukan adanya prasarana jalan usahatani yang memadai. Tujuan penelitian ini adalah (1) mendesain konstruksi jalan usahatani di petakan tersier dan membuat prototipe subgrade jalan usahatani, (2) menguji kekuatan dari prototipe subgrade jalan usahatani. Kriteria desain konstruksi jalan usahatani di petakan tersier lahan sawah mencakup : (1) spesifikasi kendaraan / alat angkut yang direncanakan, (2) kriteria jalan usahatani, (3) kriteria saluran tersier, (4) karakteristik tanah dasar (subgrade) jalan usahatani. Pengujian dilakukan dengan Calfornia Bearing Ratio (CBR) rendaman untuk bahan tanah timbunan, dan dengan Dynamic Cone Penetrometer (DCP) untuk prototipe subgrade jalan usahatani. Nilai CBR akan berbeda-beda sesuai dengan kedalaman lapisan yang diuji. Pada kedalaman 0-340 mm, 340-590 mm dan kedalaman 590-950 mm berturut-turut diperoleh nilai CBR rata-rata sebesar 7.62%, 19.67% dan 21.90%, lebih besar dari nilai CBR rencana yaitu 5.7%. Hal ini berarti subgrade memenuhi syarat kekuatan. Hasil desain konstruksi jalan usahatani di petakan tersier adalah (1) lebar atas subgrade jalan usahatani 2 m termasuk perkerasan jalan, (2) tinggi subgrade jalan usahatani 0.90 m, (3) kemiringan subgrade jalan usahatani 1:1.2, (4) tebal perkerasan jalan usahatani 7 cm dan tidak dibuat prototipenya, (5) pada kedalaman tanah subgrade 0.50 m dipasang saluran tersier dari pipa berdiameter 6 inci. Kata kunci: california bearing ratio, desain konstruksi jalan, jalan usahatani, subgrade, petakan tersier

SUMMARY TATANG SUMARNA. Design of Farm Road Construction at the Tertiary Plot of Paddy Field (case in Cikarawang Bogor). Supervised by ASEP SAPEI and ERIZAL. Perishable nature of agricultural product must be handled properly, to avoid deterioration and loss of product. Therefore, the centre area of agricultural production requires adequate farm road. The objectives of this research were: (1) to design the construction of farm road at tertiary plot and make the subgrade prototype of farm road, and (2) to analyze the strength of subgrade prototype. The design criteria of farm road construction were identified based on : (1) specification of vehicle, (2) the criteria of farm road, (3) the criteria of tertiary canal, (4) the characteristics of subgrade. The strength of subgrade prototype was analyzed by California Bearing Ratio (CBR) and Dynamic Cone Penetrometer (DCP). The result showed that on the depth of 0 340 mm, 340 mm 540 mm and a depth 590 mm 950 mm consecutively CBR had an average value of 7.62%, 19.67% and 21.91%. These value were bigger than CBR plan 5.7 %. It indicated that the subgrade strength was eligible. Design result of farm road construction at tertiary plots of paddy field were: (1) width of subgrade of farm road 2 m, (2) height subgrade of farm road 0.90 m, (3) slope of subgrade farm road 1:1.2, (4) thickness of farm road pavement 7 cm and nor prototype, (5) the tertiary channel using 6 inch diameter pipe was installed at the depth of 0.5 m of subgrade soil. Keywords: california bearing ratio, design of farm road construction, farm road, subgrade, tertiary plot of paddy field

Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

DESAIN KONSTRUKSI JALAN USAHATANI DI PETAKAN TERSIER LAHAN SAWAH (KASUS DI CIKARAWANG BOGOR) TATANG SUMARNA Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Penguji Luar Komisi Pembimbing pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Meiske Widyarti, M.Eng

Judul Tesis : Desain Konstruksi Jalan Usahatani di Petakan Tersier Lahan Sawah (Kasus di Cikarawang Bogor) Nama : Tatang Sumarna NIM : F451090081 Disetujui Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Asep Sapei, M.S. Ketua Dr. Ir. Erizal, M.Agr, Anggota Diketahui oleh Ketua Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Nora H. Pandjaitan, DEA Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr Tanggal Ujian : 30 Januari 2013 Tanggal Lulus :

PRAKATA Ucapan syukur dipanjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-nya sehingga tesis yang berjudul Desain Konstruksi Jalan Usahatani di Petakan Tersier Lahan Sawah (Kasus di Cikarawang Bogor) ini dapat diselesaikan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk perkembangan ilmu pengetahuan. Dengan segala kerendahan hati, diucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Asep Sapei, MS selaku ketua komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, masukan dan motivasi. 2. Dr. Ir. Erizal, M.Agr selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, masukan dan motivasi. 3. Dr. Ir. Meiske Widyarti, M.Eng selaku dosen penguji ujian tesis. 4. Dr. Ir. Nora H. Panjaitan, DEA selaku ketua Program Studi Pascasarjana Teknik Sipil dan Lingkungan atas masukan yang diberikan. 5. Seluruh rekan-rekan dan staf SIL atas bantuan dan dukungannya dari proses pelaksanaan penelitian hingga penulisan tesis ini. Dalam tulisan ini tentu masih banyak kekurangan, oleh karena itu diharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk penulisan selanjutnya. Bogor, Januari 2013 Tatang Sumarna

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ix DAFTAR GAMBAR ix DAFTAR LAMPIRAN x 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 Kerangka Pemikiran 1 Perumusan Masalah 1 Tujuan Penelitian 2 2 TINJAUAN PUSTAKA Jalan 3 Tanah Dasar (Subgrade) 4 Kompaksi 5 Konstruksi Perkerasan 6 Dynamic Cone Penetrometer (DCP) 11 Pembebanan Terhadap Pipa 14 3 METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian 16 Bahan dan Alat 16 Desain Jalan Usahatani yang terintegrasi dengan Saluran Tersier 18 Pengukuran Pengujian 19 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Tanah Bahan Timbunan 24 Perkerasan dengan Metode Tanpa Bahan Pengikat 28 Dimensi Potongan Melintang Jalan Usahatani yang terintegrasi dengan Saluran Tersier 27 Desain Prototipe Jalan Usahatani yang terintegrasi dengan Saluran Tersier Lahan Sawah 29 Pembebanan Terhadap Pipa 30 Prototipe Subgrade Jalan Usahatani di Petakan Tersier Lahan Sawah 32 Kekuatan Tanah Dasar (Subgrade) Prototipe Jalan Usahatani 38 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 39 Saran 39 DAFTAR PUSTAKA 40 LAMPIRAN 42 RIWAYAT HIDUP 65

DAFTAR TABEL 1 Kelas jalan 7 2 Nilai koefisien k 1 7 3 Nilai koefisien k 2 8 4 Tegangan ijin tanah atau σ t,ijin 10 5 Contoh hasil pengujian DCP 13 6 Spesifikasi Model Tamping Rammer MT 75 H 17 7 Nilai berat jenis partikel tanah, Gs 24 8 Koefisien keseragaman dan koefisien gradasi 25 9 Konsistensi tanah/batas cair dan batas plastis 26 10 Hubungan nilai r/h dengan Cb 31 11 Perhitungan nilai PH 31 12 Nilai rata-rata CBR dari tiap bagian kedalaman 38 DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka pemikiran 2 2 Susunan konstruksi perkerasan jalan 4 3 Penyebaran beban roda kendaraan 8 4 Bidang kontak permukaan ban kendaraan dengan jalan 9 5 Dynamic Cone Penetrometer (DCP) 12 6 Contoh grafik hasil pengujian DCP dan CBR 13 7 Koefisien Boussinesq 14 8 Koefisien transfer Cp untuk pipa lentur 15 9 Lokasi penelitan 16 10 Alat pemadat tanah timbunan Model Tamping Rammer MT 75 H 17 11 Skema penelitian 17 12 Jenis kendaraan angkutan yang direncanakan 18 13 Kurva distribusi partikel contoh tanah pada kedalaman tanah 0 25 cm 24 14 Kurva distribusi partikel contoh tanah pada kedalaman tanah 25-55 cm 25 15 Kurva distribusi partikel contoh tanah pada kedalaman tanah 55-110 cm 25 16 Kurva uji kompaksi pada kedalaman tanah 0-25 cm 26 17 Kurva uji kompaksi pada kedalaman tanah 25-55 cm 27 18 Kurva uji kompaksi pada kedalaman tanah 55-110 cm 27 19 Hubungan panjang pipa dengan beban tekan maksimum 28 20 Potongan melintang prototipe jalan usahatani di petakan tersier 30 21 Denah prototipe jalan usahatani di petakan tersier 30 22 Tanah timbunan untuk tanah dasar (subgrade) jalan usahatani 30 23 Pembuatan profil melintang jalan dengan penimbunan awal 33 24 Pelaksanaan koreksi batas plastis di lapangan 33 25 Bentuk alur pemadatan dari sisi menuju pusat 34 26 Bentuk alur pemadatan dari pusat menuju sisi 34 27 Pemadatan akhir lapis pertama 35

28 Pemadatan akhir lapis terakhir 35 29 Pengambilan data DCP 36 30 Penggalian lokasi pipa PVC 36 31 Pipa yang sudah terpasang dan ditimbun 37 32 Proses pemadatan ulang tanah setelah pipa terpasang 37 33 Hasil Pemadatan ulang tanah setelah pipa terpasang 38 DAFTAR LAMPIRAN 1 Hasil perhitungan berat jenis partikel (Gs) 42 2 Hasil pengukuran butir tanah dengan analisis ayak dan hidrometer 43 3 Hasil perhitungan konsistensi tanah/ batas cair dan batas plastis 45 4 Grafik batas cair 47 5 Grafik plastisitas untuk klasifikasi tanah (Das, 1994) 48 6 Perhitungan kompaksi 49 7 Langkah kerja pengujian CBR rendaman 50 8 Langkah pengujian pipa PVC 56 9 Langkah perhitungan dari hubungan DCP dan CBR 59

1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Komoditas pertanian (tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan) merupakan komoditas yang sangat prospektif untuk dikembangkan mengingat potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, ketersediaan teknologi serta potensi serapan pasar di dalam negeri dan pasar internasional yang terus meningkat. Usahatani pertanian (tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan) masih mempunyai kendala keterbatasan penggunaan sarana produksi, alat dan mesin pertanian yang antara lain disebabkan kurang memadainya sarana jalan usahatani. Disamping itu jalan usahatani mutlak diperlukan dalam pengangkutan hasil pertanian yang mempunyai sifat perishable (mudah rusak) yang harus ditangani secara baik dan benar serta berhati-hati, sehingga penurunan mutu dan kehilangan hasil dapat dihindari. Oleh karena itu perlu adanya penyediaan prasarana jalan usahatani yang memadai pada daerah sentra produksi pertanian (tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan). Dalam Undang-Undang 38 tahun 2004 tentang jalan terdapat klausul jalan khusus yaitu jalan yang pembangunan dan pembinaannya merupakan tanggung jawab departemen terkait. Sehubungan dengan itu maka jalan usahatani dikategorikan jalan khusus sehingga pembinaannya merupakan tanggung jawab Depatemen Pertanian. Pada umumnya jalan usahatani masih belum memadai sehingga belum dapat dimanfaatkan secara optimal. Oleh karena itu perlu pengembangan jalan usahatani dengan pengertian sebagai pembangunan baru, peningkatan kapasitas atau rehabilitasi jalan usahatani agar memenuhi standar teknis untuk dilalui kendaraan untuk mengangkut hasil pertanian dan alat mesin pertanian yang diperlukan. (Deptan 2008) Kerangka Pemikiran Saluran air yang selama ini mengalirkan air ke sawah merupakan saluran terbuka. Saluran tersebut hanya berfungsi mengalirkan air saja tanpa dapat memberikan nilai tambah lainnya. Untuk menghemat lahan yang ada dan untuk menekan kehilangan air akibat kebocoran dan penguapan maka saluran terbuka akan diganti menjadi saluran tertutup dengan menggunakan pipa PVC. Dengan demikian bagian atas saluran dapat dipakai untuk jalan usahatani. Saluran tersier dan jalan usahatani dalam hal ini akan digabung. Secara skematis kerangka pemikiran di atas dapat digambarkan seperti terlihat pada Gambar 1. Perumusan Masalah Berdasarkan pemikiran di atas perlu dibuatkan suatu prototipe pola tanah dasar (subgrade) jalan usahatani yang terintegrasi dengan saluran tersier, yang mengacu kepada kondisi lahan yang ada, baik bentuk profil jalan, ukuran jalan

2 dan karakteristik tanah yang ada. Dalam hal ini jalan usahatani yang direncanakan memerlukan tanah timbunan yang dipadatkan sebagai tanah dasar (subgrade) dan berasal dari lokasi yang berdekatan. Tujuan Penelitian 1) Membuat desain konstruksi jalan usahatani di petakan tersier dan prototipe subgrade jalan usahatani. 2) Menguji kekuatan dari prototipe subgrade jalan usahatani. Saluran Irigasi Tersier ( Saluran Terbuka) Existing (Umum) Saluran Irigasi Tersier (Saluran Tertutup) Modifikasi Bagian Bawah : Saluran Irigasi Pipa Bagian Atas : Jalan Usahatani Desain Konstruksi Jalan Usahatani Di Petakan Tersier Lahan Sawah Gambar 1 Kerangka pemikiran

3 2 TINJAUAN PUSTAKA Jalan Jalan merupakan prasarana transportasi yang paling banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia untuk melakukan mobilitas keseharian sehingga volume kendaraan yang melewati suatu ruas jalan mempengaruhi kapasitas dan kemampuan dukungnya. Kekuatan dan keawetan kontruksi perkerasan jalan sangat ditentukan oleh sifat-sifat daya dukung tanah dasar (Sukirman 1999). Berdasarkan Direktorat Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air Depatemen Pertanian PT.PLA.B.3-2-2008 Pedoman Teknis Pembangunan Jalan Usaha Tani dinyatakan sebagai berikut : 1. Jalan usahatani adalah suatu prasarana transportasi di dalam kawasan pertanian (tanaman pangan, hortikultura, dan peternakan) guna memperlancar pengangkutan sarana produksi, hasil produksi dan mobilitas alat mesin pertanian. 2. Pembangunan jalan usahatani adalah pembuatan baru, peningkatan kapasitas dan rehabilitasi. 3. Pembuatan jalan usahatani adalah membuat jalan baru sesuai kebutuhan : a. Peningkatan kapasitas jalan usahatani adalah jalan usahatani yang sudah ada ditingkatkan tonase / kapasitasnya sehingga bisa dilalui oleh kendaraan yang lebih berat. b. Rehabilitasi jalan usahatani adalah memperbaiki jalan usahatani yang sudah rusak tanpa ada peningkatan kapasitas Konstruksi perkerasan lentur jalan terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan di atas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkan ke lapisan di bawahnya. Beban kendaraan dilimpahkan ke perkerasan jalan melalui bidang kontak roda beban berupa beban terbagi rata. Beban tersebut berfungsi untuk diterima oleh lapisan permukaan dan disebarkan ke tanah dasar menjadi lebih kecil dari daya dukung tanah dasar (Sukirman 1999). Menurut AASHTO dan Bina Marga kontruksi jalan terdiri dari: 1. Lapis permukaan (Surface Course) Lapisan permukaan (Surface Course) adalah lapisan yang terletak paling atas ( Sukirman 1999), dan berfungsi sebagai : a. Struktural, yaitu berperan mendukung dan menyebarkan beban kendaraan yang diterima oleh lapis keras. b. Non struktural, yaitu berupa lapisan kedap air untuk mencegah masuknya air ke dalam lapis perkerasan yang ada di bawahnya dan menyediakan permukaan yang tetap rata agar kendaraan berjalan dengan lancar. 2. Lapis Pondasi Atas (Base Course) Lapisan pondasi atas (Base Course) adalah lapisan perkerasan yang terletak diantara lapis pondasi bawah dan lapis permukaan (Sukirman 1999), dan berfungsi sebagai: a. Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan menyebarkan beban kelapisan di bawahnya.

4 b. Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah. c. Bantalan terhadap lapisan permukaan. 3. Lapis Pondasi Bawah (Subbase Course) Lapis Pondasi Bawah (Subbase Course) adalah lapis perkerasan yang terletak antara lapisan pondasi atas dan tanah dasar (Sukirman 1999), dan berfungsi sebagai : a. Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda pada tanah dasar. b. Efesiensi pengunaan material. c. Mengurangi ketebalan lapis keras yang ada di atasnya. d. Sebagai lapisan peresapan, agar air tanah tidak berkumpul pada pondasi. e. Sebagai lapian pertama agar memudahkan pekerjaan selanjutnya, f. Sebagai pemecah partikel halus dari tanah dasar naik ke lapis pondasi atas. 4. Lapis Tanah Dasar (Subgrade) Tanah dasar (Subgrade) adalah permukaan tanah semula, permukaan tanah galian atau timbunan yang dipadatkan dan merupakan dasar untuk perletakan bagian lapis keras lainnya. Konstruksi Perkerasan jalan susunannya seperti terlihat pada Gambar 2. Lapisan Permukaan (Surface) Lapisan Pondasi/Perkerasan (Base) Tanah Dasar (Subgrade) Gambar 2 Susunan konstruksi perkerasan jalan Tanah Dasar (Subgrade) Tanah merupakan komponen utama subgrade yang memiliki karakteristik, macam, dan keadaan yang berbeda-beda, sehingga setiap jenis tanah memiliki kekhasan perilaku. Sifat tanah dasar mempengaruhi ketahanan lapisan di atasnya (Sukirman 1999). Masalah-masalah yang dihadapi dalam tanah dasar merupakan masalah yang sudah umum dijumpai selama proses pekerjaannya. Adapun masalahmasalah yang sering dijumpai pada pekerjaan tanah dasar (Sukirman 1999) adalah sebagai berikut. 1. Perubahan bentuk tetap, yaitu perubahan bentuk akibat beban lalu lintas. Perubahan bentuk yang besar akan mengakibatkan jalan tersebut rusak. 2. Sifat mengambang dan menyusut dari tanah, yaitu perubahan yang terjadi akibat perubahan kadar air yang didukung tanah tersebut. 3. Perubahan bentuk karena daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti pada daerah dan macam tanah yang mempunyai sifat dan kedudukan yang berbeda.

5 4. Perubahan bentuk akibat terjadinya lendutan dan pengembangan kenyal yang besar selama dan sesudah pembebanan lalu lintas dari macam tanah tertentu. 5. Perubahan bentuk akibat dilakukannya tambahan pemadatan, karena terjadinya penurunan oleh beban tanah dasar tidak dipadatkan secara baik, dimana daya dukung tidak optimal. Untuk memperkecil terjadinya masalah yang menyangkut tanah dasar seperti di atas, maka langkah yang harus dilakukan adalah melakukan pekerjaan tanah dasar sesuai dengan peraturan pelaksanaan pembangunan jalan raya yang berlaku. Peraturan pelaksanaan yang menyangkut penyelidikan lokasi mengenai faktor kadar air tanah, material tanah, keadaan dan klasifikasi tanah dan sifat penting tanah serta daya dukung tanah. Tanah yang kurang memenuhi persyaratan untuk dijadikan sebagai lapisan tanah dasar, maka perlu dilakukan peningkatan daya dukung tanah dengan melakukan perbaikan terhadap tanah tersebut. Adapun cara yang dilakukan untuk meningkatkan daya dukung tanah tersebut (Sukirman 1999) dengan cara: 1. Cara dinamis, cara perbaikan tanah dasar dengan menggunakan alat-alat berat seperti compactor yang dilengkapi dengan alat penggetar untuk pekerjaan pemadatan. 2. Memperbaiki gradasi yang ada, cara ini dilakukan dengan menambah fraksi yang kurang kemudian dicampur dan dipadatkan. 3. Dengan stabilitas kimia, cara ini dilakukan dengan menstabilitaskan lapisan tanah dasar dengan bahan-bahan kimia seperti semen portland, kapur, dan bahan kimia lainnya. 4. Membongkar dan mengganti, langkah ini dilaksanakan apabila tanah dasarnya sangat jelek dan mengganti tanah aslinya dengan material yang lebih baik, berkualitas tinggi, dan mempunyai daya dukung yang optimal. Kompaksi Pemadatan (compaction) menunjukkan peningkatan kerapatan isi tanah akibat suatu beban atau tekanan (Baver 1962). Peristiwa bertambah berat volume kering oleh beban dinamis disebut pemadatan. Maksud pemadatan tanah adalah untuk meningkatkan kuat geser tanah, mengurangi sifat mudah manpat (kompresibilitas), mengurangi permeabilitas dan mengurangi perubahan volume sebagai akibat perubahan kadar air dan lain-lainnya (Hardiyatmo 1992). Islami dan Utomo (1995) menyatakan, pemadatan adalah proses naiknya kerapatan isi tanah dengan memperkecil jarak antar partikel,sehingga terjadi reduksi volume udara, tetapi tidak terjadi perubahan volume air yang cukup berarti. Pemadatan tanah dapat diberi batasan sebagai perubahan volume, karena tanah diberi tekanan dan untuk setiap daya pemadatan tertentu kepadatan yang tercapa tergantung pada kadar airnya. Pemadatan menurut Forsblad (1988) bahwa kerapatan dari sebuah bahan dinaikkan melalui pemakaian gaya dari luar. Tanah terdiri dari partikel-partikel mineral dan rongga-rongga udara yang sebagiannya diisi dengan air. Selama pemadatan partikel tersebut ditampung dan volume rongga udara dikurangi.

6 Dalam tanah yang berbutir kasar, air dapat ditekan keluar. Faktor-faktor terpenting yang menentukan hasil pemadatan adalah jenis bahan, kandungan air (kelembaban), metode pemadatan dan energi yang digunakan. Wesley (1973) menyatakan bahwa bila kadar air rendah maka tanah akan keras atau kaku sehingga sulit dipadatkan. Bila kadar air ditambah maka air itu akan berfungsi sebagai pelumas sehingga tanah akan lebih mudah dipadatkan. Pada kadar air tertinggi kepadatannya akan menurun karena pori-pori tanah menjadi terisi air yang tidak dapat dikeluarkan dengan cara pemadatan. Kepadatan tanah biasanya diukur (dinilai) dengan menentukan berat isi keringnya, bukan dengan angka porinya. Lebih tinggi berat isi kering berarti lebih kecil angka pori dan lebih tinggi derajat kepadatannya. Menurut Terzaghi dan Peck (1987) tingkat pemadatan tertinggi diperoleh apabila kadar air mempunyai suatu nilai tertentu yang disebut kadar air kelembaban optimum (optimum moisture content) dan prosedur untuk mempertahankan agar kadar air mendekati nilai optimumnya selama pemadatan timbunan dikenal sebagai kontrol kadar kelembaban (moisture content control). Bowles (1991) mendefinisikan empat variable pemadatan tanah yaitu : 1. Usaha pemadatan (energi pemadatan) 2. Jenis tanah (gradasi, kohesif atau tidak kohesif, ukuran partikel, dsb-nya) 3. Kadar air 4. Berat isi kering (Proctor menggunakan angka pori) Karena volume tanah terdiri dari bagian padat dan kekosongan diantaranya (voids), maka tekanan akan menurunkan kekosongan (void ratio) tiap satuan tekanan atau beban. Rasio kekosongan menyatakan perbandingan volume kekosongan dengan volume padatan (Baver 1962). Dalam uji tumbukan maupun uji remasan, beberapa contoh tanah dicampur dengan jumlah air yang makin bertambah banyak, dipadatkan di dalam cetakan, dan ditimbang. Apabila diketahui berat tanah basah di dalam cetakan yang volumenya diketahui maka berat isi tanah basah (γb) dapat langsung dihitung berat tanah basah di dalam cetakan per volume cetakan. Kemudian berat berat isi kering (γ kering ) dalam satuan (g/cm 3 ) dapat dihitung sebagai berikut : γ kering = basah... (1) w(%) 1 100 dimana w(%) sama dengan persen kadar air, pada rumus di atas adalah kadar air setelah dipadatkan. Dari data beberapa contoh yang dipadatkan dipakai untuk menggambarkan kurva berat isi kering terhadap kadar air (Bowles 1991). Menurut Gill dan Van den Berg (1967) pemadatan tanah adalah sifat dinamik tanah dimana tingkat kepadatan naik. Dalam hal ini pengeringan dan pengerutan dapat juga meningkatkan kepadatan tanah selain gaya-gaya mekanis yang bekerja pada tanah. Konstruksi Perkerasan Tebal konstruksi perkerasan dapat dihitung dengan beberapa cara seperti berikut ini.

7 1. Rumus Empiris Berdasarkan Kelas Jalan dan Keadaan Tanah Dasar Rumus ini dibuat berdasarkan pengalaman-pengalaman, dan disusun secara sederhana sebagai berikut : h = k 1 P...(2) dimana : h = tebal perkerasan, cm P = Kelas jalan, ton (Tabel 1) k 1 = koefisien yang tergantung tanah dasar, cm/ton (Tabel 2) Tabel 1 Kelas jalan Kelas jalan I II III IIIa IV V Sumber : Soedarsono, 1979 Tekanan gandar tunggal (ton) 7.0 5.0 3.5 2.75 2.0 1.5 Tabel 2 Nilai koefisien k 1 Klasifikasi Tanah Dasar Jenis Tanah Dasar Nilai k 1 (cm/ton) Tanah bagus Tanah baik Tanah sedang Tanah jelek Tanah jelek sekali -Tanah pasir berkerikil -Tanah pasir berbatu -Tanah pasir -Tanah liat atau silt -Tanah liat atau silt mengandung tanah organik. -Tanah rawa. 2.5 2.5 5.0 7.5 10 - -Tanah lumpur Sumber : Soedarsono, 1979 2. Rumus Empiris Berdasarkan Jumlah Tonase Kendaraan yang Lewat dan Keadaan Tanah Dasar Pertimbangan lain adalah bahwa tebal perkerasan tergantung dari total berat (tonase) kendaraan yang lewat dalam satu hari satu malam (24 jam). Tebal perkerasan dihitung dengan rumus : h = k 2 Σ P...(3) dimana : h = tebal konstruksi perkerasan, cm Σ P = P 1 +P 2 +P 3 +...P = jumlah berat (tonase) kendaraan yang lewat, ton k 2 = koefisien, cm/100ton (Tabel 3)

8 Tabel 3 Nilai koefisien k 2 Klasifikasi Tanah Dasar Nilai k 2 (cm/100 ton) Tebal minimum perkerasan (cm) Tanah bagus Tanah baik Tanah sedang Tanah jelek Tanah jelek sekali 1 2 3 4-10 20 30 40 - Sumber : Soedarsono, 1979 3. Tebal Perkerasan dengan Metode tanpa Bahan Pengikat Pada metode ini dianggap bahwa seluruh konstruksi perkerasan terdiri dari butiran-butiran lepas yang mempunyai sifat seperti pasir yaitu meneruskan setiap gaya tekan ke segala arah penjuru dengan sudut rata-rata 45 0 terhadap garis vertikal, sehingga penyebaran gaya tersebut merupakan bentuk kerucut dengan sudut puncak 90 0, seperti terlihat pada Gambar 3. Pada Gambar 3 terlihat bagian perkerasan atas akan menerima tekanan penyebaran beban yang paling besar, dan semakin bawah semakin kecil karena penyebaran gaya semakin meluas, sehingga pada tebal perkerasan tertentu (h) tekanan dari atas sudah kecil atau sama dengan daya dukung tanah dasar (subgrade) yang diijinkan atau σ α σ tnh... (4) dimana : σ α = tekanan dari atas akibat beban kendaraan σ tnh = daya dukung tanah dasar yang diijinkan Gambar 3 Penyebaran beban roda kendaraan 4. Rumus-rumus Dasar Tebal Perkerasan Jalan Tebal perkerasan jalan tergantung kepada penyebaran beban roda kendaraan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4. Berdasarkan hukum keseimbangan, gaya muatan W harus sama dengan tegangan tanah (τ t ), maka :

9 W = luas daerah tekanan x τ t 0.5 P = π r 2 τ t, r = h maka 0.5 P = π h 2 τ t h = P...(5) 2 t karena P bergerak berkali-kali, maka P menjadi P dinamis = γp, jadi P h =...(6) 2 t dimana : h = tinggi atau tebal perkerasan P = tekanan gandar tunggal (statis) yang maksimum W = tekanan roda statis. σ t = Kekuatan tanah atau tegangan tanah γ = koefisien keamanan kejut dan untuk getaran-getaran karena lalu-lintas, nilainya berkisar 1. 25 4 tergantung kepadatan lalu lintas. Dalam rumus berikutnya pengaruh luas bidang kontak antara ban karet dan muka jalan diperhitungkan, pada Gambar 4 diperlihatkan bidang kontak permukaan antara ban dengan jalan. Gambar 4 Bidang kontak permukaan ban kendaraan dengan jalan Pada rumus (6) bahwa r = h, tetapi sekarang menjadi r = h + a, maka pada rumus berikut ini menjadi, P h + a =...(7) 2 t P h = - a...(8) 2 t Bila nilai γ kita masukkan pada rumus 6 dengan mengambil nilai γ = 4 untuk lalu-lintas sangat sibuk dan σ t = 2 σ t yang diijinkan, maka

10 h = 4P 2 2 t ijin P h =... (9) t ijin P disini adalah tekanan gandar tunggal maksimum yang mungkin terjadi. Bila P diganti dengan tonase kelas jalan atau P o (standar tekanan gandar tunggal), maka didapat : P o = 0.5 P atau P = 2P o, maka rumus menjadi : 2Po h =... (10) ijin t Nilai dari tegangan ijin atau σ t,ijin bisa dilihat pada Tabel 4 di bawah ini. Tabel 4 Tegangan ijin tanah atau σ t,ijin Klasifikasi Tanah Dasar (Sub grade) Tanah bagus Tanah baik Tanah sedang Tanah jelek Tanah jelek sekali -Tanah lumpur Sumber : Soedarsono, 1979 Jenis Tanah -Tanah pasir berbatu atau berkerikil -Tanah pasir -Tanah liat atau silt -Tanah liat atau silt mengandung tanah organik. -Tanah rawa. σ t,ijin atau tegangan ijin tanah (kg/cm 2 ) ± 9 ± 2.75 ± 1.75 ± 1.25 - - Pada rumus 6 tersebut di atas sebenarnya adalah untuk lalu-lintas sangat padat, dan apabila untuk lalu-lintas jarang bisa diambil 50% dari ketebalan yang dihasilkan. Juga untuk lalu-lintas sedang dan lalu-lintas padat hasilnya bisa dikalikan masing-masing 70% dan 90%. 5. Sistem California Bearing Ratio (CBR) CBR merupakan ukuran kekuatan tanah sama dengan σ t. Perbedaannya kalau CBR pengukuran kekuatan tanah di lapangan dengan salah satu cara menggunakan penetrometer. Perkerasan dari batu pecah yang berbutir rapat kekuatannya dinilai 100%, sedangkan lumpur dinilai 0%. Di bawah ini ditunjukkan CBR dengan modulus elastisitas atau E. σ t = ε E... (11) dimana : σ t = kekuatan tanah atau tegangan tanah ε = suatu konstanta E = modulus elastisitas Menurut Yeuffroy s nilai ε yang biasa dipakai adalah ε = 0.008 Menurut Acun dan Fox s nilainya ε = 0.006 dan

11 Menurut Heukelom nilai E adalah : E (kg/cm) = ± 110 CBR (%) Menurut Darmon nilai E adalah : E (kg/cm) = ± 100 CBR (%) Sebenarnya antara E dan CBR tidak mempunyai hubungan yang linear atau berbanding lurus. Menurut percobaan laboratorium nilai E berkisar antara E = 50-200 CBR, tetapi untuk tanah cukup diambil E=100CBR, sedangkan nilai epsilon diambil ε = 0.008, sehingga rumus 11 menjadi : σ t = ε E = 0.008 x 100 CBR = 0.8 CBR...(12) Sekarang nilai σ t dimasukkan ke dalam rumus 6, maka : P h = 2 0.8CBR P h =...(13) 1.6 CBR γ adalah koefisien jenis kepadatan lalu-lintas dimana γ = 4 untuk lalu-lintas sangat padat, γ = 3.085 untuk lalu-lintas padat, γ = 2.17 untuk lalu-lintas sedang, γ = 2.170 untuk lalu-lintas sedang dan γ = 1.25 untuk lalu-lintas jarang. P(ton) sama dengan 1000 P(kg), maka nilai koefisien jenis kepadatan lalu-lintas dimasukkan ke rumus 13 menjadi: Untuk lalu lintas sangat padat = h a = Untuk lalu lintas padat = h b = Untuk lalu lintas sedang = h c = Untuk lalu lintas jarang = h d = 4x1000P = 1.6 t CBR 3.085x1000P = 1.6 t CBR 2.17x1000P = 1.6 t CBR 1.25x1000P = 1.6 t CBR P 28...(14) CBR P 25...(15) CBR P 20...(16) CBR P 16...(17) CBR dimana : h dalam cm, P dalam ton, CBR dalam % Dynamic Cone Penetrometer (DCP) Pada umumnya perencanaan jalan di Indonesia khususnya di lingkungan Departemen Pekerjaan Umum menggunakan nilai CBR (California Bearing Ratio) dalam menentukan tebal perkerasan berdasarkan proyeksi lalu lintas dan umur rencananya. Data CBR dapat digunakan untuk mengevaluasi perlunya pemeliharaan dan peningkatan jalan. Dalam usaha mendapatkan data CBR di lapangan, dapat dilakukan penentuan nilai CBR di tempat (in situ) secara konvensional (SNI 03-1738-1989), namun cara ini memerlukan waktu yang relatif lama dan peralatan CBR laboratorium yang relatif mahal (SNI 03-1744-1089).

12 Cara lain yang relatif baru tetapi sudah diterapkan di lapangan adalah dengan alat Dynamic Cone Penetrometer (DCP). Alat DCP pada Gambar 5 terdiri dari bagian tangkai baja yang dibagian ujung dipasang konus baja dengan ukuran dan bentuk tertentu, dan di bagian atas dilengkapi dengan batang pengarah jatuh palu penumbuk. Metode DCP ini adalah cara pengujian perkerasan jalan (tanah dasar /subgrade, pondasi bahan berbutir) yang relatif cepat, yaitu dengan masuknya ujung konus ke dalam tanah yang ditimbulkan oleh pukulan palu dengan beban dan tinggi jatuh tertentu menerus sampai kedalaman tertentu pula. Untuk memperkirakan nilai CBR tanah atau bahan granular dapat menggunakan beberapa metode, namun yang cukup akurat dan paling murah saat ini adalah menggunakan DCP. Disamping itu DCP adalah salah satu pengujian tanpa merusak atau Non Destructive Testing (NDT), yang digunakan untuk lapis pondasi batu pecah, pondasi bawah sirtu, stabilitas tanah dengan semen atau kapur dan tanah dasar. Transport Road Research (TRL 1993) mengembangkan prosedur pengujian lapis perkerasan dengan DCP, dan dilaporkan dalam Overseas Road Note 31 (1993) menggunakan hubungan sebagai berikut : Van Vuuren, 1969, (Konus 60 0 ) : Log CBR = 2,632 1,28 (Log DCP) Kleyn & Haden, 1983, (Konus 30 0 ) : Log CBR = 2,555 1,145 (Log DCP) Smith & Pratt, 1983, (Konus 30 0 ) : Log CBR = 2,503 1,15 (Log DCP) TRL, Road Note 8, 1990,(Konus 60 0 ): Log CBR = 2,48 1,057 (Log DCP) Gambar 5 Dynamic Cone Penetrometer (DCP)

13 Pada Tabel 5 diperlihatkan contoh hasil pengujian daya dukung perkerasan jalan yang menggunakan Dynamic Cone Penetrometer (DCP). DCP merupakan alat uji yang mana hasil pengukurannya dikorelasikan dengan nilai California Bearing Ratio (CBR) yang nantinya dipergunakan untuk menghitung kekuatan daya dukung tanah untuk jalan. Tabel 5 Contoh hasil pengujian DCP No Pukulan Penetrasi Kedalaman (mm) Kumulasi Jumlah Pukulan Elevasi Tebal (mm) DCP (mm/pukulan) CBR (%) Keterangan a b c d e f g h i 1 2 3 4 5 6 7 5 5 5 5 5 5 5 65 106 139 167 200 239 262 0 5 10 15 20 25 30 146 187 220 284 281 320 343 AC-Binder, 146 Agg A, 121.6 mm, El: 267.6 mm 8 9 10 5 5 5 277 300 329 35 40 45 358 381 410 212 6.1 45.0 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 5 5 5 5 5 5 5 3 3 3 3 3 3 3 355 370 381 398 416 440 515 581 625 664 715 783 864 933 Sumber : Dahlan, 2005 50 55 60 65 70 75 80 83 86 89 92 95 98 101 436 451 462 479 497 521 596 662 706 745 796 163 4.1 68.4 Agg B, 318 mm, El: 585 mm 864 945 1014 218 24.2 10.4 Selected Embackment El: 1014 mm Pada Gambar 6 ditampilkan hasil pengujian DCP dan CBR, serta korelasi antara DCP dengan CBR. Gambar 6 Contoh grafik hasil pengujian DCP dan CBR (Dahlan, 2005)

14 Pembebanan Terhadap Pipa Saluran tersier pipa yang ditempatkan di bawah jalan usahatani akan mengalami pembebanan akibat beban yang ada di atasnya. Beban-beban tersebut adalah seperti berikut : 1. Beban Mati Beban mati akibat berat sendiri tanah timbunan atau pembebanan arah vertikal, menurut teori Marston-Spangler dapat dihitung dengan rumus : PM = γ H Bc Ke... (18) dimana : PM = Beban mati total per-unit panjang (kg/m). γ = Berat isi tanah (kg/m³). H = Tinggi timbunan di atas puncak pipa (m). Bc = Diameter pipa (m). Ke = Koefisien tekanan tanah pada kondisi perletakan pipa tergantung faktor rasio penurunan atau rsd, jika pipa diletakkan pada batuan atau tanah keras, maka rsd = 1 Jika pipa diletakan pada tanah teguh, maka rsd = 0.8 1.5 Dan jika diletakkan pada tanah biasa, maka rsd= 0.5 0 Pembebanan arah horizontal dapat diabaikan karena pada umumnya relatif kecil. 2. Beban Hidup Beban hidup adalah beban bergerak atau kendaraan yang ada di atas jalan usahatani. Boussinesq dan Newmark menyatakan beban hidup untuk beban terpusat dipermukaan adalah sbb PH = Q Cb/ H²... (19) dimana : PH = Beban hidup rata-rata lalu-lintas pada tepi atas pipa (kg/m) Q = Beban roda terpusat di permukaan jalan (kg) Cb = Koefisien Boussinesq (lihat pada Gambar 7 koefisien Bussinesq ) H = Tinggi timbunan di atas puncak pipa (m) Gambar 7 Koefisien Boussinesq

15 Beban vertikal kombinasi beban mati dan beban hidup yang diterima puncak pipa adalah : Pk = Cp (PM + PH)...(20) dimana : Pk = Beban kombinasi yang bekerja pada pipa Cp = Koefisien reduksi, untuk struktur kaku Cp = 2 dan untuk struktur lentur lebih kecil dari Gambar 8 Koefisien transfer Cp untuk pipa lentur

16 3 METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di lahan pertanian milik Institut Pertanian Bogor di Desa Cikarawang Bogor (Gambar 9), sedangkan pengujian karakteristik tanah dilakukan di Laboratorium Fisika dan Mekanika Tanah, Institut Pertanian Bogor..Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni sampai Oktober 2011. Gambar 9 Lokasi penelitian Bahan dan Alat Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah tanah yang berasal dari Pengembangan model lahan pertanian Institut Pertanian Bogor di desa Cikarawang Bogor dan pipa PVC berukuran 6 inci. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1). pengambil contoh tanah. 2). pengukur kadar air. 3). pengukur berat jenis. 4). saringan pengukur butir tanah. 5). penguji konsistensi tanah. 6). pengujian kompaksi/proktor standar. 7). penguji California Bearing Ratio (CBR). 8). Universal Testing Machine (UTM). 9). Dynamic Cone Penetrometer (DCP). Alat pemadatan tanah timbunan yang digunakan pada proses pembuatan prototipe jalan usahatani di lapangan adalah Model Tamping Rammer MT 75 H (Gambar 10), dengan spesifikasi alat seperti terlihat pada Tabel 6.

17 Tabel 6 Spesifikasi Model Tamping Rammer MT 75 H Model Tinggi Lebar Panjang Telapak Tumbukan/menit Gaya tumbukan Berat sendiri MT-75H 1010 mm 390 mm 710 mm 285 mm x 340 mm 690 1300 kg/tumbukan 64 kg Gambar 10 Alat pemadat tanah Model Tamping Rammer MT 75 H Penelitian dilakukan melalui beberapa tahapan seperti yang ditampilkan pada Gambar 11. Mulai Kriteria Desain Konstruksi Jalan Usahatani Di Petakan Tersier Lahan Sawah: 1. Spesifikasi Kendaraan / Alat Angkut yang Direncanakan. 2. Kriteria Jalan Usahatani. 3. Kriteria Saluran Tersier (Pengujian Tekan Pipa PVC). 4. Karakteristik Tanah Dasar (Subgrade) Jalan Usahatani (Pengujian Karakteristik Tanah Bahan Timbunan). Desain Jalan Usahatani Di Petakan Tersier Lahan Sawah Selesai Gambar 11 Skema penelitian

18 Desain Jalan Usahatani yang Terintegrasi dengan Saluran Tersier Lahan Sawah 1. Spesifikasi Kendaraan atau Alat Angkut yang Direncanakan Kriteria pembebanan yang ada di atas jalan yang paling besar adalah kendaraan atau alat angkut beserta bebannya. Adapun perencanaan pembebanan mengacu kepada spesifikasi yang ada seperti di bawah ini. a) Jenis kendaraan atau Alat Angkut. Jenis kendaraan atau alat angkut adalah traktor tangan yang dilengkapi dengan gerobak (trailer) (Gambar 12). b) Dimensi kendaraan Adapun kendaraan atau alat angkut seperti di atas mempunyai dimensi sebagai berikut : Lebar antara ban kendaraan luar ke luar adalah 0.86 m sampai dengan 1.1 m. Panjang kendaraan angkut antara ban depan traktor dan ban gerobak 2.5 sampai 3 m. c) Beban yang ada pada kendaraan. Beban sendiri dari traktor tangan ± 250 kg. Beban gerobak / trailer sekitar ± 150 kg. Beban angkut maksimum sekitar ± 500 kg. Gambar 12 Jenis kendaraan angkutan yang direncanakan 2. Kriteria Jalan Usahatani Berdasarkan Standar Konstruksi Bangunan Indonesia (SKBI-2.3.26. 1987) lebar perkerasan jalan untuk lebar perkerasan jalan (= L) < 5.5 m, jumlah lajur adalah 1 (satu) lajur, satu arah dengan beban total < 5 ton. Untuk jalan usahatani ini direncanakan termasuk jalan dengan kesibukan jarang atau tidak banyak kendaraan yang masuk, dalam hal ini hanya untuk keperluan transportasi ke lahan pertanian saja. 3. Kriteria saluran tersier Untuk prototipe jalan usahatani yang terintegrasi dengan saluran tersier ini salurannya dipakai dari pipa PVC yang ditanam di bawah permukaan jalan sedalam 50 cm sebagai percobaan. Spesifikasi pipa PVC dengan diameter 6 inci (±15 cm) dengan ketebalan dinding pipa 3 mm.

19 4. Karakteristik Tanah Dasar (Subgrade) Jalan Usahatani Pembuatan prototipe subgrade jalan usahatani ini dibuat dari tanah timbunan yang berasal dari lokasi yang sama. Oleh karena itu pengujian bahan tanah timbunan perlu diketahui karakteristiknya baik pengujian fisik dan mekanik dari tanah timbunan tersebut. Adapun jenis karakteristik tanah bahan timbunan yang akan diuji di laboratorium adalah sebagai berikut : 1) Berat jenis partikel tanah (Gs). 2) Analisis saringan ukuran butir tanah. 3) Konsistensi tanah / batas cair dan batas plastis. 4) Kompaksi / pemadatan tanah. 5) California Bearing Ratio (CBR). Pengukuran Pengujian 1. Berat Jenis Partikel Tanah (Gs) Berat Partikel Tanah / Gs (Specific Gravity) menggunakan metoda standar JIS A-1202-1978. Berat jenis partikel tanah dihitung dengan persamaan sebagai berikut (Sapei, et al., 1990) : ma(t 0 0 w( T C) C) = x( ma (T 0 C)-mf)+mf...(21) ' '0 w ( T C) Gs (T 0 C) / T 0 ms C =...(22) ms ( ma mb) dimana : Gs(T 0 C) /4 0 C)=Gt x Gs (T 0 C / T 0 C)...(23) ma(t 0 C) = Berat piknometer dan air destilasi pada suhu T 0 C, (g) w (T 0 C) = Berat Jenis air pada suhu T 0 C w (T 0 C) = Berat Jenis air pada suhu T 0 C ma (T 0 C) = Berat piknometer dan air destilasi pada kalibrasi dengan suhu T 0 C, (g) mf = Berat piknometer kosong, (g) ms = Berat tanah kering open dalam piknometer, (g) mb = Berat tanah, air dan piknometer pada T 0 C, (g) Gs (T 0 C) / T 0 C = Berat jenis partikel pada suhu T 0 C Gs (T 0 C) / 4 0 C = Berat jenis partikel pada suhu 4 0 C Gt = Berat jenis air pada suhu T 0 C 2. Ukuran Butir Tanah Distribusi ukuran partikel digunakan untuk mengklasifikasikan suatu butiran tanah kasar dan menentukan sifat mekanika tanah. Oleh JIS, analisis ukuran partikel didefinisikan sebagai pengukuran yang menjelaskan kondisi distribusi partikel tanah dengan presentase berat. Standar metode yang digunakan adalah standar JIS A 1204 1980. Adapun perhitungan analisis saringan ukuran butiran seperti tercantum di bawah ini.

20 a. Tekstur 100( M M 1) M 2 =...(24) 100 w M 0 = M 1 + M 2... (25) M 1 % Tanah tertahan saringan = x 100%... (26) M 0 dimana: M 2 = Berat tanah kering oven yang lolos saringan 2000 μm,(g) M = Berat total tanah kering udara, (g) M 1 = Berat tanah kering oven yang tertahan saringan 2000 μm ( >2000 μm),(g) w = Kadar air tanah yang lolos saringan 2000 μm, (%) M 0 = Berat total tanah kering open, (g) b. Hidrometer 0.018 L d = mm... (27) ( Gs 1) w t 1 VB L = [L 1 + ( L2 ) ]x 10... (28) 2 A 100 Gs P =. ( r' F) w... (29) M ( G 1) S 0 s V dimana : d = Diameter maksimum partikel setiap pembacaan, (mm) η = Viskositas air (gf. s/m 2 ) L = Panjang efektif hidrometer (mm) G s = Berat jenis partikel pada T o C γ ω = Berat air pada T o C (gf/cm 3 ) t = Lama setelah pengadukan (detik) L = Panjang efektif hidrometer, (cm) L 1 = Panjang antara ujung atas bola hidrometer sampai bacaan (cm) L 2 = Panjang bola hidrometer (cm) VB = Volume hidrometer (cm 3 ) A = Luas penampang silinder (cm 2 ) M so = berat tanah kering oven di dalam larutan (g) V = Volume larutan (cm 3 ) G s = Berat jenis partikel pada T o C r' = Pembacaan hidrometer dengan koreksi miniskus F = Faktor koreksi P = Persentase fraksi yang lebih halus dari d Persentase fraksi yang tertahan saringan (74 μm 2000 μm) = Berat tnh tertahan x 100%... (30) Berat tnh seluruhnya( M s 0 )

21 Selanjutnya menggambarkan kurva kumulatif distribusi ukuran partikel, dan menentukan persentase setiap fraksi. Standar fraksi menurut JSF seperti di bawah ini. - fraksi batuan : > 75 mm - fraksi kerikil besar : 4.76 75 mm - fraksi kerikil halus : 2.00 4.76 mm - fraksi pasir kasar : 0.42 2.00 mm - fraksi pasir halus : 0.074 0.42 mm - fraksi debu : 0.005 0.074 mm - fraksi liat (termasuk koloid) : < 0.005 mm 3. Konsistensi Tanah/ Batas Cair dan Batas Plastis Pengujian konsistensi tanah terdiri dari dua jenis pengujian yaitu penentuan batas cair (Liquid Limit) dan batas plastis (Plastic Limit). Atterberg (1911) memberikan cara untuk menggambarkan batas-batas konsistensi dari tanah berbutir halus dengan mempertimbangkan kandungan kadar airnya. a. Batas Cair (Liquid Limit) Pengukuran batas cair dilakukan menggunakan metode standar JIS A- 1205-1980 yaitu dengan menggunakan metode Casagrande. Alat Casagrande digunakan untuk menentukan batas cair, dengan cara memasukkan pasta tanah secukupnya ke dalam mangkuk dan dibuat goresan dengan spatula sampai mengenai bagian bawah dari mangkuk, kemudian pengungkit diputar dengan kecepatan ± 2 putaran per detik. Pengungkit diputar sampai tanah pada bagian yang tergores bertemu satu sama lainnya. b. Batas Plastis (Plastic Limit) Pengukuran batas plastis dilakukan dengan menggunakan metoda standar JIS A-1206-1978. 4. Kompaksi / Pemadatan tanah Pengujian kompaksi atau pemadatan tanah dilakukan dengan menggunakan alat uji pemadatan standar JIS A-1210-1980 dengan energi total pemadatan 595 kj/cm 3 (Standar Proctor Test) untuk masing-masing jenis tanah dengan kadar air yang berbeda. Proses pengujian dilakukan setelah tanah dicampur dengan air dan didiameterkan dengan ditutup rapat selama 24 jam untuk memperoleh kadar air yang diinginkan secara rata. Berat isi (bulk density) dari tanah yang dipadatkan tergantung kadar airnya. Kadar air pada berat isi maksimum disebut kadar air optimum, dan merupakan suatu nilai indeks yang sangat penting di dalam pekerjaan tanah untuk konstruksi (Sapei, et, al., 1990). Selanjutnya berat isi dari setiap contoh tanah padat dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : a. Berat Isi Basah (ρ t ) ρ t = ( m 2 m1)...(31) v

22 b. Berat Isi Kering (ρ d ) 100 t ρ d =... (32) 100 W c. Berat Isi Jenuh (ρ sat ) ( m2 m1) ρ sat =... (33) 1/ Gs W /100. d. Berat Isi Kering Zero Air Void (ρ d(zav) ) Gs w ρ d(zav) =... (34) 1 GsW dimana : m 1 = Berat cetakan dan piringan dasar, (kg) m 2 = Berat tanah padat, cetakan dan piringan dasar, (kg) v = Kapasitas cetakan, (cm 3 ) Gs = Specific Gravity W = Kadar air (%) 5. California Bearing Ratio (CBR) Pengujian CBR rendaman menggunakan metoda JIS A-1211. Untuk pengambilan contoh tanah pada pengujian ini pada kedalaman 0 110 cm yang disesuaikan dengan pengambilan contoh tanah di lokasi untuk bahan tanah dasar (Subgrade). Nilai CBR merupakan ukuran daya dukung tanah yang dipadatkan dengan daya pemadatan tertentu dan kadar air tertentu dibandingkan dengan beban standard pada batu pecah. Dengan demikian besaran CBR adalah prosentase atau perbandingan antara daya dukung tanah yang diteliti dibandingkan dengani daya dukung batu pecah standard pada nilai penetrasi yang sama (0.1 inc dan 0.2 inci). CBR laboratorium diukur dalam 2 kondisi, yaitu pada kondisi tidak terendam disebut CBR Unsoaked dan pada konsisi terendam atau disebut CBR Soaked, pada umumnya nilai CBR Soaked lebih rendah dari CBR Unsoaked. Namun demikian kondisi Soaked adalah kondisi yang sering dialami di lapangan, sehingga di dalam perhitungan konstruksi bangunan, nilai CBR Soaked yang dipergunakan sebagai dasar perhitungan karena dalam kenyataannya air selalu mempengaruhi konstruksi bangunan atau jalan. Langkah kerja pengujian CBR rendaman dapat dilihat pada lampiran 7. 6. Pipa PVC Pengujian pipa PVC mengacu kepada standar AASHTO T 280 (American Association of State Highway and Transportation Officials. Pengujian ini untuk mendapatkan kekuatan maksimum gaya tekan tegak lurus pipa terhadap panjang pipa, dimana benda uji pada kondisi elastis, dengan pengertian pada saat beban tekan dihilangkan maka benda uji akan kembali ke bentuk semula. Pada Lampiran 8 diperlihatkan langkah pengujian pipa PVC 7. CBR Tanah Dasar di Lapangan dengan Alat DCP Pengujian ini mengacu kepada SNI 03-4153-1996, Metode Pengujian Penetrasi dengan Standard Penetration Tests (SPT), dan dari Jurnal Itenas yang berjudul Penyelidikan Perkerasan Jalan Dengan Alat Dynamic Cone Penetrometer

(DCP) untuk Pemantauan Pelaksanaan, oleh A. Tatang Dachlan. Pada penelitian ini titik pengambilan contoh diambil sebanyak dua titik. Adapun pengambilan data DCP (Dynamic Cone Penetrometer) (Gambar 5). Perhitungan DCP (Dynamic Cone Penetrom) dimaksudkan untuk mendapatkan nilai CBR(California Bearing Ratio) yang ada dilapangan. Perhitungan CBR (California Bearing Ratio) dari nilai DCP (Dynamic Cone Penetrometer) dibagi atas tiga bagian kedalaman, yaitu bagian A, bagian B dan bagian C.Pada perhitungan CBR (California Bearing Ratio) menggunakan rumus dari Transport Road Research (TRL), Road Note 8. 1990, (konus 60 0 ). 23

24 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Tanah Bahan Timbunan 1. Berat Jenis Partikel Tanah (Gs) Pengujian Berat Jenis Partikel Tanah Gs (Spesific Gravity) dari tanah bahan timbunan hasilnya disajikan dalam Tabel 7, dan perhitungan secara lengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1. Tabel 7 Nilai berat jenis partikel tanah,gs Kedalaman (cm) 0 25 25 55 55 110 Nilai Berat Jenis Partikel Tanah, Gs (Spesific Gravity) 2,66 2,73 2,81 Nilai Berat Jenis Partikel Tanah, Gs (Spesific Gravity) rata-rata 2,73 Nilai Berat jenis partikel tanah dari tiga kedalaman yang ditinjau dan diuji nilainya berbeda, ini disebabkan komposisi kandungan tanah setiap kedalaman cenderung berbeda. 2. Ukuran Butir Tanah Pada Gambar 13 diperlihatkan Kurva distribusi partikel contoh tanah pada kedalaman 0 25 cm. % Lolos 0,0001 0,0010 0,0100 0,1000 1,0000 D (mm) 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Analisa Ayak Analisa Hidrometer Gambar 13 Kurva distribusi partikel contoh tanah pada kedalaman tanah 0 25 cm Pada Gambar 14 diperlihatkan Kurva distribusi partikel contoh tanah pada kedalaman 25-55 cm.

25 % Lolos 0,0001 0,0010 0,0100 0,1000 1,0000 D (mm) 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Analisa Ayak Analisa Hidrometer Gambar 14 Kurva distribusi partikel contoh tanah pada kedalaman tanah 25 55 cm Pada Gambar 15 diperlihatkan Kurva distribusi partikel contoh tanah pada kedalaman 55-110 cm. % Lolos 0,0001 0,0010 0,0100 0,1000 1,0000 D (mm) 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Analisa Ayak Analisa Hidrometer Gambar 15 Kurva distribusi partikel contoh tanah pada kedalaman tanah 5 110 cm Dari Gambar 13, Gambar 14 dan Gambar 15 diperoleh nilai-nilai koefisien keseragaman dan koefisien gradasi (Tabel 8). Tabel 8 Koefisien keseragaman dan koefisien gradasi Kedalaman (cm) 0-25 25-55 55-110 Ukuran maksimum dari sampel 10%, d 10 (mm) 0.0014 0.003 0.001 Ukuran maksimum dari sampel 30%, d 30 (mm) 0.005 0.007 0.005 Ukuran maksimum dari sampel 60%, d 60 (mm) 0.02 0.03 0.03 Koefisien keseragaman, C u =d 60 /d 10 14.3 10.0 30.0 Koefisien gradasi, C c =(d 30 ) 2 /(d 60 *d 10 ) 0.89 0.54 0.83 Katagori tanah Bergradasi baik

26 Mengenai perincian perhitungan ukuran butir tanah dapat dilihat pada Lampiran 2. 3. Konsistensi Tanah/ Batas Cair dan Batas Plastis Konsistensi / batas cair dan batas plastis dari kedalaman tanah 0-25 cm, 25-55 cm dan 55-110 cm disajikan dalam Tabel 9. Perhitungan konsistensi tanah secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 3 dan pada Lampiran 4 ditampilkan grafik batas cairnya. Tabel 9 Konsistensi / batas cair dan batas plastis Kadar Air Kedalaman (cm) 0-25 25-55 55-110 Batas Cair (%), LL 78,85 72,95 78,71 Batas Plastis (%), PL 50,23 44,73 42,76 Indek Plastik (%), IP 28,62 28,22 35,95 Nilai konsistensi tanah pada Tabel 9 kemudian dimasukkan dalam Grafik plastisitas untuk klasifikasi tanah (Das, 1994) (Lampiran 5). Hasilnya menunjukkan bahwa tanah untuk subgrade termasuk pada klasifikasi A-7-5 yaitu kelompok jenis tanah lanau dan lempung. 4. Kompaksi / Pemadatan Tanah Gambar 16 memperlihatkan kurva uji kompaksi pada kedalaman tanah 0 25 cm. Sumbu tegak merupakan nilai berat isi kering (ρd dan ρd (ZAV) ) dalam t/m 3, sedangkan sumbu mendatar merupakan nilai kadar air dalam %. Berat Isi Kering (t/m3) 1,60 1,40 1,20 1,00 0,80 0,60 0,40 0,20 0,00 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 Kadar Air (%) Berat isi kering Berat isi kering ZAV Gambar 16 Kurva uji kompaksi pada kedalaman tanah 0-25 cm Gambar 17 memperlihatkan kurva uji kompaksi pada kedalaman tanah 25 55 cm. Sumbu tegak merupakan nilai berat isi kering (ρd dan ρd (ZAV) ) dalam t/m 3, sedangkan sumbu mendatar merupakan nilai kadar air dalam %.