DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

dokumen-dokumen yang mirip
1 of 5 18/12/ :41

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

MENTERIKEUANGAN REPUBLJK INDONESIA SALIN AN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 21/PMK.07/2009 TENTANG PELAKSANAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH MENTERI KEUANGAN,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Penyediaan Air Minum. Prosedur.

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 126 /PMK.07/2010 TENTANG PELAKSANAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 04/PMK.07/2011 TENTANG TATA CARA PENYAMPAIAN INFORMASI KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 04/PMK.07/2011 TENTANG TATA CARA PENYAMPAIAN INFORMASI KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Dana Jaminan Penugasan Pembiayaan Infrastruktur Dae

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Jaminan. Subsidi Bunga. Percepatan Penyediaan Air Minum

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

11/PMK.07/2010 TATA CARA PENGENAAN SANKSI TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN DI BIDANG PAJAK DAERAH DAN

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11/PMK.07/2010 TENTANG

2017, No Pinjaman atas Beban Bagian Anggaran Kementerian Negara/Lembaga; d. bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.05/2011 tentang Pem

MENTER!KEUANGAN REPUBUK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK I N DONESIA NOMOR 174 /PMK.08/2016

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 278, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5767); MEMUTUSKAN: Menetap

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 219/PMK.05/2009 TENTANG

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan: 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanju

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

- 1 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 46 / PMK.02 / 2006 TENTANG TATA CARA PENYAMPAIAN INFORMASI KEUANGAN DAERAH MENTERI KEUANGAN,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 145/PMK.05/2011 TENTANG MEKANISME PENGELOLAAN DANA OPERASIONAL KHUSUS PENGAMANAN PENERIMAAN NEGARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 04/PMK.07/2008 TENTANG PELAKSANAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH MENTERI KEUANGAN,

-2- No.1927, 2015 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara; 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan N

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

2011, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBAYARAN GAJI PEGAWAI NEGERI, PEJABAT NEGARA, DAN PE

2016, No Dana Desa, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, per

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81/PMK.07/2013 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN DANA DARURAT

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 169/PMK.07/2008 TENTANG TATA CARA PENYALURAN HIBAH KEPADA PEMERINTAH DAERAH MENTERI KEUANGAN,


BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tam

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2011, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12/PMK.05/2012 TENTANG

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presid

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Dana Belanja Pensiun. PT. Taspen. Prosedur.

2011, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

1 of 9 21/12/ :39

Peraturan pelaksanaan Pasal 159 Peraturan Menteri Keuangan. 11/PMK.07/ Januari 2010 Mulai berlaku : 25 Januari 2010

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang

2016, No b. bahwa dalam rangka efektifitas dan efisiensi penyelesaian pengembalian kelebihan pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangu

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 110/PMK.05/2010 TENTANG PEMBERIAN DAN TATA CARA PEMBAYARAN UANG MAKAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERIKEUANGAN REPUBLlK INDONESIA SALIN AN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 164/PMK.05/2011 TENTANG PETUNJUK PENYUSUNAN DAN PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN 168/PMK.07/2008 TENTANG HIBAH DAERAH MENTERI KEUANGAN,

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

2011, No.35 2 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

2011, No Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 4355); 3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tan

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

94/PMK.07/2012 PENYALURAN DANA BAGI HASIL PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERDESAAN DAN PERKOTAAN ATA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 16/PMK.03/2011 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA GORONTALO,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 130/PMK.05/2010 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 92/PMK.05/2011 TENTANG RENCANA BISNIS DAN ANGGARAN SERTA PELAKSANAAN ANGGARAN BADAN LAYANAN UMUM

2016, No Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Kapasitas Fiskal adalah gambaran kemampuan keuangan masing-masing daerah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 110/PMK.05/2010 TENTANG PEMBERIAN DAN TATA CARA PEMBAYARAN UANG MAKAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 183/PMK.07/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.07/2010 TENTANG ALOKASI DANA BAGI HASIL SUMBER DAYA ALAM KEHUTANAN TAHUN ANGGARAN 2010

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 16/PMK.03/2011 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK

1 of 6 18/12/ :41

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG,

Sumber : 2. Standar Biaya Masukan adalah satuan biaya berupa harga satuan, tarif, dan indeks yang digunakan untuk men

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

1 of 5 21/12/ :38

2016, No c. bahwa dalam rangka perbaikan kondisi keuangan Perusahaan Daerah Air Minum sebagaimana dimaksud dalam huruf b, perlu meningkatkan e

2016, No Subsidi Bunga untuk Kredit Usaha Rakyat; c. bahwa sehubungan dengan implementasi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/PMK.05/2015 tent

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 92/PMK.05/2011 TENTANG RENCANA BISNIS DAN ANGGARAN SERTA PELAKSANAAN ANGGARAN BADAN LAYANAN UMUM

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 47/PMK.07/2011 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN TUNGGAKAN PINJAMAN PEMERINTAH DAERAH KEPADA PEMERINTAH MELALUI SANKSI PEMOTONGAN DANA ALOKASI UMUM DAN/ATAU DANA BAGI HASIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 41 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah, Menteri Keuangan telah menetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 129/PMK.07/2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan Sanksi Pemotongan Dana Alokasi Umum dan/atau Dana Bagi Hasil Dalam Kaitannya dengan Pinjaman Daerah dari Pemerintah Pusat; b. bahwa sehubungan dengan huruf a tersebut di atas dan dalam rangka menyesuaikan kebutuhan dan perkembangan pengelolaan pinjaman daerah yang bersumber dari Pemerintah saat ini, dipandang perlu melakukan penyempurnaan mengenai tata cara pelaksanaan sanksi pemotongan Dana Alokasi Umum dan/atau Dana Bagi Hasil dalam kaitannya dengan Pinjaman Daerah dari Pemerintah Pusat dengan mengganti Peraturan Menteri Keuangan Nomor 129/PMK.07/2008 dimaksud; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Penyelesaian Tunggakan Pinjaman Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Melalui Sanksi Pemotongan Dana Alokasi Umum dan/atau Dana Bagi Hasil; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4574); 3. Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010;

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN TUNGGAKAN PINJAMAN PEMERINTAH DAERAH KEPADA PEMERINTAH MELALUI SANKSI PEMOTONGAN DANA ALOKASI UMUM DAN/ATAU DANA BAGI HASIL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini, yang dimaksud dengan: 1. Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Daerah Otonom, yang selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 3. Pemerintah Daerah, yang selanjutnya disebut Pemda, adalah gubernur, bupati, atau walikota dan perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 4. Pinjaman Pemerintah Daerah, yang selanjutnya disebut Pinjaman Pemda, adalah semua transaksi yang mengakibatkan Pemda menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang sehingga Pemda tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali. 5. Pusat Investasi Pemerintah, yang selanjutnya disingkat PIP, adalah Badan Investasi Pemerintah yang berbentuk satuan kerja yang mempunyai tugas dan tanggung jawab melaksanakan Investasi Pemerintah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. 6. Dana Alokasi Umum, yang selanjutnya disingkat DAU, adalah dana yang bersumber dari pendapatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. 7. Dana Bagi Hasil, yang selanjutnya disingkat DBH, adalah dana yang bersumber dari pendapatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

8. Tunggakan adalah jumlah kewajiban Pinjaman Pemda yang terdiri dari kewajiban pokok, bunga, denda, dan/atau biaya lainnya, yang belum dibayar oleh Pemda dan telah melewati tanggal jatuh tempo, sesuai ketentuan naskah perjanjian pinjaman. 9. Kapasitas Fiskal adalah gambaran kemampuan keuangan masing-masing Daerah yang dicerminkan melalui penerimaan umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (tidak termasuk dana alokasi khusus, dana darurat, dana pinjaman lama, dan penerimaan lain yang penggunaannya dibatasi untuk membiayai pengeluaran tertentu) untuk membiayai tugas pemerintahan setelah dikurangi belanja pegawai dan dikaitkan dengan jumlah penduduk miskin. 10. Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran Transfer ke Daerah, yang selanjutnya disebut PA/KPA, adalah Menteri Keuangan atau kuasanya yang bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran Transfer ke Daerah. 11. Surat Permintaan Pembayaran, yang selanjutnya disingkat SPP, adalah dokumen yang diterbitkan oleh pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan transfer dan disampaikan kepada pejabat penguji SPP/Penandatangan SPM. 12. Surat Perintah Membayar, yang selanjutnya disingkat SPM, adalah dokumen yang diterbitkan oleh PA/KPA atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mencairkan alokasi dana yang bersumber dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran atau dokumen lain yang dipersamakan. 13. Surat Perintah Pencairan Dana, yang selanjutnya disingkat SP2D, adalah surat perintah yang diterbitkan oleh Kuasa Bendahara Umum Negara untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara berdasarkan SPM. BAB II LINGKUP PEMOTONGAN DANA ALOKASI UMUM DAN/ATAU DANA BAGI HASIL Pasal 2 (1) Sanksi pemotongan DAU dan/atau DBH dikenakan terhadap Pemda yang memiliki Tunggakan atas kewajiban Pinjaman Pemda yang bersumber dari Pemerintah. (2) Pemotongan DAU dan/atau DBH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperhitungkan sebagai penyelesaian Tunggakan. Pasal 3 Sanksi pemotongan DAU dan/atau DBH hanya dapat dikenakan terhadap Pinjaman Pemda yang naskah perjanjian pinjaman atau perubahannya mencantumkan ketentuan mengenai sanksi pemotongan DAU dan/atau DBH. Pasal 4 (1) Pinjaman Pemda yang bersumber dari Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) merupakan Pinjaman Pemda yang

diberikan melalui: a. Menteri Keuangan; atau b. Pejabat yang diberi wewenang atau kuasa oleh Menteri Keuangan. (2) Pinjaman Pemda yang bersumber dari Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berasal dari: a. dana yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, termasuk pula dana investasi Pemerintah yang dikelola PIP, penerusan pinjaman dalam negeri, penerusan pinjaman luar negeri; dan b. pinjaman yang berasal dari Rekening Dana Investasi dan Rekening Pembangunan Daerah yang telah direstrukturisasi. (3) Dana investasi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a bersumber dari: a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; b. keuntungan investasi terdahulu; c. dana/barang amanat pihak lain yang dikelola oleh PIP termasuk dana titipan lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank; dan/atau d. sumber-sumber lainnya yang sah. BAB III BESARAN PEMOTONGAN DANA ALOKASI UMUM DAN/ATAU DANA BAGI HASIL Pasal 5 (1) Besaran pemotongan DAU dan/atau DBH dihitung sebesar jumlah Tunggakan. (2) Besaran pemotongan DAU dan/atau DBH per tahun ditetapkan dalam prosentase tertentu dari DAU dan/atau DBH yang akan disalurkan pada tahun berkenaan. (3) Prosentase pemotongan DAU dan/atau DBH sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memperhatikan Kapasitas Fiskal Daerah bersangkutan. (4) Kapasitas fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengacu pada kapasitas fiskal yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai peta kapasitas fiskal daerah.

Pasal 6 Prosentase pemotongan DAU dan/atau DBH per tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 adalah sebagai berikut: a. sebesar 20% (dua puluh per seratus) untuk Daerah dengan Kapasitas Fiskal Sangat Tinggi; b. sebesar 20% (dua puluh per seratus) untuk Daerah dengan Kapasitas Fiskal Tinggi; c. sebesar 15% (lima belas per seratus) untuk Daerah dengan Kapasitas Fiskal Sedang; dan d. sebesar 10% (sepuluh per seratus) untuk Daerah dengan Kapasitas Fiskal Rendah. Pasal 7 (1) Dalam hal jumlah Tunggakan lebih besar dari besaran pemotongan DAU dan/atau DBH per tahun yang dihitung berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, pemotongan DAU dan/ atau DBH dilakukan secara bertahap untuk beberapa tahun sampai dengan seluruh Tunggakan diselesaikan/dilunasi. (2) Pemotongan DAU dan/atau DBH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk tahun berikutnya dihitung berdasarkan data Kapasitas Fiskal dan jumlah DAU dan DBH yang akan disalurkan untuk Daerah bersangkutan pada tahun anggaran berkenaan. BAB IV PROSEDUR PEMOTONGAN DANA ALOKASI UMUM DAN/ATAU DANA BAGI HASIL Pasal 8 (1) Direktorat Sistem Manajemen Investasi-Direktorat Jenderal Perbendaharaan, PIP, atau unit lain di lingkungan Kementerian Keuangan yang berwenang mengelola piutang kepada Pemda melakukan rekonsiliasi pinjaman dengan Pemda yang menunggak dan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3. (2) Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam berita acara rekonsiliasi dan ditandatangani oleh pejabat yang mewakili Direktorat Sistem Manajemen Investasi-Direktorat Jenderal Perbendaharaan, PIP, atau unit lain di lingkungan Kementerian Keuangan dan Pemda yang menunggak. (3) Berita acara rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling kurang memuat: a. nama Pemda; b. nomor dan tanggal perjanjian pinjaman bersangkutan beserta perubahan/ amandemennya; dan c. jumlah dan rincian Tunggakan.

Pasal 9 (1) Berdasarkan berita acara rekonsiliasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Direktur Sistem Manajemen Investasi-Direktorat Jenderal Perbendaharaan atas nama Direktur Jenderal Perbendaharaan, Kepala PIP, pimpinan unit lain di lingkungan Kementerian Keuangan yang berwenang mengelola piutang kepada Pemda menyampaikan surat permintaan pemotongan DAU dan/atau DBH sebagai penyelesaian Tunggakan kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan c.q. Direktur Pembiayaan dan Kapasitas Daerah. (2) Surat permintaan pemotongan DAU dan/atau DBH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang memuat hal-hal sebagai berikut: a. nama Pemda yang akan dikenakan sanksi; b. nomor dan tanggal perjanjian Pinjaman Pemda bersangkutan beserta perubahan/ amandemennya; c. jumlah dan rincian Tunggakan; dan d. nama bank, nomor rekening, nama rekening, dan nama pemilik rekening yang digunakan untuk menampung dana hasil pemotongan DAU dan/atau DBH. (3) Surat permintaan pemotongan DAU dan/atau DBH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilampiri dokumen: a. berita acara rekonsiliasi pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8; b. kopi perjanjian pinjaman dan/atau perubahannya; c. kopi surat pernyataan Gubernur/Bupati/Walikota yang telah disetujui oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) mengenai kesediaan dipotong DAU dan/atau DBH secara langsung; d. kopi surat kuasa Gubernur/Bupati/Walikota yang telah disetujui oleh Ketua DPRD kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan selaku KPA Transfer ke Daerah untuk memotong DAU dan/atau DBH; e. kopi surat persetujuan DPRD tentang Pinjaman Pemda; f. Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak. Pasal 10 (1) Berdasarkan surat permintaan pemotongan DAU dan/atau DBH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Direktur Pembiayaan dan Kapasitas Daerah-Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan perhitungan besaran pemotongan DAU dan/atau DBH per periode transfer dengan memperhatikan besaran maksimum pemotongan DAU dan/atau DBH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7.

(2) Berdasarkan perhitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri Keuangan menerbitkan surat ketetapan sanksi pemotongan DAU dan/atau DBH untuk tahun anggaran berkenaan sebagai penyelesaian Tunggakan Pemda yang bersangkutan. (3) Surat ketetapan sanksi pemotongan DAU dan/atau DBH sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling kurang memuat: a. nama Pemda yang dikenakan sanksi; b. nomor dan tanggal perjanjian pinjaman bersangkutan beserta perubahan/amandemennya; c. jumlah Tunggakan; d. jenis dana yang dipotong sebagai penyelesaian Tunggakan; e. besaran dan periode pemotongan DAU dan/atau DBH; f. rincian peruntukan penyelesaian Tunggakan pokok, bunga, denda, dan biaya-biaya lainnya; dan g. nama bank, nomor rekening, nama rekening, dan nama pemilik rekening yang digunakan untuk menampung dana hasil pemotongan DAU dan/atau DBH. (4) Surat ketetapan sanksi pemotongan DAU dan/atau DBH sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi dasar pelaksanaan pemotongan DAU dan/atau DBH. Pasal 11 (1) Berdasarkan surat ketetapan sanksi pemotongan DAU dan/atau DBH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, PA/KPA Transfer ke Daerah atau pejabat penerbit SPP yang ditetapkan oleh PA/KPA melaksanakan sanksi pemotongan DAU dan/atau DBH dengan mencantumkan pada lampiran SPP DAU dan/atau DBH. (2) Berdasarkan SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PA/KPA Transfer ke Daerah atau pejabat penguji SPP dan penanda tangan SPM yang ditetapkan oleh PA/KPA melaksanakan sanksi pemotongan DAU dan/atau DBH dengan mencantumkan pada lampiran SPM DAU dan/atau DBH. (3) Dalam hal permintaan pemotongan DAU dan/atau DBH diajukan oleh Direktur Sistem Manajemen Investasi-Direktorat Jenderal Perbendaharaan atas nama Direktur Jenderal Perbendaharaan, atau pimpinan unit lain di lingkungan Kementerian Keuangan yang berwenang mengelola piutang kepada Pemda, maka pada lampiran SPP dan SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dicantumkan: a. Total DAU dan/atau DBH yang menjadi hak daerah; b. Bagian DAU dan/atau DBH yang akan ditransfer ke rekening Pemda; c. Bagian DAU dan/atau DBH yang akan ditransfer ke Rekening Kas

Umum Negara sebagai penyelesaian tunggakan. (4) Dalam hal permintaan pemotongan DAU dan/atau DBH diajukan oleh Kepala PIP, maka pada lampiran SPP dan SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dicantumkan : a. Total DAU dan/atau DBH yang menjadi hak daerah; b. Bagian DAU dan/atau DBH yang akan ditransfer ke rekening Pemda; c. Bagian DAU dan/atau DBH yang akan ditransfer ke rekening yang dikelola PIP sebagai penyelesaian tunggakan. (5) Tata cara penerbitan SPP dan SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 12 (1) SPM DAU dan/atau SPM DBH yang mencantumkan sanksi pemotongan DAU dan/atau DBH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) disampaikan kepada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Jakarta II. (2) Berdasarkan SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Jakarta II menerbitkan SP2D. (3) Tata cara penerbitan SP2D sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB V PENATAUSAHAAN, AKUNTANSI, DAN PELAPORAN Pasal 13 (1) Untuk setiap pelaksanaan sanksi pemotongan DAU dan/atau DBH, Direktur Dana Perimbangan-Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menyampaikan surat konfirmasi pemotongan DAU dan/atau DBH kepada Pemda bersangkutan dan Direktur Sistem Manajemen Investasi-Direktorat Jenderal Perbendaharaan atau Kepala PIP atau pimpinan unit lain di lingkungan Kementerian Keuangan yang berwenang mengelola piutang kepada Pemda. (2) Direktur Sistem Manajemen Investasi-Direktorat Jenderal Perbendaharaan atau Kepala PIP atau pimpinan unit lain di lingkungan Kementerian Keuangan yang berwenang mengelola piutang kepada Pemda menjawab surat konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan. Pasal 14 (1) Berdasarkan surat ketetapan sanksi pemotongan DAU dan/atau DBH, SPM, dan SP2D, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan selaku KPA Transfer ke Daerah melakukan penatausahaan, akuntansi, dan pelaporan. (2) Berdasarkan surat konfirmasi pemotongan DAU dan/atau DBH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Direktur Sistem Manajemen Investasi-Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Kepala PIP, pimpinan

unit lain di lingkungan Kementerian Keuangan yang berwenang mengelola piutang kepada Pemda melakukan penatausahaan, akuntansi, dan pelaporan. (3) Tata cara penatausahaan, akuntansi, dan pelaporan Transfer ke Daerah dan piutang Pemerintah kepada Pemda akibat transaksi pemotongan DAU dan/atau DBH sebagai penyelesaian Tunggakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VI PENUTUP Pasal 15 Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan ini diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan. Pasal 16 Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 129/PMK.07/2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan Sanksi Pemotongan Dana Alokasi Umum dan/atau Dana Bagi Hasil dalam Kaitannya dengan Pinjaman Daerah dari Pemerintah Pusat, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 17 Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 15 Maret 2011 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Diundangkan di Jakarta pada tanggal 15 Maret 2011 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, AGUS D.W. MARTOWARDOJO PATRIALIS AKBAR BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 144