BAB I PENDAHULUAN. karena itu dibutuhkan sistem pendidikan dan manajemen sekolah yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. adalah generasi penerus yang menentukan nasib bangsa di masa depan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Bab 2 pasal 3 UU Sisdiknas berisi pernyataan sebagaimana tercantum

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan karakter merupakan salah satu upaya kebijakan dari pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Upaya mewujudkan pendidikan karakter di Indonesia yang telah

BAB I PENDAHULUAN. merubah dirinya menjadi individu yang lebih baik. Pendidikan berperan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sikap, perilaku, intelektual serta karakter manusia. Menurut Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. dapat membawa perubahan ke arah lebih baik. Pendidikan di Indonesia harus

BAB I PENDAHULUAN. prinsip yang telah dipahami tersebut dalam tindakan dan perbuatan sehari-hari.

BAB 1 PENDAHULUAN. murid, siswa, mahasiswa, pakar pendidikan, juga intektual lainnya.ada

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab I ini, akan memaparkan beberapa sub judul yang akan digunakan

BAB I PENDAHULUAN. kewibawaan guru di mata peserta didik, pola hidup konsumtif, dan sebagainya

BAB I PENDAHULUAN. Bab Pendahuluan Ini Memuat : A. Latar Belakang, B. Fokus Penelitian,C. Rumusan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu wadah yang didalamnya terdapat suatu

BAHAN AJAR CHARACTER BUILDING BERBASIS NILAI-NILAI PANCASILA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemajuan suatu bangsa dipengaruhi oleh akhlak bangsa tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

BAB I PENDAHULUAN. cinta kasih, dan penghargaan terhadap masing-masing anggotanya. Dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan formal yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan sejatinya adalah untuk membangun dan mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan pondasi kemajuan suatu negara, maju tidaknya

Prioritas pembangunan nasional sebagaimana yang dituangkan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha membina kepribadian dan kemajuan manusia

BAB III METODE PENELITIAN. 2009). Maka penelitian ini digunakan untuk melihat gambaran penerapan

BAB I PENDAHULUAN. serta bertanggung jawab. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun

PENDIDIKAN KEPRAMUKAAN SEBAGAI PEMBENTUKKAN KARAKTER SISWA KELAS V SDN NGLETH 1 KOTA KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. pribadi dalam menciptakan budaya sekolah yang penuh makna. Undangundang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lutma Ranta Allolinggi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peningkatan mutu pendidikan terus dilakukan dalam mewujudkan sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Beberapa tahun terakhir ini sering kita melihat siswa siswi yang dianggap

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berperan penting bagi pembangunan suatu bangsa, untuk itu diperlukan suatu

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sebuah negara. Untuk menyukseskan program-program

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu bersaing,

2015 PERSEPSI GURU TENTANG PENILAIAN SIKAP PESERTA DIDIK DALAM KURIKULUM 2013 DI SMA NEGERI KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan moral bagi siswa sangat penting untuk menunjang kreativitas. siswa dalam mengemban pendidikan di sekolah dan menumbuhkan

BAB I P E N D A H U L U A N. Karakter yang secara legal-formal dirumuskan sebagai fungsi dan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. didik, sehingga menghasilkan peserta didik yang pintar tetapi tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu proses pendidikan tidak lepas dari Kegiatan Belajar Mengajar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. Sesederhana apapun peradaban suatu masyarakat, di dalamnya terjadi atau

I. PENDAHULUAN. individu. Pendidikan merupakan investasi bagi pembangunan sumber daya. aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan pada dasarnya memiliki tujuan untuk mengubah perilaku

BAB I PENDAHULUAN. berkarakter. Hal ini sejalan dengan Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu fondasi yang

SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian prasyarat Guna mencapai derajat Sarjana S- 1. Pendidikan Kewarganegaraan ROSY HANDAYANI A.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu topik yang menarik untuk dibahas, karena

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan teknis (skill) sampai pada pembentukan kepribadian yang kokoh

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peran penting bagi manusia. Menurut Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Astrid Sutrianing Tria, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm Depdikbud, UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta :

BAB I PENDAHULUAN. dipisahkan dari kehidupan suatu bangsa. Pendidikan menjadi sarana dalam rangka

PENGIMPLEMENTASIAN PENDIDIKAN KARAKTER OLEH GURU SEJARAH

BAB 1 PENAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. negara bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa. Upaya mewujudkan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Dunia saat ini dilanda era informasi dan globalisasi, dimana pengaruh dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan kunci utama dalam terlaksananya

BAB I PENDAHULUAN. tentu tidak dapat dipisahkan dari semua upaya yang harus dilakukan untuk

I. PENDAHULUAN. yang mana didalamnya terdapat pembelajaran tentang tingkah laku, norma

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan sumber daya manusia yang dapat diandalkan. Pembangunan manusia

pendidikan yang berjenjang. Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

BAB I PENDAHULUAN. Problem kemerosotan moral akhir-akhir ini menjangkit pada sebagian

BAB I PENDAHULUAN. pengawasan orang tua terhadap kehidupan sosial anak, kondisi lingkungan anak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. generasi muda agar melanjutkan kehidupan dan cara hidup mereka dalam konteks

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya sangatlah tidak mungkin tanpa melalui proses pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. semakin pesat dapat membawa perubahan kearah yang lebih maju. Untuk itu perlu

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan individu.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional Pasal 3 disebutkan, pendidikan nasional berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. dimiliki agar dapat hidup bermasyarakat dan memaknai hidupnya dengan nilai-nilai pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. kearah suatu tujuan yang dicita-citakan dan diharapkan perubahan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. menciptakaniklim budaya sekolah yang penuh makna. Undang-Undang

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hak bagi semua warga Negara Indonesia.

I. PENDAHULUAN. yaitu: sikap, proses, produk, dan aplikasi. Keempat unsur utama tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan upaya yang terencana dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. hidup (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan kehidupan. dan kebutuhan peserta didik (Mulyasa, 2013:5).

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm. 6. 2

PROFIL SEKOLAH Sunday, 27 June :50. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. melalui berbagai upaya yang berlangsung dalam lingkungan keluarga, sekolah dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia memerlukan sumber daya manusia dalam jumlah dan mutu yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dan menentukan bagi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang memang harus terjadi sejalan dengan perubahan budaya kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan matematika dapat diartikan sebagai suatu proses yang

PENGARUH MANAJEMEN PEMBELAJARAN REMIDIAL DENGAN TUGAS BERSTRUKTUR TERHADAP HASIL BELAJAR PKN DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya pendidikan berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dan mencerdaskan kehidupan bangsa, secara operasional pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa, berwatak, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Oleh karena itu dibutuhkan sistem pendidikan dan manajemen sekolah yang mengarah proses pada pembentukan karakter peserta didik (Hidayat, 2012 : 8). Setelah bergulirnya kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), saat ini berkembang tuntutan untuk perubahan kurikulum pendidikan yang mengedepankan perlunya karakter bangsa. Hal ini didasarkan pada fakta dan persepsi masyarakat tentang menurunnya kualitas sikap dan moral generasi muda penerus bangsa, sehingga yang diperlukan saat ini adalah kurikulum pendidikan yang berkarakter, artinya kurikulum itu sendiri memiliki karakter, dan sekaligus diorientasikan bagi pembentukan karakter peserta didik. Orang tua atau bahkan kita sendiri dapat membandingkan bagaimana perbedaan antara output atau produk pendidikan saat ini dengan dekade sebelumnya, terutama dalam hal sikap, perilaku sosial, serta moral peserta didik. Atas situasi, sikap, perilaku sosial anak-anak, remaja, dan generasi muda sekarang, sebagian orang tua menilai terjadinya kemerosotan atau degradasi sikap atau

2 nilai-nilai budaya bangsa. Mereka menghendaki adanya sikap dan perilaku anak-anak yang lebih berkarakter, dan memiliki integritas yang merupakan cerminan budaya bangsa, serta bertindak sopan santun dan ramah tamah dalam pergaulan keseharian. Beberapa kenyataan berkenaan dengan rendahnya karakter pada peserta didik diperoleh berdasarkan hasil kajian penulisan pendahuluan Asep Saepul Hidayat (2012) di kabupaten Garut yang telah divalidasi dengan data yang dimiliki oleh kepala seksi kesiswaan dan kelembagaan Dinas Pendidikan Kabupaten Garut, diantaranya adalah rendahnya tingkat kejujuran siswa, menurunnya etika dalam berbahasa dan bersopan santun serta meningkatnya kenakalan remaja. Permasalahan tersebut merupakan sebagian dari beberapa permasalahan yang ditemukan tetapi cukup memberikan informasi tentang rendahnya karakter peserta didik dan meningkatkan kekhawatiran terhadap perkembangan karakter, watak serta akhlaq peserta didik (Hidayat, 2012: 8-9). Pendidikan karakter merupakan satu kesatuan program kurikulum satuan pendidikan. Oleh karena itu program pendidikan karakter secara dokumen diintegrasikan ke dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Dengan kata lain, pendidikan karakter harus tertera dalam KTSP mulai dari visi, misi, tujuan, struktur dan muatan kurikulum, kalender pendidikan, silabus, serta rencana pelaksanaan pembelajaran (Pusat Kurikulum dan Perbukuan, 2011 : 11). Sejalan dengan tujuan pendidikan, salah satu penjabaran Standar Kompetensi Lulusan (SKL) SMA yang terlampir pada peraturan Menteri

3 Pendidikan Nasional nomor 23 tahun 2006 adalah siswa dituntut untuk dapat menjaga kesehatan dan keamanan diri, kebugaran jasmani serta kebersihan lingkungan. SKL akan tercapai bila standar isi telah dilaksanakan. Maka melalui standar isi pada mata pelajaran Biologi dapat menciptakan manusia yang berkarakter seperti yang disebutkan dalam SKL. Dalam kegiatan proses pembelajaran, membentuk siswa berkarakter dapat dimulai dari pembuatan perencanaan pelaksanaan pembelajaran (RPP). Karakter yang akan dikembangkan dapat ditulis secara eksplisit pada RPP. Dengan demikian, dalam setiap kegiatan pembelajaran guru perlu menetapkan karakter yang akan dikembangkan sesuai dengan materi, metode, dan strategi pembelajaran. Ketika guru ingin menguatkan karakter kerjasama, disiplin waktu, keberanian, dan percaya diri, maka guru perlu memberikan kegiatankegiatan dalam proses pembelajaran sehari-hari. Guru perlu menyadari bahwa guru harus memberikan banyak perhatian pada karakter yang ingin dikembangkan ketika proses pembelajaran sedang berlangsung. Karakter menjadi hal penting dalam kehidupan seseorang, karena karakter menjadi salah satu penentu kesuksesan seseorang. Oleh karena itu, karakter yang kuat dan positif perlu dibentuk dengan baik. Diungkapkan juga bahwa pendidikan bertugas mengembangkan potensi individu semaksimal mungkin dalam batas-batas kemampuannya, sehingga terbentuk manusia yang pandai, terampil, jujur, tahu kemampuan dan batas kemampuannya, serta mempunyai kehormatan diri. Tambahan lagi, Furqon (dalam Widiastuti, tanpa tahun: 46)

4 mengatakan bahwa pendidikan tak cukup hanya untuk membuat anak pandai, tetapi juga harus mampu menciptakan nilai-nilai luhur atau karakter. Karakter peduli gizi siswa berkaitan dengan makanan yang dikonsumsi oleh siswa dalam kesehariannya. Karakter peduli gizi siswa dapat ditanamkan selama pembelajaran di sekolah. Pentingnya karakter ini untuk ditanamkan karena masih banyaknya masalah terkait gizi terutama yang terjadi pada remaja. Masalah gizi masih merupakan beban berat bagi bangsa, hakekatnya berpangkal dari keadaan ekonomi dan pengetahuan masyarakat tentang nilai gizi makanan, sehingga berpengaruh pada daya beli dan perilaku masyarakat yang dapat menurunkan status gizi (Irianto et al, dalam Yuliansyah, 2007). Masalah gizi pada remaja muncul dikarenakan perilaku gizi yang salah, yaitu ketidakseimbangan antara konsumsi gizi dengan kecukupan gizi yang dianjurkan. Ketidakseimbangan antara makanan yang dikonsumsi dengan kebutuhan pada remaja akan menimbulkan masalah gizi kurang atau masalah gizi lebih. Perilaku gizi pada remaja, merupakan respon yang didasari oleh seberapa jauh pengetahuan tentang gizi, bagaimana perasaan dan penerimaannya berupa sikap terhadap gizi dan seberapa besar keterampilan dalam melaksanakan atau melakukan praktek gizi (Nikmawati et al, 2009). Berdasarkan penelitian Emilia pada tahun 2008 yang dikuti oleh Nikmawati (2009), salah satu penyebab timbulnya masalah gizi dan perubahan kebiasaan makan pada remaja adalah pengetahuan gizi yang rendah dan terlihat pada kebiasaan makan yang salah. Berdasarkan penelitian Barasi (2007) di

5 sekolah yang ada di Inggris, anak-anak di Inggris telah memilih mengkonsumsi kentang goreng, burger, dan hidangan utama tinggi lemak lainnya, kue, serta minuman ringan dan hanya sedikit yang memilih buah, sayuran, atau salad. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yuliansyah (2007) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi remaja putri di Sekolah Umum Negeri Toho Kabupaten Pontianak, dari 99 sampel ditemukan bahwa 33,4% mempunyai status gizi kurus dan 66,6% mempunyai status gizi normal, 94,9% mempunyai asupan energi kurang dan 5,1% baik, 37,4% mempunyai asupan protein kurang dan 62,6% asupan protein baik, 46,5% mempunyai pengetahuan gizi kurang dan 53,5% pengetahuan gizi baik, 23,7% mempunyai sikap hidup sehat negatif dan 72,7% mempunyai sikap hidup sehat positif. 73,7% mempunyai jumlah anggota keluarga besar dan 26,3% dengan keluarga kecil. Hasil-hasil penelitian tersebut menggambarkan bahwa karakter peduli gizi siswa masih rendah. Untuk mengetahui bahwa suatu satuan pendidikan formal dan nonformal itu telah melaksanakan pembelajaran yang mengembangkan karakter perlu dikembangkan instrumen asesmen khusus (Kerangka Acuan Pendidikan Karakter, 2010:38). Begitu juga dengan karakter peduli gizi, untuk mengetahui apakah karakter peduli gizi telah tertanam dengan baik dalam diri siswa, maka diperlukan sebuah alat yang mampu menilai karakter tersebut, sehingga karakter yang ditanamakan bukan hanya sekedar melaksanakan tujuan yang ada dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) saja tanpa bisa diketahui perkembangannya.

6 Namun terdapat beberapa ketidaktepatan makna yang beredar di masyarakat mengenai makna pendidikan karakter, diantaranya adalah pendidikan karakter adalah mata pelajaran agama dan PKn, karena itu menjadi tanggung jawab guru agama dan PKn; pendidikan karakter adalah pendidikan yang menjadi tanggung jawab keluarga, bukan tanggung jawab sekolah; pendidikan karakter adalah adanya penambahan mata pelajaran baru dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Hal ini menjadi salah satu penghambat sulitnya penilaian terhadap karakter. Selain itu, Suparno et al (2006) menyatakan bahwa salah satu tantangan dalam penilaian budi pekerti adalah belum tersedianya rambu-rambu pelaksanaan dan penilaian pendidikan budi pekerti secara nasional. Berdasarkan hasil wawancara pada studi pendahuluan yang dilakukan oleh penulis di sebuah SMA di Garut, guru telah menanamkan nilai peduli gizi dalam pembelajaran sistem pencernaan, namun mengalami kesulitan untuk menilai karakter peduli gizi siswa. Menurut guru, kesulitan tersebut karena tidak adanya pedoman untuk melakukan penilaian karakter. Guru hanya dapat melihat karakter dari perilaku siswa di sekolah selama pembelajaran, misalnya karakter peduli lingkungan dapat dilihat ketika siswa melaksanakan piket kelas, atau karakter jujur dapat dilihat ketika siswa tidak melakukan kecurangan ketika melaksanakan ujian atau ulangan harian. Studi pendahuluan tersebut menunjukkan bahwa penilaian karakter sering dipandang sulit oleh guru karena belum mengetahui cara menyusun dan mengembangkannya. Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk dapat

7 membuat, mengembangkan serta menerapkan perangkat penilaian karakter yang praktis, mudah digunakan dan dapat memberikan umpan balik sehingga penilaian tersebut menjadi bermakna yang pada akhirnya dapat membantu kesulitan guru Biologi dalam menilai karakter, dalam hal ini karakter peduli gizi siswa. Penilaian karakter peduli gizi siswa dapat dilakukan setelah pembelajaran mataeri sistem pencernaan dilakukan, karena gizi erat kaitannya dengan sistem pencernaan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dari masalah diatas, maka rumusan masalah dalam penelitan ini adalah Bagaimana penerapan asesmen untuk menilai karakter peduli gizi siswa SMA pada materi sistem pencernaan? Agar pelaksanaan penelitian lebih terarah, secara operasional permasalahan penelitian dijabarkan dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaiamanakah pengembangan perangkat penilaian asesmen untuk menilai karakter peduli gizi siswa SMA? 2. Bagaimana penerapan asesmen untuk mengidentifikasi dan menilai karakter peduli gizi pada siswa SMA? 3. Apa kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh perangkat asesmen yang digunakan? 4. Kendala apa yang dihadapi dalam menerapkan asesmen untuk mengidentifikasi karakter peduli gizi pada siswa SMA?

8 5. Bagaimana tanggapan guru tentang penerapan asesmen untuk mengidentifikasi karakter peduli gizi pada siswa SMA? C. Batasan Masalah 1. Asesmen yang dipergunakan adalah asesmen non tes berupa catatan harian siswa dalam bentuk food record, angket, dan wawancara. 2. Karakter peduli gizi yang dimaksud adalah perilaku gizi pada siswa berupa respon yang didasari oleh bagaimana perasaan dan penerimaannya berupa sikap terhadap gizi dan seberapa besar keterampilan dalam melaksanakan atau melakukan praktek gizi. 3. Materi yang diambil adalah sistem pencernaan yang lebih ditekankan pada sub konsep gizi yang disampaikan atau dibelajarkan dengan menggunakan metode diskusi dan model pembelajaran berbasis masalah. D. Tujuan Penelitian Sejalan dengan rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat dan menghasilkan perangkat asesmen untuk menilai karakter peduli gizi siswa SMA. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk menguji penerapan asesmen untuk menilai karakter peduli gizi siswa SMA pada materi sistem pencernaan.

9 E. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif penilaian karakter yang bisa dikembangkan di sekolah. Selain itu, hasil dari penelitian ini diharapkan memberikan manfaat lain sebagai berikut: 1. Umpan balik bagi siswa Hasil penilaian dapat menjadi umpan balik bagi siswa. Siswa akan mengetahui apakah dirinya sudah memiliki sikap peduli terhadap gizi atau tidak dengan melihat catatan dari pola makan sehari-hari. 2. Umpan balik bagi kepala sekolah dan guru Asesmen yang sudah dilakukan dapat dijadikan rujukan untuk mengembangkan karakter-karakter baik yang sudah dimiliki oleh siswa, dalam hal ini, karena asesmen yang diberikan terkait dengan karakter peduli gizi siswa, maka sekolah dapat menindaklanjutinya dengan menyediakan fasilitas pendukung, misalnya menyediakan kantin sehat.