UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1969 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK MENGENAI TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

dokumen-dokumen yang mirip
UU 14/1969, KETENTUAN KETENTUAN POKOK MENGENAI TENAGA KERJA. Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor:14 TAHUN 1969 (14/1969)

UU 14/1969, KETENTUAN KETENTUAN POKOK MENGENAI TENAGA KERJA KETENTUAN-KETENTUAN POKOK MENGENAI TENAGA KERJA TENAGA KERJA. KETENTUAN-KETENTUAN POKOK.

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

RINGKASAN PERATURAN KETENAGAKERJAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 Oleh: Irham Todi Prasojo, S.H.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 1997/73, TLN 3702]

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1992 TENTANG JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 1995 TENTANG PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*10099 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 25 TAHUN 1997 (25/1997) TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 1995 TENTANG PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UU R.I. NOMOR 3 TAHUN 1992 TENTANG JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1968 TENTANG PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI DENGAN RACHMAT TUHAN JANG MAHA ESA,

BAB I KETENTUAN U M U M

PERATURAN - PERATURAN PENTING DALAM UU KETENAGAKERJAAN NO 13 TAHUN 2003

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK POKOK KEPEGAWAIAN;

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA No. 4 Tahun T e n t a n g PENYANDANG CACAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1980 TENTANG TINDAK PIDANA SUAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1977 TENTANG ASURANSI SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 ; 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] Pasal 184

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PEMERINTAH DESA DAN PERANGKAT DESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA KABUPATEN KENDAL

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 8 TAHUN 1974 (8/1974) Tanggal: 6 NOPEMBER 1974 (JAKARTA)

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1992 TENTANG JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN

d. Hak atas kelangsungan hidup. Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan Berkembang.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUPLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERLINDUNGAN,PENGUPAHAN DAN KESEJAHTERAAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3702)

BERITA NEGARA. No.11, 2014 KEMENAKERTRANS. Data. Informasi. Ketenagakerjaan. Klasifikasi. Karakteristik. Perubahan.

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR: 13 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA. Presiden Republik Indonesia,

PENJELASAN PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG KETENAGAKERJAAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1977 TENTANG ASURANSI SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention Nomor 81 Concerning Labour Inspection in Industry and Commerce

TENAGA KERJA WANITA DAN PERLINDUNGAN IR. KALSUM. Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

HUKUM KETENAGA KERJAAN BERDASARKAN UU NO 13 TAHUN 2003

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1968 TENTANG BANK DAGANG NEGARA DENGAN RACHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1962 TENTANG HYGIENE UNTUK USAHA-USAHA BAGI UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 12 TAHUN 2007 SERI E.7 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG BUPATI PANDEGLANG,

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 49 TAHUN 2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG NO. 21 TH 2000

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1967 TENTANG DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PROVINSI SULAWESI TENGGARA WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG TENAGA KERJA LOKAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 11 TAHUN 2007

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SELAKU PENGUASA PERANG TERTINGGI,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1961 TENTANG PENGELUARAN DAN PEMASUKAN TANAMAN DAN BIBIT TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

BUPATI SEMARANG PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR NOMOR 01 TAHUN 2012 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA KABUPATEN CIANJUR KE LUAR NEGERI

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1992 TENTANG JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1992 TENTANG JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Undang Undang No. 5 Tahun 1992 Tentang : Benda Cagar Budaya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN... NOMOR 01 TAHUN 2013

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK

WALAIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1974 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1961 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara yang sedang giat-giatnya. membangun untuk meningkatkan pembangunan disegala sektor dengan tujuan

BUPATI PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1967 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN

Transkripsi:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1969 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK MENGENAI TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tenaga kerja merupakan modal utama serta pelaksana dari pada pembangunan masyarakat Pancasila; b. bahwa tujuan terpenting dari pada pembangunan masyarakat tersebut adalah kesejahteraan rakyat, termasuk tenaga kerja; c. bahwa tenaga kerja sebagai pelaksana pembangunan harus jamin haknya, diatur kewajibannya dan dikembangkan daya gunanya; d. bahwa berhubung dengan itu perlu diadakan undang-undang yang memuat ketentuan-ketentuan pokok tentang tenaga kerja. Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945; 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No. XXII/MPRS/1966, No. XXII/MPRS/1966 pasal-pasal 6, 8, 9, 10 dan 14 No. XXVIII/MPRS/1966 pasal 2. Dengan Persetujuan: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG, MEMUTUSKAN: Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK MENGENAI TENAGA KERJA BAB I PENGERTIAN DAN AZAS Pasal 1 1 / 10

Tenaga kerja adalah tiap-tiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Pasal 2 Dalam menjalankan undang-undang ini serta peraturan-peraturan pelaksanaan tidak boleh diadakan diskriminasi. BAB II PENYEDIAAN PENYEBARAN DAN PENGGUNAAN TENAGA KERJA Pasal 3 Tiap tenaga kerja berhak atas pekerjaan dan penghasilan yang layak bagi kemanusiaan. Pasal 4 Tiap tenaga kerja bebas memilih dan atau pindah pekerjaan sesuai dengan bakat dan kemampuannya. Pasal 5 (1) Pemerintah mengatur penyediaan tenaga kerja dalam kuantitas dan kualitas yang memadai. (2) Pemerintah mengatur penyebaran tenaga kerja sedemikian rupa sehingga memberi dorongan ke arah penyebaran tenaga kerja yang efisien dan efektif. (3) Pemerintah mengatur penggunaan tenaga kerja secara penuh dan produktif untuk mencapai kemanfaatan yang sebesar-besarnya dengan menggunakan prinsip "Tenaga kerja yang tepat pada pekerjaan yang tepat". BAB III PEMBINAAN KEAHLIAN DAN KEJURUAN Pasal 6 Tiap tenaga kerja berhak atas pembinaan keahlian dan kejuruan untuk memperoleh serta menambah keahlian dan keterampilan kerja sehingga potensi dan daya kreasinya dapat diperkembangkan dalam rangka mempertinggi kecerdasan dan ketangkasan kerja sebagai bagian yang tak dapat dipisahkan dari pembinaan bangsa. Pasal 7 Pembinaan keahlian dan kejuruan tenaga kerja disesuaikan dengan perkembangan teknik, teknologi dan perkembangan masyarakat pada umumnya. Pasal 8 2 / 10

Pemerintah mengatur keahlian dan kejuruan tersebut pada pasal 6 dan pasal 7. BAB IV PEMBINAAN PERLINDUNGAN KERJA Pasal 9 Tiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatan, kesehatan, kesusilaan, pemeliharaan moril kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama. Pasal 10 Pemerintah membina perlindungan kerja yang mencakup: 1. Norma keselamatan kerja; 2. Norma kesehatan kerja dan hygiene perusahaan; 3. Norma kerja; 4. Pemberian ganti kerugian, perawatan dan rehabilitasi dalam hal kecelakaan kerja. BAB V HUBUNGAN KETENAGAKERJAAN Pasal 11 (1) Tiap tenaga kerja berhak mendirikan dan menjadi anggota perserikatan tenaga kerja. (2) Pembentukan perserikatan tenaga kerja dilakukan secara demokratis. Pasal 12 Perserikatan tenaga kerja berhak mengadakan perjanjian perburuhan dengan pemberi kerja. Pasal 13 Penggunaan hak mogok, demonstrasi dan lock out diatur dengan peraturan perundangan. Pasal 14 Norma pemutusan hubungan kerja dan penyelesaian perselisihan perburuhan diatur dengan peraturan perundangan. Pasal 15 Pemerintah mengatur penyelenggaraan sosial dan bantuan sosial bagi tenaga kerja dan keluarganya. 3 / 10

BAB VI PENGAWASAN PELAKSANAAN Pasal 16 Guna menjamin pelaksanaan pengaturan ketenagakerjaan menurut Undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya, diadakan suatu system pengawasan tenaga kerja. BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 17 (1) Pelaksanaan ketentuan tersebut pada pasal-pasal di atas diatur lebih lanjut dengan peraturan perundangan. (2) Peraturan perundangan tersebut pada ayat (1) dapat memberikan ancaman pidana atas pelanggaran peraturannya dengan hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah). (3) Tindak pidana tersebut adalah pelanggaran. Pasal 18 Selama peraturan perundangan untuk melaksanakan ketentuan dalam undang-undang ini belum dikeluarkan, maka peraturan dalam bidang ketenagakerjaan yang ada pada waktu Undang-undang ini mulai berlaku, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini. Pasal 19 Undang-undang ini disebut: "Undang-Undang Pokok Tenaga Kerja" dan mulai berlaku pada hari diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Diundangkan Di Jakarta, Pada Tanggal 19-09 - 1969 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Ttd. SOEHARTO Jenderal TNI 4 / 10

Disahkan Di Jakarta, Pada Tanggal 19-09 - 1969 SEKRETARIS NEGARA, Ttd. ALAMSYAH Mayor Jenderal TNI LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1969 NOMOR 55 5 / 10

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1969 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK MENGENAI TENAGA KERJA PENJELASAN UMUM Sesungguhnya pekerja mempunyai makna banyak, luas dan dalam didalam tiap perkelakukan. Makna bekerja ditinjau dari segi perorangan adalah gerak daripada badan dan pikiran setiap orang guna memelihara kelangsungan hidup badaniah maupun rohaniah. Makna bekerja ditinjau dari segi kemasyarakatan adalah melakukan pekerjaan untuk menghasilkan barang atau jasa guna memuaskan kebutuhan masyarakat. Makna bekerja ditinjau dari segi spirituil adalah merupakan hak dan kewajiban manusia dalam memuliakan dan mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa. Di Indonesia asas gotong-royong merupakan ciri khas dari pada kepribadian bangsa dan unsur pokok Pancasila. Oleh karena tenaga kerja adalah sedemikian pentingnya bagi kehidupan bangsa dan merupakan faktor yang menentukan daripada mati hidupnya bangsa itu sendiri, baik fisik maupun kultur, maka perlu diadakan pengaturan sebaik-baiknya yang dimulai sebelum orang menjadi tenaga kerja sampai ia masuk ke liang kubur. Sehubungan dengan itu, maka Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara ke IV telah menetapkan beberapa Keputusan dan bidang tenaga kerja dan Undang-undang tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja ini dimaksud sebagai perwujudan daripada ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara itu. Akhirnya perlu diterangkan bahwa yang dirumuskan dalam Undang-undang itu adalah pokok-pokok untuk menjamin kedudukan sosial ekonomis tenaga kerja serta arah yang harus ditempuh dalam mengatur kebutuhan sosial ekonomis tenaga kerja dengan cita-cita aspirasi bangsa Indonesia. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pengertian tenaga kerja menurut ketentuan pasal 1 Undang-undang mulai tenaga kerja yang bekerja di dalam maupun di luar hubungan kerja dengan alat produksi utamanya dalam proses produksi adalah tenaganya sendiri baik tenaga fisik maupun pikiran. Ciri khas dari hubungan kerja tersebut di atas ialah bekerja di bawah perintah orang lain dengan menerima upah. Cukup jelas. Pasal 2 Pasal 3 6 / 10

Salah satu tujuan penting dari masyarakat Pancasila adalah memberikan kesempatan bagi tiap tenaga kerja untuk memperoleh pekerjaan dan penghasilan yang memberikan kesejahteraan. Pasal 4 Di samping jaminan hidup yang layak tenaga kerja juga menginginkan kepuasan yang datangnya dari pelaksanaan pekerjaan yang ia sukai dan yang dapat ia lakukan dengan sebaik mungkin, untuk mana ia mendapat penghargaan. Berdasarkan prinsip inilah kepada tiap tenaga kerja diberikan kebebasan memilih pekerjaan yang sesuai. Dalam hubungan ini harus diusahakan untuk membantu tenaga kerja dalam mengadakan penyesuaian pekerjaan. Pasal 5 (1) Di Indonesia persediaan tenaga kerja sebagian besar terdiri dari tenaga kerja yang tidak terlatih dan tersebar secara tidak seimbang di seluruh Indonesia. Untuk kelancaran pelaksanaan pembangunan dan jalannya perusahaan-perusahaan dan kantor-kantor yang sudah ada, maka bagi kepentingan peningkatan produksi, persediaan tenaga kerja harus diatur sedemikian rupa sehingga pada waktu dan tempat dimana diperlukan tenaga kerja dengan keterampilan yang sesuai/tepat, tersedia tenaga kerja dalam jumlah yang cukup. (2) Salah satu persoalan pokok yang harus dipecahkan di Indonesia ialah penyebaran tenaga kerja yang tidak seimbang dan tidak efisien yang menyebabkan adanya kelebihan tenaga kerja di daerah yang satu dan kekurangan tenaga kerja di daerah yang lain. Untuk menyelesaikan ketidak seimbangan ini dihadapi berbagai kesukaran ialah antara lain keseganan berpindah ke lain daerah, Kesukaran pengangkutan perumahan, syarat-syarat kerja yang tidak sesuai dan kurangnya penerangan tentang keadaan sesuatu daerah. Berhubung dengan ini dalam menghadapi persoalan ini, Pemerintah harus turun tangan dan mempelajari serta merencanakan penyebaran tenaga kerja baik menurut pekerjaan, sektor, kegiatan maupun geografis dalam arti mengambil segala tindakan yang dapat membantu dan memudahkan tenaga kerja mengadakan penyesuaian yang diperlukan bagi kepentingan bangsa dan negara dan mengarah kepada penyebaran yang merata dan seimbang. (3) Berhubung dengan pertumbuhan penduduk yang cepat, maka pertumbuhan angkatan kerja sangat meningkat sedangkan keadaan kesempatan kerja tidak mengikuti derap dari pertumbuhan angkatan kerja. Hal ini menimbulkan jutaan tenaga kerja baru mengalir ke masyarakat kerja dan menimbulkan pengangguran dan setengah pengangguran. Keadaan ini tidak dapat dibiarkan begitu saja. Juga tenaga kerja - tenaga kerja yang oleh sesuatu hal, bekerja tidak penuh adalah merupakan pemborosan. Berhubung dengan ini maka tindakan harus diadakan untuk mempekerjakan seluruh angkatan kerja yang ada secara penuh dan produktif dengan memajukan perkembangan perekonomian sehingga tersedia lapangan kerja yang luas. Pasal 6 Untuk pembangunan ekonomi pada umumnya, industri pada khususnya, diperlukan tenaga kerja yang mempunyai keahlian/kejuruan, karena keterampilan kerja akan memungkinkan tercapainya efisiensi dan peningkatan produktivitas kerja. Tanpa adanya efisiensi kerja dan peningkatan produktivitas semua usaha pembangunan tidak akan tercapai sasarannya, karena tenaga kerja yang tidak mempunyai keahlian dan keterampilan kerja akan mengakibatkan merosotnya hasil kerjanya serta penghamburan dana, daya dan waktu. 7 / 10

Betapapun melimpah-limpahnya kekayaan alam tanah air kita, tanpa adanya tenaga kerja yang terampil untuk menggali dan mengolahnya maka kekayaan alam itu tidak akan ada artinya bagi kita semua. Dengan demikian maka Perintah berusaha memperkembangkan potensi inisiatif dan daya kreasi tiap tenaga kerja dalam rangka pemahaman dan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan insan kerja. Sebab itu tenaga kerja diberi hak mendapatkan pembinaan keahlian/dan kejuruan supaya keterampilannya dapat dipergunakan di tempat kerjanya untuk mempertinggi produksi dan produktivitas secara efisien dan efektif. Pasal 7 Pembinaan keahlian dan kejuruan tenaga kerja harus senantiasa mengikuti perkembangan ekonomi pada umumnya dan industri pada khususnya serta disesuaikan dengan perubahan-perubahan teknik dan teknologi serta perkembangan masyarakat pada umumnya. Pembinaan dan latihan keahlian serta kejuruan tenaga kerja yang dimaksud dalam Undang-undang ini adalah merupakan pendidikan bagi orang dewasa bagi orang-orang yang sudah memasuki usia kerja dan di antaranya termasuk juga kaum penganggur, bekas anggota ABRI yang dikembalikan ke masyarakat sipil, veteran, orang penderita cacat, transmigrasi/ imigrasi dan bekas sukarelawan. Cukup jelas. Pasal 8 Pasal 9 Agar supaya aman melakukan pekerjaannya sehari-hari, untuk meningkatkan produksi dan produktivitas nasional maka tenaga kerja harus dilindungi dari berbagai soal di sekitarnya serta pada dirinya yang dapat menimpa dan mengganggu dirinya serta pelaksanaan pekerjaannya. Bahaya yang dapat timbul dari mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, keadaan tempat kerja, lingkungan, cara-cara melakukan pekerjaan karakteristik fisik dan mental dari pada pekerjaannya, harus sejauh mungkin diberantas dan atau dikendalikan. Oleh sebab itu hak atas perlindungan dimaksud di atas harus diberikan kepada tenaga kerja. Pasal 10 Yang dimaksud dengan pembinaan norma perlindungan kerja ialah pembentukan pengetrapan dan pengawasan. Apa yang dimaksud dengan norma ialah "Standard" ukuran tertentu yang harus dijadikan pegangan pokok. (1) Norma keselamatan kerja meliputi : keselamatan kerja yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, keadaan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan. (2) Norma kesehatan kerja Hygiene perusahaan meliputi: pemeliharaan dan mempertinggi derajat kesehatan tenaga kerja, dilakukan dengan mengatur pemberian pengobatan, perawatan tenaga kerja yang sakit, mengatur persediaan tempat, cara dan syarat kerja yang memenuhi syarat hygien perusahaan dan kesehatan kerja untuk pencegahan penyakit, baik sebagai akibat pekerjaan maupun penyakit umum serta menetapkan syarat kesehatan bagi perumahan untuk tenaga kerja. (3) Norma kerja meliputi: perlindungan terhadap tenaga kerja yang bertalian dengan waktu kerja, system pengupahan, istirahat, cuti, kerja wanita, anak dan orang muda, tempat kerja, perumahan, kebersihan, kesusilaan, ibadah menurut agama dan kepercayaan masing-masing yang diakui Pemerintah, kewajiban 8 / 10

sosial/kemasyarakatan dan sebagainya guna memelihara kegairahan dan moril kerja yang menjamin daya guna kerja yang tinggi serta menjaga perlakukan yang sesuai dengan manusia dan moral agama. (4) Kepada tenaga kerja yang mendapat kecelakaan dan/atau menderita penyakit akibat pekerjaan berhak atas ganti kerugian perawatan dan rehabilitasi. Dalam hal seorang tenaga kerja meninggal dunia akibat kecelakaan dan/atau penyakit akibat pekerjaan, ahli warisnya berhak menerima ganti kerugian. Pasal 11 Untuk menjamin tegaknya demokrasi dan tertibnya perserikatan, persyaratan pokok perserikatan tenaga kerja diatur dengan Undang-undang sebagai salah satu pelaksanaan dari pasal 28 Undang-undang Dasar 19945 juncto Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No. XXII/MPRS/1996. Perserikatan tenaga kerja wajib mengamankan dan mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara. Selanjutnya perlu ditegaskan bahwa perserikatan tenaga kerja diadakan untuk memperlindungi memperjuangkan kepentingan tenaga kerja. Perserikatan tenaga kerja merupakan kekuatan sosial yang mempunyai fungsi sosial dan ekonomi, dalam usaha mencapai masyarakat Pancasila. Pasal 12 Yang dimaksud pemberi kerja adalah Pemerintah atau Swasta baik secara perserikatan maupun perorangan. Cukup jelas. Pasal 13 Pasal 14 Untuk menjamin kepastian hukum dari kedua belah pihak perlu diatur syarat-syarat dan tata cara pemutusan hubungan kerja dan penyelesaian perselisihan perburuhan antara buruh dan pengusaha/pemberi kerja. Pasal 15 Cara yang paling tepat ialah dengan mengadakan pertanggungan sosial yang dipikul oleh semua pihak yang kelak akan diatur oleh peraturan perundangan. Sudah selayaknya jika dalam badan dan lembaga yang menyelenggarakan pertanggungan sosial ini semua pihak turut duduk. Jaminan dan bantuan sosial tersebut meliputi antara lain jaminan sakit, hamil, bersalin, hari tua, meninggal dunia, cacat, dan menganggur bagi seluruh tenaga kerja termasuk tani dan nelayan. Sistem pengawasan tenaga kerja berfungsi: Pasal 16 a. mengawasi pelaksanaan ketentuan-ketentuan hukum mengenai ketenagakerjaan. b. memberi penerangan teknis serta nasihat kepada pengusaha dan tenaga kerja tentang hal-hal yang dapat menjamin pelaksanaan efektif dari pada peraturan-peraturan ketenagakerjaan. c. melaporkan kepada yang berwenang tentang kecurangan dan penyelewengan dalam bidang 9 / 10

ketenagakerjaan yang tidak jelas diatur dalam peraturan perundangan. Pasal 17 Maksud pasal ini ialah memberikan dasar hukum kepada peraturan perundangan yang akan melaksanakan lebih lanjut pasal-pasal dari Undang-undang ini. Pasal 18 Pasal ini perlu diadakan untuk mencegah kemungkinan timbulnya kekosongan hukum pada waktu Undangundang itu mulai berlaku. Cukup jelas. Pasal 19 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2912 10 / 10