Penanganan dan Perlindungan Justice Collaborator Dalam Sistem Hukum Pidana di Indonesia. Disampaikan oleh : A.H.Semendawai, SH, LL.

dokumen-dokumen yang mirip
Aktivitas Perlindungan Saksi Dan Korban Dalam Lingkup Kerja Lpsk. Disusun Oleh: Kombes Pol (Purn). basuki Haryono, S.H., M.H.

NOMOR : M.HH-11.HM th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MASUKAN KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ATAS PERUBAHAN UU NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kesatu, Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN KHUSUS BAGI PELAPOR DAN SAKSI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN TERHADAP SAKSI, PENYIDIK, PENUNTUT UMUM, DAN HAKIM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA TERORI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN KHUSUS BAGI PELAPOR DAN SAKSI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KETUA LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

JUSTICE COLLABORATORS DALAM SEMA RI NOMOR 4 TAHUN 2011

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA

CACATAN TERHADAP RUU PERLINDUNGAN SAKSI BERDASARKAN UU DAN PP TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI DAN PENCUCIAN UANG

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO. POL. : 17 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2000 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

PP 2/2002, TATA CARA PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN DAN SAKSI DALAM PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA YANG BERAT

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2000 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENDAMPINGAN SAKSI LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

BAB III PERAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (LPSK) A. Kedudukan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA OLEH KORPORASI

PEMETAAN LEGISLASI INDONESIA TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN. Supriyadi Widodo Eddyono

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

Kuasa Hukum Antonius Sujata, S.H., M.H., dkk, berdasarkan Surat Kuasa Khusus bertanggal 29 Mei 2017

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Praktek Pemidanaan Terhadap Saksi Pelaku Tindak Pidana Yang Bekerja Sama/

PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER-026/A/JA/10/2013 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan

RINGKASAN PUTUSAN. LP/272/Iv/2010/Bareskrim tanggal 21 April 2010 atas

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

1. Susunan Tim (Terlampir)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kesepuluh, Penelusuran Aset Penelusuran Aset. Modul E-Learning 3

2013, No.50 2 Mengingat c. bahwa Indonesia yang telah meratifikasi International Convention for the Suppression of the Financing of Terrorism, 1999 (K

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, T

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RUU Perlindungan Korban dan Saksi Draft Sentra HAM UI dan ICW, Juni 2001 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN INISIATIF DPR RI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR 3 TAHUN 2014

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Komisi Pemberantasan Korupsi. Peranan KPK Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

2 Pelanggaran di Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih da

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mengadakan wawancara terhadap responden yang telah ditentukan oleh penulis,

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kelima, Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN)

Mutual Legal Assistance. Trisno Raharjo

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

MANTAN BOS ADHI KARYA KEMBALI DAPAT POTONGAN HUKUMAN.

1.4. Modul Mengenai Pengaturan Pemberantasan Pencucian Uang Di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan

BERITA NEGARA. No.711, 2013 MAHKAMAH AGUNG. Penyelesaian. Harta. Kekayaan. Tindak Pidana. Pencucian Uang. Lainnya PERATURAN MAHKAMAH AGUNG

Transkripsi:

Penanganan dan Perlindungan Justice Collaborator Dalam Sistem Hukum Pidana di Indonesia Disampaikan oleh : A.H.Semendawai, SH, LL.M Ketua LPSK RI

Latar Belakang LPSK dirancang untuk memberikan perlindungan kepada saksi dan korban dalam semua tahap proses peradilan pidana. Diharapkan dapat mencegah dan melindungi saksi dan korban dari intimidasi dan kekerasan. Berperan dalam membantu pengungkapan terjadinya suatu tindak pidana. Sehingga partisipasi masyarakat untuk mengungkap tindak pidana dapat terus meningkat. Dapat membantu menciptakan iklim kondusif. Pelapor yang demikian itu harus diberi perlindungan hukum dan keamanan yang memadai atas laporannya.

UU No. 13 tahun 2011 tentang Perlindungan Saksi dan Korban ini tidak dapat dilaksanakan secara utuh. Salah satunya Agus Condro. Pengadilan Tipikor, pada Kamis, 16 Juni 2011 telah menjatuhkan hukuman 15 bulan penjara dan denda Rp 50 juta, Ia dinilai sbg Pelapor kasus suap cek pelawat pemilihan Deputi Gubernur BI. Hukumannya tidak jauh berbeda dengan terdakwaterdakwa lainnya dalam kasus yang sama. Putusan ini sangat kontradiktif dengan rekomendasi LPSK yang berpendapat sebagai whistle blower (pengungkap fakta) dalam kasus korupsi pemilihan Deputi Gubernur Senior BI Miranda Swaray Goeltom, Majelis Hakim seharusnya mempertimbangkan posisi AC sebagai orang yang berkontribusi dan bekerjasama dengan aparat penegak hukum untuk menguak kasus korupsi. Sebagai orang pertama yang mengungkapkan kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, seharusnya Agus Condro mendapatkan hak-haknya sebagaimana yang diatur dalam UU No. 13 tahun 2011 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

UU 13/2006 memang tidak memungkinkan membebaskan seorang JC secara penuh. Tetapi hukumannya bisa diringankan. Pasal 10 ayat 2, seorang saksi sekaligus terdakwa yang memiliki keterangan yang penting untuk mengungkap kejahatan tidak dapat dibebaskan dari hukuman, tapi kesaksiannya bisa menjadi faktor yang meringankan hukuman. APH belum menunjukkan keberpihakannya kpd orangorang yang mau bekerjasama menguak kasus korupsi. Keberpihakan penegak hukum akan mendorong yang lain untuk melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan AC. Putusan spt apa yg dianggap tepat u AC? Kenapa APH tidak sensitif atas kebutuhan perlindungan dan reward thp JC? Bagaimana implikasi putusan tsb thp WB dan JC lainnya? Adakah usaha untuk mengatasi persoalan ini?

Bagaimana Praktek Pasal 10 Kasus Ciamis Kasus SD Kasus Agus Chondro Kasus Aan Kasus di

Kerangka hukum perlindungan Kerangka hukum menjadi penting dalam mendukung praktek ini, asalkan dapat dipastikan perlindungan penuh terhadap whistleblower serta pengungkapan dan tindak lanjut yang memadai. Mengingat bahwa pelapor adalah orang dalam yang pertama mendeteksi adanya kesalahan, sistem whistleblowing internal merupakan alat yang sangat baik untuk manajemen risiko yang efektif di dalam organisasi.

Kerangka hukum lanjutan Selain rasa takut atas balas dendam, kurangnya kepercayaan pada kemampuan mereka yang bertanggung jawab untuk bertindak atas laporan yang disampaikan oleh WB, merupakan penghalang paling penting dalam mendukung whistleblowing. Oleh karena itu sangat penting untuk tidak hanya melindungi individu agar bersedia menjadi WB, tetapi juga untuk memastikan tindak lanjut dan investigasi pengungkapan secara independen dan memadai. Hal ini tidak hanya diperlukan untuk melindungi individu-individu terhadap perlakuan tidak adil: tetapi merupakan alat penting untuk memastikan tempat kerja aman dan bertanggung jawab, untuk mengurangi risiko terhadap reputasi dan keuangan serta untuk melindungi kepentingan umum.

Dasar hukum perlindungan wb untuk TP Korupsi UNCAC Pasal 33 Perlindungan pelapor Negara Pihak wajib mempertimbangkan untuk memasukkan ke dalam system hukum nasionalnya tindakan-tindakan yang perlu untuk memberikan perlindungan terhadap perlakuan yang tidak adil bagi orang yang melaporkan dengan itikat baik dan dengan alasan alasan yang wajar kepada pihak yang berwenang fakta-fakta mengenai kejahatan menurut Konvensi ini.

Perangkat Hukum PP 71 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 10 UU No. 13 Tahun 2006 UU Ttg PSK Bab VII UU No. 15 Tahun 2002 UU No. 23 Tahun 2003 Ttg TPPU Pasal 31 UU No. 31 Tahun 1999 Ttg Pemberantasan TIPIKOR

Pengertian Whistleblower PP 71 Th 2000, Pelapor adalah orang yang memberi suatu informasi kepada penegak hukum atau Komisi mengenai terjadinya suatu tindak pidana korupsi dan bukan pelapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 24 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 KUHAP. Penjelasan Pasal 10 ayat 1 UU No. 13 Tahun 20006 Pelapor" adalah orang yang memberikan informasi kepada penegak hukum mengenai terjadinya suatu tindak pidana.

Lanjutan UU No. 31 Th 1999. Ttg Pemberantasan Tipikor. Pelapor adalah orang yang memberi informasi kepada penegak hukum mengenai terjadinya suatu tindak pidana korupsi

Lanjutan Whistleblower : Seseorang yang mengungkapkan pelanggaran atau perbuatan salah yang terjadi dalam suatu organisasi kepada publik atau orang yg memiliki otoritas. Seorang pekerja yg memiliki pengetahuan atau informasi dari dalam tentang aktifitas illegal yg terjadi didalam organisasinya dan melaporkannya ke Publik.

PP No. 71 Tahun 2000 Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Peran perorangan, Ormas, LSM Memiliki Hak melaporkan ke Penegak Hukum atau Komisi Tertulis, data, fotocopy KTP/identitas lain Klarifikasi dengan gelar perkara

Hak dan tanggung-jawab Masyarakat dan perlindungan Memperoleh pelayan dan jawaban (30 hari) Berhak atas perlindungan hukum status hukum dan rasa aman Perlindungan Hukum tdk diberikan bila : Pelapor terlibat Tuntutan dalam perkara lain Merahasiakan identitas dan informasi Perlindungan Fisik Pelapor maupun keluarga

Penghargaan Berjasa Piagam atau Premi Tatacara Pemberian Penghargaan Kepmen Kumdang 2 permil dari nilai kerugian keuangan negara yg dikembalikan Piagam diberikan perkara dilimpahkan ke Pengadilan Premi setelah berkekuatan hukum tetap

Perlindungan Menurut UU No. 15 th 2002 TPPU sebagaimana diubah dgn UU No. 25 Th 2003 BAB VII PERLINDUNGAN BAGI PELAPOR DAN SAKSI Pasal 39 1. PPATK, penyidik, penuntut umum, atau hakim wajib merahasiakan identitas pelapor. 2. Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memberikan hak kepada pelapor atau ahli warisnya untuk menuntut ganti kerugian melalui pengadilan. Pasal 40 1. Setiap orang yang melaporkan terjadinya dugaan tindak pidana pencucian uang, wajib diberi perlindungan khusus oleh negara dari kemungkinan ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan/atau hartanya, termasuk keluarganya. 2. Ketentuan mengenai tata cara pemberian perlindungan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Lanjutan Pasal 41 1. Di sidang pengadilan, saksi, penuntut umum, hakim, dan orang lain yang bersangkutan dengan tindak pidana pencucian uang yang sedang dalam pemeriksaan dilarang menyebut nama atau alamat pelapor, atau hal-hal lain yang memungkinkan dapat terungkapnya identitas pelapor. 2. Dalam setiap persidangan sebelum sidang pemeriksaan dimulai, hakim wajib mengingatkan saksi, penuntut umum, dan orang lain yang terkait dengan pemeriksaan perkara tersebut, mengenai larangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Pasal 42 1. Setiap orang yang memberikan kesaksian dalam pemeriksaan tindak pidana pencucian uang, wajib diberi perlindungan khusus oleh negara dari kemungkinan ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan/atau hartanya, termasuk keluarganya. 2. Ketentuan mengenai tata cara pemberian perlindungan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

lanjutan Pasal 43 Pelapor dan/atau saksi tidak dapat dituntut baik secara perdata atau pidana atas pelaporan dan/atau kesaksian yang diberikan oleh yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dan Pasal 42.

PP 57 Th 2003 Pasal 2 (1) Setiap Pelapor dan Saksi dalam perkara tindak pidana pencucian uang wajib diberikan perlindungan khusus baik sebelum, selama maupun sesudah proses pemeriksaan perkara. (2) Perlindungan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pasal 3 Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim wajib memberikan perlindungan khusus kepada Saksi pada setiap tingkat pemeriksaan perkara. Pasal 4 Pelapor dan Saksi tidak dikenakan biaya atas perlindungan khusus yang diberikan kepadanya

Bentuk Perlindungan Khusus a. perlindungan atas keamanan pribadi, dan/atau keluarga Pelapor dan Saksi dari ancaman fisik atau mental; b. perlindungan terhadap harta Pelapor dan Saksi; c. perahasiaan dan penyamaran identitas Pelapor dan Saksi; dan/atau d. pemberian keterangan tanpa bertatap muka dengan tersangka atau terdakwa pada setiap tingkat pemeriksaan perkara.

UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 31 (1) Dalam penyidikan dan pemeriksaan di sidang pengadilan, saksi dan orang lain yang bersangkutan dengan tindak pidana korupsi dilarang menyebut nama atau alamat pelapor, atau hal-hal lain yang memberikan kemungkinan dapat diketahuinya identitas pelapor. (2) Sebelum pemeriksaan dilakukan, larangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberitahukan kepada saksi dan orang lain tersebut.

UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 15 KPK berkewajiban : memberikan perlindungan terhadap saksi atau pelapor yang menyampaikan laporan ataupun memberikan keterangan mengenai terjadinya tindak pidana korupsi; Penjelasan Pasal 15 Huruf a Yang dimaksud dengan memberikan perlindungan, dalam ketentuan ini melingkupi juga pemberian jaminan keamanan dengan meminta bantuan kepolisian atau penggantian identitas pelapor atau melakukan evakuasi termasuk perlindungan hukum.

Perlindungan Pelapor UU 13/2006 1. Saksi, Korban, dan PELAPOR tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata atas laporan, kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya. 2. Seorang Saksi yang juga tersangka dalam kasus yang sama tidak dapat dibebaskan dari tuntutan pidana apabila ia ternyata terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, tetapi kesaksiannya dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam meringankan pidana yang akan dijatuhkan. 3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap Saksi, Korban, dan pelapor yang memberikan keterangan tidak dengan itikad baik.

Kendala Perundang-undangan Kelembagaan Kerjasama antar lembaga

Kelemahan Perundang-undangan Pelapor, hanya diakui sebagai Pelapor bila menyampaikan laporannya kepada Aparat Penegak Hukum maupun Komisi Bagaimana bila disampaikan ke Parlemen??, media-massa, mirbar bebas, aparat pemerintah lainnya Tidak jelas pengertian tentang tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata atas laporan Sebatas pencemaran nama-baik? Terkait dengan perkara yg dilaporkannya? Pasal 5 ayat 2 PP 71 Perlindungan mengenai status hukum tdk diberikan apabila dari hasil penyelidikan dan penyidikan terdapat bukti yang cukup yg memperkuat keterlibatan pelapor

Lanjutan Bagaimana dengan konsep Plea Bargain Kalau Pelaku Kelas Kakap? Hak-hak Pelapor apakah sama dengan Saksi?, misalnya hak untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus yang dilaporkannya. Apakah Pelapor dpt dilindungi dari penguasaan data-data yang terindikasi sebagai data korupsi atau penyimpangan Apakah perlindungan terhadap Pelapor harus memenuhi syarat perlindungan saksi? Atau mengacu ke UU Tipikor atau Money Laundring

Tumpang Tindih peran Siapa yang bertanggung-jawab melindungi Pelapor? Korupsi KPK dan Kepolisian Money Laundring PPATK dan Kepolisian Bagaimana dengan Pelapor untuk kejahatan lainnya spt drug trafficking, human trafficking? Pelapor dan sekaligus Saksi yang memenuhi persyaratan dilindungi oleh LPSK Perlu dilakukan koordinasi antar lembaga

Subyek whistleblower yang dilindungi dalam hukum nasional. Dalam konteks Indonesia luasan cakupan pengertian sebagai subyek hukum yang dilindungi sebagai whistleblower sebaiknya mencakup collaborator of justice. Mengacu pengertian dalam rekomendasi yang dihasilkan oleh Council of Europe Committee of Minister, collaborator of justice adalah seseorang yang juga berperan sebagai pelaku tindak pidana, atau secara meyakinkan adalah merupakan bagian dari tindak pidana yang dilakukan secara bersamasama atau kejahatan terorganisir dalam segala bentuknya, atau merupakan bagian dari kejahatan terorganisir, namun yang bersangkutan bersedia untuk bekerjasama dengan aparat penegak hukum untuk memberikan kesaksian mengenai suatu tindak pidana yang dilakukan bersama-sama atau terorganisir, atau mengenai berbagai bentuk tindak pidana yang terkait dengan kejahatan terorganisir maupun kejahatan serius lainnya.

Ketentuan UMUM Draft RUU 13/2006 Pelapor Pelaku adalah saksi dan/atau pelapor yang juga pelaku tindak pidana Yang membantu aparat penegak hukum untuk mengungkap suatu tindak pidana dan/atau pengembalian aset-aset/hasil suatu tindak pidana kepada negara Dengan memberikan kesaksian, laporan atau informasi lain.

Lanjutkan Pasal 5 (1) Seorang Saksi, Korban, Pelapor dan Pelapor Pelaku berhak: a. memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari Ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya; b. ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan; c. memberikan keterangan tanpa tekanan; d. mendapat penerjemah; d. bebas dari pertanyaan yang menjerat; dst...

Pasal 10 (1) Selain perlindungan yang dimaksud dalam Pasal 5, Pelapor Pelaku berhak mendapatkan penanganan secara khusus dan penghargaan atas tindak pidana yang diungkap atau atas tindak pidana lain yang dilakukannya. (2) Penanganan secara khusus sebagaimana dimaksud ayat (1) berupa: a. pemisahan tempat tahanan dan penjara yang berjauhan dengan tersangka dan/atau narapidana lain yang diungkap. b. pemberkasan yang terpisah dengan terdakwa lain atas tindak pidana yang diungkapkannya; dan/atau c. penundaan penuntutan atas tindak pidana yang diungkapkannya dan/atau tindak pidana lain yang diakuinya;

Lanjutan d. penundaan proses hukum atas pengaduan yang timbul karena informasi, laporan dan/atau kesaksian yang diberikannya. (3) Pelapor Pelaku dapat memperoleh penghargaan berupa: a. keringanan tuntutan; b. Penghapusan penuntutan; c. Pemberian remisi dan/atau grasi atas dasar pertimbangan khusus apabila pelapor pelaku adalah seorang narapidana. (4) Dalam menjatuhkan vonis, hakim wajib mempertimbangkan keringanan hukuman bagi Pelapor Pelaku.

Penjelasan Pasal 10 Ayat 1 Tindak pidana yang dilaporkan antara lain tindak pidana Korupsi, pencucian uang, terorisme, lingkungan, perikanan, kehutanan, keamanan makanan, perbankan, Narkotika, dan tindak pidana lainnya yang mengancam keselamatan dan keamanan warga dan negara berhak mendapatkan perlindungan atau tindak pidana tertentu berdasarkan keputusan LPSK. Ayat 3 Huruf a Keringanan tuntutan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf (a) dan (b) dapat berupa, antara lain, pengajuan tuntutan hukuman percobaan, pengajuan tuntutan denda dalam hal dimungkinkan serta tuntutan yang lebih rendah dari terdakwa pelaku utama diperkara yang diungkapkan atau tuntutan bagi terdakwa lain pada kasus sejenis;

Wewenang Pasal 12B Dalam melaksanakan tugas pemberian perlindungan dan bantuan pada pelapor, saksi, korban dan Pelapor pelaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12A, LPSK berwenang: d. membuat perjanjian tentang penanganan khusus dan/atau penghargaan bagi pelapor Pelaku bersama-sama dengan Jaksa Agung atau Ketua KPK; g. menyembunyikan saksi, korban, pelapor dan pelapor pelaku dalam tempat-tempat perlindungan; h. mengganti identitas saksi, pelapor, dan/atau Pelapor Pelaku;

Syarat Justice Collaborator Pasal 28A (1) Penanganan khusus, perlindungan, dan penghargaan bagi Pelapor Pelaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 diberikan dengan mempertimbangkan syarat sebagai berikut: a. Keseriusan tindak pidana yang diungkap; b. Sifat pentingnya keterangan yang diberikan oleh Pelapor Pelaku; c. Pelapor pelaku bukan pelaku utama dalam tindak pidana yang diungkapnya; d. Tindak pidana lain yang dilakukan oleh Pelapor pelaku; e. Keselamatan jiwa Pelapor pelaku dan keluarganya; f. Rasa keadilan masyarakat.

(2) Pemberian penanganan khusus dan penghargaan kepada Pelapor pelaku atas tindak pidana-tindak pidana lain yang pernah dilakukan olehnya sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 hanya dapat diberikan dengan persyaratan sebagai berikut: a. Pelapor pelaku mengakui sendiri tindak pidanatindak pidana yang pernah ia lakukan sebelumnya yang belum pernah diperiksa atau diputus oleh pengadilan; b. Tindak pidana lainnya sebagaimana dimaksud pada huruf a merupakan tindak pidana yang lebih ringan dibandingkan dengan tindak pidana yang ia bantu ungkap; dan

c. Tindak pidana lainnya sebagaimana dimaksud pada huruf a tidak termasuk: 1. Tindak pidana pembunuhan dan/atau kekerasan seksual; 2. Tindak pidana dimana korbannya tidak setuju dengan restitusi yang diberikan; dan/atau 3. Tindak pidana dimana terdapat tuntutan masyarakat yang luas agar pelapor pelaku diadili.

Tata Cara Pemberian Perlindungan, Penanganan Khusus dan Penghargaan Pasal 32A (1) Tata cara memperoleh perlindungan bagi Pelapor pelaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dilakukan sesuai ketentuan dalam Pasal 29, 30, 31, dan 32: (2) Tata cara memperoleh penanganan khusus dan penghargaan bagi Pelapor pelaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 adalah: a. pelapor pelaku, baik atas inisiatif sendiri maupun atas permintaan pejabat yang berwenang, mengajukan permohonan secara tertulis kepada LPSK; b. LPSK segera melakukan pemeriksaan terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a; c. berdasarkan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf b, LPSK memberikan rekomendasi untuk menerima atau tidak menerima permohonan pemberian penanganan khusus, dan/atau penghargaan kepada Jaksa Agung atau Ketua KPK; d. rekomendasi sebagaimana dimaksud huruf c memuat identitas Pelapor pelaku, alasan dan bentuk pemberian penanganan khusus dan/atau penghargaan yang diusulkan.

(3) Dalam hal Jaksa Agung atau Ketua KPK menganggap Pelapor pelaku layak mendapatkan penanganan khusus, dan/atau penghargaan, Jaksa Agung atau Ketua KPK: a. Mengajukan usulan kepada Presiden dalam hal penghargaan yang dianggap layak diberikan berupa Grasi. b. Memutuskan sendiri untuk pemberian penghargaan berupa penanganan khusus dan penghargaan lainnya. (4) Keputusan Jaksa Agung atau Ketua KPK sebagaimana dimaksud ayat (4) huruf b bersifat mengikat dan diberikan kepada instansi terkait untuk dilaksanakan serta tembusannya diberikan kepada LPSK dan pemohon. (5) Dalam hal Jaksa Agung atau Ketua KPK menolak rekomendasi LPSK, penolakan tersebut disertai dengan alasan penolakan disampaikan kepada LPSK untuk kemudian diteruskan kepada pemohon.

Pembatalan Penghargaan Pasal 32B (1) Penghargaan terhadap Pelapor Pelaku dibatalkan apabila dikemudian hari diketahui bahwa kesaksian, laporan atau informasi lain yang diberikan ternyata adalah palsu. (2) Pembatalan sebagaimana ayat (1) dilakukan oleh Jaksa Agung atau Ketua KPK segera setelah diketahuinya kebohongan tersebut melalui surat pembatalan pemberian penghargaan. (3) Jaksa Agung atau Ketua KPK mengajukan peninjauan kembali atas perkaraperkara yang sudah berkekuatan hukum tetap yang didasarkan atas keterangan Pelapor Pelaku. (4) Jaksa Agung melakukan proses pemidanaan atas keterangan palsu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Tidak Terbukti, Tidak Batal Pasal 32C Tidak terbuktinya tindak pidana yang dilaporkan dan atau dibantu oleh Pelapor Pelaku tidak membatalkan perlindungan yang diberikan kepadanya sepanjang informasi, bukti-bukti atau keterangannya sebagai saksi tidak dilakukan berdasarkan kesaksian, laporan atau informasi lain yang bersifat palsu.

Kesimpulan Praktek Perlindungan thp JC sdh ada, namun belum seragam serta belum memuaskan Perlu dibuat aturan yg lebih detil dan pasti Perlu menyamakan persepsi dan pemahaman ttg arti penting keberadaan Saksi, Korban, Pelapor serta Pelapor/Saksi yg juga sebagai Pelaku Usaha untuk mempraktekkan dan memperbaiki dan memanfaat peluang yang ada harus terus dilakukan. Terus mensinergikan seluruh energi positif untuk pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana