BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN MENURUT UU RI NOMOR 13 TAHUN 2006 DAN FIQH SIYASAH

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan pembahasan diatas dan dari hasil penelitian yang dilakukan, maka

Aktivitas Perlindungan Saksi Dan Korban Dalam Lingkup Kerja Lpsk. Disusun Oleh: Kombes Pol (Purn). basuki Haryono, S.H., M.H.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB III PENUTUP. sebagai jawaban dari permasalahan dalam penulisan hukum ini yakni bahwa:

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG

Program Pascasarjana Ilmu Hukum FAKULTAS HUKUM Universitas Brawijaya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mengadakan wawancara terhadap responden yang telah ditentukan oleh penulis,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PP 2/2002, TATA CARA PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN DAN SAKSI DALAM PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA YANG BERAT

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN INISIATIF DPR RI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da

BAB III LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN MENURUT UNDANG-UNDANG RI NO 13 TAHUN 2006

PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENDAMPINGAN SAKSI LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. ini bertujuan akan memberikan gambaran mengenai objek yang dijadikan

MASUKAN KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ATAS PERUBAHAN UU NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN.

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da

CACATAN TERHADAP RUU PERLINDUNGAN SAKSI BERDASARKAN UU DAN PP TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI DAN PENCUCIAN UANG

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

MAKALAH. Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM. Oleh: Eko Riyadi, S.H., M.H.

PERATURAN KETUA LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

-2- Di dalam Pasal 7 ayat (4) dinyatakan bahwa pemberian Kompensasi bagi Korban tindak pidana terorisme dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-Un

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PIMPINAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PIMPINAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN REPUBLLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN TERHADAP SAKSI, PENYIDIK, PENUNTUT UMUM, DAN HAKIM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA TERORI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PEMETAAN LEGISLASI INDONESIA TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN. Supriyadi Widodo Eddyono

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

Draft RPP pemberian Kompensasi & Restirusi Korban Pemerintah 2006

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN KHUSUS BAGI PELAPOR DAN SAKSI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RUU Perlindungan Korban dan Saksi Draft Sentra HAM UI dan ICW, Juni 2001 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG

NOMOR : M.HH-11.HM th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

PERANAN DOKTER FORENSIK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA. Oleh : Yulia Monita dan Dheny Wahyudhi 1 ABSTRAK

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan 5 besar negara dengan populasi. penduduk terbanyak di dunia. Jumlah penduduk yang

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO. POL. : 5 TAHUN 2005 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN KHUSUS BAGI PELAPOR DAN SAKSI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 26 Tahun Tentang. Pengadilan Hak Asasi Manusia BAB I KETENTUAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO. POL. : 17 TAHUN 2005 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SANKSI PIDANA PELANGGARAN HAK PEMEGANG PATEN MENURUT UU NO. 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 102/PUU-XIII/2015 Pemaknaan Permohonan Pra Peradilan

BAB IV. A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika. Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang pada dasarnya hidup secara

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMENJARAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PUTUSAN NO.203/PID.SUS/2011/PN.

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kesatu, Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

BUPATI TUBAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Penanganan dan Perlindungan Justice Collaborator Dalam Sistem Hukum Pidana di Indonesia. Disampaikan oleh : A.H.Semendawai, SH, LL.

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. diatur secara eksplisit atau implisit dalam Undang-undang Dasar 1945, yang pasti

BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR. penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III PENUTUP. bencana terhadap kehidupan perekonomian nasional. Pemberantasan korupsi

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan

BAB IV ANALISIS YURIDIS PERATURAN KAPOLRI NOMOR 1 TAHUN 2009 TERKAIT PENGGUNAAN SENJATA API PADA TUGAS KEPOLISIAN PERSPEKTIF MAS}LAH}AH MURSALAH

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERLINDUNGAN KORBAN DAN SAKSI. Sentra HAM UI & ICW

BAB III DASAR HUKUM PEMBERHENTIAN TIDAK TERHORMAT ANGGOTA KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT PERPRES NO 18 TAHUN 2011

BAB IV ANALISIS FIQIH MURA<FA AT TERHADAP VICTIMOLOGI DALAM PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KORBAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

Transkripsi:

BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN MENURUT UU RI NOMOR 13 TAHUN 2006 DAN FIQH SIYASAH A. Analisis Terhadap Ruang Lingkup dan Kewenangan LPSK dalam Melindungi Saksi dan Korban Menurut UU RI Nomor 13 Tahun 2006 Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dalam melindungi saksi dan korban bekerjasama dengan instansi terkait yang berkewenangan, maksudnya adalah lembaga pemerintahan dan non pemerintahan atau lembaga swadaya masyarakat yang memiliki kapasitas dan hak untuk memberikan perlindungan dan bantuan baik langsung maupun tidak langsung yang dapat mendukung kerja LPSK itu sendiri. adalah: Adapun tugas dan kewenangan LPSK dalam melindungi saksi dan korban 1. Menerima permohonan, memberikan keputusan, perlindungan saksi dan korban (terdapat dalam pasal 29) Pasal 29 UU RI Nomor 13 Tahun 2006 tentang: Tata cara memperoleh perlindungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 sebagai berikut: a. Saksi dan korban yang bersangkutan, baik atas inisiatif sendirimaupun atas permintaan pejabat yang berwenang, mengajukan permohonan secara tertulis kepada LPSK. b. LPSK segera melakukan pemeriksaan terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a; 86

87 c. Keputusan LPSK diberikan secara tertulis paling lambat 7 (tujuh) hari sejak permohonan perlindungan diajukan 2. Memberikan perlindungan (terdapat dalam pasal 1) 3. Menghentikan program perlindungan (terdapat dalam pasal 32) 4. Atas nama saksi dan korban mengajukan kompensasi dan restitusi/ganti rugi dari pelaku pidana (terdapat dalam pasal 7) 5. Bekerjasama dengan instansi terkait yang berwenang dalam 8melaksanakan pemberian perlindungan dan bantuan (terdapat dalam pasal 36) 1 Dalam melindungi saksi dan korban, LPSK mempunyai tiga prioritas dalam melaksanakan tugasnya melindungi saksi dan korban diantaranya : berupa fisik, hukum, dan merahasiakan identitas. Dalam melindungi fisik,haruslah dilakukan oleh orang yang mempunyai kemampuan secara fisik, karena yang dilindungi adalah saksi dan korban, termasuk juga keluarga saksi ataupun keluarga korban, sedangkan melindungi dari hokum LPSK memberikan kenyamanan dan ketenangan saksi dan korban dalam memberikan kesaksian pada waktu perkara sedang diproses dimana terkadang saksi atau korban terkadang bingung dan merasa tertekan dalam pemberian kesaksian pada waktu pemrosesan perkara yang belum diputuskan, dan melindungi saksi dan korban dalam merahasiakan identitas LPSK merahasiakan semua yang berhubungan dengan identitas saksi dan korban dari siapapun guna keselamatan dan kelancaran penyidikan perkara, terkecuali pada waktu dibutuhkan oleh pihak 1 UU RI Nomor 13 Tahun 2006, Perlindungan Saksi Dan Korban. h. 13

88 yang berkewajiban memproses perkara dalam mencari kebenaran dalam memutuskan suatu perkara, dimana telah dijelaskan dalam pasal 1 butir 26 KUHAP yang berbunyi : Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penyelidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan alami sendiri. 2 Saksi dibedakan menjadi dua yaitu saksi ahli atau keterangan ahli dan saksi mahkota; 1. Saksi ahli atau keterangan ahli Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. 2. Saksi mahkota Menurut KUHAP tidak diberikan suatu definisi otentik mengenai saksi mahkota (kroon getuide), namun berdasarkan empirik saksi mahkota didefinisikan, sebagai saksi yang berasal dari salah seorang tersangka atau terdakwa lainnya yang bersama-bersama melakukan perbuatan pidana, yang perkara diantaranya dipisah karena kurangnya alat bukti. Dari penjelasan diatas LPSK dalam melindungi saksi dan korban tidak mengabaikan hak dan kewajiban saksi dan korban yang mana tercantum dalam pasal 5 UU RI Nomor 13 tahun 2006 dan terdapat pada KUHAP pasal 117 ayat 2 UU RI Nomor 13 Tahun 2006, Perlindungan Saksi Dan Korban, h. 2

89 (1), pasal 173, pasal 177 ayat (1), pasal 178 ayat (1), pasal 227 ayat (1), pasal 229 (1). Pasal 5 UU RI Nomor 13 tahun 2006, Saksi dan korban berhak : 1. Memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya; 2. Ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan; 3. Memberikan keterangan tanpa tekanan; 4. Mendapat penerjemah; 5. Bebas dari pertanyaan yang menjerat; 6. Mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus; 7. Mendapatkan informasi mengenai putusan pengadilan; 8. Mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan; 9. Mendapat identitas baru; 10. Mendapat tempat kediaman baru; 11. Memperoleh pengganti biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan; 12. Mendapat nasihat hukum; dan atau 13. Memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan berakhir. KUHAP pasal 117 ayat (1), Keterangan tersangka dan atau saksi kepada penyidik diberikan tanpa tekanan dari siapa pun dan atau dalam bentuk apapun. 3 KUHAP pasal 173, Hakim ketua sidang dapat mendengar keterangan saksi mengenai hal tertentu tanpa hadirnya terdakwa, untuk itu ia minta terdakwa ke luar dari ruang siding akan tetapi sesudah itu pemeriksaan perkara tidak boleh diteruskan sebelum kepada terdakwa diberitahukan semua hal pada waktu ia tidak hadir. 4 3 UU RI Nomor 8 Tahun 1981, tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, h. 107 4 Ibid, h. 157

90 KUHAP pasal 177 ayat (1), Jika terdakwa atau saksi tidak paham bahasa Indonesia, hakim ketua siding menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menerjemahkan dengan benar semua yang harus diterjemahkan 5 KUHAP pasal 178 ayat (1), Jika terdakwa atau saksi bisu dan tuli serta tidak dapat menulis, hakim ketua sidang mengangkat sebagai penterjemah orang yang pandai bergaul dengan terdakwa atau saksi itu. 6 KUHAP pasal 227 ayat (1), Semua jenis pemberitahuan atau panggilan oleh pihak yang berwenang dalam semua tingkat pemeriksaan kepada terdakwa, saksi, atau ahli disampaikan selambat-lambatnya tiga hari sebelum tanggal hadier yang ditentukan, di tempat tinggal mereka atau di tempat kediaman meereka terakhir. 7 KUHAP pasal 229 ayat (1). Saksi atau ahli yang telah hadir memenuhi panggilan dalam rangka memberikan keterangan di semua tingkat pemeriksaan, berhak mendapat penggantian biaya menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. 8 Dari semua keterangan yang diperoleh dari beberapa sumber LPSK dalam melindungi para saksi dan korban tidak keluar dari peraturan yang tertulis dalam UU RI Nomor 13 Tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban. 5 Ibid, h.156 6 Ibid, h.157 7 Ibid, h.195 8 Ibid, h.196

91 B. Analisis Terhadap Ruang lingkup dan Kewenangan LPSK Menurut Fiqh Siyasah Negara Islam mempunyai tujuan utama yaitu untuk menegakkan dan melaksanakan dengan segenap sumber dan kekuasaan yang terorganisasikan sejalan dengan program reformasi yang telah ditunjukkan Islam demi tegaknya kehidupan yang lebih baik bagi umat manusia. Buat kebajikan dan melarang berbuat kemungkaran. Namun di tangan Allah jaulah akibat semua urusan. Berdasarkan al-qur an pada surat 4 ayat 59 yang artinya: Hai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang yang memegang kekuasaan dari kalanganmu. Kalau kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, kembalilah kepada kitab Allah dan sunnah Rasul, jika benarbenar kamu beriman kepada Allah dan hari kiamat. Yang demikian itu lebih utama dan lebih baik akibatnya. 9 Islam datang dengan semangat keadilan dan persamaan dan Islam datang untuk menegakkan kemaslahatan umat, dan dapat berwujud untuk perbaikan perilaku, ketentraman sosial dan mencegah berbagai bahaya, maka Islam akan memberikan perlindungan secara penuh kepada siapa saja yang mendapatkan perlakuan yang tidak adil dari siapapun dan akan memberikan hukuman bagi siapapun yang melakukan kesalahan yang melanggar hukum. Dalam ajaran Islam telah menempatkan manusia pada posisi yang sangat tinggi. Bahkan al-qur an menjamin adanya hak pemuliaan dan pengutamaan manusia. 9 Departemen Agama RI.Al-Qur an dan Terjemahan. h, 128

92 Dengan landasan diatas LPSK sangat mengutamakan keadilan dan kemaslahatan umat. LPSK dalam melaksanakan tugasnya dalam melindungi saksi dan korban tidak menyimpang dari apa yang telah di jelaskan dalam ajaran Islam dan sunnah Rasul dimana Islam mengajarkan mengenai manusia memiliki hak al-kara>mah dan hak al-fad}i>lah dan sunnah Rasul adalah rah}matan lil alami>n, dimana kemaslahatan / kesejahteraan merupakan tawaran utama-utama seluruh manusia dan alam semesta. Elaborasi (pengejawantahan) misi atau tujuan Islam di atas disebut al-khams atau lima prinsip dasar agama, yaitu: 10 Pertama, h}ifz ud-din yaitu memberikan jaminan kepada umat Islam untuk memelihara agama dan keyakinannya (al-din). Sementara itu Islam juga menjamin sepenuhnya atas identitas (kelompok) agama yang bersifat lintas etnis. Oleh karena itu, Islam menjamin kebebasan beragama, dan larangan adanya pemaksaan agama yang satu dengan yang lain. Kedua, h}ifz un-nafs yaitu menjamin hak atas jiwa (nyawa) manusia, untuk tumbuh dan berkembang secara layak. Dalam hal ini Islam menuntut adanya keadilan, pemenuhan kebutuhan dasar (hak atas penghidupan) pekerjaan, hak kemerdekaan dan keselamatan, bebas dari penganiayaan dan kesewenangwenangan. Ketiga, h}ifz ul-aql yaitu adanya suatu jaminan atas kebebasan berkreasi, kebebasan membar, kebebasan mengeluarkan opini, melakukan penelitian dan 10 Abdul Wahid dan M. Irfan, Perlindungan Terhadap Sorban Kekerasan Seksual, h.104

93 berbagai aktivitas ilmiah. Dalam hal ini Islam melarang terjadinya perusakan akal dalam bentuk penyiksaan, penggunaan obat-obatan terlarang, minuman keras dan lain-lain. Keempat, h}ifz un-nasl yaitu merupakan jaminan atas kehidupan privasi setiap individu, perlindungan atas profesi (pekerjaan) jaminan masa depan keturunan dan generasi penerus yang lebih baik dan berkualitas. Kelima, h}ifz un-ma>l yaitu dimaksudkan sebagai jaminan atas pemilikan harta benda, properti dan lain-lain. Dan larangan adanya tindakan mengambil hak dari harta orang lain, seperti mencuri, korupsi, monopoli, dan lain-lain. Diantara kelima prinsip dasar yang sekaligus menjadi pijakan tujuan pidana Islam itu adalah menunjukkan mengenai salah satu keunggulan tujuan pidana-pidana Islam dibandingkan dengan tujuan hukum pidana Indonesia. Misalnya dalam soal perlindungan jiwa dan keturunan, contohnya manusia dilarang melakukan tindak penganiayaan, pembunuhan dan pelanggaran fisik lainnya kepada sesama manusia. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan kinerja LPSK dalam melindungi saksi dan korban yang mana selalu mengutamakan keselamatan dan kenyamanan para saksi dan korban dalam membantu pemberian kesaksian dalam penyidikan pada waktu pemrosesan perkara sebelum perkara diputuskan oleh hakim.