BAB III PENUTUP. sebagai jawaban dari permasalahan dalam penulisan hukum ini yakni bahwa:

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dibahas diatas, maka dapat dikemukakan

BAB III PENUTUP. penulis, maka penulis menyimpulkan bahwa :

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pembahasan yang sudah diuraikan sebelumnya maka penulis. menyimpulkan bahwa :

BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN MENURUT UU RI NOMOR 13 TAHUN 2006 DAN FIQH SIYASAH

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DAN PELAPOR TINDAK PIDANA GRATIFIKASI 1 Oleh : Meiggie P. Barapa/

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. ini bertujuan akan memberikan gambaran mengenai objek yang dijadikan

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Setelah dilakukan penelitian dan pembahasan, maka dapat dirumuskan

selalu berulang seperti halnya dengan musim yang berganti-ganti dari tahun ke

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Dari hasil pembahasan dapat dikemukakan kesimpulannya sebagai. berikut:

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis diatas maka dapat ditarik kesimpulan

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

DAFTAR PUSTAKA. Bakhri, Syaiful, 2009, Hukum Pembuktian Dalam Praktik Peradilan Pidana, Cetakan I, P3IH FH UMJ dan Total Media, Yogyakarta.

BAB III PENUTUP. praperadilan, maka dapat disimpulkan bahwa: akan memeriksa tuntutan tersebut. Tata cara atau acara dalam proses pemeriksaan

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil analisis sebagaimana diuraikan dalam permasalahan

DAFTAR PUSTAKA. Ali, Mahrus Dasar-Dasar Hukum Pidana dalam Sudarto, Hukum Pidana I. Semarang: Badan Penyediaan Bahan-Bahan Kuliah, FH UNDIP

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat. disimpulkan sebagai berikut:

Aktivitas Perlindungan Saksi Dan Korban Dalam Lingkup Kerja Lpsk. Disusun Oleh: Kombes Pol (Purn). basuki Haryono, S.H., M.H.

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak atas pengakuan, jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan analisis pembahasan, hasil penelitian yang penulis

GANTI RUGI ATAS KESALAHAN PENANGKAPAN, PENAHANAN PASCA PUTUSAN PENGADILAN 1 Oleh: David Simbawa 2

KEWENANGAN JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM PROSES PRA PENUNTUTAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA 1 Oleh : Richard Olongsongke 2

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan pembahasan diatas dan dari hasil penelitian yang dilakukan, maka

SURAT TUNTUTAN (REQUISITOIR) DALAM PROSES PERKARA PIDANA

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

NOMOR : M.HH-11.HM th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

BAB III PENUTUP. terhadap saksi dan korban serta penemuan hukum oleh hakim.

BAB III PENUTUP. bencana terhadap kehidupan perekonomian nasional. Pemberantasan korupsi

Lex Crimen Vol. V/No. 4/Apr-Jun/2016

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mengadakan wawancara terhadap responden yang telah ditentukan oleh penulis,

PP 2/2002, TATA CARA PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN DAN SAKSI DALAM PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA YANG BERAT

PERLINDUNGAN TERHADAP SAKSI DALAM PROSES PENGAKAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA 1 Oleh : Drake Allan Mokorimban

BAB IV PENUTUP A. Simpulan

BAB III PENUTUP. sebelumnya maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III PENUTUP. korupsi dan kekuasaan kehakiman maka penulis menarik kesimpulan. mengenai upaya pengembalian kerugian negara yang diakibatkan korupsi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

-2- Di dalam Pasal 7 ayat (4) dinyatakan bahwa pemberian Kompensasi bagi Korban tindak pidana terorisme dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-Un

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. Upaya yang dilakukan Polisi DIY dalam Penanggulangan Tindak. pidana Kesusilaan

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

Lex Privatum, Vol. IV/No. 5/Juni/2016

DAFTAR PUSTAKA. Arief, Barda Nawawi, (2008), Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Cet. Ke- I, Jakarta: Prenada Media Group.

PERATURAN KETUA LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

DAFTAR PUSTAKA. Ali, Mahrus, 2011, Hukum Pidana Korupsi di Indonesia, UII Pers, Yogyakarta.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

DAFTAR PUSTAKA. Ali, Achmad, Menguak Realitas Hukum: Rampai Kolom Dan Artikel Pilihan Dalam Bidang Hukum, (Jakarta: Kencana, 2008).

REKAM MEDIS SEBAGAI PEMBUKTIAN PERKARA MALPRAKTEK DI BIDANG KEDOKTERAN PENULISAN HUKUM. Oleh : EL WARDA KHAERANI NIM :

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

ALAT BUKTI PETUNJUK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA. (Studi Kasus Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Surakarta)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN. Hak-hak korban pelanggaran HAM berat memang sudah diatur dalam

PENUTUP. penelitian lapangan, serta pembahasan dan analisis yang telah penulis lakukan

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN SEBAGAI PEMBERI KETERANGAN AHLI DAN SAKSI DALAM KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB III PENUTUP. menyimpulkan mengenai Penerapan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

GARIS-GARIS BESAR PERKULIAHAN (GBPP)

SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

AKIBAT HUKUM PERALIHAN TANGGUNG JAWAB PENYIDIK ATAS BENDA SITAAN 1 Oleh : Noldi Panauhe 2

ABSTRACT. Keywords : Compensation, Restitution, Rehabilitation, Terrorism.

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da

Kata kunci: Pencabutan keterangan, terdakwa. AKIBAT HUKUM TERHADAP PENCABUTAN KETERANGAN TERDAKWA DI PENGADILAN 1 Oleh: Efraim Theo Marianus 2

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

BAB III PENUTUP. pidana pembunuhan berencana yang menggunakan racun, yaitu: b. Jaksa Penuntut Umum membuat surat dakwaan yang merupakan dasar

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.

PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM PERSIDANGAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB III PENUTUP. maka dapat diambil kesimpulan dan saran sebagai berikut : 1. Proses pengambilan sidik jari dalam suatu perkara pidana adalah

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

JURNAL TUNTUTAN GANTI KERUGIAN AKIBAT TIDAK SAHNYA PENANGKAPAN DAN PENAHANAN MELALUI PROSES PRAPERADILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

Draft RPP pemberian Kompensasi & Restirusi Korban Pemerintah 2006

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016/Edisi Khusus

BAB I PENDAHULUAN. karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PIMPINAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN,

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum, Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PIMPINAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN REPUBLLIK INDONESIA,

Transkripsi:

80 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis di atas maka dapat ditarik kesimpulan sebagai jawaban dari permasalahan dalam penulisan hukum ini yakni bahwa: 1. Bentuk perlindungan hukum terhadap Saksi dalam proses peradilan pidana setelah berlakunya Undang-Undang No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban yakni dalam prakteknya tetap mengacu pada ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang No.13 Tahun 2006 sebagai berikut: a. memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya. b. ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan. c. memberikan keterangan tanpa tekanan. d. mendapat penerjemah. e. bebas dari pertanyaan yang menjerat. f. mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus. g. mendapatkan informasi mengenai putusan pengadilan. 80

81 h. mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan. i. mendapat identitas baru. j. mendapatkan tempat kediaman baru. k. memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan. l. mendapat nasihat hukum; dan/atau m. memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan berakhir. Selain itu bentuk perlindungan hukum yang diberikan terhadap saksi juga seperti yang diatur dalam ketentuan KUHAP antara lain: a. Jika Saksi yang dipanggil memberi alasan yang patut dan wajar bahwa ia tidak dapat datang kepada penyidik yang melakukan pemeriksaan, penyidik akan datang ke tempat kediamannya. b. Keterangan saksi kepada penyidik diberikan tanpa tekanan dari siapapun dan atau dalam bentuk apapun. c. Jika saksi bisu dan atau tuli serta tidak dapat menulis, akan mendapat penterjemah. 2. Kendala yang dihadapi terkait perlindungan hukum terhadap Saksi dalam proses peradilan pidana setelah berlakunya Undang-Undang No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban: a. Kendala yuridis, terdiri atas:

82 1. Hak saksi dalam Undang-Undang No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban masih terbatas diberikan kepada saksi tindak pidana tertentu antara lain: tindak pidana korupsi, tindak pidana narkotika/psikotropika dan tindak pidana terorisme. 2. Tidak adanya ketentuan pemberian penterjemah bagi Saksi yang menderita cacat seperti buta dan/atau tuli. 3. Adanya kendala berkaitan dengan kurangnya dana. 4. Belum terbentuknya Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) secara merata di setiap daerah di Indonesia. b. Kendala non yuridis yakni kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai Undang-Undang No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. B. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis dengan segala kerendahan hati memberikan saran sebagai berikut: 1. Pemerintah harus mendukung pelaksanaan perlindungan Saksi yang diatur dalam Undang-Undang No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, terutama memberikan dukungan dana bagi LPSK dalam rangka pemenuhan hak Saksi. 2. Sosialisasi Undang-Undang No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban perlu ditingkatkan sehingga masyarakat mengetahui dan memahami prosedur pengajuan permohonan perlindungan Saksi.

83 3. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sebaiknya dibentuk di setiap wilayah di Indonesia dan meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait yang berwenang sehingga dapat memperlancar upaya perlindungan terhadap Saksi.

84 DAFTAR PUSTAKA Andi Hamzah.,1986, Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta ------------------,2001, Hukum Acara Pidana, Sinar Grafika, Jakarta. -------------------,2008, Terminologi Hukum Pidana, Sinar Grafika,Jakarta. Harahap Yahya M., 2005, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali, Sinar Grafika, Jakarta. Kansil C.S.T., 1989, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia,,Balai Pustaka, Jakarta. Leden Marpaung., 2009, Proses Penanganan Perkara Pidana (Penyelidikan dan Pidana), Sinar Grafika, Jakarta. Lamintang P.A.F dan Theo Lamintang., 2010, Pembahasan KUHAP Menurut Ilmu Pengetahuan Hukum Pidana dan Yurisprudensi, Sinar Grafika, Jakarta. Martiman Prodjohamidjojo, 1989, Pembahasan Hukum Acara Pidana Dalam Teori dan Praktek, Pradnya Paramita, Jakarta. Muhadar., Edi Abdullah., dan Husni Thamrin., 2009, Perlindungan Saksi dan Korban Dalam Sistem Peradilan Pidana, CV.Putra Media Nusantara, Surabaya. Syaiful Bakhri, 2009, Hukum Pembuktian dalam Praktek Peradilan Pidana, Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ilmu Hukum (P3IH) Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah, Jakarta Zulkarnain, 2006, Praktek Peradilan Pidana, In TRANS, Malang. Website Surastini Fitriasih, Perlindungan Saksi Dan Korban Sebagai Sarana Menuju Proses Peradila (Pidana) Yang Jujur Dan Adil, http/www.antikorupsi.org, diakses pada tanggal 6 September 2010 pukul 15.50 WIB www.satuportal.net/content/lpsk-didera-sejumlah-masalah, diakses pada tanggal 23 November, pukul.14.00 WIB

85 Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, Lembaran Negara Republik Indonesia, Tahun 1981, Nomor 76. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, Lembaran Negara Republik Indonesia, Tahun 2000, Nomor 208 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Menjadi Undang-Undang Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003, Nomor 45 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006, Nomor 64. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983, Nomor 36. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002 tentang Tata Cara Perlindungan terhadap Korban dan Saksi dalam Pelanggaran HAM yang Berat, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002, Nomor 6.

86

87