REAKTOR BIOGAS SISTEM CoLAR UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAPIOKA SEBAGAI SUMBER ENERGI RAMAH LINGKUNGAN

dokumen-dokumen yang mirip
REKAYASA DAN UJI KINERJA REAKTOR BIOGAS SISTEM COLAR PADA PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAPIOKA

REKAYASA REAKTOR CoLAR SEBAGAI SOLUSI PENANGANAN AIR LIMBAH YANG BERBASIS BIOGAS. Rochman Isdiyanto, Benny FD, Hari Soekarno

Perpustakaan UPN "Veteran" Jakarta

PROSPEK PEMANFAATAN BIOGAS DARI PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TAPIOKA

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu gas yang sebagian besar berupa metan (yang memiliki sifat mudah terbakar)

SNTMUT ISBN:

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) merupakan salah satu produk

I. PENDAHULUAN. tanaman yang mengandung mono/disakarida (tetes tebu dan gula tebu), bahan

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan Laboratorium Pengelolaan Limbah Agroindustri Jurusan

I. PENDAHULUAN. Singkong merupakan salah satu komoditi pertanian di Provinsi Lampung.

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di ITTARA PD. Semangat Jaya, Desa Sri Rejeki,

HASIL DAN PEMBAHASAN. ph 5,12 Total Volatile Solids (TVS) 0,425%

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

METODE PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Juli-Desember 2012 bertempat di

BIOGAS. Sejarah Biogas. Apa itu Biogas? Bagaimana Biogas Dihasilkan? 5/22/2013

JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

1. Limbah Cair Tahu. Bahan baku (input) Teknologi Energi Hasil/output. Kedelai 60 Kg Air 2700 Kg. Tahu 80 kg. manusia. Proses. Ampas tahu 70 kg Ternak

ANALISIS PERAN LIMBAH SAYURAN DAN LIMBAH CAIR TAHU PADA PRODUKSI BIOGAS BERBASIS KOTORAN SAPI

Pengaruh Pengaturan ph dan Pengaturan Operasional Dalam Produksi Biogas dari Sampah

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI PERMEN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PERENCANAAN ANAEROBIC DIGESTER SKALA RUMAH TANGGA UNTUK MENGOLAH LIMBAH DOMESTIK DAN KOTORAN SAPI DALAM UPAYA MENDAPATKAN ENERGI ALTERNATIF

III. METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya

BAB I PENDAHULUAN. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik -1- Universitas Diponegoro

PENGARUH RESIRKULASI LINDI TERHADAP LAJU DEGRADASI SAMPAH DI TPA KUPANG KECAMATAN JABON SIDOARJO

SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS

I. PENDAHULUAN. Industri sawit merupakan salah satu agroindustri sangat potensial di Indonesia

Dari Pengusaha Tepung Tapioka Jadi Konsultan Biogas

Presentasi Tugas Akhir. Hubungan antara Hydraulic Retention Time (HRT) dan Solid Retention Time (SRT) pada Reaktor Anaerob dari Limbah sayuran.

Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M.

SNTMUT ISBN:

Chrisnanda Anggradiar NRP

ANALISA KINETIKA PERTUMBUHAN BAKTERI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PRODUKSI BIOGAS DARI MOLASES PADA CONTINUOUS REACTOR 3000 L

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Uji Pembentukan Biogas dari Sampah Pasar Dengan Penambahan Kotoran Ayam

PENGARUH HRT DAN BEBAN COD TERHADAP PEMBENTUKAN GAS METHAN PADA PROSES ANAEROBIC DIGESTION MENGGUNAKAN LIMBAH PADAT TEPUNG TAPIOKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

PERANCANGAN, PEMBUATAN, DAN PENGUJIAN ALAT PEMURNIAN BIOGAS DARI PENGOTOR H2O DENGAN METODE PENGEMBUNAN (KONDENSASI)

cair (Djarwati et al., 1993) dan 0,114 ton onggok (Chardialani, 2008). Ciptadi dan

BAB I. PENDAHULUAN. Statistik (2015), penduduk Indonesia mengalami kenaikan sebesar 1,4 %

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pengolahan Limbah Cair Tahu secara Anaerob menggunakan Sistem Batch

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Pembuatan Biogas dari Sampah Sayur Kubis dan Kotoran Sapi Making Biogas from Waste Vegetable Cabbage and Cow Manure

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi

BAB II LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri penghasil devisa non migas di

Buku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN

PENGARUH SIRKULASI TERHADAP PRODUKSI BIOGAS DARI KOTORAN SAPI DENGAN BIOREAKTOR LITER

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 3, (2013) ISSN: ( Print) F-396

BIOGAS DARI KOTORAN SAPI

PROSIDING SNTK TOPI 2012 ISSN Pekanbaru, 11 Juli 2012

PEMBUATAN BIOGAS dari LIMBAH PETERNAKAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan

Perancangan Sistem Pengukuran ph dan Temperatur Pada Bioreaktor Anaerob Tipe Semi-Batch

SCIENTIFIC CONFERENCE OF ENVIRONMENTAL TECHNOLOGY IX

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PROSIDING SNTK TOPI 2012 ISSN Pekanbaru, 11 Juli 2012

I. PENDAHULUAN. berkembang pesat pada dua dekade terakhir. Produksi minyak sawit Indonesia

POTENSI BIOGAS SAMPAH SISA MAKANAN DARI RUMAH MAKAN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PEMBENIHAN DAN AKLIMATISASI PADA SISTEM ANAEROBIK

BAB III PROSES PENGOLAHAN IPAL

BAB I PENDAHULUAN. industri kelapa sawit. Pada saat ini perkembangan industri kelapa sawit tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan sumber energi fosil yang semakin menipis, sedangkan

Agustin Sukarsono *) Eddy Ernanto **)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MODUL PENERAPAN TEKNOLOGI BIOGAS MELALUI DAUR ULANG LIMBAH TERNAK

BAB I. PENDAHULUAN. bioetanol berbasis tebu, baik yang berbahan baku dari ampas tebu (baggase), nira

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh Penambahan Kotoran Sapi Perah Terhadap Nilai ph

lebih terkendali selain itu pemanfaatan biogas sebagai bahan bakar boiler dapat mengurangi pemakaian batubara dan solar sehingga dapat memberikan nila

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion

Bakteri Untuk Biogas ( Bag.2 ) Proses Biogas

ANALISIS PERAN LIMBAH CAIR TAHU DALAM PRODUKSI BIOGAS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber

I. PENDAHULUAN. ini. Penyebab utama naiknya temperatur bumi adalah akibat efek rumah kaca

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam negeri sehingga untuk menutupinya pemerintah mengimpor BBM

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. sejauh mana tingkat industrialisasi telah dicapai oleh satu negara. Bagi

Studi Atas Kinerja Biopan dalam Reduksi Bahan Organik: Kasus Aliran Sirkulasi dan Proses Sinambung

BAB IV PENGUMPULAN DAN PERHITUNGAN DATA

TEKNOLOGI PEMANFAATAN KOTORAN TERNAK MENJADI BIOGAS SKALA RUMAH TANGGA (Oleh: ERVAN TYAS WIDYANTO, SST.)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1 Security Printing merupakan bidang industri percetakan yang berhubungan dengan pencetakan beberapa

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

3. METODE PENELITIAN KERANGKA PEMIKIRAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

REAKTOR BIOGAS SISTEM CoLAR UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAPIOKA SEBAGAI SUMBER ENERGI RAMAH LINGKUNGAN Rochman Isdiyanto, Aminnudin, Dian Galuh Cendrawati Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi rochman_isdiyanto@yahoo.co.id S A R I Cover Lagoon Anaerobic Reactor (CoLAR) atau reaktor anaerobik tertutup telah dapat diterapkan sebagai teknologi pengolahan air limbah industri tapioka yang menghasilkan biogas. Bioreaktor sistem CoLAR terbuat dari bahan geomembran dengan kapasitas 3.600 m 3 mampu menampung air limbah dengan laju alir 150 m 3 per hari. Air limbah akan mengalami proses fermentasi anaerobik dengan waktu tinggal hidrolik selama 20 hari. Hasil pengamatan pada uji kinerja bioreaktor diketahui bahwa bioreaktor CoLAR yang diterapkan dapat bekerja dengan baik. Hal ini ditandai dengan menurunnya nilai rata-rata Total Chemical Oxygen Demand (T-COD) sebesar 70,3%, yaitu dari 9.011 mg/liter turun menjadi 2.680 mg/liter atau sebesar 0,317 gr COD/liter/hari atau 949,6 kg COD/150 m3/hari. Sistem bioreaktor mampu menghasilkan rata-rata produksi biogas sebesar 485,4 m 3 /hari dengan kandungan metana sebesar 58,8%. Kualitas biogas tersebut secara teknis dapat digunakan sebagai sumber energi terbarukan. Kata kunci : bioreaktor CoLAR, limbah cair, biogas. 1. PENDAHULUAN Limbah cair pada industri pangan tradisional, seperti tepung tapioka, tahu, tempe, kerupuk kulit dan sebagainya, merupakan salah satu sumber pencemaran lingkungan. Timbulnya limbah pada industri pangan baik limbah padat, cair maupun gas, tidak dapat dihindari. Usaha untuk meminimalisasi timbulan limbah telah banyak dilakukan melalui mekanisme modifikasi proses maupun peningkatan efisiensi untuk memenuhi standar baku mutu agar tidak mencemari lingkungan. Jumlah dan karakteristik air limbah yang ditimbulkan pada industri pangan bervariasi menurut jenis industrinya. Sebagai contoh pada industri tapioka tradisional, air limbah yang dihasilkan industri tapioka dapat mencapai sekitar 4-5 m 3 /ton ubi kayu yang diolah dengan konsentrasi bahan organik sangat tinggi. Kebutuhan oksigen untuk mendekomposisi bahan organik yang terdapat dalam air limbah tapioka secara kimiawi (COD) dapat mencapai 18.000-25.000 mg/l, sehingga diperlukan suatu sistem pengolahan dengan waktu tinggal yang lama (1). Pada umumnya sistem pengolahan air limbah industri tapioka yang saat ini diterapkan adalah pengolahan limbah secara aerobik dan anaerobik menghasilkan gas karbon diokasida 41

(CO 2 ) dan metana (CH 4 ). Kedua gas tersebut merupakan gas rumah kaca yang memberikan kontribusi terhadap pemanasan global. Dari hasil pengukuran emisi gas di kolam anaerobik diketahui bahwa setiap ton ubi kayu menghasilkan sekitar 24,4 m 3 biogas dan lebih dari 50 % berupa gas metana (2). Sistem pengolahan air limbah tapioka yang saat ini diterapkan juga telah mampu mencapai baku mutu yang dipersyaratkan dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.51/1995, tetapi sistem ini masih menghasilkan emisi gas rumah kaca (CH 4 dan CO 2 ) dan menghamburkan sumber energi yang potensial, yaitu metana (CH 4 ) yang merupakan sumber energi alternatif yang bersifat terbarukan. Meskipun pada pembakaran metana akan dihasilkan karbon dioksida, dampak karbon dioksida terhadap pemanasan global 21 kali lebih kecil bila dibandingkan dengan dampak yang ditimbulkan oleh gas metana (3). Peningkatan harga bahan bakar minyak akibat semakin menipisnya cadangan bahan bakar minyak dan masalah pemanasan global telah menjadi isu utama seluruh masyarakat dunia. Pemanfaatan metana sebagai sumber energi dapat memberikan kontribusi terhadap dampak positif pemanasan global selain itu juga sejalan dengan Kebijakan Pemerintah bidang energi yang tertuang dalam Peraturan Presiden No.5/ 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional dan INPRES No.1/2006 tentang Pemanfaatan Biofuel sebagai energi alternatif maupun Blue Print Energy Management 2020. Teknologi produksi biogas pada dasarnya adalah teknologi yang memanfaatkan proses pencernaan (digestion) yang dilakukan oleh bakteri methanogenic dalam lingkungan tidak ada udara (anaerobik). Teknologi biogas sebenarnya sudah mulai dikenal di Indonesia sejak tahun 1980-an, namun hingga saat ini belum mengalami perkembangan yang menggembirakan. Beberapa kendala yang dihadapi antara lain; masih terbatasnya tenaga ahli yang berminat menekuni biogas, reaktor biogas sering tidak berfungsi dengan baik karena kesalahan konstruksi/bocor, desain tidak user friendly, cara operasi yang masih manual, serta biaya konstruksi yang mahal. Oleh karena itu, diperlukan pengkajian teknis yang lebih mendalam serta dengan cara-cara pendekatan baru untuk pengembangan teknologi biogas lebih lanjut, sehingga implementasinya di lapangan tidak banyak menemui banyak hambatan dan permasalahan. Pengolahan limbah cair industri tapioka secara anaerobik telah dapat diterapkan sebagai teknologi produksi biogas. Penanganan limbah anaerobik yang selama ini menggunakan sistem kolam terbuka, kini telah dapat direkayasa dan dimodifikasi menjadi kolam sistem tertutup dan berfungsi sebagai bioreaktor. Bioreaktor sistem tertutup tersebut didesain sebagai unit penghasil biogas dan sekaligus dapat menampung biogas yang dihasilkan. Pengembangan bioreaktor dengan sistem kolam tertutup tersebut dikenal dengan sistem Cover Lagoon Anaerobic Reactor (CoLAR). Biogas yang dihasilkan dapat dikumpulkan di dalam bioreaktor tersebut yang selanjutnya dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi yang bersifat terbarukan. 2. TEKNOLOGI CoLAR Bioreaktor sistem CoLAR dibangun menggunakan bahan utama geomembrane sebagai penutup kolam dan perangkap biogas yang terbentuk selama fermentasi berlangsung. geomembrane tersebut terbuat dari High Density Poly Etylen (HDPE) dengan ketebalan 1 mm. Bahan pendukung lainnya adalah bata merah, pasir, semen untuk konstruksi bak inlet dan outlet. Stereofoam ukuran 200 x 100 x 20 cm digunakan sebagai pelampung untuk memudahkan pemasangan geomembrane dan untuk alat bantu pijakan pada waktu diakukan perawatan. Untuk sistem instalasi saluran limbah inlet dan outlet, digunakan pipa PVC AW ukuran 4" dan, untuk sistem instalasi gas, digunakan pipa PVC ukuran 3", 3/4 ", dan 1/2". 42 M&E, Vol. 9, No. 1, Maret 2011

Beberapa faktor penting yang harus dijadikan acuan untuk perancangan bioreaktor CoLAR untuk pengolahan limbah cair industri tapioka sebagai unit penghasil biogas adalah sebagai berikut : 1) Kapasitas produksi harian bahan baku singkong olahan. 2) Penghitungan kapasitas produksi limbah cair sebagai bahan baku pengisian. 3) Penentuan waktu tinggal hidrolik (Hidraulic Retention Time) yang yang optimal untuk proses fermentasi. 4) Penghitungan kapasitas volume total digester dan ruang penyimpanan gas. 5) Pengaturan tekanan pada sistem instalasi biogas dengan menggunakan manometer air. Kemampuan bioreaktor, sebagai tempat berlangsungnya proses degradasi bahan organik untuk menghasilkan biogas, perlu diuji kinerjanya secara seksama. Ketepatan dalam melakukan rancang bangun dan kualitas pemasangan konstruksi sangat menentukan kinerja digester biogas. Konstruksi yang salah dapat menyebabkan digester tidak dapat bekerja dengan baik, akibatnya produksi biogas tidak optimal. Untuk mengetahui apakah bioreaktor sistem CoLAR tersebut dapat berfungsi dengan baik, perlu dilakukan uji terhadap kinerja bioreaktor. Terdapat dua kelompok paramater uji untuk menentukan kinerja digester; pengujian secara fisika dan pengujian secara kimia. Pengujian secara fisika antara lain: ph, suhu, dan laju produksi gas. Sementara, pengujian secara meliputi Total Chemical Oxygen Demand (T- COD) dan kualitas biogas (komposisi gas). 3. PERANCANGAN REAKTOR COLAR 3.1. Penghitungan Kapasitas Limbah Pengembangan bioreaktor CoLAR dilakukan di pabrik tapioka, yaitu PD Semangat Jaya yang berada di Propinsi Lampung. Bahan baku utama pembuatan biogas adalah limbah cair pabrik tersebut. Kegiatan rancang bangun reaktor CoLAR diawali dengan penghitungan kapasitas limbah harian yang dihasilkan. Berdasarkan identifikasi kemampuan produksi tapioka, PD Semangat Jaya memiliki kapasitas produksi rata-rata sekitar 30 ton singkong per hari. Penggunaan air untuk proses produksi tapioka antara lain untuk pencucian, pemarutan, ekstraksi, dan pengendapan, yang selanjutnya akan menjadi limbah cair. Kapasitas limbah cair yang dihasilkan pada industri tapioka dapat mencapai 4-5 m 3 /ton ubi kayu. Berdasarkan data tersebut, diperoleh koefisien limbah sebesar 4,80 liter/kg singkong. Kapasitas limbah cair dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (1) sebagai berikut : Kap.Limbah = Koef. x Jml. bahan olahan. = 4,8 liter/kg x 30.000 kg/hari = 144.000 liter/hari = 144 m3/hari Dengan diketahuinya kapasitas limbah cair yang dihasilkan setiap harinya, selanjutnya limbah tersebut akan menjadi bahan isian reaktor/ digester dengan laju alir sebanyak 144 m 3 /hari secara kontinyu. 3.2. Penentuan Dimensi Reaktor CoLAR Waktu tinggal hidraulik air limbah merupakan faktor penting yang sangat menentukan terhadap keberhasilan produksi biogas, karena akan mempengaruhi laju pembebanan dan konsentrasi air limbah di dalam bioreaktor. Lamanya waktu tinggal hidrolik juga menentukan terjadinya peningkatan konsentrasi mikroorganisme di dalam bioreaktor. Keberhasilan lama kontak antara mikroorganisme dan bahan organik dalam air limbah serta kondisi proses fermentasi, seperti ph dan temperatur, sangat berpengaruh terhadap produksi biogas. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu tinggal 43

hidrolik yang optimal untuk proses fermentasi ( 2, 6, 7, 8 ) limbah cair tapioka adalah 20-40 hari dan hasil penelitian skala laboratorium dilaporkan waktu tinggal hidrolik yang optimal adalah 20 hari (9). Untuk membuat rancang bangun reaktor sistem CoLAR dengan memperhitungkan parameter laju alir limbah sebagai bahan isian dan waktu tinggal hidrolik (WTH) untuk proses fermentasi yang optimal. Perancangan desain memperhitungkan pula ruang penampung gas yang dihasilkan dari proses fermentasi sebesar 20 % dari volume total digester. Penentuan kapasitas ruang penampung gas 20 % berdasarkan hasil pengukuran emisi gas di kolam anaerobik diketahui bahwa setiap ton ubi kayu menghasilkan sekitar 24,4 m 3 biogas (1). Mengacu pada angka hasil pengukuran produksi biogas tersebut, maka volume total digester (Vt) yang dibutuhkan untuk proses degradasi bahan organik dalam limbah dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2) dan (3) sebagai berikut : V dig = WTH x Kap. limbah V dig = 20 hari x 144 m 3 /hari V dig = 2.880 m 3 V t = V dig + 20 % V t. V t - 20 % V t = V dig 80 % V t = V dig V t = V dig / 80 % 2.880 x 1,25 V t = 3.600 m 3 Dengan diketahuinya volume total digester/ reaktor 3.600 m 3 maka dimensi yang dibutuhkan untuk pembuatan digester CoLAR adalah 30 m x 20 m x 6 m = 3600 m 3. 3.3. Pengaturan Tekanan Proses fermentasi anaerobik senantiasa menghasilkan biogas secara terus-menerus. Produksi gas yang terakumulasi akan meningkatkan tekanan yang menuju ke segala arah. Agar biogas dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar, diperlukan upaya pengaturan Cover Lagoon Anaerobic Reactor (CoLAR) Pompa resirkulasi Pipa Bak inlet kontrol inlet COVER HDPE Timbunan tanah Bak kontrol outlet Pipa outet GAS STORAGE Pipa outlet 2 m 1,5 m 1,5 m 2 m Air limbah 6 m ` 30 m Penampang Samping Dinding Cover Lagoon Anaerobic Reactor Redesain Gambar 1. Desain bioreaktor CoLAR 44 M&E, Vol. 9, No. 1, Maret 2011

Penentuan tinggi (h) 80 cm tujuannya adalah untuk mendapatkan tekanan yang bekerja pada sistem instalasi berada pada tekanan rendah, sehingga biogas aman pada saat digunakan. Besarnya tekanan yang bekerja pada sistem instalasi biogas tersebut sebagai berikut : Pbiogas = Pudara + x g x (2X) = 1atm + 1000 kg/m 3 x 10 m/det 2 x 2 (0,8 m) = 1 atm + 16000 N/m 2 = 1 atm + 16000 Pa = 1 atm + 0,1579 atm = 1,16 atm Gambar 2. Bioreaktor CoLAR tekanan pada sistem instalasi. Tekanan gas dikontrol dengan manometer air pada level air (h) setinggai 80 cm. Pada sistem ini, manometer air berfungsi sebagai kelep pengaman tekanan (safety valve) dan sebagai perangkap air (water trap). 4. UJI KINERJA REAKTOR CoLAR Kegiatan uji kinerja bioreaktor dilakukan berdasarkan beberapa parameter yang berpengaruh terhadap proses fermentasi, seperti temperatur, derajat keasaman (ph), Total Chemical Oxygen Demand (T-COD), dan konsentrasi metana. 4.1. Temperatur 80 cm Temperatur merupakan salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan optimalisasi produksi biogas karena dapat mempengaruhi aktifitas mikroorganisme yang akan mendegradasi bahan organik. Temperatur juga akan mempengaruhi proses anaerobik. Peningkatan temperatur akan meningkatkan laju pertumbuhan spesifik berbagai jenis bakteri. Peningkatan laju pertumbuhan spesifik akan meningkatkan jumlah mikroorganisme, sehingga meningkatkan laju dekomposisi air limbah menjadi biogas. Hasil pengukuran terhadap temperatur air limbah menunjukkan bahwa proses fermentasi anaerobik terjadi pada rentang temperatur 26-28 0 C. Gambar 3. Manometer air Pada kondisi rentang temperatur tersebut, diduga proses fermentasi telah dapat berjalan dengan baik, karena berada pada kondisi temperatur mesofilik. Beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa temperatur mesofilik untuk proses fermentasi adalah 25-40 0 C dan kondisi optimum terjadi pada temperatur 30-35 0 (6, 10) C. 45

Peningkatan temperatur dalam reaktor di lapangan tidak dilakukan, karena penerapannya memerlukan energi yang besar dan biaya yang mahal. Penggunaan temperatur ruang di daerah tropis juga diketahui telah mampu menghasilkan biogas dengan cukup baik. 4.2. Derajat Keasaman (ph) Kondisi ph sangat mempengaruhi aktivitas mikroorganisme mendekomposisi bahan organik untuk menghasilkan gas metana. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap ph air limbah industri tapioka, diketahui rata-rata ph air limbah berkisar antara 5,2-5,7 pada posisi inlet dan 6,8-7,2 pada posisi outlet bioreaktor. Rendahnya nilai ph air limbah pada posisi inlet (5,2-5,7) terjadi karena air limbah telah mengalami dekomposisi awal yang belum sempurna, yaitu proses asidifikasi bahan organik yang menyebabkan konsentrasi asam meningkat. Pada tahap asidifikasi ini senyawa-senyawa monomer akan diurai kembali menjadi asamasam organik oleh bakteri asetogenik. Produk utama dari proses dekomposisi tahap asidifikasi adalah asam asetat, asam propionat, dan asam laktat yang merupakan produk akhir dari proses asidifikasi. Proses asidifikasi berlangsung dalam waktu yang singkat akibat dari meningkatnya laju alir penambahan bahan organik (COD) dalam air limbah. Inilah yang menyebabkan ph air limbah pada awalnya mengalami penurunan. Kondisi ph berangsurangsur akan mengalami kenaikan mendekati posisi ph netral sejalan dengan bertambahnya waktu tinggal hidrolik, sehingga proses dekomposisi berjalan optimal. Kondisi ph mendekati netral sangat dibutuhkan kelompok bakteri metanogenik untuk mendegradasi asam-asam organik menjadi asam asetat, methana (CH 4 ), dan gas-gas lain. Hasil pengukuran terhadap ph pada posisi outlet dari bioreaktor menunjukkan ph sekitar 6,8-7,2. Kondisi ph pada kisaran tersebut diduga proses fermentasi anaerob dapat berjalan dengan baik untuk produksi biogas. Proses fermentasi anaerobik dapat berlangsung dengan baik pada ph sekitar 7,0 dengan ph optimumnya adalah 7,0-7,2. Sedangkan efektivitas kinerja suatu digester paling tinggi terjadi pada ph 7,0 dan nilai ph yang mendekati nilai ph netral merupakan kondisi optimum bagi bakteri metanogenik dalam menghasilkan gas metana (2). 4.3. Total Chemical Oxygen Demand Kondisi suhu dan ph air limbah pada penerapan reaktor CoLAR ini memungkinkan terjadinya proses fermentasi anaerob dapat berlangsung dengan baik. Hal ini ditandai dengan terjadinya laju penyisihan COD (COD-removal) air limbah. Hasil pengukuran terhadap nilai rata-rata Total Chemical Oxygen Demand (T-COD) limbah segar adalah 9.011 mg/liter dan setelah limbah mengalami proses fermentasi nilai T-COD turun menjadi 2.680 mg/liter. Hasil penerapan dan uji kinerja bioreaktor CoLAR juga menunjukkan bahwa, sistem bioreaktor mampu mendegradasi bahan organik dengan rata-rata laju penyisihan T-COD sebesar 6.331 mg COD/liter atau 0,317 gr COD/Liter/hari atau 949,6 kg COD/150 m3/hari dengan persentase laju penyisihan sebesar 70,3 %. Pada Gambar 5 terlihat hasil pengukuran terhadap Total COD mengalami penurunan secara signifikan sebesar 70,3 %. Menurunnya nilai T-COD menunjukkan bahwa telah terjadi penyisihan T-COD selama proses fermentasi berlangsung. Hal ini mengindikasikan sistem bioreaktor dapat bekerja dengan baik. Besarnya laju penyisihan COD (T-COD removal) adalah kemampuan sistem bioreaktor dalam mendekomposisi bahan organik (COD) dalam satuan waktu tertentu. Parameter ini dapat dijadikan sebagai salah satu indikator kinerja sistem bioreaktor pada proses fermentasi anaerobik. 46 M&E, Vol. 9, No. 1, Maret 2011

TOTAL COD (T-COD) T-COD (mg/l) 10000 9000 8000 7000 6000 5000 4000 3000 2000 10 0 0 15 20 25 30 35 40 45 50 Waktu Pengamatan (hari ke) Inlet Outlet Gambar 4. Rata-rata penurunan nilai T-COD Hasil laju penyisihan T-COD yang diperoleh dalam uji kinerja bioreaktor CoLAR tersebut lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya pada skala laboratorium dengan waktu tinggal hidrolik yang sama (20 hari), yaitu sebesar 0,430 gr COD/Liter/hari dengan persentase sebesar 82,4 %. Perbedaan hasil T-COD yang diperoleh tersebut diduga bahwa pada penelitian skala laboratorium beberapa faktor yang berpengaruh seperti temperatur, ph, pengadukan (resirkulasi), dan kondisi reaktor lebih mudah dikendalikan dibanding skala pilot plant di lapangan. 4.4. Produksi biogas Selama proses fermentasi, bahan organik yang terkandung dalam air limbah mengalami proses dekomposisi secara anaerobik dan menghasilkan biogas. Pada proses sintesa metana, setiap satu mol metana memerlukan dua mol oksigen untuk dapat dioksidasi menjadi CO 2 dan H 2 O. Akibatnya, setiap produksi 16 gram metana dapat menurunkan COD air limbah sebanyak 64 gram, sehingga pada suhu dan tekanan standar setiap stabilisasi 1 kg COD dapat menghasilkan 0,35 m 3 gas metana. (2). Biogas yang dihasilkan bioreaktor sistem CoLAR telah diukur secara kontinyu dengan menggunakan gas flow meter yang dihubungkan dengan lubang pengeluaran gas pada bioreaktor. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa bioreaktor mampu menghasilkan biogas harian sebesar rata-rata 485,4 m 3 /hari atau setiap m 3 limbah menghasilkan biogas sekitar 3,2 m 3. Jika dihitung dan dikorelasikan terhadap besarnya laju penyisihan COD, laju produksi biogas sebesar 0,51 m 3 biogas/kg COD/hari atau perkiraan produksi metana sebesar 0,31 m 3 CH 4 /kg COD/hari. Gambar 5. Reaktor CoLAR terpasang 47

Agar biogas dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar terbarukan, kandungan gas metana di dalamnya harus tinggi supaya biogas dapat dibakar. Untuk mengetahui komposisi biogas yang dihasilkan oleh reaktor CoLAR, dilakukan pengukuran konsentrasi gas metana. Hasil uji laboratorium terhadap komposisi biogas diperoleh rata-rata konsentrasi metana sebesar 58,8 % dengan sebaran antara 54 % - 62 %. Selain metana juga terdeteksi gas Karbondioksida (CO 2) dengan konsentrasi ratarata sebesar 30.2 %, gas Nitrogen (N 2 ) sebesar 6,5 % serta H 2 S sebesar 605 ppm. Dengan diketahuinya konsentrasi gas metana sebesar 58,8 %, diperkirakan rata-rata produksi metana sekitar 285 m 3 /hari (Gambar 6). Biogas layak digunakan sebagai bahan bakar dan menghasilkan api berwarna biru apabila kadar gas metana minimal 50 % (11). Konsentrasi gas metana hasil uji kinerja reaktor CoLAR ini sebesar 58,8 % sehingga memenuhi syarat untuk dapat dibakar dan dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif. Pada Gambar 7, tampak bahwa konsentrasi gas metana yang dihasilkan lebih tinggi bila dibandingkan dengan konsentrasi gas karbon dioksida dan nitrogen. Hal ini menunjukkan bahwa proses metanogenesis dapat berlangsung dengan baik di dalam sistem bioreaktor anaerobik (CoLAR) tersebut. LAJU PRODUKSI BIOGAS 600 Produksi Biogas (m 3 ) 500 400 300 200 10 0 0 15 20 25 30 35 40 45 50 Waktu Pengamatan (Hari ke) CH4 BIOGAS Gambar 6. Produksi biogas dan metana (CH 4 ) Komposisi Biogas 70.0 Konsentrasi Biogas (%) 60.0 50.0 40.0 30.0 20.0 10.0 0.0 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 Waktu pengamatan (hari ke) N2 CH4 CO2 Gambar 7. Komposisi biogas 48 M&E, Vol. 9, No. 1, Maret 2011

5. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil kegiatan kerekayasaan dan uji kinerja bioreaktor sistem CoLAR di atas dapat ditarik kesimpulan dan saran sebagai berikut : 5.1. Kesimpulan a. Kegiatan rancang bangun Cover Lagoon Anaerobic Reactor (CoLAR) pada pengolahan limbah cair industri tapioka dapat diterapkan sebagai teknologi produksi biogas. Kapasitas limbah cair yang dihasilkan sebesar 150 m 3 per hari dapat ditampung dan terproses oleh bioreaktor CoLAR kapasitas 3.600 m 3 dengan waktu tinggal hidrolik selama 20 hari. b. Sistem bioreaktor Cover Lagoon Anaerobic Reactor (CoLAR) yang diterapkan dapat bekerja dengan baik. Hal ini ditandai dengan menurunnya nilai rata-rata Total Chemical Oxygen Demand (T-COD) sebesar 70,3 %, yaitu dari 9.011 mg/liter turun menjadi 2.680 mg/liter atau sebesar 0,317 gr COD/Liter/hari atau 949,6 kg COD/150 m 3 /hari. c. Sistem bioreaktor mampu menghasilkan rata-rata produksi biogas sebesar 485,4 m 3 / hari dengan kandungan metana sekitar 58,8 %. d. Konsentrasi metana (CH 4 ) dalam biogas sebesar 58,8 %, secara teknis dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif. 5.2. Saran a. Teknologi pengolahan limbah cair industri pangan menjadi biogas perlu dilakukan kajian keekonomian secara detail dan menyeluruh terhadap aspek teknis maupun non-teknis, sehingga hasilnya dapat dikembangkan lebih lanjut ke arah skala komersial. b. Teknologi pengolahan limbah cair industri tapioka menjadi biogas dapat dijadikan suatu percontohan teknologi yang dapat diimplementasikan pada industri pangan lainnya, seperti industri tahu, tempe, kelapa sawit, mie, industri penggemukan sapi, dan lain sebagainya. DAFTAR PUSTAKA (1) Hasanudin, U. 2006. Present Status and Possibility of Biomass Effective Used in Indonesia. Proceeding. Seminar on Sustainable Sosiety Achievement by Biomass Effective Used. EBARA Hatakeyana Memorial Fund, Jakarta. (2) Hasanudin, U. 2007. Methane Production from Agroindustry Wastewater. Workshops on Commercialization of Renewable Energy Recovery from Agroindustrial WastewaterUniversity of Lampung, Bandar Lampung. (3) Rodhe, A. L., 1990. A comparison of the contribution of various gasses to the greenhouse effect. Science, 248, 1217-1219. (4) Omer, A. M., and Y. Fadalla. 2003. Biogas Energy Technology in Sudan. Journal of Renewable Energy, 28: 499-507. (5) Converti, A., A. D. Borghi., and M. Zilli, S. 1999. Anaerobic Digestion of The Vegetable Fraction of Municipal Refuses: Mesophilic Versus Thermophilic Conditions. Journal of Bioprocess Enginering. 21 : 371-376. (6) Garcelon, J., and Clark, J. 2005. Waste Digester Design. Civil Engineering Laboratory Agenda. University of Florida. http://www.ce.ufl.edu/activities/waste/ wddins.html. (7) Isdiyanto, R. dan Udin Hasanudin.2009. Pengaruh Waktu Tinggal Hidrolik Terhadap Produksi Biogas. Majalah Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan. Vol. 8. No. 2. Desember 2009. hal. 82-90. (8) Wise, D. L., P. L. Alfred, and A. S. Mostafa. 2000. A large-scale Biogestion of Diary and Pig Manure: Start Up Procedure of Batch, Fed-batch and CSTR-type Digesters. Journal of Bioprocess Wastes, 26: 15-31. (9) Hammad, M., D. Badarneh, and K. Tahboub. 1999. Evaluating Variable Organic Waste to Produce Methane. Energy Conversion and Managements. 40 : 1463-1475.. 49