BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Tindakan Medis yang di Kategorikan Sebagai Malpraktek

dokumen-dokumen yang mirip
Sumpah Dokter SAYA BERSUMPAH BAHWA :

BAB XX KETENTUAN PIDANA

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN

Andrie Irawan, SH., MH Fakultas Hukum Universitas Cokroaminoto Yogyakarta

Inform Consent. Purnamandala Arie Pradipta Novita Natasya Calvindra L

MEDIKO LEGAL PADA HEMATOLOGI DAN ONKOLOGI. Dr. H. Edi Sulistyono, MM ( Plt. Kepala Dinas Kesehatan Kab. Pati )

Tanggung Jawab Hukum Dokter Terhadap Pasien. 1. Tanggung Jawab Etis

FORMULASI HUKUM PENANGGULANGAN MALPRAKTIK KEDOKTERAN LEGAL FORMULA ON SUPPRESSING MEDICAL MALPRACTICE. Oleh: Priharto Adi *)

UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN [LN 2009/144, TLN 5063]

Hospital by laws. Dr.Laura Kristina

KONSEP HUKUM DALAM KEPERAWATAN

PEMBUKTIAN MALPRAKTIK

KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM RANGKA PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA MALPRAKTIK KEDOKTERAN RINGKASAN TESIS

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN KESEHATAN DALAM HAL TERJADI MALPRAKTEK. Oleh: Elyani Staf Pengajar Fakultas Hukum UNPAB Medan ABSTRAK

vii DAFTAR WAWANCARA

Istilah kode berasal dari kata latin codex yang antara lain berarti buku, atau sesuatu yang tertulis, atau seperangkat asas-asas atau aturan-aturan.

BAB II PENGATURAN MALAPRAKTEK KEDOTERAN DI INDONESIA

BAB III ANALISIS DAN KAJIAN YURIDIS MENGENAI EUTHANASIA DIPANDANG DARI SEGI HAM

BAB II PENGATURAN MENGENAI MALPRAKTEK YANG DILAKUKAN OLEH BIDAN. 1. Peraturan Non Hukum (kumpulan kaidah atau norma non hukum)

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MALPRAKTEK DI BIDANG MEDIS. dalam undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

Lingkup. Tanggungjawab Hukum. Tanggungjawab Hukum di Rumah Sakit. Administratif Perdata Pidana

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pada UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran khususnya pada pasal 52 juga diatur hak-hak pasien, yang meliputi:

Masalah Malpraktek Dan Kelalaian Medik Dalam Pelayanan Kesehatan. Written by Siswoyo Monday, 14 June :21

KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM RANGKA PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA MALPRAKTIK KEDOKTERAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA MALPRAKTEK DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA. A. Pengaturan Tindak Pidana Malpraktek Ditinjau Dari KUHP (Kitab

JAKARTA 14 FEBRUARI 2018

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

Kode Etik Dokter, Perawat, dan Tenaga Kesehatan Lainnya di RS Tipe A

UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1992 TENTANG KESEHATAN [LN 1992/100, TLN 3495]

BAB III TINJAUAN TEORITIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP DOKTER YANG MELAKUKAN TINDAKAN MALPRAKTEK DIKAJI DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA INDONESIA

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

2 Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang

BAB I PENDAHULUAN. nampaknya mulai timbul gugatan terhadap dokter dan rumah sakit (selanjutnya

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG IZIN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI

BAB I PENDAHULUAN. Justru yang utama dan mendasar ada di dalam Undang Undang Praktek. kelalaian dalam melaksanakan profesi dalam undang-undang praktek

Bab XXV : Perbuatan Curang

Apa yang perlu dokter ketahui agar tidak masuk penjara? Dr. Budi Suhendar, DFM, Sp.F PIT IDI Tangerang 11 Februari 2018

RUMAH SAKIT UMUM AULIA Jl. Raya Utara No. 03 Telp. (0342) , Fax. (0342) Kembangarum - Sutojayan - Blitar

Bab XII : Pemalsuan Surat

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Perlindungan Konsumen Kesehatan Berkaitan dengan Malpraktik Medik

BAB V PENUTUP. 1. Perlindungan Hukum Terhadap Pasien Miskin Menurut Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan jo.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Perkara Nomor 4/PUU-V/2007

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terhadap profesi kedokteran di Indonesia akhir-akhir ini makin

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 93 Tahun 2016 Seri E Nomor 45 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 93 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. emosi harapan dan kekhawatiran makhluk insani. perjanjian terapeutik adalah Undang undang nomor 36 tahun 2009 tentang

Bab XIV : Kejahatan Terhadap Kesusilaan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Tujuan & Tugas KKI. Tujuan:

Manusia adalah makhluk sosial ( Zoon Politicon ) Kehidupan manusia diatur dalam : * Hukum * Kaidah agama * Kaidah sosial bukan hukum ( kebiasaan,

I. PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan yang diberikan oleh dokter. Pelayanan dokter haruslah sesuai

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG IZIN PRAKTIK PERAWAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan serta pelayanan sosial lain yang diperlukan. orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1992 TENTANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Pilihlah satu jawaban yang benar pada pilihan di lembar jawaban.

AZAS UU PRADOK PASAL 2 Praktik k Kedokteran dilaksanakan dl k berazaskan Pancasila dan didasarkan pada nilai ilmiah, manfaat, keadilan, dl kemanusiaan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

Bab IX : Sumpah Palsu Dan Keterangan Palsu

Hubungan Kemitraan Antara Pasien dan Dokter. Indah Suksmaningsih Konsil Kedokteran Indonesia (KKI)

UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK [LN 2002/109 TLN 4235]

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. Setelah dijelaskan dan diuraikan sebagaimana tercantum dalam

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1419/MENKES/PER/X/2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI

KODE ETIK KEDOKTERAN/MEDICOLEGAL DAN PATIENT SAFETY

ANALISIS HUKUM PIDANA KASUS DOKTER AYU

BAB V PENUTUP. 1. Tanggung Jawab Bank Dan Oknum Pegawai Bank Dalam. Melawan Hukum Dengan Modus Transfer Dana Melalui Fasilitas

RELEVANSI Skm gatra

PROPOSAL TESIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN SEBAGAI KONSUMEN JASA DI BIDANG PELAYANAN MEDIS (SUATU TINJAUAN DARI SUDUT HUKUM PERDATA)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan analisa pada uraian dari Bab I (satu) sampai dengan Bab IV. merupakan cangkupan dari bahasan sebelumnya.

BAB I PENDAHULUAN. terkait dalam bidang pemeliharaan kesehatan. 1 Untuk memelihara kesehatan

Bab XXVIII : Kejahatan Jabatan

UNDANG-UNDANG BADAN PERWAKILAN MAHASISWA FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR : 001/UU/BPMFEUI/VI/2012

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa. sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

BAB II. Regulasi penerbangan yang lama yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun. itu harus mendasarkan pada ketentuan Pasal 102 ayat (1) KUHAP yang

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2052/MENKES/PER/X/2011 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN

Institute for Criminal Justice Reform

Bab XXI : Menyebabkan Mati Atau Luka-Luka Karena Kealpaan

2011, No Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lem

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 512/MENKES/PER/IV/2007 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN

LILIK SUKESI DIVISI GUNJAL HIPERTENSI DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM R.S. HASAN SADIKIN / FK UNPAD BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Tentang isi keadilan sukar untuk memberi batasannya. Aristoteles

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 14/PUU-XII/2014 Tindak Pidana Dalam Kedokteran

Pedoman Pelaksanaan Persetujuan Tindakan Kedokteran (Informed Consent)

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tindakan Medis yang di Kategorikan Sebagai Malpraktek Dipidananya seseorang tidaklah cukup apabila orang itu telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau bersifat melawan hukum. Jadi meskipun perbuatannya melanggar hukum dalam Undang Undang dan tidak dibenarkan, hal tersebut belum memenuhi syarat untuk penjatuhan pidana. Untuk pemidanaan masih perlu adanya syarat, yaitu bahwa orang yang melakukan perbuatan itu mempunyai kesalahan atau bersalah. Sehubungan dengan hal tersebut akan bertentangan dengan rasa keadilan apabila ada orang yang dijatuhi pidana padahal ia sama sekali tidak bersalah. Orang tidak mungkin dijatuhi pidana kalau dia tidak melakukan perbuatan pidana, akan tetapi meskipun melakukan perbuatan pidana, dia tidak selalu dapat dipidana sehingga apa yang dilakukan oleh seorang dokter terhadap kejahatan malpraktek ini dapatlah dikenakan sanksi pidana penjara, seperti halnya tindak pidana pemalsuan yang sebagaimana diatur dalam pasal, sebagai berikut : a. Kejahatan Terhadap Pemalsuan Pasal 267 KUHP (1) Seorang dokter yang dengan sengaja memberi surat keterangan palsu tentang ada atau tidaknya penyakit, kelemahan atau cacat, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun Pasal 267 KUHP di atas memang pasal khusus yang hanya dikenakan bagi dokter. Maksudnya yaitu hanya orang tertentu yang mempunyai sifat atau 38

kualitas pribadi sebagai dokter saja yang dapat dijadikan subjek hukum yang melakukan kejahatan pemalsuan ini. Agar rumusan Pasal 267 ini bisa dikenakan kepada dokter, unsur sengaja harus terpenuhi, karena bisa saja terjadi dokter salah dalam menentukan diagnosa, sehingga salah pula dalam menerbitkan surat keterangan yang dibuatnya. Saran penulis terhadap pasal ini sebaiknya dimasukkan juga unsur kelalaian yang dilakukan oleh dokter. b. Pengguguran Kandungan Pengguguran kandungan terdapat di dalam Pasal 299, 346, 348 dan pasal 349 KUHP. Sebagai salah satu contoh dapat dilihat dalam : Pasal 299 (1) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang pasien atau menyuruhnya supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan,diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah. Ketentuan ini sebetulnya membuat dilemma dan menimbulkan ketakutan bagi dokter karena apabila ada indikasi medis dimana dalam keadaan darurat untuk menyelamatkan jiwa Ibu hamil, mengharuskan menggugurkan kandungan ibu hamil tersebut, oleh karena itu menurut penulis sebaiknya ketentuan ini diberi pengecualian bagi dokter apabila ada indikasi medis, dengan demikian dapat memberikan rasa tenang atau nyaman bagi dokter di dalam melaksanakan tugasnya 39

menyelamatkan nyawa pasien dan untuk menghindari tuduhan adanya malpraktik kedokteran. c. Tentang Penganiayaan Pasal 351 ( 1 ) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah ( 2 ) Jika Perbuatan mengakibatkan luka luka berat yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama lma tahun. ( 3 ) Jika mengakibatkan mati, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun Dalam praktik hukum mengenai masalah yang berhubungan dengan kesehatan dipersoalkan juga tentang akibat rasa sakit sebagai satu satunya tujuan penganiayaan, artinya jika rasa sakit yang disadari itu tidak dapat dihindari, dalam upaya mencapai tujuan yang patut, misalnya dokter menyunat anak, dimana maksud mencapai tujuan yang lebih patut dan timbul rasa sakit tidak dapat dihindari maka bukan termasuk penganiayaan. d. Kejahatan Terhadap Nyawa Pasal pasal kejahatan terhadap nyawa yang dapat dikaitkan dengan Euthanasia yaitu Pasal 338, 340, 344, 345, 359 KUHP jika dihubungkan dengan dunia kesehatan sebagai upaya penanggulangan tindak pidana malpraktik di Indonesia menegaskan bahwa euthanasia baik aktif maupun pasif tanpa permintaan adalah dilarang. Berdasarkan Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang kesehatan,bahwa: 40

a. Berkaitan dengan Kelalaian Pasal 29 Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 berbunyi : Dalam hal tenaga kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya, kelalaian tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi Kalau calon peneliti cermati Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 29 tersebut di atas mengenai kelalaian tentu merupakan kebijakan formulasi hukum kesehatan yang baik sebagai upaya untuk mencegah terjadinya tindak pidana malpraktik kedokteran. Pasal mengenai kelalaian ini juga terdapat di Pasal 54 Undang Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan. b. Berkaitan Dengan Perlindungan Pasien Pasal 56 a. Setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian atau seluruh tindakan pertolongan yang akan diberikan kepadanya setelah menerima dan memahami informasi mengenai tindakan tersebut secara lengkap. c. Mengenai Ganti Rugi Pasal 58 ayat (1) Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.(2) Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak 41

berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat. d. Mengenai Transplantasi Organ Pasal 64 (1) Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan melalui transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh, implan obat dan/atau alat kesehatan, bedah plastik dan rekonstruksi, serta penggunaan sel punca. (2) Transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk dikomersialkan. (3) Organ dan/atau jaringan tubuh dilarang diperjualbelikan dengan dalih apapun. Sedangkan Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Dokter, dimana Putusan Mahkamah Konstitusi No. 4/PUU/- V/2007 terhadap uji materiil Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang praktek Kedokteran, menyatakan permohonan para Pemohon dikabulkan untuk sebagian; Menyatakan Pasal 75 Ayat (1) dan Pasal 76 sepanjang mengenai kata-kata penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau dan Pasal 79 sepanjang mengenai kata-kata kurungan paling lama 1 (satu)tahun atau serta Pasal 79 huruf c sepanjang mengenai kata-kata atau huruf e Undang-Undang Nomor 29 42

Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Menyatakan Pasal 75 Ayat (1) dan Pasal 76 sepanjang mengenai kata-kata penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau dan Pasal 79 sepanjang mengenai kata-kata kurungan paling lama 1 (satu)tahun atau serta Pasal 79 huruf c sepanjang mengenai katakata atau huruf e Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, Kalau dianalisa Pasal 75 (1), Pasal 76, Pasal 79 huruf a dan Pasal 79 huruf c sebelum putusan mahkamah konstitusi materi muatan yang terdapat di dalam Undang- Undang Nomor 29 Tahun 2004 telah menimbulkan kriminalisasi terhadap tindakan dokter yang berpraktik kedokteran yang tidak dilengkapi STR, SIP dan tidak memasang papan nama, serta tidak menambah ilmu pengetahuan dengan ancaman pidana yang cukup berat dan denda yang sangat tinggi. Disisi lain seorang dokter diatur oleh kode etik kedokteran seperti dijelaskan pada kewajiban umum, antara lain : 43

KEWAJIBAN UMUM Pasal1 Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan Sumpah Dokter. Pasal2 Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standard profesi yang tertinggi. Pasal3 Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi. Pasal4 Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri. Pasal5 Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh persetujuan pasien. Pasal6 Setiap dokter harus senantiasa berhati hati dalam mengumumkan 44

dan menerapkan setiap penemuan tehnik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat. Pasal7 Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya.. Pasal7a Seorang dokter harus, dalam setiappraktek medisnya, memberikan pelayanan medis yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang ( compassion ) dan penghormatan atas martabat manusia. Pasal7b Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dansejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan, dalam menangani pasien. Pasal7c Seorang dokter harus menghormati hak hak pasien, hak hak sejawatnya, dan hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien. 45

Pasal7d Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup mahluk insani. Pasal8 Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh ( promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif ), baik fisik maupun psikososial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar benarnya. Pasal9 setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat dibidang kesehatan dan bidang lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati. KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIEN Pasal10 Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan ketrampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia wajib merujuk 46

pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut. Pasal11 Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah lainnya. Pasal12 Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia. Pasal13 Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya. KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP TEMAN SEJAWAT Pasal14 Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan. Pasal15 Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman 47

sejawat, kecuali dengan persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis. KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP DIRI SENDIRI Pasal16 Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik. Pasal17 Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi kedokteran/kesehatan. Hal demikian dapat menimbulkan rasa takut bagi dokter di dalam melakukan pengobatan terhadap pasien, sehingga dokter tidak tenang di dalam melaksanakan tugasnya untuk menolong pasien atau korban tersebut. Setelah putusan mahkamah konstitusi diharapkan dokter dapat lebih tenang sehingga dapat bekerja dengan baik untuk menyelamatkan pasien. Pekerjaan dokter merupakan profesi berbeda dengan okupasi, sehingga pembentuk Undang Undang dalam hal ini legislatif harus hati-hati dalam menentukan aspek pidana. Hukum pidana harus benar-benar digunakan sebagai ultimum remidium bukan premium remidium, lebih efektif dengan penerapan hukum administratif pasien. Dengan putusan Mahkamah Konstitusi tersebut setidaknya dokter 48

dapat bekerja lebih tenang dan nyaman di dalam usaha menyelamatkan nyawa Pasien. Kebijakan formulasi yang akan datang nantinya akan menjadikan antisipasi terhadap adanya pro dan kontra terhadap persoalan malpraktek untuk menentukan kebijakan formulasi yang akan datang maka calon peneliti menggunakan kajian perbandingan diantaranya KUHP, Konsep KUHP, Undang - Undang Nomor 29 Tahun 2004 Pasca Putusan Mahlamah Konstitusi, Tentang Mengakibatkan mati atau luka karena kealpaan Pasal 592 Konsep KUHP 2009 Konsep KUHP Pasal 592 Setiap orang yang karena kealpaannya mengakibatkan orang lain luka sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan jabatan, profesi,atau mata pencaharian selama waktu tertentu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 ( dua) tahun. Pasal 359 Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun. Pasal 593 Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 592 dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau profesi, maka pidananya dapat ditambah dengan 1/3 ( sepertiga ). Pasal 360 49

Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain mendapat luka luka berat, diancam dengan dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun. Ada hal yang membedakan ke duanya adalah mengenai jenis dan lamanya pidana yang dijatuhkan. Dalam KUHP dikenal dengan pidana kurungan sedangkan dalam konsep tidak lagi mengenal pidana kurungan. Jenis dan lamanya pidana yang dijatuhkan yaitu : 1. Karena kelalaian mengakibatkan luka Dalam KUHP diancam pidana penjara paling lama Sembilan bulan atau kurungan paling lama enam bulan, atau denda paling banyak tiga ratus rupiah. Sedangkan di dalam konsep diancam dengan pidanan penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak. 2. Karena kelalaian mengakibatkan luka berat Dalam KUHP diancam pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun, sedangkan dalam konsep diancam pidana penjara paling lama tiga tahun atau denda paling banyak. 3. Karena kelalaian mengakibatkan mati, dalam KUHP diancam pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun, sedangkan dalam konsep diancam pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak. Pasal 593 merupakan Pasal pemberatan pidana bagi pelaku dalam menjalankan suatu jabatan atau pencaharian, melakukan tindak pidana yang disebut dalam Pasal 592. Pidana bagi pelaku yang melakukan perbuatan dalam menjalankan suatu jabatan atau profesi ditambah 1/3 ( sepertiga ) dari pidana bagi pelaku yang bukan dalam menjalankan suatu jabatan atau profesi. Pasal ini merupakan suatu 50

bentuk perlindungan juga terhadap pasien dalam hal terjadinya kelalaian atau kealpaan yang dilakukan oleh dokter dalam pelayanan kesehatan. Mengenai Pertanggungjawaban korporasi sebenarnya telah diatur di dalam Pasal 41 ayat 2 Undang Undang Praktik kedokteran yaitu membuat daftar dokter atau dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di sarana pelayanan kesehatan yang bersangkutan, tetapi sanksi terhadap pelanggaran kewajiban tersebut tidak diatur secara jelas mengenai sanksi yang dapat dijatuhkan. Sanksi yang berkaitan dengan korporasi hanya yang berkaitan dengan larangan yang tercantum dalam Pasal 42 Undang Undang 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dimana sarana pelayanan kesehatan dilarang mengizinkan dokter berpraktik tanpa ada surat izin praktik. Ketentuan tentang sanksi yang berkaitan dengan korporasi tersebut diatur di dalam Pasal 80 ayat 2 Undang Undang Praktik kedokteran. Oleh karena itulah maka kebijakan formulasi hukum pidana yang akan datang khususnya yg terdapat di dalam Undang Undang 29 Tahun 2004 dapat diperluas tidak hanya terpusat pada pelanggaran membuat daftar dokter semata. Adapun daftar tabel dibawah ini menggambarkan kasus malpraktek di RS otanah, antara lain : 51

Tabel II Kategori Malpraktek Yang Terjadi Di RS Otanaha TAHUN 2010-2012 NO TAHUN Kategori Malpraktek 1 2010-2 2011 1 3 2012 1 JUMLAH 2 Sumber Data. RSU OTANAHA. 2012 Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, yaitu periode tahun 2010 sampai dengan tahun 2012 tercatat kategori malpraktek di RSU Otanaha sebanyak 2 (Dua) yang diproses atau dilakukan klarifikasi kepada keluarga korban dan sudah diselesaikan secara musyawarah. Setelah dicermati oleh peneliti dari hasil wawancara antara peneliti dengan perawat, 3/12/2013, bahwa malpraktek yang terjadi dirumah sakit tersebut hanya dikategorikan sebagai civil malpractice karena dalam point a,b,c dan d, dimana sehingga kategori malpraktek tersebut tidak sampai pada proses peradilan yang di sebabakan ada bentuk kategori malpraktek. 1. seperti diuraikan dibawah ini adalah Civil malpractice, antara lain : 1 hasil wawancara peneliti dengan perawat ibu nita ali, 3/12/2013 52

Seorang tenaga kesehatan akan disebut melakukan civil malpractice apabila tidak melaksanakan kewajiban atau tidak memberikan prestasinya sebagaimana yang telah disepakati (ingkar janji). Tindakan tenaga kesehatan yang dapat dikategorikan civil malpractice antara lain: a. Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan. b. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi terlambat melakukannya. c. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak sempurna. d. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan. Pertanggung jawaban civil malpractice dapat bersifat individual atau korporasi dan dapat pula dialihkan pihak lain berdasarkan principle of vicarius liability. Dengan prinsip ini maka rumah sakit/sarana kesehatan dapat bertanggung gugat atas kesalahan yang dilakukan karyawannya (tenaga kesehatan) selama tenaga kesehatan tersebut dalam rangka melaksanakan tugas kewajibannya. 53

4.2 Faktor faktor apakah yang menyebabkan terjadinya malpraktik oleh Seorang Dokter. Malpraktek bisa terjadi karena beberapa factor berikut ini yaitu, minimnya pengalaman tenaga medis, kesalahan diagnosis, dokter palsu (dokter yang kurang mumpuni) dan juga karna factor ketidak sengajaan. Dan berikut penjelasannya 1. Minimnya pengalaman tenaga medis menyebabkan peluang terjadinya kesalahan tindakan medis (malpraktek ) saat memberikan tindakan kepada pasien sperti contohnya, kesalahan pemberian obat, kesalahan prosedur/tindakan yang semestinya harus dilakukan. 2. Kesalaan diagnosis dapat berakibat fatal bagi pasien, akibatnya bisa bermacam-macam, seperti terjadinya kelumpuhan, kerusakan organ dalam, dan juga dapat berakibat fatal yang berujung dengan kematian. 3. Dokter aspal (asali tapi palsu/dokter yang kurang mumpuni), di zaman seperti ini banyak sekali orang yang memanfaatkan uangnnya untuk masuk dalam sekolah kedokteran di universitas. Tak sedikit dari mereka mempunyai gelar dokter tapi kurang menguasai ilmu kedokteran, sedangkan untuk menjadi seorang dokter harus mempunyai kecerdasan yang benar-benar mumpuni agar menjadi dokter yang sesungguhnya dan segala tindakan medisnya bisa dipertanggungjawabkan. 4. Factor ketidaksengjaan, faktor ini bisa terjadi karena kelalaian dari petugas medis, atau mungkin ketidak telitian petugas medis saat menangani pasien. 54

Malpraktek merupakan kesalahan pengambilan tindakan medis yang dilakukan oleh tenaga medis professional maupun tenaga medis amatir baik secara disengaja atau tidak disengaja. Saat ini Malpraktek telah memakan banyak korban di Indonesia khususnya di Gorontalo belum banyak kasus malpraktek terjadi di Gorontalo. Beberapa tahun belakangan marak terdengar mengenai tuntutan malpraktek oleh dokter di berbagai daerah di Indonesia. Tren ini juga terlihat dari meningkatnya jumlah kasus dugaan malpraktek yang dilaporkan ke MKEK Majelis Kehormatan Etik Kedokteran. Sebelum tahun 2000, hanya terdapat 7-13 laporan malpraktek ke MKEK. Pada tahun 2000-2001 jumlah ini meningkat pesat menjadi 20-30 kasus per tahun. Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya peningkatan kasus dugaan malpraktek di Indonesia terutama di Gorontalo. Salah satunya adalah perbaikan tingkat pendidikan dan peningkatan kesadaran pasien akan hak. Pasien menjadi lebih kritis mempertanyakan penyakit, pemeriksaan, pengobatan dan tindakan yang akan dilakukan pada dirinya. Faktor lainnya adalah komersialisasi pelayanan kesehatan, berefek pada peningkatan biaya layanan medis dan karenanya peningkatan pengharapan akan hasil tindakan medis. Terakhir, peningkatan gugatan malpraktek juga disebabkan oleh gencarnya promosi oleh ahli hukum mengenai malpraktek. Peningkatan kesadaran ini sebenarnya memiliki efek baik, yaitu berjalannya pengawasan kualitas layanan oleh pasien. Namun, tekanan yang besar kepada dokter juga berefek timbulnya kedokteran defensif. Kedokteran 55

defensif terjadi ketika dokter mengajukan dan melakukan prosedur medis, pemeriksaan medis, kunjungan pasien, atau menghindari pasien/prosedur risiko tinggi, dengan pertimbangan utama untuk menghindarkan kemungkinan tuntutan malpraktek. Praktek semacam ini akan meningkatkan biaya layanan kesehatan dan meningkatnya perlakuan tindakan yang sebenarnya tidak dibutuhkan. Selain itu, penghindaran dokter untuk melakukan tindakan beresiko tinggi atas alasan ketakutan tuntutan malpraktek juga akan memperlambat penanganan bagi pasien. Untuk menghindari hal ini perlu dilakukan berbagai upaya untuk memperbaiki komunikasi antara dokter dan pasien, dan diperlukan edukasi mengenai malpraktek, baik kepada pasien maupun dokter, terlihat bahwa terdapat 4 poin penting yang berkaitan dengan kejadian malpraktek. 1. adanya kegagalan dokter untuk melakukan tatalaksana sesuai standar terhadap pasien. Standar yang dimaksud di sini dapat mengacu pada standar prosedur operasional yang ditetapkan di lembaga kesehatan tersebut, atau di tempat lain dengan keadaan yang serupa; 2. kurangnya keterampilan dokter.; 3. adanya faktor pengabaian; 4. adanya cidera yang merupakan akibat langsung salah satu dari ketiga faktor tersebut. Dalam uraiannya, mengingatkan pula bahwa tidak semua kegagalan medis adalah akibat malpraktek medis. Suatu peristiwa buruk yang tidak dapat diduga sebelumnya (unforeseeable) yang terjadi saat dilakukan tindakan medis yang 56

sesuai standar tetapi mengakibatkan cedera pada pasien tidak termasuk ke dalam pengertian malpraktik atau kelalaian medik. Setiap kejadian kegagalan medis dikaitkan dengan kejadian malpraktek dan menjadi suatu tuntutan. Padahal, kegagalan medis dapat disebabkan oleh empat hal, yaitu: 1. Hasil dari suatu perjalanan penyakitnya sendiri, tidak berhubungan dengan tindakan medis yang dilakukan dokter. 2. Hasil dari suatu risiko yang tak dapat dihindari, yaitu risiko yang tak dapat diketahui sebelumnya (unforeseeable); atau risiko yang meskipun telah diketahui sebelumnya (foreseeable) tetapi tidak dapat/tidak mungkin dihindari (unavoidable), karena tindakan yang dilakukan adalah satusatunya cara terapi. Risiko tersebut harus diinformasikan terlebih dahulu. 3. Hasil dari suatu kelalaian medik. 4. Hasil dari suatu kesengajaan. Dari keempat faktor tersebut, yang dapat dikategorikan sebagai suatu malpraktek adalah kegagalan medis akibat kelalaian (culpa), dan pelaksanaan tindakan medis tanpa persetujuan. Perlakuan lainnya yang dapat dimasukkan dalam kategori malpraktek adalah wanprestasi. Kegagalan medis yang merupakan suatu perjalanan alami penyakit dan resiko yang tidak dapat diketahui sebelumnya (unforeseeable) atau diketahui sebelumnya (foreseeable) tetapi tidak dapat dihindari (unavoidable) bukanlah suatu malpraktek. Sedangkan, kegagalan medis yang disebabkan oleh kesengajaan juga tidak termasuk dalam malpraktek, tapi merupakan suatu professional misconduct dan merupakan tindak pidana. 57

Dari pembahasan ini dapat terlihat bahwa faktor kelalaian berhubungan dengan kejadian malpraktek. Untuk dapat dikategorikan sebagai suatu kelalaian, harus dapat memenuhi 4 syarat di bawah ini (4D): 1. Duty (duty of care) Kewajiban profesi Kewajiban kontrak dengan pasien 2. Dereliction / breach of duty Pelanggaran kewajiban tersebut 3. Damages Cedera, mati atau kerugian 4. Direct causalship Hubungan sebab akibat langsung Kelalaian dapat terjadi dalam 3 bentuk, yaitu malfeasance, misfeasance dan nonfeasance. Malfeasance berarti melakukan tindakan yang melanggar hukum atau tidak tepat/layak (unlawful atau improper), misalnya melakukan tindakan medis tanpa indikasi yang memadai (pilihan tindakan medis tersebut sudah improper). Misfeasance berarti melakukan pilihan tindakan medis yang tepat tetapi dilaksanakan dengan tidak tepat (improper performance), yaitu misalnya melakukan tindakan medis dengan menyalahi prosedur. Nonfeasance adalah tidak melakukan tindakan medis yang merupakan kewajiban baginya. Kelalaian atau culpa dapat juga dibagi dalam tiga tingkatan: 1. Culpa lata: sangat tidak berhati-hati, kesalahan serius, sembrono (gross fault or neglect) 58

2. Culpa levis: kesalahan biasa (ordinary fault or neglect) 3. Culpa levissima: kesalahan ringan (slight fault or neglect) Pada culpa lata tidak berlaku lagi hukum perdata, melainkan pidana. Pada culpa levis dan culpa levissima yang tidak dapat dikenakan hukum pidana maka ditampung dalam hukum perdata. Penyebab lainnya kegagalan medis, yaitu kesengajaan, masuk dalam kategori professional misconduct. Professional misconduct merupakan kesengajaan yang dapat dilakukan dalam bentuk pelanggaran ketentuan etik, ketentuan disiplin profesi, hukum administratif, serta hukum pidana dan perdata seperti melakukan kesengajaan yang merugikan pasien, fraud, penahanan pasien, pelanggaran wajib simpan rahasia kedokteran, aborsi illegal, euthanasia, keterangan palsu, menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran yang belum teruji/diterima, berpraktik tanpa SIP, berpraktik di luar kompetensinya, dan lain-lain. Salah satu faktor penting yang sering menimbulkan gugatan malpraktek adalah kegagalan komunikasi dokter-pasien. Komunikasi yang tidak efektif antara dokter dan pasien rentan menimbulkan kesalahpahaman yang berujung pada tuntutan malpraktek jika terjadi kegagalan medis yang sebenarnya memang merupakan suatu akibat dari perjalanan alamiah penyakit ataupun suatu resiko medis. Hal ini disoroti pula oleh Hillary Clinton dan Barrack Obama dalam artikelnya yang berjudul Making Patient Safety the Centerpiece of Medical Liability Reform yang menyatakan bahwa tuntutan malpraktek seringkali terjadi ketika suatu efek samping yang tidak diharapkan muncul disertai dengan 59

kurangnya empati dari dokter dan adanya suatu penangguhan informasi penting, baik yang dipersepsikan oleh pasien maupun yang benar-benar terjadi. Menghindari terjadinya malpraktek medis, sebagai pasien mintalah informasi yang jelas pada dokter anda. Diskusikan mengenai penyakit, pemeriksaan yang perlu dilakukan, hasil pemeriksaan, pengobatan, kemungkinan kesembuhan hingga biaya dengan jelas. Kemukakan juga kekhawatiran dan pertanyaan-pertanyaan yang anda punya secara terbuka hingga tercapai suatu pemahaman yang jelas mengenai penyakit yang diderita. Seorang dokter pun sebaiknya berusaha menjalin hubungan antara dokterpasien yang baik dan senantiasa meningkatkan kualitas komunikasi dengan pasien. Biasakan memancing pasien untuk mengungkapkan kekhawatirannya mengenai penyakit dan memberikan assurance sesuai dengan keadaan. Lakukan informed consent dengan baik dan lengkap, serta senantiasa melengkapi rekam medis dengan format yang baku. Terakhir, selalu perbarui ilmu untuk memenuhi standar kompetensi yang diharuskan. Malpraktek medis merupakan suatu masalah yang luas dan rumit. Malpraktek sendiri memiliki pengertian yang terlalu umum. Kejadian tuntutan malpraktek dipengaruhi oleh berbagai faktor, dan baik pasien maupun dokter harus mengerti mengenai malpraktek untuk dapat bersama-sama menghindari terjadinya malpraktek. Kesadaran pasien akan menimbulkan efek baik yaitu pengawasan bagi dokter, namun jika berlebihan akan menimbulkan praktek kedokteran defensif yang meningkatkan biaya dan risiko. Upaya bersama oleh dokter dan pasien harus dilakukan untuk mencegah terjadinya malpraktel. 60

Memperbaiki hubungan dan komunikasi dokter-pasien adalah salah satu poin penting dalam upaya tersebut. Pada tahun 2012 telah terjadi 5 kasus malpraktek di gorontalo, seperti teori gunung es data tersebut hanyalah data yang nampak di permukaan kasus yang terjadi kemungkinan besar jauh lebih banyak dibandingkan dengan data yang terpaparkan tersebut. Padahal dokter sebagai pelaku sebagian besar kasus mal praktek merupakan seorang ahli yang telah mumpuni di bidangnya, sang dokter telah mengikuti kuliah selama bertahun-tahun dengan disiplin yang ketat sehingga diharapakan mampu melayani pasien dengan baik. Adapun jenis-jenis dari malpraktek tersebut adalah : 1. adanya unsur kesalahan/kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam menjalankan profesinya; 2. adanya perbuatan yang tidak sesuai dengan standar prosedur operasional; 3. adanya luka berat atau mati, yang mengakibatkan pasien cacat atau meninggal dunia; 4. adanya hubungan kausal, dimana luka berat yang dialami pasien merupakan akibat dari perbuatan dokter tidak sesuai dengan standar pelayanan medis. Diskusi internal Ikatan Dokter Indonesia pada pertengahan tahun lalu dimunculkan beberapa akar penyebab tersebut, yaitu: 1. Pemahaman dan penerapan etika kedokteran yang rendah. Hal ini diduga merupakan akibat dari sistem pendidikan di Fakultas Kedokteran yang 61

tidak memberikan materi etika kedokteran sebagai materi yang juga mencakup afektif tidak hanya kognitif. 2. Paham materialisme yang semakin menguat di masyarakat pada umumnya dan di dalam pelayanan kedokteran khususnya. 3. Belum adanya peraturan perundang-undangan yang menjamin akuntabilitas profesi kedokteran (saat ini kita sedang menunggu diundangkannya UU Praktik Kedokteran yang diharapkan dapat mengatur praktek kedokteran yang akuntabel). 4. Belum adanya good clinical governance di dalam pelayanan kedokteran di Indonesia, yang terlihat dari belum ada atau kurangnya standar (kompetensi, perilaku dan pelayanan) dan pedoman (penatalaksanaan kasus), serta tidak tegasnya penegakan standar dan pedoman tersebut. Kesalahan manusia juga memberi efek yang sangat besar, penyebab seorang ahli bedah yang telah bekerja bertahun-tahun meninggalkan benda di tubuh pasien diantaranya adalah kesalahan asumsi dan kurangnya perhatian akan benda yang tidak terduga. Dokter bedah yang telah bertahun-tahun bekerja biasanya hanya berfokus pada prosedur yang telah dijalani secara berulang-ulang, sehingga ketika terdapat benda asing yang masuk kedalam tubuh pasien ahli bedah tersebut cenderung tidak melihatnya karena telah berasumsi tidak akan ada benda tersebut yang masuk ke tubuh pasien. Oleh karena itu maka sebaiknya perlu dilakukan perbaikan sistem secara menyeluruh. Dimulai dari sistem pendidikan kedokteran di Indonesia dari penyeleksian ujian masuk kedokteran yang lebih ketat sampai dengan lembaga- 62

lembaga yang bertanggung jawab mengawasi praktek yang dilakukan oleh para dokter. Pasien juga diharapkan turut serta mengawasi kinerja dari para dokter karena biar bagaimanapun dokter hanyalah manusia biasa yang masih mungkin melakukan kesalahan, namun dengan kerjasama dari seluruh pihak yang terkait kemungkinan malpraktek dapat diminimalisir. 63