Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software For evaluation only.

dokumen-dokumen yang mirip
KAJIAN MODEL REGRESI DIRI RUANG-WAKTU TERAMPAT (Kasus : Data Hotspot Kebakaran Hutan di Riau) RAHMADENI

BAB III GENERALIZED SPACE TIME AUTOREGRESSIVE. Model GSTAR adalah salah satu model yang banyak digunakan untuk

SBAB III MODEL VARMAX. Pengamatan time series membentuk suatu deret data pada saat t 1, t 2,..., t n

BAB II LANDASAN TEORI

PENDEKATAN MODEL TIME SERIES UNTUK PEMODELAN INFLASI BEBERAPA KOTA DI JAWA TENGAH

PERAMALAN DEBIT AIR SUNGAI BRANTAS DENGAN MODEL GSTAR DAN ARIMA. Abstrak

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Data yang mempunyai keterkaitan dengan kejadian-kejadian sebelumnya

Program Studi Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta 1.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian ini, yaitu ln return, volatilitas, data runtun waktu, kestasioneran, uji

APLIKASI GENERALIZED SPACE TIME AUTOREGRESSIVE (GSTAR) PADA PEMODELAN VOLUME KENDARAAN MASUK TOL SEMARANG. Abstract

PEMODELAN INFLASI DI KOTA SEMARANG, YOGYAKARTA, DAN SURAKARTA DENGAN PENDEKATAN GSTAR. Oleh : Laily Awliatul Faizah ( )

Kurniawati, Sri Sulistijowati Handajani, dan Purnami Widyaningsih Program Studi Matematika FMIPA UNS

Pemodelan Inflasi di Kota Semarang, Yogyakarta, dan Surakarta dengan pendekatan GSTAR

SKRIPSI JURUSAN STATISTIKA PERAMALAN INDEKS HARGA KONSUMEN 4 KOTA DI JAWA TENGAH MENGGUNAKAN MODEL GENERALIZED SPACE TIME AUTOREGRESSIVE (GSTAR)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Analisis ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) umumnya

ISSN: JURNAL GAUSSIAN, Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016, Halaman Online di:

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada semester genap tahun akademik 2014/2015

PEMODELAN GENERALIZED SPACE TIME AUTOREGRESSIVE (GSTAR) SEASONAL PADA DATA JUMLAH WISATAWAN MANCANEGARA EMPAT KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH

BAB III MODEL STATE-SPACE. dalam teori kontrol modern. Model state space dapat mengatasi keterbatasan dari

BAB 2 LANDASAN TEORI

Model Vector Autoregressive-Generalized Space Time Autoregressive

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI Pengertian Data Deret Berkala

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keuntungan atau coumpouding. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa

Presented by: Sri Sulistijowati Desy Lusiyanti Hot Bonar

ABSTRAK. Kata kunci: laju inflasi, GSTAR, invers jarak, normalisasi korelasi silang. iii

PEMODELAN SEASONAL GENERALIZED SPACE TIME AUTOREGRESSIVE

TINJAUAN PUSTAKA. perubahan harga yang dibayar konsumen atau masyarakat dari gaji atau upah yang

PERAMALAN INDEKS HARGA KONSUMEN 4 KOTA DI JAWA TENGAH MENGGUNAKAN MODEL GENERALIZED SPACE TIME AUTOREGRESSIVE (GSTAR)

BAB III PEMBAHASAN. Pada bab ini, dibahas mengenai model Vector Error Correction (VEC),

PERAMALAN OUTFLOW UANG KARTAL DI BANK INDONESIA WILAYAH JAWA TENGAH DENGAN METODE GENERALIZED SPACE TIME AUTOREGRESSIVE (GSTAR)

1 Novita Dya Gumanti, 2 Sutikno, 3 Setiawan

FORECASTING INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG) DENGAN MENGGUNAKAN METODE ARIMA

PEMODELAN GENERALIZED SPACE TIME AUTOREGRESSIVE (GSTAR) SEASONAL PADA DATA JUMLAH WISATAWAN MANCANEGARA EMPAT KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH

PERAMALAN OUTFLOW UANG KARTAL DI BANK INDONESIA WILAYAH JAWA TENGAH DENGAN METODE GENERALIZED SPACE TIME AUTOREGRESSIVE (GSTAR)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. autokovarians (ACVF) dan fungsi autokorelasi (ACF), fungsi autokorelasi parsial

BAB III PARTIAL ADJUSTMENT MODEL (PAM) Pada dasarnya semua model regresi mengasumsikan bahwa hubungan

BAB II LANDASAN TEORI

III METODE PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

PERAMALAN PASANG SURUT AIR LAUT DI PULAU JAWA MENGGUNAKAN MODEL GENERALIZED SPACE TIME AUTOREGRESSIVE (GSTAR)

BAB III PEMBAHARUAN PERAMALAN. Pada bab ini akan dibahas tentang proses pembaharuan peramalan.

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

PENDUGAAN DATA RUNTUT WAKTU MENGGUNAKAN METODE ARIMA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Pendahuluan. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III MODEL ARIMAX DENGAN EFEK VARIASI KALENDER

Pemodelan Autoregressive (AR) pada Data Hilang dan Aplikasinya pada Data Kurs Mata Uang Rupiah

PERBANDINGAN HASIL ESTIMASI PARAMETER GENERALIZED SPACE TIME AUTOREGRESSIVE (GSTAR) DENGAN VARIABEL EKSOGEN BERTIPE METRIK

III. METODE PENELITIAN

BAB 3 MODEL FUNGSI TRANSFER MULTIVARIAT

III. METODE PENELITIAN

PERBANDINGAN MODEL STAR DAN GSTAR UNTUK PERAMALAN INFLASI DUMAI, PEKANBARU, DAN BATAM

III.METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, karena penelitian ini

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Unit Analisis dan Ruang Lingkup Penelitian. yang berupa data deret waktu harga saham, yaitu data harian harga saham

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali dijumpai data dari suatu kejadian

PERAMALAN BANYAKNYA OBAT PARASETAMOL DAN AMOKSILIN DOSIS 500 MG YANG DIDISTRIBUSIKAN OLEH DINKES SURABAYA

PERAMALAN LAJU INFLASI, SUKU BUNGA INDONESIA DAN INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN MENGGUNAKAN METODE VECTOR AUTOREGRESSIVE (VAR)

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Data Suhu Udara Rata-rata

PERBANDINGAN PEMODELAN DAN PERAMALAN HARGA GULA BERDASARKAN MODEL SPACE TIME ARIMA DAN GENERALIZED SPACE TIME ARIMA DANIA SIREGAR

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGENDALIAN KUALITAS DENGAN MENGGUNAKAN DIAGRAM KONTROL EWMA RESIDUAL (STUDI KASUS: PT. PJB UNIT PEMBANGKITAN GRESIK)

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III ANALISIS SPEKTRAL PADA RUNTUN WAKTU MODEL ARIMA. Analisis spektral adalah metode yang menggambarkan kecendrungan osilasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Time series merupakan serangkaian observasi terhadap suatu variabel yang

PENERAPAN MODEL GENERALIZED SPACE TIME PADA DATA HARGA GULA PASIR DI PULAU JAWA SUCI DARAPUTRI

PERAMALAN KUNJUNGAN WISATA DENGAN PENDEKATAN MODEL SARIMA (STUDI KASUS : KUSUMA AGROWISATA)

PENGGUNAAN MODEL GENERALIZED AUTOREGRESSIVE CONDITIONAL HETEROSCEDASTICITY (P,Q) UNTUK PERAMALAN HARGA DAGING AYAM BROILER DI PROVINSI JAWA TIMUR

BAB 2 LANDASAN TEORI

PERBANDINGAN MODEL ARIMA DAN MODEL REGRESI DENGAN RESIDUAL ARIMA DALAM MENERANGKAN PERILAKU PELANGGAN LISTRIK DI KOTA PALOPO

Abstrak. Kata kunci : Redaman hujan, GSTAR, VARIMA.

BAB III METODE PENELITIAN

Tugas Akhir. Peramalan Penjualan Produk Minuman TB Wilayah Pemasaran Jawa Timur dengan Menggunakan Metode VARIMA. Oleh : C. Ade Kurniawan

KAJIAN MODEL VARIMA DAN GSTARIMA UNTUK PERAMALAN INFLASI BULANAN ANDI SETIAWAN

4 MODEL VECTOR AUTOREGRESSIVE EXOGENOUS (VARX)

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS RUNTUN WAKTU. Laporan VI ARIMA Analisis Runtun Waktu Model Box Jenkins

PERAMALAN JUMLAH KUNJUNGAN WISATAWAN MANCANEGARA YANG BEKUNJUNG KE BALI MENGGUNAKAN FUNGSI TRANSFER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Model Generalized Space Time Autoregressive

LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN BANTUAN UNPAD LEMBAGA PENELITIAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Adapun langkah-langkah pada analisis runtun waktu dengan model ARIMA

oleh KURNIAWATI M

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...iii. HALAMAN PENGESAHAN...iv. HALAMAN PERSEMBAHAN... vi. KATA PENGANTAR... viii. DAFTAR ISI... x. DAFTAR TABEL...

BABI PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

Pemodelan Konsumsi Listrik Berdasarkan Jumlah Pelanggan PLN Jawa Timur untuk Kategori Rumah Tangga R-1 Dengan Metode Fungsi Transfer single input

ANALISIS POLA HUBUNGAN PEMODELAN ARIMA CURAH HUJAN DENGAN CURAH HUJAN MAKSIMUM, LAMA WAKTU HUJAN, DAN CURAH HUJAN RATA-RATA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dicatat, atau diobservasi sepanjang waktu secara berurutan. Periode waktu dapat

Prediksi Curah Hujan dengan Model Deret Waktu dan Prakiraan Krigging pada 12 Stasiun di Bogor Periode Januari Desember 2014.

BAB II KAJIAN TEORI. mendukung pembahasan bab- bab berikutnya, yaitu matriks, analisis multivariate,

III. METODOLOGI PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

20 TINJAUAN PUSTAKA Titik Panas Menurut Brown dan Davis (1973), kebakaran hutan adalah pembakaran yang tidak terkendali dan terjadi dengan tidak sengaja pada areal tertentu yang kemudian menyebar secara bebas serta mengkonsumsi bahan bakar yang tersedia dihutan seperti serasah, rumput, cabang kayu yang sudah mati, patahan kayu, tunggul, daun-daunan dan pohon-pohon yang masih hidup. Syufina (2008) mendefinisikan kebakaran hutan sebagai suatu kejadian dimana api melahap bahan bakar bervegetasi, yang terjadi dalam kawasan hutan yang menjalar secara bebas dan tidak terkendali. Konsep kebakaran hutan dilukiskan sebagai segitiga api yang (the fire triangle). Sisi-sisi segitiga api tersebut adalah bahan bakar, oksigen dan sumber panas atau api. Jika salah satu atau lebih dari ketiga komponen pada sisi-sisi segitiga api tersebut tidak ada, maka kebakaran tidak akan pernah terjadi. Ketiga komponen yang mempengaruhi kebakaran hutan sangat tidak mungkin untuk mengatur jumlah oksigen karena oksigen selalu tersedia di alam namun bahan bakar dan sumber api dapat dikontrol, sehingga upaya pencegahan dapat dilakukan. Berdasarkan pemahaman ini maka usaha pencegahan dapat dilakukan dengan cara membatasi ketersediaan dari komponen segitiga api yaitu bahan bakar dan sumber api. Titik panas (hotspot) adalah terminology dari satu piksel yang memiliki suhu lebih tinggi dibandingkan dengan daerah/lokasi sekitar yang tertangkap oleh sensor satelit data digital. Indikasi kebakaran hutan dan lahan dapat diketahui melalui titik panas yang terdeteksi di suatu lokasi tertentu pada saat tertentu dengan memanfaatkan satelit NOAA (National Oceanic Atmospheric Administration). Menurut Liew (2002) besaran batas ambang untuk penetapan titik api adalah sebesar 316 0 K. Sementara itu dalam proyek kerjasama DEPHUT-JICA (Japan International Cooperation Agency) penetapan batas ambang titik api untuk wilayah Sumatra dan Kalimantan adalah sebesar 315 0 K (42 0 C) untuk hasil siaman sensor siang hari dan 310 0 K (37 0 ) untuk malam hari (Sihaloho 2004). Penetapan batas ambang tersebut bersifat arbitrer berdasarkan suatu pendugaan

21 nilai suhu yang menyebabkan terjadinya api aktif. Perbedaan berbagai penyedia data (provider) dalam penetapan batas ambang suhu untuk penetapan data titik api ini menunjukkan ketidak pastian informasi titik api. Pemanfaatan data titik api sebagai informasi awal kejadian kebakaran tercatat digunakan pada berbagai kajian. Informasi tentang titik api di Indonesia dapat diperoleh dari beberapa sumber antara lain dari LAPAN, Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) dan Departemen Kehutanan-JICA. Suatu wilayah yang beriklim tropis seperti Indonesia kejadian kebakaran hutan umumnya semakin meningkat dengan semakin bergesernya musim kearah musim kemarau dimana hujan semakin jarang terjadi. Tingkat kekeringan berdampak pada semakin tingginya suhu pada iklim mikro yang memperbesar peluang keberhasilan meluasnya kebakaran/pembakaran. Deret Waktu Peubah Tunggal Deret waktu (Time Series) adalah proses stokastik,, dengan indeks parameter waktu misalnya T {0,1, }. Waktu bisa saja merupakan parameter yang kontinu atau pun parameter diskret. Tetapi biasanya waktu yang digunakan merupakan indeks parameter diskret. Unit dari waktu bisa saja tahun, bulan, hari, atau tiap detik, bergantung pada situasi yang kita modelkan. Masalah yang sering muncul dalam data deret waktu, jika kita mempunyai observasi x (1),,x (n), besar x (n+1) bisa ditaksir dengan menentukan : 1. Model dari x (t), dan 2. Prakiraan untuk x (t+1) untuk suatu l yang kita tentukan, dimana l merupakan beda waktu. Salah satu konsep dasar dalam analisis deret waktu sebagai alat pendeteksi utama mengetahui besar ketergantungan diri sendiri pada waktu-waktu sebelumnya merupakan hal yang cukup penting, yaitu fungsi korelasi diri sampel dan fungsi korelasi diri parsial sampel. Dari sini kita bisa menentukan model yang akan kita gunakan untuk menaksir data ke depan. Berdasarkan jumlah peubah yang diteliti, deret waktu dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu deret waktu secara peubah tunggal dan secara peubah

22 ganda. Pemodelan deret waktu dengan satu peubah tanpa mempertimbangkan peubah lain biasa disebut dengan deret waktu peubah tunggal. Model regeresi diri (autoregressive) merupakan model regresi pada diri sendiri. Lebih spesifik lagi proses regresi diri (x (t) ) orde ke p, dilambangkan dengan AR(p), memenuhi nilai sekarang dari deret X (t) adalah kombinasi linear dari p nilai sebelumnya ( yang terakhir ) dari dirinya sendiri ditambah galat a (t), yang tidak dijelaskan oleh nilai-nilai sebelumnya. Bentuk umum regresi diri dengan ordo p atau dapat ditulis dengan AR (p) mempunyai persamaan sebagai beriukut : x(t) ϕ x + ϕ x + + ϕ x + a dengan, adalah parameter regresi diri dan adalah nilai galat waktu t. Regresi diri juga dapat diartikan sebagai korelasi linear deret waktu itu sendiri dengan selisih waktu (lag) 0,1,2 periode atau lebih. Deret Waktu Peubah Ganda Deret waktu peubah ganda (multivariate time series) merupakan deret waktu yang terdiri dari beberapa peubah. Hal ini sering terjadi pada beberapa studi empirik. Contohnya dalam studi penjualan, beberapa peubah yang mungkin terlibat adalah volume penjualan, harga barang, dan biaya iklan. Identifikasi pada model deret waktu peubah ganda hampir sama dengan dengan model deret waktu peubah tunggal. Identifikasi tersebut dapat dilakukan berdasarkan pola atau struktur matriks fungsi korelasi diri (MAFC) dan matriks fungsi korelasi diri parsial (PAFC) setelah data stasioner. Secara visual kestasioneran data pada model deret waktu paubah ganda juga dapat dilihat dari plot MACF dan MPACF serta plot Box-Cox. Plot MACF yang turun secara lambat mengindikasikan bahwa data belum stasioner dalam rataan sehingga perlu dilakukan pembedaan (differencing) untuk menstasionerkan data. Demikian juga dengan kestasioneran dalam ragam. Agar data stasioner dalam ragam, maka perlu dilakukan transformasi. a. Kestasioneran Uji yang sangat sederhana untuk melihat kestasioneran data adalah dengan analisis grafik, yang dilakukan dengan membuat plot antara nilai observasi dan

23 waktu. Berdasarkan plot tersebut dapat dilihat pola data. Jika diperkirakan mempunyai nilai tengah dan ragam yang konstan, maka data tersebut dapat disimpulkan stasioner. Dalam menentukan kestasioneran sebaran data dengan menggunakan grafik tidak mudah, untuk itu dibutuhkan uji formal dalam menentukan kestasioneran data. Ada dua macam pengujian formal yang dapat dilakukan yaitu korelogram dan unit root test. Serupa dengan model deret waktu peubah tunggal secara visual kestasioneran data pada model deret waktu peubah ganda juga dapat dilihat dari plot MACF dan PACF serta plot Box-Cox. Plot MCF dan MPACF yang turun secara lambat mengindikasikan bahwa data belum stasioner dalam rataan sehinga perlu dilakukan pembedaan untuk menstasionerkan data. Selain korelogram, kestasioneran juga dapat dilihat dengan menggunakan sebuah uji formal yaitu Augmented Dickey-Fuller (ADF) Test. Kestasioneran dalam ragam, dikatakan belum stasisioner jika batas atas dan batas bawah dari nilai lambda pada plot Box- Cox kurang dari nol. Agar data stasioner dalam ragam, maka transformasi perlu dilakukan. Model GSTAR, terutama model GSTAR(1 1 ), adalah satu bentuk khusus dari model VAR (Borovkova dkk, 2002 dan Ruchjana, 2002). Oleh karena itu, stasioneriatas dari model GSTAR dapat diperoleh dari kestasioneran model VAR. Model GSTAR (1 1 ), [Φ + Φ ] ( 1 ) + dapat direpresentasikan sebagai model VAR(1) : Φ Z(t 1 ) + e(t) dimana Φ [Φ + Φ ]. Jadi secara umum model GSTAR dikatakan stasioner jika semua akar dari akar ciri pada matiks [Φ + Φ ] berada diluar lingkaran satuan atau < 1 (Suhartono dan Subanar 2006). b. Matriks Fungsi Korelasi Diri Diberikan suatu vektor deret waktu sebanyak n pengamatan Z 1, Z 2,, Z n matriks korelasi sampel dinyatakan sebagai : [ ] dengan adalah korelasi silang sampel dari komponen deret ke-i dan ke-j yaitu :

24, (, ) [ (, ) (, ) ] / dengan dan adalah mean sampel dari komponen deret yang bersesuaian. Fungsi matriks korelasi (matrix autocorrelation function) sampel sangat diperlukan dalam model MA, bila matriks korelasinya bernilai nol setelah lag ke-q maka model yang bersesuaian adalah MA(q). bentuk matriks dan grafik semakin kompleks apabila dimensi dan vektornya semakin besar, sehingga menyulitkan dalam hal pengidentifikasian. c. Matriks Fungsi Korelasi Diri Parsial Fungsi matriks parsial korelasi (matrix partial autocorrelation function) sampel sangat diperlukan dalam model AR. Korelasi antara Z t dengan Z t+k bisa diketahui setelah ketergantunga linear pada peubah,,, dihilangkan. Persamaan matriks fungsi korelasi diri parsial (MPACF) dirumuskan sebagai berikut (Wei, 2006) : Φ [, ] ( ) Tiao dan Box (1981) dalam Wei (2006) mendefinisikan matriks fungsi korelasi parsial pada lag ke-k dinotasikan dengan sebagai koefisien matriks terakhir jika data diterapkan untuk suatu proses vektor regresi diri pada orde ke-k. hal ini merupakan pengembangan definisi fungsi parsial sampel untuk deret waktu peubah tunggal yang dikemukakan oleh Box dan Jenkins (1976). Sehingga sama dengan Φ dalam regresi liniear peubah ganda. Seperti fungsi korelasi parsial (PACF) untuk kasus deret waktu peubah tunggal, MPACF juga bersifat terputus setelah lag p pada model VAR(p). Model Regresi Diri Ruang-Waktu Segala sesuatu saling berhubungan satu dengan yang lainnya, tetapi sesuatu yang dekat lebih mempunyai pengaruh dari pada sesuatu yang jauh (Tobler dalam Anselin 1988). Adanya efek spasial merupakan hal yang lazim terjadi antara satu wilayah dengan wilayah yang lain. Model yang dapat

25 menjelaskan hubungan antara suatu wilayah dengan wilayah sekitarnya adalah model spasial. Salah satu permasalahan dalam model spasial adalah pemilihan atau penentuan bobot lokasi. Matriks ketergantungan spasial adalah matriks yang menggambarkan hubungan antar daerah. Model ruang-waktu (space time) adalah salah satu model yang dapat menggabungkan unsur ketergantungan waktu dan lokasi pada suatu data deret waktu peubah ganda. Model ini merupakan pemodelan dari sejumlah pengamatan Z i (t) yang terdapat pada tiap N lokasi dalam dalam suatu ruang (i1,2,, N) terhadap T periode waktu. N lokasi dalam suatu ruang disebut sites dan dapat mewakili berbagai situasi. Data deret waktu dalam beberapa studi empirik seringkali terdiri atas pengamatan dari beberapa peubah, atau dikenal dengan deret waktu peubah ganda. Seringkali dalam kehidupan sehari-hari kita jumpai data yang tidak hanya mengandung keterkaitan dengan kejadian pada waktu-waktu sebelumnya, tetapi juga mempunyai keterkaitan dengan lokasi atau tempat yang lain. Data semacam ini seringkali disebut dengan data deret waktu dan lokasi. Efek waktu dirumuskan sebagai model deret waktu, dan efek lokasi dirumuskan sebagai matriks bobot spasial. Penelitian deret waktu mencakup segi teori dan praktis dalam rangka penerapan pada data titik api kebakaran hutan. Model regresi diri ruang-waktu (space time autoregressive) adalah model yang dikategorikan berdasarkan lag yang berpengaruh secara linear baik dalam lokasi maupun waktu (Pfeiper and Deutsch, 1980). Seperti metode deret waktu pada umumnya, model ruang-waktu ini juga membutuhkan suatu sistem yang tidak berubah. Model regresi diri ruang-waktu orde p 1 atau STAR(p 1 ) dirumuskan sebagai berikut (Pfeifer and Deutsch, 1980) : Φ ( ) + Φ ( ) + (1) dengan : Φ : parameter STAR pada lag waktu k dan lag spasial l, : matriks bobot ukuran (n x n) pada lag spasial l (dimana l 0,1) dengan adalah matriks identitas ukuran (n x n)

26 : vektor noise ukuran (n x 1) berdistribusi normal peubah ganda dengan rataan 0 dan matriks ragam-peragam Z(t) : vektor acak ukuran (n x 1) pada waktu t, yaitu : [ ] n : jumlah lokasi. Model Regresi Diri Ruang-Waktu Terampat Dalam kehidupan sehari-hari sering digunakan data ruang-waktu yang merupakan gabungan data spasial dan data model deret waktu, misalnya dalam bidang ekologi, pertanian, ekonomi, geologi dan bidang aplikasi lainnya. Model regresi diri ruang-waktu terampat (generalized space time autoregressive) merupakan perluasan model STAR dari Pfeifer (1979). Model STAR merupakan model regresi diri deret waktu dari Box-Jenkins yang dikembangkan di beberapa lokasi secara simultan dan mempunyai karakteristik adanya keterantungan lokasi dan waktu. Dari segi aplikasi, model STAR dari Pfefer lebih sesuai untuk lokasilokasi dengan karakteristik serba sama, karena model tersebut mengasumsikan parameter regresi diri dan parameter ruang-waktu bernilai sama untuk semua lokasi. Dalam praktek lebih sering ditemukan fenomena lokasi dengan sifat heterogen. Oleh karena itu, model GSTAR diusulkan sebagai perluasan model STAR dengan asumsi parameter-parameter model berubah untuk setiap lokasi. Model GSTAR merupakan pengembangan dari model STAR model ini cendrung lebih fleksibel dibandingkan model STAR. Secara matematis, notasi dari model GSTAR(p 1 ) adalah sama dengan model STAR(p 1 ). Perbedaan utama dari model GSTAR(p 1 ) ini terletak pada nilai-nilai parameter pada lag spasial yang sama diperbolehkan berlainan. Pada model STAR adalah pada parameter regeresi dirinya yang diasumsikan sama pada seluruh lokasi. Dalam notasi matriks, model GSTAR(p 1 ) dapat ditulis sebagai berikut : [ + ] + (2) dengan : (,, )dan (,, ) W matriks pembobot (n x n) diplih sedemikian sehingga 0 dan 1

27 e(t) vektor noise ukuran (n x 1) Z(t) vektor acak ukuran (n x 1) untuk model GSTAR orde 1: diagonal (,, ) matriks diagonal parameter regresi diri lag waktu 1 diagonal (,, ) matriks diagonal parameter ruang-waktu lag spasial 1 dan lag waktu 1 ~ (0, ) untuk i 1, 2,, n jadi persamaan (1) dapat ditulis : Φ ( 1 ) + Φ ( 1 ) + (3) Φ,, Φ ( 1 ) + Φ,, Φ ( 1 ) + Φ 0 0 Φ + Φ 0 0 Φ + a. Pendugaan Metode Kuadrat Terkecil pada Model GSTAR Orde 1 Penaksir parameter model GSTAR dapat dilakukan dengan menggunakan metode kuadrat terkecil dengan cara meminimumkan jumlah kuadrat simpangannya. Jika jumlah pengamatan Z i (t), t 0, 1,, T, untuk lokasi i 1, 2,, n dengan maka model untuk lokasi ke-i dapat ditulis dengan : dimana (, ) (1) (2), (0) (1) + (0) (1), (1) (2) Sehingga persamaan model untuk semua lokasi secara serentak mengikuti struktur model linear + dengan (,, ), (,, ),

28 (, ), (,, ). Untuk setiap i 1, 2,, n, maka model liniear parsialnya + dengan kuadrat terkecil parameter untuk masingmasing lokasi dapat dihitung secara terpisah. Nilai dari penduga tergantung pada nilai-nilai Z t pada lokasi yang lain, karena. Untuk tujuan teoritis selanjutnya akan dibawa kedalam struktur tambahan untuk memisahkan bobot didapatkan : 0 0, kemudian X i dapat ditulis dengan : dari variabel random Z i (t). untuk setiap i 1, 2,,n 1 0 0, 0 [ (0) (1) ] (4) demikian juga dengan : ( [ (0) (1) ( 1 )]) dimana M diag (M i,, M n ). menandakan matriks blok dengan a ij B. dapat disimpulkan bahwa penduga kuadrat terkecil untuk (,,,,,, ) Cukup baik pada persamaan umum dengan X dan u yang diuraikan diatas. Selain itu dapat ditentukan sendiri bahwa matriks X X adalah nonsingular, sehingga persamaan (4) mengikuti hal tersebut, yaitu : ( ( 1 ) ) ( ( ( 1 ) )) dimana vec(.) merupakan tumpukan kolom dari matriks. Hal ini dibatasi oleh prilaku dari yang sepenuhnya dipengaruhi oleh ( 1 ) dan ( 1 ) ) Struktur data yang diguakan untuk penelitian ini adalah : Φ Z(t 1 ) + Φ W Z(t 1 ) + e(t) Misalkan terdapat 3 lokasi, maka :

29 0 0 0 0 0 0 + 0 0 0 0 0 0 + 0 0 0 { ( 1 ) + ( 1 )} { ( 1 ) + ( 1 )} { ( 1 ) + ( 1 )} dengan, maka unsur data tersebut menjadi : Sehingga : Y 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0, X + 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 + +, dan +. b. Pemilihan Bobot Lokasi pada Model GSTAR Salah satu permasalahan utama pada pemodelan GSTAR adalah pemilihan atau penentuan bobot lokasi. Terdapat beberapa cara penentuan bobot lokasi yang sering digunakan dalam aplikasi model GSTAR yaitu : Bobot Inverse Jarak Nilai dari bobot invers jarak yang didapatkan dari perhitungan berdasarkan jarak sebenarnya antar lokasi. Lokasi yang berdekatan mendapatkan nilai bobot yang lebih besar. Bobot invers jarak memberikan koefisien bobot yang lebih kecil untuk jarak yang lebih jauh, demikian pula sebaliknya. Hal ini disebabkan oleh untuk lokasi

30 dengan jarak yang jauh diduga memiliki keterkaitan antar lokasi yang kecil. Sebaliknya, untuk lokasi dengan. Bobot Korelasi Silang Suhartono dan Subanar (2006) memperkenalkan suatu metode penentuan bobot baru yaitu dengan menggunakan hasil normalisaasi korelasi silang antar lokasi pada lag waktu yang bersesuaian. Penggunaan bobot ini pertama kali diperkenalkan oleh Suhartono dan Atok (2006). Secara umum korelasi silang antar dua variabel atau antara lokasi ke-i dan ke-j pada lag waktu ke-k,, ( ) didefinisikan sebagai :, 0, ±1, ±2, Dengan adalah kovarians silang antara kejadian di lokasi ke-i dan ke-j pada lag waktu ke-k, dan adalah standar deviasi dari kejadian di lokasi ke-i dan ke-j. Taksiran dari korelasi silang ini pada data sampel adalah : [ ][ ( ) ] ( [ ] )( [ ] ) Nilai-nilai korelasi silang pada sampel ini dapat diuji, nilainya sama atau berbeda dengan 0 (nol). Uji hipotesis atau inferensia statistik itu dapat dilakukan dengan taksiran interval ± [, ]. Selanjutnya penentuan bobot lokasi dapat ditentukan dengan normalisasi dari hasil inferensia korelasi silang antar lokasi pada waktu yang bersesuaian tersebut. Proses ini secara umum menghasilkan bobot lokasi untuk model GSTAR (1 1 ) sebagai berikut :, dengan dan bobot ini memenuhi 1. Kriteria Pemilihan Model Terbaik Akaike s Information Criterion (AIC) dan nilai Root Mean Squared Error (RMSE) akan digunakan dalam proses pemilihan model terbaik. Berikut ini dijelaskan masing-masing kriteria pemilihan model terbaik. Salah satu kriteria pemilihan dalam penentuan model terbaik pada training adalah Akaike s Information Criterion (AIC). Model terbaik adalah model dengan nilai AIC paling kecil. Berikut cara perhitungan nilai AIC :

31 ~ log det ( ) + 2 Log adalah notasi logaritma natural, det (.) merupakan notasi determinan, dan ~ adalah matriks taksiran kovarian residual dari model VAR(p), T merupakan banyak observasi dan K merupakan jumlah parameter dalam model. Root Mean Squared Error ( RMSE ) adalah ukuran perbedaan antara nilai prediksi dari model atau penaksir dengan nilai sebenarnya dari observasi. RMSE digunakan untuk memperoleh gambaran keseluruhan standar deviasi yang muncul saat menunjukkan perbedaan antara model, atau hubungan yang dimilki. Untuk mengetahui besarnya nilai RMSE, dapat digunakan rumus sebagai berikut : 1 ( ) Dengan M merupakan banyak data ramalan yang digunakan.