RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA a. bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka dilaksanakan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, dan lingkungan peradilan tata usaha negara, serta oleh sebuah Mahkamah Konstitusi guna menegakkan hukum dan keadilan. b. bahwa Mahkamah Agung sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan masyarakat dan ketatanegaraan menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 c. bahwa fungsi pengawasan Mahkamah Agung perlu disesuaikan dengan fungsi pengawasan Komisi Yudisial terhadap hakim agung, hakim, dan hakim Mahkamah Konstitusi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. Tahun. tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial. d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Perubahan 1
atas Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung; Mengingat : 1. Pasal 20, Pasal 21, Pasal 24, Pasal 24A, Pasal 24B, dan Pasal 25 Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang No... Tahun. tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4358); 3. Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4359); 4. Undang-Undang No.. Tahun... tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN : Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NO. 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG. Pasal I 2
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4359) diubah sebagai berikut: 1. Ketentuan Pasal 1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 1 1. Mahkamah Agung adalah pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Komisi Yudisial adalah lembaga negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 3. Mahkamah Konstitusi adalah pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang selanjutnya disebut DPR adalah Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 5. Hakim adalah hakim agung pada Mahkamah Agung dan hakim pada badan peradilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung serta hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 6. Lingkungan Peradilan adalah badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, 3
peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara, serta pengadilan khusus yang berada dalam lingkungan peradilan tersebut. 7. Hari adalah hari kerja 2. Ketentuan Pasal 7 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 7 (1) Hakim Agung dapat diangkat dari jalur karir dan non karir. (2) Untuk dapat diangkat menjadi hakim agung dari jalur karir seorang calon harus memenuhi syarat: a. warga negara Indonesia; b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; c. sehat jasmani dan rohani; d. berijazah sarjana hukum atau sarjana lain yang mempunyai keahlian di bidang hukum; e. berusia sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) tahun; f. berpengalaman sekurang-kurangnya 15 (lima belas) tahun dan pernah menjadi hakim tinggi, sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun; g. Tidak sedang diancam atau menjalani pidana penjara minimal 1 (satu) tahun. (3) Hakim agung dapat diangkat dari jalur non karier dengan syarat : a. memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf e. b. berpengalaman dalam profesi hukum dan/atau akademisi hukum sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) tahun; 4
c. berijazah magister dan/atau doktor dalam ilmu hukum dengan dasar sarjana hukum atau sarjana lain yang mempunyai keahlian di bidang hukum; d. tidak sedang diancam atau menjalani pidana penjara minimal satu tahun; (4) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), calon Hakim Agung juga harus memenuhi persyaratan administrasi dengan menyerahkan: a. Surat pernyataan tentang kesediaannya untuk menjadi Hakim Agung; b. Daftar riwayat hidup; c. Salinan ijazah asli yang telah dilegalisisasi dengan menunjukkan Ijazah aslinya; d. Daftar harta kekayaan serta sumber penghasilan dan penjelasannya disertai dengan dokumen pendukung yang sah; dan e. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan bukti pembayaran pajak 2 (dua) tahun terakhir. 3. Ketentuan Pasal 8 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : Pasal 8 (1) Hakim Agung diangkat oleh Presiden dari calon yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat. (2) Calon Hakim Agung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat dari nama calon yang diusulkan oleh Komisi Yudisial. 5
(3) Persetujuan calon Hakim Agung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling lama 14 (empat belas) hari sejak nama calon diterima Dewan Perwakilan Rakyat. 4. Diantara Pasal 8 dan Pasal 9 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 8A, yang berbunyi sebagai berikut : Pasal 8A (1) Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh Hakim Agung dan diangkat oleh Presiden. (2) Ketua Muda Mahkamah Agung diangkat oleh Presiden di antara Hakim Agung yang diajukan oleh Ketua Mahkamah Agung. (3) Keputusan Presiden mengenai pengangkatan Hakim Agung, Ketua dan Wakil Ketua, dan Ketua Muda Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan ayat (2) ditetapkan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak pengajuan calon hakim diterima Presiden. 5. Ketentuan Pasal 11 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : Pasal 11 Ketua, wakil ketua, ketua muda dan hakim anggota Mahkamah Agung diberhentikan dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden atas usul Mahkamah Agung karena : a. Meninggal dunia; b. Telah berumur 65 (enam puluh lima) tahun; c. Permintaan sendiri; d. Sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus; atau e. Tidak cakap dalam menjalankan tugasnya. 6
6. Ketentuan Pasal 12 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 12 (1) Ketua, Wakil Ketua dan Ketua Muda Mahkamah Agung diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya oleh Presiden atas usul Mahkamah Agung dengan alasan : a. dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 1 (satu) tahun atau lebih; b. melakukan perbuatan tercela; c. terus-menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaannya; d. melanggar sumpah atau janji jabatan; e. melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10; atau f. melanggar pedoman etika dan perilaku hakim. (2) Usul Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari rekomendasi Majelis Kehormatan Mahkamah Agung. (3) Pengusulan pemberhentian dengan tidak hormat dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e dan huruf f dilakukan setelah yang bersangkutan diberi kesempatan secukupnya untuk membela diri di hadapan Majelis Kehormatan Mahkamah Agung. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan, susunan, dan tata kerja Majelis Kehormatan Mahkamah Agung diatur dalam peraturan Mahkamah Agung, yang unsurnya terdiri atas 2 (dua) hakim agung, 2 (dua) anggota Komisi Yudisial dan 3 (tiga) orang dari unsur masyarakat, profesi dan akademisi. 7
7. Diantara Pasal 12 dan Pasal 13 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 12A, sehingga berbunyi sebagai berikut : Pasal 12 A (1) Hakim Agung diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya oleh Presiden atas usul Komisi Yudisial dengan alasan : a. dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 1 (satu) tahun atau lebih; b. melakukan perbuatan tercela; c. terus-menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas dan pekerjaannya; d. melanggar sumpah atau janji jabatan; e. melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10; atau f. melanggar pedoman etika dan perilaku hakim. (2) Pengusulan pemberhentian dengan tidak hormat dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e dan huruf f dilakukan setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri di hadapan Komisi Yudisial. (3) Tata cara pemberhentian Hakim Agung dengan tidak hormat diatur lebih lanjut dengan Peraturan Komisi Yudisal. 8. Ketentuan Pasal 13 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 13 (1) Ketua, wakil ketua dan ketua muda Mahkamah Agung dapat diberhentikan sementara dari jabatannya oleh Komisi Yudisial. 8
(2) Usul pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12A ayat (3). (3) Usul pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku juga ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12A ayat (2). (4) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku paling lama 6 (enam) bulan. (5) Sejak dinyatakan berhenti sementara oleh Komisi Yudisial sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim agung yang bersangkutan dilarang menangani perkara. (6) Dalam hal telah berakhir pemberhentian sementara, yang bersangkutan direhabilitasi oleh Surat Keputusan Ketua Komisi Yudisial. (7) Surat Keputusan Ketua Komisi Yudisial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (7) dikeluarkan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari sejak pemberhentian sementara telah berakhir. Pasal 13A (1) Hakim Agung diberhentikan sementara dari jabatannya oleh Komisi Yudisial. (2) Pengusulan pemberhentian sementara dilakukan setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri di hadapan Komisi Yudisial. (3) Usul pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12A ayat (3). 9
(4) Usul pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku juga ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12A ayat (2). (5) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku paling lama 6 (enam) bulan. (6) Sejak dinyatakan berhenti sementara oleh Komisi Yudisial sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim agung yang bersangkutan dilarang menangani perkara. (7) Dalam hal pemberhentian sementara telah berakhir, yang bersangkutan direhabilitasi oleh surat keputusan Ketua Komisi Yudisial. (8) Surat Keputusan Ketua Komisi Yudisial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (7) dikeluarkan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari sejak pemberhentian sementara telah berakhir. Pasal 13B (1) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada pasal 13 dan 13 A berlaku paling lama 6 (enam) bulan. (2) Sejak diusulkan pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim agung yang bersangkutan dilarang menangani perkara. (3) Dalam hal pemberhentian sementara telah berakhir, yang bersangkutan direhabilitasi dengan Keputusan Presiden. (4) Keputusan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikeluarkan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya usul Komisi Yudisial. 9. Pasal 15 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 15 10
(1) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberhentian dengan hormat, pemberhentian dengan tidak hormat dan pemberhentian sementara yang didasarkan pada penyimpangan fungsi administrasi diatur lebih lanjut dalam peraturan Mahkamah Agung. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberhentian dengan hormat, pemberhentian dengan tidak hormat dan pemberhentian sementara yang didasarkan pada penyimpangan kehormatan, keluhuran martabat, dan perilaku hakim diatur lebih lanjut dalam peraturan Komisi Yudisial. 10. Ketentuan Pasal 32 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 32 (1) Mahkamah Agung melakukan pengawasan internal terhadap penyelenggaraan peradilan dalam menjalankan kekuasaan kehakiman. (2) Mahkamah Agung berwenang untuk meminta keterangan tentang halhal yang bersangkutan dengan teknis peradilan dari semua lingkungan peradilan. (3) Mahkamah Agung berwenang memberi petunjuk, teguran, atau peringatan yang dipandang perlu kepada pengadilan di semua lingkungan peradilan. (4) Pengawasan internal dan kewenangan sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) dan (2) tidak boleh mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara. 11. Diantara Pasal 32 dan Pasal 33 disisipkan 1 (satu) Pasal, yakni Pasal 32A yang berbunyi sebagai berikut: 11
Pasal 32A (1) Pengawasan atas perilaku Hakim Agung dilakukan oleh Komisi Yudisial. (2) Ketentuan mengenai pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Undang-Undang Komisi Yudisial. Pasal II Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal.. MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA ttd. ANDI MATTALATA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN..NOMOR.. 12
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan bahwa Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara adalah pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka, di samping Mahkamah Konstitusi, untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan kehakiman yang merdeka merupakan salah satu prinsip penting bagi Indonesia sebagai suatu negara hukum. Prinsip ini menghendaki kekuasaan kehakiman yang bebas dari campur tangan pihak manapun dan dalam bentuk apapun, sehingga dalam menjalankan tugas dan kewajibannya ada jaminan ketidakberpihakan kekuasaan kehakiman kecuali terhadap hukum dan keadilan. Guna memperkokoh arah perubahan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang telah diletakkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perlu dilakukan penyesuaian atas berbagai undang-undang yang mengatur kekuasaan kehakiman. Undang-Undang ini memuat perubahan terhadap berbagai substansi Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Perubahan tersebut, di samping guna disesuaikan dengan arah kebijakan yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, juga didasarkan atas Undang- Undang mengenai kekuasaan kehakiman baru. 13
Berbagai substansi perubahan dalam Undang-Undang ini antara lain tentang penegasan kedudukan Mahkamah Agung sebagai pelaku kekuasaan kehakiman serta Komisi Yudisial sebagai pelaksana pengawasan eksternal, dalam hal ini beberapa substansi yang diatur adalah menyangkut ruang lingkup dan mekanisme pengawasan yang dilakukan oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial serta mekanisme penjatuhan sanksi dan pemberhentian hakim agung. II. PASAL DEMI PASAL Pasal I Angka 1 Pasal 1 Angka 2 Pasal 7 Angka 3 Pasal 8 Angka 4 Pasal 8A Angka 5 Pasal 11 Angka 6 Pasal 12 14
Ayat (1) Huruf a Huruf b Huruf c Huruf d Huruf e Huruf f Yang dimaksud pedoman perilaku hakim adalah pedoman etika dan perilaku hakim yang disusun oleh Komisi Yudisial Ayat (2) Ayat (3) Ayat (4) Angka 7 Pasal 12A Angka 8 Pasal 13 Ayat (1) Ayat (2) 15
Ayat (3) Ayat (4) Ayat (5) Ayat (6) Pemberhentian sementara telah berakhir adalah ketika tidak terbukti atau sudah melewati jangka waktu pemberhentian sementara. Ayat (7) Sudah jelas Pasal 13A Ayat (1) Ayat (2) Ayat (3) Ayat (4) Ayat (5) Ayat (6) Ayat (7) 16
Pemberhentian sementara telah berakhir adalah ketika tidak terbukti atau sudah melewati jangka waktu pemberhentian sementara. Ayat (8) Sudah jelas Pasal 13B Ayat (1) Ayat (2) Ayat (3) Ayat (4) Angka 9 Pasal 15 Ayat (1) Ayat (2) Angka 10 Pasal 32 Ayat (1) Ayat (2) Ayat (3) 17
Ayat (4) Angka 11 Pasal 32A Ayat (1) Ayat (2) Pasal II TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR... 18