PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

dokumen-dokumen yang mirip
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UANG LOGAM LARANGAN MENGUMPULKAN PENETAPAN SEBAGAI UNDANG-UNDANG.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MATA UANG. INDISCE MUNTWET PENGHENTIAN. PENETAPAN SEBAGAI UNDANG-UNDANG.

Presiden Republik Indonesia, Mengingat: Pasal 97 ayat 1 jo. Pasal 89 dan Pasal 109 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia;

PENETAPAN UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG PENIMBUNAN BARANG-BARANG (UNDANG-UNDANG DARURAT NOMOR 17 TAHUN 1951) SEBAGAI UNDANG-UNDANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1950 TENTANG PINJAMAN DARURAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1952 TENTANG PENETAPAN "UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG PINJAMAN DARURAT" SEBAGAI UNDANG- UNDANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1955 TENTANG MENGADAKAN OPSENTEN ATAS CUKAI BENSIN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN :

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1958 TENTANG PENEMPATAN TENAGA ASING PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1954 TENTANG. PEMAKAIAN GELAR "AKUNTAN" ("ACCOUNTANT") PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1953 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1961 TENTANG PENGELUARAN DAN PEMASUKAN TANAMAN DAN BIBIT TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1954 TENTANG PEMAKAIAN GELAR "AKUNTAN" ("ACCONTANT") Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1958 Tentang PENEMPATAN TENAGA KERJA ASING (Lembaran Negara No. 8 Tahun 1958) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1958 TENTANG PENEMPATAN TENAGA ASING *) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1955 TENTANG TINDAK PIDANA IMIGRASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN :

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Tentang: ACARA PIDANA KHUSUS UNTUK ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT ACARA PIDANA KHUSUS. ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1953 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Mengingat: Pasal 97, pasal 89 dan pasal 111 ayat 2 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia. Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1951 TENTANG MENGATUR TENAGA DOKTER PARTIKULIR DALAM KEADAAN GENTING PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 4 TAHUN 1959 (4/1959) 9 MARET 1959 (JAKARTA) Sumber: LN 1959/12; TLN NO.

KAWAT TEMBAGA. SURAT IDZIN. ANCAMAN HUKUMAN. PENETAPAN SEBAGAI UNDANG-UNDANG.

PEMALSUAN MATA UANG DAN UANG KERTAS UNTUK MELINDUNGI KEPENTINGAN UMUM ANCAMAN PIDANA MAKSIMUM RATA- RATA BERAT ASAS YANG DIPAKAI ADALAH ASAS UNIVERSAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Keuangan Negara perlu diperkuat; b. bahwa atas beberapa jenis tembakau belum dikenakan cukai;

UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1981 TENTANG METROLOGI LEGAL [LN 1981/11, TLN 3193]

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA (UUDRT) NOMOR 13 TAHUN 1951 (13/1951) TENTANG BURSA. Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1954 TENTANG UNDIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA (UUDRT) NOMOR 17 TAHUN 1951 (17/1951) TENTANG PENIMBUNAN BARANG-BARANG. Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA [LN 2010/130, TLN 5168]

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1951 TENTANG PENIMBUNAN BARANG-BARANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : Bahwa pelanggaran-pelanggaran dalam atau berdasarkan:

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1954 TENTANG PENETAPAN TARIP PAJAK PERSEROAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1955 TENTANG KEPENDUDUKAN ORANG ASING. Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1989 TENTANG TELEKOMUNIKASI [LN 1989/11, TLN 3391]

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1955 TENTANG BANK NEGARA INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 44 TAHUN 1960 TENTANG PERTAMBANGAN MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Mengingat : Pasal-pasal 96 dan 109 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia; Mendengar :

UNDANG-UNDANG (UU) 1948 No. 19. (19/1948) Peraturan tentang susunan dan kekuasaan Badan-badan Kehakiman. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1953 TENTANG

Menimbang: bahwa perlu diadakan peraturan baru mengenai undian sesuai dengan keadaan sekarang; Mengingat akan :

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1954 TENTANG PENETAPAN TARIP PAJAK PERSEROAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1959 TENTANG SUMPAH KEPALA DAN WAKIL KEPALA BADAN PUSAT INTELLIGENCE

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 1948 TENTANG PEMBATASAN PENGELUARAN BAHAN MAKANAN DAN TERNAK DARI DAERAH REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SELAKU PENGUASA PERANG TERTINGGI,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1954 TENTANG PEMBAYARAN KEMBALI PINJAMAN NASIONAL 1946 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR MILITER IBU KOTA. PENCABUTAN KEMBALI. PENETAPAN SEBAGAI UNDANG-UNDANG.

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1955 TENTANG PENYALURAN KREDIT GUNA PEMBANGUNAN PERINDUSTRIAN DALAM SEKTOR PARTIKELIR

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Dengan mencabut "Regeling meldingsplict bedrijven" (Staatsblad 1949 Nr 445), menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG KEWAJIBAN MELAPORKAN PERUSAHAAN.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN [LN 1983/49, TLN 3262]

Tentang: PENETAPAN UNDANG-UNDANG DARURAT NO. 8 TAHUN 1952 SEBAGAI UNDANG-UNDANG BEA KELUAR TAMBAHAN SEMENTARA. PENETAPAN MENJADI UNDANG-UNDANG.

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1955 TENTANG BANK NEGARA INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bab XII : Pemalsuan Surat

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1955 TENTANG PENYALURAN KREDIT GUNA PEMBANGUNAN PERINDUSTRIAN DALAM SEKTOR PARTIKELIR

UNDANG-UNDANG (UU) 1948 No. 28 (28/1948) Peraturan tentang Pasal alat pembayaran Luar Negeri. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 3 TAHUN 1950 TENTANG PERMOHONAN GRASI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1956 TENTANG PENGAWASAN TERHADAP PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH-TANAH PERKEBUNAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : pasal 98 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia. MEMUTUSKAN :

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1982 TENTANG WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1948 TENTANG SUSUNAN DAN KEKUASAAN BADAN-BADAN KEHAKIMAN DAN KEJAKSAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Indeks: SUMBANGAN. BADAN URUSAN TEMBAKAU. PABRIKAN- PABRIKAN ROKOK. PENETAPAN MENJADI UNDANG-UNDANG.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN [LN 1992/33, TLN 3474]

RINGKASAN PUTUSAN. Darmawan, M.M Perkara Nomor 13/PUU-VIII/2010: Muhammad Chozin Amirullah, S.Pi., MAIA Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI), dkk

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1954 TENTANG PENYELESAIAN SOAL PEMAKAIAN TANAH PERKEBUNAN OLEH RAKYAT

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1955 TENTANG PENGUSUTAN, PENUNTUTAN DAN PERADILAN TINDAK PIDANA EKONOMI

BAB II PERATURAN-PERATURAN HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG DI INDONESIA

Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara

Pelaksanaan Pidana Mati kemudian juga diatur secara khusus dalam Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SELAKU PENGUASA PERANG TERTINGGI

Undang-Undang Nomor 11 tahun 1992 Tentang Dana Pensiun

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1992 TENTANG DANA PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 1960 TENTANG PERTAMBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1953 TENTANG PENETAPAN "UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG LARANGAN UNTUK MEMPERGUNAKAN DAN MEMASUKKAN DALAM PEREDARAN UANG PERAK LAMA, YANG DIKELUARKAN BERDASARKAN " INDISCHE MUNTWET 1912" (UNDANG-UNDANG DARURAT NOMOR 13 TAHUN 1952, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 1952)" SEBAGAI UNDANG-UNDANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Pemerintah berdasarkan Pasal 96 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia telah menetapkan "Undang-undang Darurat tentang larangan untuk mempergunakan dan memasukkan dalam peredaran uang perak lama, yang dikeluarkan berdasarkan Indische Muntwet 1912" (Undang-undang Darurat Nomor 13 tahun 1952); b. bahwa peraturan yang termaktub dalam Undang-undang Darurat tersebut perlu ditetapkan sebagai Undang-undang. Mengingat: Pasal 89 dan Pasal 97 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia. Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PENETAPAN "UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG LARANGAN UNTUK MEMPERGUNAKAN DAN MEMASUKKAN DALAM PEREDARAN UANG PERAK LAMA" (UNDANG-UNDANG DARURAT NOMOR 13 TAHUN 1952) SEBAGAI UNDANG-UNDANG Pasal I Peraturan-peraturan yang termaktub dalam Undang-undang Darurat tentang larangan untuk mempergunakan dan memasukkan dalam peredaran uang perak lama, yang dikeluarkan berdasarkan "Indische Muntwet 1912" (Undang-undang Darurat No. 13 tahun 1952) ditetapkan sebagai undang-undang yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 1 Tiap-tiap orang dilarang mempergunakan uang perak, yang berdasarkan Pasal 2 ayat 1 undang-undang mata-uang 1951 (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1951 No. 95) telah dicabut sifatnya sebagai alat pembayar yang sah, dalam bentuk asli, sebagai alat penukar atau pembayar, memperdagangkan, 1 / 5

menjual, membeli, memperoleh, membuat atau dengan cara apapun juga memasukkan lagi dalam peredaran uang perak itu, kecuali dalam hal-hal tersebut dalam Pasal 2 dan 3 di bawah ini. Pasal 2 (1) Dalam waktu tiga bulan mulai tanggal undang-undang ini berlaku, diperkenankan. a. memindahkan hak-milik untuk maksud pengumpulan mata-uang, b. mengerjakannya menjadi perhiasan. (2) Sesudah tiga bulan pemindahan hak-milik termaksud pada ayat 1 sub a hanya diperkenankan dengan izin Menteri Keuangan. (3) Barang-barang perhiasan yang dibuat dari uang perak lama itu tidak termasuk dalam larangan Pasal 1. Pasal 3 (1) Selama 3 bulan Pemerintah memberi kesempatan kepada umum untuk menyerahkan kembali uang perak lama yang dimaksudkan dalam Pasal 1 kepada Negara, dengan cara dan dengan penggantian suatu kerugian, yang akan ditetapkan oleh Menteri Keuangan. (2) Bersama-sama dengan pembukaan kesempatan tersebut pada ayat (1), Menteri Keuangan, dengan memperhatikan ketentuan dalam Pasal 2, diberi kuasa untuk melarang umum mempunyai dengan cara apapun juga uang perak lama tersebut dalam Pasal 1. (3) Terhadap larangan tersebut dalam ayat 2 berlaku hukuman, yang ditetapkan dalam undang-undang ini. (4) Larangan dalam ayat (2) dan hukuman dalam ayat (3) tidak berlaku terhadap kepunyaan Pemerintah, dan terhadap kepunyaan sebagai kumpulan mata-uang dengan izin Menteri Keuangan atau sebagai perhiasan termaksud dalam Pasal 2. Pasal 4 (1) Barangsiapa melanggar larangan tersebut dalam Pasal 1, dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya satu tahun atau hukuman denda setinggi-tingginya sepuluh ribu rupiah. (2) Barangsiapa dengan sengaja melakukan perbuatan, yang berlawanan dengan larangan tersebut dalam Pasal 1, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya tiga tahun, atau hukuman denda setinggi-tingginya dua puluh lima ribu rupiah. (3) Apabila pada waktu melakukan perbuatan, yang diancam dengan hukuman tersebut dalam ayat (1) dan (2) pasal ini, belum lampau dua tahun sejak terhukum dihukum karena perbuatan yang serupa, maka hukuman-hukuman tersebut dalam ayat (1) dan (2) itu dapat ditambah sepertiga. (4) Perbuatan-perbuatan, yang diancam dengan hukuman menurut ayat (1), adalah pelanggaran. Perbuatan-perbuatan, yang diancam dengan hukuman menurut ayat (2), adalah kejahatan. (5) Uang perak dengan mana atau terhadap mana sesuatu perbuatan dilakukan, yang menurut ayat (1) dan (2) pasal ini diancam dengan hukuman, bersama dengan pembungkusnya dapat dirampas, juga jika uang itu bukan kepunyaan terhukum. Pasal 5 2 / 5

(1) Apabila perbuatan-perbuatan, yang diancam dengan hukuman menurut pasal 4, dilakukan oleh atau atas nama sesuatu badan hukum, maka penuntutan hukuman dilakukan dan hukuman dijatuhkan terhadap anggota-anggota pengurus badan hukum itu, yang berada di Indonesia, atau apabila mereka itu tidak berada di Indonesia, terhadap wakil-wakil daripada badan hukum itu, yang ada di Indonesia. (2) Pegawai-pegawai pengusut termaksud dalam ayat (1), setiap waktu berhak mensita, atau menuntut supaya diserahkan untuk disita, segala benda yang dapat menjadikan terangnya perkara, atau yang perampasannya dapat diperintahkan. (3) Setiap orang wajib memperlihatkan kepada pegawai-pegawai pengusut termaksud dalam ayat (1), segala buku-buku dan surat-surat, yang perlu diketahui pegawai itu untuk dapat memenuhi tugasnya. (4) Pegawai-pegawai pengusut termaksud dalam ayat (1), juga mereka yang ikut serta, setiap waktu jika perlu dengan bantuan polisi dapat memasuki semua tempat, yang dianggapnya perlu memasuki untuk menjalankan kewajibannya sebaik-baiknya. Pasal II Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1953. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan Di Jakarta, Pada Tanggal 18 Desember 1953 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ONG ENG DIE Diundangkan: Pada Tanggal 28 Desember 1953 MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA, DJODY GONDOKUSUMO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1953 NOMOR 76 3 / 5

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1953 TENTANG PENETAPAN "UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG LARANGAN UNTUK MEMPERGUNAKAN DAN MEMASUKKAN DALAM PEREDARAN UANG PERAK LAMA, YANG DIKELUARKAN BERDASARKAN " INDISCHE MUNTWET 1912" (UNDANG-UNDANG DARURAT NOMOR 13 TAHUN 1952, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 1952)" SEBAGAI UNDANG-UNDANG Dalam Pasal 2 Undang-undang mata uang 1951 telah ditetapkan, bahwa uang logam yang dikeluarkan berdasarkan "Indische Muntwet 1912", kecuali uang tembaga, mulai 3 November 1951 dicabut sifatnya sebagai alat pembayaran yang sah, dan dengan surat keputusan Menteri Keuangan tanggal 23 Oktober 1951 No. 279123/UU uang logam itu telah ditarik kembali dari peredaran (sirkulasi). Akan tetapi nyatalah kemudian, bahwa di beberapa daerah tertentu uang perak masih juga dipergunakan sebagai alat penukaran dalam peredaran barang, kejadian mana bukan dimaksudkan dengan Undang-undang mata uang 1951 yang tidak mengandung ancaman hukuman atas perbuatan itu. Selain dari itu, walaupun uang logam serupiah dan seringgit masih tetap alat pembayaran yang sah dari Nederland, uang perak itu tidak diterima oleh Dana Devisen Indonesia sebagai alat pembayaran luar negeri, karena larangan untuk memasukkannya di Negeri Belanda mencegah uang perak itu dipergunakan oleh Lembaga Alat-alat Pembayaran Luar Negeri sebagai alat pembayaran luar negeri. Maka dari itu larangan dan hukuman dari peraturan-peraturan devisen, dalam praktek tidak dapat dilakukan terhadap pemakaian uang perak itu sebagai alat penukaran. Hal yang demikian tentu mengakibatkan kekacauan dan keragu-raguan dalam hubungan pembayaran dalam negeri dan menimbulkan keadaan yang berhubung dengan soal kepastian hukum dalam lapangan uang, tidak diinginkan. Untuk menghilangkan segala keragu-raguan, maka Undang-undang ini menetapkan, bahwa menggunakan uang perak dalam peredaran dilarang dan diancam dengan hukuman. Dalam Pasal 2 dimuat beberapa pengecualian sementara, yakni apabila uang logam itu tidak mempunyai sifat perantara dalam pertukaran barang yang merusak. Dengan mengadakan larangan umum terhadap pemakaian uang logam itu dalam peredaran, Pemerintah tidaklah hendak menutup mata terhadap kenyataan, bahwa sebenarnya harga intrinsik uang perak itu adalah melebihi harga nominalnya, dan bahwa rakyat karena itu harus dilindungi terhadap penurunan harga yang tidak diingininya. Maka dari itu telah ditetapkan dalam Pasal 3 yang berarti menyimpang pula dari larangan termaksud dalam Pasal 1 bahwa umum akan diberi kesempatan menyerahkan kembali uang peraknya kepada Pemerintah dengan cara dan dengan penggantian kerugian yang akan ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Pada azasnya haruslah Undang-undang ini kecuali dalam hal-hal termaksud dalam Pasal 2 melarang pula siapapun juga mempunyai uang perak lama. Akan tetapi Pemerintah menganggap perlu tidak mengadakan dahulu larangan itu, sebelum Menteri Keuangan membuka kesempatan bagi umum untuk mengembalikan uangnya kepada Negara dengan penggantian kerugian berdasarkan harga perak intrinsik. Oleh karena itu bersama-sama dengan pembukaan kesempatan tersebut di atas, Menteri Keuangan diberi kuasa mengeluarkan larangan itu (lihatlah ayat 2 dan 3 pasal 3 Undang- undang ini). Dengan sendirinya lain-lain larangan mengenai logam perak (dalam bentuk mata uang atau tidak), tetap berlaku. Penetapan hukuman atas pelanggarannya adalah sesuai dengan penetapan dalam peraturan yang disebut juga "oppotverbod" dalam Staatsblad 1948 No. 50, oleh karena kedua peraturan moneter ini mempunyai sifat dan arti yang sama pentingnya. Diketahui: MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA, 4 / 5

DJODY GONDOKUSUMO TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 481 5 / 5