BAB II LANDASAN TEORI. mesin atau robot untuk melihat (http://en.wikipedia.org/wiki/computer_vision).

dokumen-dokumen yang mirip
Proses memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau komputer

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

Pembentukan Citra. Bab Model Citra

BAB II. Computer vision. teknologi. yang. dapat. Vision : Gambar 2.1

GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

Pengolahan Citra : Konsep Dasar

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Gasal 2015/2016

Citra Digital. Petrus Paryono Erick Kurniawan Esther Wibowo

BAB II LANDASAN TEORI

Representasi Citra. Bertalya. Universitas Gunadarma

Konvolusi. Esther Wibowo Erick Kurniawan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TEORI PENUNJANG

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

KONSEP DASAR PENGOLAHAN CITRA

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

Pertemuan 2 Representasi Citra

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Implementasi Edge Detection Pada Citra Grayscale dengan Metode Operator Prewitt dan Operator Sobel

PERBANDINGAN METODE ROBERTS DAN SOBEL DALAM MENDETEKSI TEPI SUATU CITRA DIGITAL. Lia Amelia (1) Rini Marwati (2) ABSTRAK

BAB II TI JAUA PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merekam suatu adegan melalui media indra visual. Citra dapat dideskripsikan

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital

Achmad Basuki Politeknik Elektronika Negeri Surabaya PENS-ITS 2005

MAKALAH APLIKASI KOMPUTER 1 SISTEM APLIKASI KOMPUTER GRAFIK KOMPUTER DAN KONSEP DASAR OLAH CITRA. Diajukan sebagai Tugas Mandiri Mata Kuliah NTM

BAB II LANDASAN TEORI. Pengolahan Citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan

BAB II LANDASAN TEORI

Pendahuluan Pengantar Pengolahan Citra. Bertalya Universitas Gunadarma, 2005

PROGRAM STUDI S1 SISTEM KOMPUTER UNIVERSITAS DIPONEGORO. Oky Dwi Nurhayati, ST, MT

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

APLIKASI IMAGE THRESHOLDING UNTUK SEGMENTASI OBJEK

One picture is worth more than ten thousand words

CS3214 Pengolahan Citra - UAS. CHAPTER 1. Pengantar Pengolahan Citra

Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital

Batra Yudha Pratama

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING )

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

BAB II LANDASAN TEORI

Model Citra (bag. I)

SAMPLING DAN KUANTISASI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II CITRA DIGITAL

Model Citra (bag. 2)

COMPUTER VISION UNTUK PENGHITUNGAN JARAK OBYEK TERHADAP KAMERA

GLOSARIUM Adaptive thresholding Peng-ambangan adaptif Additive noise Derau tambahan Algoritma Moore Array Binary image Citra biner Brightness

APLIKASI IMAGE THRESHOLDING UNTUK SEGMENTASI OBJEK

Aplikasi Pembesaran Citra Menggunakan Metode Nearest Neighbour Interpolation

PERTEMUAN - 2 PENGOLAHAN CITRA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

Perbaikan Kualitas Citra Menggunakan Metode Contrast Stretching (Improvement of image quality using a method Contrast Stretching)

DAFTAR ISI. Lembar Pengesahan Penguji... iii. Halaman Persembahan... iv. Abstrak... viii. Daftar Isi... ix. Daftar Tabel... xvi

BAB II LANDASAN TEORI. Data atau informasi tidak hanya disajikan dalam bentuk teks, tapi juga

PENINGKATAN MUTU CITRA (IMAGE ENHANCEMENT) PADA DOMAIN SPATIAL

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya

BAB 2 LANDASAN TEORI

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP )

BAB 2 LANDASAN TEORI

MAKALAH PENGOLAHAN CITRA DIGITAL. ( Histogram Citra ) Disusun Oleh : : 1. Agus Riyanto (2111T0238) 2. M. Yazid Nasrullah ( 2111T0233 )

ANALISIS CONTRAST STRETCHING MENGGUNAKAN ALGORITMA EUCLIDEAN UNTUK MENINGKATKAN KONTRAS PADA CITRA BERWARNA

Konsep Dasar Pengolahan Citra. Pertemuan ke-2 Boldson H. Situmorang, S.Kom., MMSI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Citra Digital

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

Pengantar Pengolahan Citra

Pengantar Pengolahan Citra. Ade Sarah H., M. Kom

Pengolahan citra. Materi 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. dilakukan oleh para peneliti, berbagai metode baik ekstraksi fitur maupun metode

DETEKSI TEPI MENGGUNAKAN METODE CANNY DENGAN MATLAB UNTUK MEMBEDAKAN UANG ASLI DAN UANG PALSU ABSTRAKSI

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

KONSEP DASAR PENGOLAHAN CITRA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II Tinjauan Pustaka

Klasifikasi Kualitas Keramik Menggunakan Metode Deteksi Tepi Laplacian of Gaussian dan Prewitt

BAB 2 LANDASAN TEORI

10/11/2014 IMAGE SMOOTHING. CIG4E3 / Pengolahan Citra Digital BAB 7 Image Enhancement (Image Smoothing & Image Sharpening)

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

BAB 2 LANDASAN TEORI

MENGANALISA PERBANDINGAN DETEKSI TEPI ANTARA METODE SOBEL DAN METODE ROBET

BAB II LANDASAN TEORI

MKB Teknik Pengolahan Citra Operasi Ketetanggaan Piksel pada Domain Frekuensi. Genap 2016/2017

Pertemuan 3 Perbaikan Citra pada Domain Spasial (1) Anny Yuniarti, S.Kom, M.Comp.Sc

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara.

Pengolahan Citra INTERACTIVE BROADCASTING. Yusuf Elmande., S.Si., M.Kom. Modul ke: Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Penyiaran

IMPLEMENTASI PENGOLAHAN CITRA DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK KONVOLUSI UNTUK PELEMBUTAN CITRA (IMAGE SMOOTHING) DALAM OPERASI REDUKSI NOISE

Analisa Perbandingan Metode Edge Detection Roberts Dan Prewitt

Pemampatan citra dengan menggunakan metode pemampatan kuantisasi SKRIPSI. Oleh : Sumitomo Fajar Nugroho M

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI Computer vision adalah suatu ilmu di bidang komputer yang dapat membuat mesin atau robot untuk melihat (http://en.wikipedia.org/wiki/computer_vision). Terdapat beberapa klasifikasi dari vision itu sendiri, yaitu Low Level Vision, Medium Level Vision, dan High Level Vision. (Tucker, 2004) Low Level Vision meliputi Sensing, yaitu pengambilan input berupa gambar, dan Preprocessing, yaitu memperoleh suatu gambar sebelum diproses. Medium Level Vision meliputi proses Segmentation, Description, Recognition. Segmentation adalah proses pemisahan gambar digital kedalam beberapa region. Description merupakan proses mendeskripsikan suatu gambar, sedangkan Recognition merupakan pengenalan terhadap suatu gambar. Pada level yang lebih tinggi (High Level Vision) terdapat proses Interpretation, dimana Interpretation merupakan suatu kemampuan untuk memperkirakan bentuk asli dari gambar yang didapat, hal ini dapat dilakukan dengan cara mendapatkan berbagai informasi yang diperlukan pada gambar tersebut. Maka proses Interpretation memerlukan deteksi, indentifikasi, dan pengukuran dari fitur-fitur pada suatu gambar. Sistem Stereo Eyes (Stereo Vision) dalam skripsi ini hanya sampai dalam tahap Medium Level Vision, karena belum bisa melakukan interpretasi. Sistem Stereo Eyes mempunyai konsep yang sama seperti 2 buah mata manusia yang terletak bersebelahan dengan jarak tertentu antara satu mata dengan yang lainnya. Ketika kedua mata tersebut melihat pada sebuah objek yang sama, masing-masing mata menangkap gambar dengan sudut pandang yang berbeda dan kemudian gambar tersebut

dikirim ke otak untuk diproses. Ketika kedua gambar yang ditangkap oleh kedua mata tiba secara bersamaan di belakang otak, mereka bersatu menjadi satu gambar. Penglihatan tersebut dinamakan dengan penglihatan stereo (stereo vision). Pikiran manusialah yang menggabungkan kedua gambar dengan mencocokkan bagian yang sama dan menambahkan sedikit perbedaan (www.vision3d.com/stereo.html), sehingga dapat memberikan informasi dari suatu gambar, salah satu informasi yang dapat diberikan adalah posisi objek dalam gambar tersebut. Salah satu metode yang digunakan untuk mendapatkan informasi posisi ini adalah perhitungan disparity (perbandingan 2 gambar) dari gambar stereo (stereo image) yang didapatkan dari penglihatan stereo (stereo vision). Meskipun begitu, metode perhitungan disparity hanya akan memberitahukan posisi objek tersebut terhadap objek lainnya tanpa informasi jarak. Informasi jarak merupakan perkembangan selanjutnya dari computer vision menggunakan stereo vision (Mohabi, 2008). 2.1 Gambar (Image) (Gonzalez, 1987) Suatu gambar didefinisikan sebagai fungsi kontinu dari intensitas cahaya dalam bidang 2 dimensi, dan dinyatakan dengan f(x,y), dimana nilai atau amplitudo dari f menyatakan intensitas cahaya dari gambar pada koordinat (x,y). Dan karena cahaya adalah salah satu bentuk dari energi, maka nilai f(x,y) harus berada diantara nol sampai tak terhingga. 0 < f(x,y) <

Gambar 2.1 Representasi gambar digital Gambar yang ditangkap oleh mata adalah berasal dari cahaya yang dipantulkan oleh objek yang dilihat. Intensitas cahaya, f(x,y), sebenarnya merupakan hasil perkalian antara jumlah cahaya (illumination) yang berasal dari sumbernya (sumber cahaya, contoh : matahari, bulan) dengan jumlah pantulan cahaya (reflectance) dari benda yang dilihat pada area tersebut, dinyatakan dalam bentuk persamaan sebagai berikut : f(x,y) = i(x,y). r(x,y) dimana : i(x,y) : illumination, besarnya 0 < i(x,y) < r(x,y) : reflectance, besarnya 0 < r(x,y) < 1 Nilai i(x,y) ditentukan oleh sumber cahaya, sebagai contoh : pada hari yang cerah, matahari menghasilkan i(x,y) 9000 foot candles. Pada hari yang mendung, matahari

menghasilkan i(x,y) 1000 foot candles. Pada malam bulan purnama, sinar bulan menghasilkan i(x,y) 0.01 foot candles. Sedangkan, nilai r(x,y) ditentukan oleh karakteristik objek yang diamati, sebagai contoh : benda hitam mempunyai r(x,y) = 0.01, dinding putih mempunyai r(x,y) = 0.8, baja (stainless steel) mempunyai r(x,y) = 0.65, salju mempunyai r(x,y) = 0.93. Intensitas dari suatu gambar hitam putih, f pada titik (x,y) disebut derajat keabuan (gray level) dinotasikan dengan l yang memiliki rentang nilai dari Lmin sampai Lmax, dinyatakan sebagai berikut : Lmin < l < Lmax Interval (Lmin, Lmax) disebut skala keabuan (gray scale), untuk alasan praktis interval tersebut sering digeser menjadi (0,L) dimana intensitas 0 menyatakan hitam dan L menyatakan putih. Contoh : gambar hitam putih dengan 256 level artinya skala keabuan dari 0 sampai 255 atau (0,255). Dalam hal ini 0 menyatakan hitam dan 255 menyatakan putih dan skalan bergerak dari 0 sampai dengan 255. 2.1.1 Digitalisasi Gambar Supaya sebuah gambar dapat diproses oleh komputer, maka perlu adanya digitalisasi. Digitalisasi adalah proses representasi gambar dari fungsi kontinu menjadi nilai-nilai diskrit. Gambar yang dihasilkan dari digitalisasi disebut gambar digital (digital image). Umumnya gambar digital berbentuk empat persegi panjang dan dimensi ukurannya dinyatakan dengan panjang x lebar. Gambar digital yang berukuran M

(panjang) x N (lebar) biasanya dinyatakan dalam bentuk matriks yang berukuran M baris dan N kolom, sebagai berikut : Setiap elemen pada gambar digital (elemen matriks) disebut image elemet, picture element, pixel atau pel. 2.1.2 Proses Digitalisasi Gambar Proses digitalisasi gambar melalui dua tahap, yaitu : 1. Digitalisasi spasial (x,y), disebut image sampling 2. Digitalisasi intensitas f(x,y), disebut gray-level quantization 2.1.2.1 Image Sampling Gambar kontinu dibagi-bagi menjadi grid-grid berbentuk bujur sangkar dan pada setiap grid mengandung jumlah pixel tertentu.

Gambar 2.2 Image Sampling Dalam implementasi biasanya jumlah sampling diasumsikan perpangkatan dari dua, sehingga dapat dituliskan : N = 2 n dimana : N = jumlah sampling pada suatu baris / kolom n = bilangan bulat positif Contoh : Gambar 2.3 Contoh perbedaan image sampling 2.1.2.2 Gray-level quantization

Proses kuantisasi adalah membagi skala keabuan / gray scale (0,L) menjadi sejumlah level, dinotasikan dengan G dan nilainya berupa bilangan bulat (integer), biasanya G merupakan hasil perpangkatan dari dua : G = 2 m dimana : G = derajat keabuan / gray scale m = bilangan bulat positif Contoh : Gambar 2.4 Contoh perbedaan Gray-level quantization

Jumlah bit yang dibutuhkan untuk menyimpan gambar digital yang disampling menjadi N x N pixels dan dikuantisasi menjadi G gray level adalah : b = N x N x m dalam satuan bit 2.1.3 Elemen-elemen Gambar Digital Elemen-elemen yang terdapat dalam gambar digital adalah sebagai berikut : 1. Kecerahan (Brightness) Kecerahan adalah kata lain untuk intensitas cahaya. Kecerahan pada sebuah titik (pixel) di dalam gambar bukanlah intensitas riil, tetapi sebenarnya adalah intensitas rata-rata dari suatu area yang melingkupinya. 2. Kontras (Contrast) Kontras menyatakan sebaran terang (lightness) dan gelap (darkness) di dalam sebuah gambar. 3. Kontur (Contour) Kontur adalah keadaan yang ditimbulkan oleh perubahan intensitas pada pixel-pixel bertetangga. 4. Warna (Colour)

Warna adalah persepsi yang dirasakan oleh sistem visual manusia terhadap panjang gelombang cahaya yang dipantulkan oleh objek. Setiap warna mempunyai panjang gelombang (λ) yang berbeda. - Merah : panjang gelombang paling tinggi - Ungu : panjang gelombang paling rendah 5. Bentuk (Shape) Shape adalah properti intrinsik dari objek tiga dimensi, dengan pengertian bahwa shape merupakan properti intrinsik utama sistem visual manusia. 6. Tekstur (Texture) Tekstur dicirikan sebagai distribusi spasial dari derajat keabuan di dalam sekumpulan pixel-pixel yang bertetangga. Jadi tekstur tidak dapat didefinisikan hanya untuk sebuah pixel. 2.2 Pengolahan Gambar (Image Processing) Pengolahan gambar merupakan proses pengolahan dan analisis gambar yang banyak melibatkan persepsi visual dan bertujuan untuk memperbaiki kualitas gambar agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau mesin (dalam hal ini komputer). Jadi, masukannya adalah gambar dan keluarannya adalah juga gambar, namun gambar keluaran mempunyai kualitas lebih baik daripada gambar masukan. Pada umumnya, gambar yang diolah adalah dalam bentuk digital dan disebut sebagai pengolahan gambar digital. Operasi-operasi yang dilakukan di dalam pengolahan gambar digital

banyak ragamnya. Namun, secara umum, operasi tersebut dapat diklasifikasikan dalam beberapa jenis, sebagai berikut : 2.2.1 Perbaikan kualitas gambar (image enhancement) Jenis operasi ini bertujuan untuk memperbaiki kualitas gambar dengan cara memanipulasi parameter-parameter gambar. Dengan operasi ini, ciri-ciri khusus yang terdapat di dalam gambar lebih ditonjolkan. Contoh-contoh operasi perbaikan gambar : a. Perbaikan kontras gelap / terang b. Perbaikan tepian objek (edge enhancement) c. Penajaman (sharpening) d. Pemberian warna semu (pseudocoloring) e. Penapisan derau (noise filtering), contoh median filtering Gambar dibawah adalah contoh operasi penajaman. Operasi ini menerima masukan gambar yang gambarnya hendak dibuat tampak lebih tajam. Bagian gambar yang ditajamkan adalah tepi-tepi objek.

Gambar 2.5 (a) Gambar Lena original, (b) Gambar Lena setelah ditajamkan Referensi gambar di ambil dari http://ndevilla.free.fr/lena/ 2.2.1.1 Median Filtering Median Filtering termasuk salah satu langkah untuk meningkatkan kualitas gambar, karena median filtering cocok digunakan untuk menghilangkan noise dari suatu gambar. Median Filtering bekerja dengan mengevaluasi tingkat brightness dari suatu pixel dan menentukan pixel mana yang tingkat brightness-nya adalah nilai median (nilai tengah) dari semua pixel. Nilai median ditentukan dari menempatkan brightness pixel pada urutan yang bertingkat dan memilih nilai tengah, sehingga angka yang didapat dari brightness pixel yang ada menjadi kurang dari dan lebih dari nilai tengah yang didapat.

Median Filtering merupakan salah satu jenis low-pass filter, dibandingkan dengan neighborhood averaging, filter ini lebih tidak sensitif terhadap perbedaan intensitas yang ekstrim. Median Filtering menentukan median dari suatu kernel (missal 3x3), filtering dengan metode ini merupakan filter statistical order yang paling terkenal dikarenakan kinerja yang cukup memuaskan dalam mengatasi noise terutama noise salt dan pepper dan juga efek blurring yang terjadi jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan aritmatik filter. 2.2.2 Pemugaran gambar (image restoration) Operasi ini bertujuan menghilangkan / meminimumkan cacat pada gambar. Tujuan pemugaran gambar hampir sama dengan operasi perbaikan gambar. Bedanya, pada pemugaran gambar penyebab degradasi gambar diketahui. Contoh-contoh operasi pemugaran gambar : a. Penghilangan kesamaran (deblurring) b. Penghilangan derau (noise) Gambar dibawah adalah contoh operasi penghilangan kesamaran. Gambar masukan adalah gambar yang tampak kabur (blur). Kekaburan gambar mungkin disebabkan pengaturan fokus lensa yang tidak tepat atau kamera bergoyang pada pengambilan gambar. Melalui operasi deblurring, kualitas gambar masukan dapat diperbaiki sehingga tampak lebih baik.

Gambar 2.6 Gambar Lena yang kabur (blur), (b) Gambar Lena setelah deblurring 2.2.3 Pemampatan gambar (image compression) Jenis operasi ini dilakukan agar gambar dapat direpresentasikan dalam bentuk yang lebih kompak sehingga memerlukan memori yang lebih sedikit. Hal penting yang harus diperhatikan dalam pemampatan adalah gambar yang telah dimampatkan harus tetap mempunyai kualitas gambar yang bagus. Contoh metode pemampatan gambar adalah metode JPEG. Perhatikan gambar dibawah, gambar sebelah kiri adalah gambar kapal yang berukuran 258 KB. Hasil pemampatan gambar dengan metode JPEG dapat mereduksi ukuran gambar semula sehingga menjadi 49 KB saja.

Gambar 2.7 (a) Gambar kapal (258 KB) sebelum dimampatkan, (b) Gambar kapal (49 KB) setelah dimampatkan 2.2.4 Segmentasi gambar (image segmentation) Operasi segmentasi merupakan pememecahan suatu gambar digital ke dalam beberapa segmen dengan suatu kriteria tertentu. Jenis operasi ini berkaitan erat dengan pengenalan pola. Tujuan dari operasi segmentasi adalah untuk menyederhanakan dan atau mengganti gambaran dari sebuah gambar untuk mendapatkan sesuatu yang lebih berarti untuk dianalisa. Algoritma segmentasi didasarkan pada 2 buah karakteristik nilai derajat kecerahan gambar, yaitu: discontinuity dan similarity. 2.2.4.1 Discontinuity Pada karakteristik ini, gambar dipisahkan/dibagi atas dasar perubahan yang mencolok dari derajat

kecerahannya. Aplikasi yang umum adalah untuk deteksi titik, garis, area, dan sisi gambar. Namun yang digunakan saat ini hanya deteksi sisi. Ada beberapa algoritma yang digunakan untuk melakukan deteksi sisi, diantaranya adalah : Metode Robert Metode Robert adalah salah satu metode deteksi tepi yang menggunakan teknik differensial, yaitu differensial pada arah horisontal dan differensial pada arah vertikal, dengan ditambahkan proses konversi biner setelah dilakukan differensial. Teknik konversi biner yang disarankan adalah konversi biner dengan meratakan distribusi warna hitam dan putih. Kernel filter yang digunakan dalam metode Robert ini adalah: Metode Prewitt

Metode Prewitt merupakan salah satu metode deteksi sisi pada image processing. Cara kerja dari Metode Prewitt dengan cara menghitung repson maksimum dari suatu kernel konvolusi untuk menemukan orientasi deteksi sisi disekitarnya pada tiap pixel. Metode ini juga disebut sebagai edge template matching. Karena gambar mengalami proses matching dengan sebuah template yang berupa sisi. Metode Prewitt merupakan pengembangan metode Robert dengan menggunakan filter HPF yang diberi satu angka nol penyangga. Metode ini mengambil prinsip dari fungsi Laplacian yang dikenal sebagai fungsi untuk membangkitkan HPF. Kernel filter yang digunakan dalam metode Prewitt ini adalah: Metode Sobel

Metode Sobel merupakan pengembangan metode Robert dengan menggunakan filter HPF yang diberi satu angka nol penyangga. Metode ini mengambil prinsip dari fungsi Laplacian dan Gaussian yang dikenal sebagai fungsi untuk membangkitkan HPF. Kelebihan dari metode Sobel ini adalah kemampuan untuk mengurangi noise sebelum melakukan perhitungan deteksi tepi. Kernel filter yang digunakan dalam metode Sobel ini adalah: 2.2.4.2 Similarity Pada karakteristik ini gambar dibagi atas thresholding, region growing, dan region spiltting and merging. 2.3 Cross Correlation Cross correlation merupakan pengukuran kesamaan dari 2 buah gelombang sebagai fungsi terhadap waktu.

Untuk fungsi kontinu, cross correlation dari f dan g dapat dinyatakan dalam persamaan : Sedangkan bentuk fungsi diskritnya adalah sebagai berikut : Cross corelation memiliki kemiripan dengan konvolusi. Bila konvolusi sinyal mengalami pembalikan, pergeseran, dan perkalian, pada cross correlation hanya mengalami pergeseran dan perkalian. (http://en.wikipedia.org/wiki/cross-correlation). Salah satu pendekatan untuk melihat kemiripan dari dua buah gambar adalah dengan menggunakan cross correlation, ketika salah satu gambar yang dijadikan sebuah template di geser terhadap gambar lainnya dan menghasilkan nilai korelasi yang tinggi maka kedua gambar merupakan gambar yang sama.

Gambar 2.8 Image Cross Correlation Rumus untuk cross correlation pada titik (i,j) dari gambar adalah : dimana template, dan adalah nilai rata-rata dari pixel-pixel pada gambar yang dijadikan adalah nilai rata-rata dari pixel-pixel pada gambar yang terletak dibawah template ketika melakukan scanning. (http://local.wasp.uwa.edu.au/~pbourke/miscellaneous/correlate/) 2.4 Curve Fitting (Metode Numerik, p 58) Dalam berbagai aktifitas dalam dunia sains, seringkali diperlukan suatu fungsi yang menghubungkan antar variable-variable dari data yang diamati. Untuk itu diperlukan suatu metode untuk menentukan bentuk kurva yang merupakan representasi

dari data tersebut sehingga bisa dipergunakan untuk memprediksi pola atau kecenderungan dari data yang diamati. Selain itu kurva tersebut dapat dipergunakan untuk mencari nilai suatu titik di antara nilai-nilai yang diketahui (diamati). Ada 2 jenis metode yang dapat digunakan, yaitu : 2.4.1 Regresi Metode ini digunakan bila sumber data yang digunakan mempunyai tingkat kesalahan yang cukup tinggi. Dalam hal ini, kurva yang dibangun tidak perlu melalui titik-titik data tersebut, tetapi cukup mengikuti kecenderungannya saja. Sehingga metode ini tidak dapat digunakan dalam pengukuran jarak, karena untuk pengukuran jarak diperlukan ketelitian yang tidak mampu didapatkan dengan metode regresi. Gambar 2.9 Gambar kurva dengan metode regresi 2.4.2 Interpolasi Interpolasi adalah proses perpanjangan pada poin-poin data dalam suatu cakupan yang berbentuk diskrit (data points). Data poin didapat dari beberapa

pengukuran / percobaan yang telah dilakukan sebelum dilakukan pengukuran atau analisa. Metode ini digunakan bila sumber data yang digunakan mempunyai ketelitian yang sangat tinggi atau tingkat kesalahan yang rendah. Dalam hal ini, kurva yang dibangun harus melalui semua titik-titik data yang digunakan. Pada interpolasi terdapat beberapa jenis metode, diantaranya adalah : (en.wikipedia.org/wiki/interpolation) - Piecewise Constant Interpolation Metode ini merupakan metode interpolasi yang paling sederhana. Cara kerja dari metode ini adalah dengan menempatkan nilai data yang paling dekat, dan memberikan nilai yang sama. Metode ini jarang digunakan pada satu dimensi data, metode ini seringkali digunakan pada data yang lebih tinggi. Contoh dari Piecewise Constant Interpolation : Gambar 2.10 Piecewise Constant Interpolation - Linear Interpolation

Interpolasi linier merupakan satu dari metode yang sederhana lainnya. Metode ini cenderung lebih cepat dan mudah untuk digunakan, namun memiliki tingkat kepresisiannya kurang, karena hanya dapat bekerja dengan baik pada fungsi berderajat 1 (satu). Contoh dari interpolasi linier : Gambar 2.11 Linear Interpolation - Polynomial Interpolation Interpolasi polinomial merupakan generalisasi dari interpolasi linier, karena dapat digunakan untuk fungsi yang berderajat lebih tinggi. Meskipun lebih unggul dibanding interpolasi linier. Contoh interpolasi polinomial :

Gambar 2.12 Polynomial Interpolation - Spline Interpolation Interpolasi Spline menggunakan polinomial berderajat rendah pada tiap intervalnya sehingga didapatkan grafik yang halus. - Power Law Power-law merupakan distribusi hukum pangkat. Distribusi ini dinyatakan dalam persamaan sederhana P(x) = x -a (x pangkat minus a) dengan a merupakan suatu bilangan konstan. - Exponential Function Fungsi ini biasa ditulis dalam notasi dengan notasi exp(x) atau e x, dimana e adalah basis logaritma natural yang kira-kira sama dengan 2.71828183. Sebagai fungsi variabel bilangan real x, grafik e x selalu positif (berada diatas sumbu x) dan nilainya bertambah (dilihat dari kiri ke kanan).

Grafiknya tidak menyentuh sumbu x, namun mendekati sumbu tersebut secara asimptotik. Invers dari fungsi ini, logaritma natural, atau ln(x), didefinisikan untuk nilai x yang positif. Gambar 2.13 Exponential Function