BAB I PENDAHULUAN. negara harus berlandaskan hukum. Dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum memiliki

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

Pemeriksaan Sebelum Persidangan

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

JURNAL PENETAPAN KUALIFIKASI BERITA ACARA PEMERIKSAAN PENYIDIKAN YANG SEMPURNA SEBAGAI DASAR PENYUSUNAN SURAT DAKWAAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal

BAB I PENDAHULUAN. peraturan-peraturan tentang pelanggaran (overtredingen), kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan asas Ubi Societa, Ibi Ius yang artinya dimana ada. tingkah laku atau perbuatan dalam kehidupan masyarakat.

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28 D Ayat (1)

ALUR PERADILAN PIDANA

RINGKASAN SKRIPSI/ NASKAH PUBLIKASI TANGGUNG JAWAB KEJAKSAAN DALAM PRA PENUNTUTAN UNTUK MENYEMPURNAKAN BERKAS PERKARA PENYIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual

BAB I PENDAHULUAN. diperiksa oleh hakim mengenai kasus yang dialami oleh terdakwa. Apabila

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 28, Pasal 28A-J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

TINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D Pembimbing:

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses peradilan yang sesuai dengan prosedur menjadi penentu

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipenuhi. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya. kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai.

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemeriksaan oleh Ankum yang menangani pelanggaran disiplin.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, serta memperkuat ikatan rasa kesatuan dan persatuan bagi

BAB I PENDAHULUAN. menetapkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum, dimana salah satu

BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR. penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya

BAB I PENDAHULUAN. pada tahap interogasi / penyidikan sering terjadi tindakan sewenang-wenang

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. tidak mendapat kepastian hukum setelah melalui proses persidangan di

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia adalah negara bardasarkan hukum bukan

BAB I PENDAHULUAN. pidana, oleh karena itu, hukum acara pidana merupakan suatu rangkaian

BAB I PENDAHULUAN. Pidana (KUHAP) adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya,

BAB I PENDAHULUAN. sendiri dan salah satunya lembaga tersebut adalah Pengadilan Negeri. Saat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA METRO NOMOR 05 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.16 No.3 Tahun 2016

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 42 TAHUN : 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 5 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan manusia Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. secara konstitusional terdapat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945

BUPATI LUWU TIMUR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH

BAB II HUBUNGAN KUHP DENGAN UU NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap yang dilakukan oleh pelakunya. Dalam realita sehari - hari, ada

BAB I PENDAHULUAN. sesutu tentang tingkah laku sehari-hari manusia dalam masyarakat agar tidak

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Setelah dilakukan penelitian dan pembahasan, maka dapat dirumuskan

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

BAB I PENDAHULUAN. melindungi individu terhadap pemerintah yang sewenang-wenang dan

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

Undang Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang : Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. demokratis yang menjujung tinggi hak asasi manusia seutuhnya, hukum dan

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. dipersidangan, dan hakim sebagai aparatur penegak hukum hanya akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia

BAB I PENDAHULUAN. dapat diungkap karena bantuan dari disiplin ilmu lain. bantu dalam penyelesaian proses beracara pidana sangat diperlukan.

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

1. HUKUM ACARA PIDANA ADALAH hukum yang mempertahankan bagaimana hukum pidana materil dijalankan KUHAP = UU No 8 tahun 1981 tentang hukum acara

II. TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI TUBAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang khususnya berkaitan dengan hukum, moralitas serta ketidakadilan.

BAB V ANALISIS. A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara hukum, yaitu bahwa setiap orang mempunyai hak dan kewajiban terhadap negara dan kegiatan penyelenggaraan negara harus berlandaskan hukum. Dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 mengatur tentang kedudukan warga negara yang sama dalam hukum dan pemerintahan, hal ini untuk menjamin adanya perlindungan hukum kepada setiap orang yang haknya dirugikan. Hukum acara pidana atau yang disebut hukum pidana formil menjadi bagian penting dan integral dari sistem hukum yang berlaku. Hukum acara menjadi prosedur untuk tegaknya hukum dan tegaknya Hak Asasi Manusia (HAM). Disebut menjadi faktor tegaknya hukum dan tegaknya HAM tidak lain karena hukum acara menjadi semacam prosedur bagi aparat penegak hukum dalam setiap tahapan penegakan hukum, sehingga hak asasi baik tersangka maupun terdakwa dapat dipenuhi melalui proses hukum yang adil. Keberadaan hukum materiil tidak akan terlaksana dengan baik apabila tidak dilengkapi dengan hukum acara. Singkat kata, hukum acara adalah panduan beracara dalam proses penegakan hukum mulai tahap penyelidikan dan penyidikan (Polisi dan Kejaksaan) sampai ke proses peradilan dan sekaligus sebagai implementasi dari prinsip the right of process of law. 1 1 Tobib Efendi, 2016. Praktik Peradilan Pidana, Setara Press, Malang, hlm. ix. 1

2 Indonesia memiliki lembaga praperadilan, praperadilan bukan lembaga pengadilan yang berdiri sendiri. Pada hakekatnya merupakan suatu sistem, hal ini dikarenakan dalam proses peradilan pidana di Indonesia terdiri dari tahapantahapan yang merupakan satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan. Tahapan-tahapan dalam proses peradilan pidana tersebut merupakan suatu rangkaian, tahap yang satu mempengaruhi tahapan yang lain. Rangkaian dalam proses peradilan pidana di Indonesia meliputi tindakan penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. Proses penyidikan tindak pidana merupakan salah satu subsistem dalam sistem peradilan pidana di Indonesia sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan dalam proses penyidikan ini sangat perlu adanya sinkronisasi dan keharmonisan dalam subsistem penyidikan dalam sistem peradilan pidana. Setiap laporan dan atau pengaduan dari masyarakat akan disampaikan kepada Polisi Negara Republik Indonesia yang disingkat Polri, dan pejabat pegawai negeri sipil tertentu. Pasal 7 dari KUHAP menetapkan, bahwa penyidik karena kewajiban mempunyai wewenang yaitu menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana, melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian, menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka, melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan, melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat, mengambil sidik jari dan memotret seorang, memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi, mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam

3 hubungannya dengan pemeriksaan perkara, mengadakan penghentian penyidikan, mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. 2 Pihak kepolisian selaku penyidik memiliki peran dalam pembuatan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang sempurna dan setelah berita acara pemeriksaan tersebut telah sempurna maka penyidik melimpahkan ke kejaksaan. Berdasarkan KUHAP, ditetapkan bahwa Polri sebagai penyidik tunggal yang artinya tidak ada aparatur lain kecuali Polri yang dibebani tugas kewajiban melakukan pemeriksaan pendahuluan (vooronderzoek), kecuali ditetapkan lain oleh Undang-Undang. Pemeriksaan pendahuluan atau juga sering disebut pemeriksaan permulaan merupakan dasar dari penuntutan Jaksa/Penuntut Umum pada persidangan Pengadilan Negeri. Tugas Jaksa dalam menyelesaikan perkara pidana adalah sebagai pegawai penyidik, sebagai pegawai penuntut, dan sebagai pegawai pengeksekusi. Jaksa/Penuntut Umum menurut sistem KUHAP tidak lagi melakukan pemeriksaan lanjutan terhadap kejahatan atau pelanggaran, yang berkasnya dan tersangkanya telah dilimpahkan oleh penyidik kepadanya, hal ini didasarkan atas ketentuan Pasal 4 jo. Pasal 6 KUHAP. Pasal 4 berbunyi: Penyelidik adalah setiap pejabat polisi negara Republik Indonesia. Pasal 6 berbunyi: Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia dan pejabat pegawai negeri tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang. 3 Dasar pemeriksaan pendahuluan bagi penyelidik dan penyidik adalah laporan, pengaduan, dan informasi masyarakat. Laporan atau pengaduan serta 2 Djoko Prakoso, 1987. Polri Sebagai Penyidik Dalam Penegakan Hukum, Bina Aksara, Jakarta, hlm. 53. 3 Martiman Prodjohamidjojo, 1982. Penyelidikan dan Penyidikan, Ghalia Indonesia, Jakarta Timur, hlm. 21.

4 informasi yang disampaikan atau diterima oleh penyelidik atau penyidik merupakan bahan yang masih mentah dan perlu diadakan penelitian dan penyaringan. Pada laporan pertama tentang adanya kejahatan atau pelanggaran, pemberitahuan tersebut masih diperlukan pengolahan mengenai data atau fakta yang dilaporkan. Biasanya datangnya laporan dari seorang yang bukan ahli hukum, sehingga susunan dan hal yang dikemukakan oleh pelapor selain tidak beraturan atau kronologis, juga hal-hal yang merupakan akibat saja, seperti dalam hal laporan mengenai adanya pembunuhan yang diceritakan kepada penyidik atau penyelidik, orang atau korbannya telah terkapar dengan berlumuran darah dan pisau masih tertancap di bagian perut korban, sekarang sedang digotong ke rumahnya dan istrinya serta anak-anak korban menangis terus-menerus dan lainlainnya. Sedangkan yang diperlukan oleh penyelidik atau penyidik bukan hal-hal semacam itu, yang diperlukan penyidik adalah bagaimana caranya pembunuhan, identitas si pembunuh misalnya tinggi badan, warna kulit, pakaian, logat bahasa, waktu melakukan pembunuhan menggunakan tangan kanan atau tangan kiri, dan cara melarikan diri dengan menggunakan kendaraan seperti apa, nomor plat kendaraan yang dikendarai, cat kendaraan tersebut, lalu alat yang dipakai untuk melakukan pembunuhan tersebut dengan benda tajam atau benda tumpul, dan pembunuh seorang diri atau bersama teman lainnya. Atas laporan itu penyelidik akan melakukan tindakan-tindakan yang perlu, misalnya melihat ke tempat kejadian, memeriksa benda-benda di sekitar tempat kejadian yang mungkin merupakan petunjuk lainnya hingga penyidik dapat melakukan pelacakan lebih lanjut.

5 Pemberitahuan yang bersifat pengaduan memiliki syarat untuk melakukan pengaduan kepada pihak penyidik yaitu harus ada pengaduan dari orang yang dirugikan oleh perbuatan tersebut disertai permintaan agar penyidik menindak menurut hukum terhadap si pelaku tindak pidana pengaduan yang dimaksudkan tersebut. Selain dengan laporan dan pengaduan, melalui informasi yang ada juga dapat menjadi dasar pemeriksaan awal bagi penyidik. Informasi dapat ditemukan dari surat kabar, dari lingkungan masyarakat, dari mulut ke mulut. Tujuan pemeriksaan pendahuluan adalah untuk mencari dan mengumpulkan bahan-bahan pembuktian. Pembuatan berita acara pemeriksaan haruslah mempunyai pandangan obyektif dan tidak berat sebelah dalam memberikan pertimbangan antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat dan negara, sehingga oleh karena itu akan diperoleh suatu kebenaran yang sejati. Penyidik seringkali merasa kesulitan karena ulah si tersangka, karena tersangka berusaha untuk menghilangkan jejaknya. Praktik peradilan pidana adalah serangkaian proses praktik yang tidak hanya difokuskan pada praktik persidangan saja, akan tetapi juga pada proses penyusunan berkas yang dipergunakan di dalam persidangan. Pemberkasan di dalam praktik peradilan pidana dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yaitu berkas perkara (berkas pada tingkat penyidikan), berkas persidangan (berkas yang dipergunakan di dalam proses persidangan mulai dari surat kuasa sampai dengan putusan pengadilan) dan berkas pendukung (berkas yang berkaitan dengan administratif baik di tingkat penyidikan, penuntutan maupun persidangan). 4 4 Tolib hlm 27

6 Indonesia sering dijumpai permasalahan mengenai proses penyempurnaan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) oleh pihak penyidik, dengan tidak adanya aturan mengenai sampai berapa kali berkas Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dapat diajukan dan dikembalikan, dapat mengakibatkan kasus yang ditangani terus menggantung tanpa kepastian yang jelas tentang status tersangka yang masih ditahan oleh pihak kepolisian, sehingga melanggar Hak Asasi Manusia dari tersangka tersebut. Selain itu, dengan tidak adanya kepastian mengenai pengajuan dan pengambilan berkas Berita Acara Pemeriksaan (BAP) akan dikhawatirkan kasus yang ditangani tidak kunjung selesai dan justru akhirnya menjadi daluarsa. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dalam Pasal 129 menyebutkan bahwa kejaksaan selaku penuntut umum memiliki wewenang untuk melimpahkan berkas ke Pengadilan, jika berkas tersebut tidak ada masalah dan dianggap telah lengkap dan sempurna maka dapat langsung dilimpahkan ke pengadilan, namun apabila belum lengkap atau sempurna, maka penuntut umum seperti yang tertera dalam Pasal 138 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dapat mengembalikan berkas tersebut ke penyidik beserta petunjuk untuk dilengkapi. Polisi (penyidik) merupakan salah satu pilar penegakan hukum pidana yang penting, dikarenakan badan tersebut mempunyai peranan yang sangat penting dalam menjaga keamanan masyarakat. Kepolisian sebagai lembaga yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tersebut mengemban amanah yang teramat besar dari masyarakat. Peranan polisi yang amat besar dalam kehidupan sehari-hari terkadang menimbulkan sebuah ekses negatif. Salah satu hal yang tidak kalah

7 penting adalah harus segera dihapus anggapan bahwa praperadilan adalah suatu hal yang tabu bagi penyidik. Begitu pula dengan atasan penyidik atau pihak-pihak lain yang berkompeten terhadap proses penyidikan untuk mengurangi kesalahan dan keberpihakan penyidik dalam proses penyidikan. Penegakan hukum dalam hukum pidana pada dasarnya merupakan proses pelaksanaan hukum untuk menentukan tentang apa yang menurut hukum dan apa yang bertentangan atau melawan hukum. Berdasarkan uraian di atas maka penulis menganggap penting untuk mengangkat masalah tersebut sebagai bahan penulisan hukum dengan judul: PENETAPAN KUALIFIKASI BERITA ACARA PEMERIKSAAN PENYIDIKAN YANG SEMPURNA SEBAGAI DASAR PENYUSUNAN SURAT DAKWAAN. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan tersebut di atas maka penulis mengambil permasalahan tugas akhir dalam penulisan skripsi sebagai berikut: Bagaimana jaksa menetapkan suatu berita acara pemeriksaan penyidikan dinyatakan telah sempurna yang akan menjadi dasar penyusunan surat dakwaan? C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dirumusakan, tujuan dari penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah untuk memperoleh data tentang

8 penetapan kualifikasi berita acara pemeriksaan penyidikan yang sempurna sebagai dasar penyusunan surat dakwaan. D. Manfaat Penelitian Hasil dari penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis maupun praktis. 1. Manfaat Teoritis Melalui penulisan ini, diharapkan mampu memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum, khususnya mengenai tentang peran jaksa dalam melakukan penetapan kualifikasi berita acara pemeriksaan yang sempurna sebagai dasar penyusunan surat dakwaan. 2. Manfaat Praktis Melalui penulisan ini, diharapkan bisa menjadi bahan pertimbangan dan sumbangan pemikiran serta memberikan kontribusi dan solusi kongkrit bagi para penegak hukum dalam pembuatan berita acara pemeriksaan yang sempurna yang dilakukan oleh penyidik yang didasari dengan prinsip perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta dan di Internet, penulisan hukum dengan topik Penetapan Kualifikasi Berita Acara Pemeriksaan Penyidikan Yang Sempurna Sebagai Dasar Penyusunan Surat Dakwaan belum pernah dikaji atau diteliti oleh

9 penulis lain, sehingga penulisan hukum ini bukan merupakan plagiasi dari karya lain. Berkenaan dengan tema penulisan, yaitu penetapan kualifikasi berita acara pemeriksaan yang sempurna sebagai dasar penyusunan surat dakwaan, sebelumnya pernah dijadikan beberapa tema penulisan yakni: 1. Pertama a. Judul Skripsi : Perlindungan Hak-Hak Tersangka Dalam Proses Penyidikan b. Identitas Penulis : Pius Widyo Atmoko, NPM: 070509650, Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta c. Rumusan Masalah : 1) Bagaimana implementasi perlindungan hak-hak tersangka dalam proses penyidikan? 2) Apa sajakah faktor-faktor yang menghambat perlindungan terhadap hak-hak tersangka? d. Tujuan Penelitian : Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Untuk mengetahui implementasi perlindungan hak-hak tersangka dalam proses penyidikan. 2) Untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambat perlindungan terhadap hak-hak tersangka. e. Hasil Penelitian :

10 Setelah dilakukan analisis/pembahasan terhadap hak-hak tersangka dalam penelitian dengan menggunakan bahan-bahan kepustakaan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: Implementasi perlindungan hak-hak tersangka dalam pada tingkat penyidikan diwilayah Polresta Yogyakarta, pada prinsipnya telah diimplementasikan sesuai dengan diamanatkan undang-undang yaitu KUHAP, misalnya adanya pendampingan perkara oleh penasehat hukum ditahan sesuai dengan batas waktu yang diatur, di beri hak mengajukan pra peradilan jika mendapat perlakuan yang dinilai melawan hukum oleh petugas. Kelemahan dalam implementasi ini masih sering ditemukannya hal-hal kecil yang berupa penyiksaan fisik dalam tahap penyidikan. 2. Kedua a. Judul Skripsi : Obyektifitas Penyidik Terhadap Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia Sebagai Tersangka b. Identitas Penulis : Donna Febryna Sidauruk, NPM: 08050966, Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta c. Rumusan Masalah : 1) Bagaimanakah obyektifitas penyidik terhadap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai tersangka? 2) Hambatan apa sajakah yang muncul dalam obyektifitas penyidikan terhadap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai tersangka? d. Tujuan Penelitian :

11 Adapun tujuan penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1) Untuk mengetahui obyektifitas penyidikan terhadap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai tersangka. 2) Untuk mengetahui hambatan apa saja yang muncul dalam obyektifitas penyidikan terhadap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai tersangka. e. Hasil Penelitian : Setelah dilakukan analisis terhadap data yang diperoleh dengan menggunakan bahan kepustakaan dan hukum positif yang ada maka dapat disimpulkan: 1) Penyidikan terhadap anggota Polri sebagai tersangka sudah obyektif karena penyidik dalam melakukan penyidikan disertai dengan profesionalnya masing-masing dan dengan adanya pemeriksaan oleh kesatuan yang lebih besar dari tempat tersangka tersebut bertugas dapat menjamin suatu obyektifitas dalam penyidikan. 2) Tidak adanya hambatan dalam penyidikan terhadap anggota Polri sebagai tersangka karena penyidikan dilakukan dengan transparan dan profesional serta proses penyidikan terhadap tersangka anggota Polri sesuai dengan ilmu pengetahuan yang diterima di kepolisian. f. Ketiga a. Judul Skripsi : Koordinasi Kepolisian dan Kejaksaan Dalam Penyelesaian Perkara Pidana Pada Tahap Pra Penuntutan

12 b. Identitas Penulis : Angga Nugraha, NPM: 110510596, Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta c. Rumusan Masalah : Bagaimana koordinasi kepolisian dan kejaksaan dalam penyelesaian perkara pidana pada tahap prapenuntutan di wilayah hukum pengadilan Sleman? d. Tujuan Penelitian : Tujuan penelitian yang hendak dicapai dalam penelitian hukum ini yaitu untuk memperoleh data, mengetahui, mengkaji dan menganalisis Bagaimana Koordinasi Kepolisian dan Kejaksaan Dalam Penyelesaian Perkara Pidana Pada Tahap Prapenuntutan di Wilayah Hukum Pengadilan Sleman e. Hasil Penelitian : Berdasarkan uraian di atas maka penulis dapat menarik suatu kesimpulan bahwa koordinasi antara kepolisian dan kejaksaan pada tahap prapenuntutan belum terlaksana semaksimal mungkin. Dan masih adanya sifat keegoisan dan merasa paling benar dalam tahap prapenuntutan tersebut oleh kedua lembaga. Padahal keharmonisan dan kerjasama antar lembaga polisi dan jaksa sangat penting dalam mengatasi permasalahan penanganan perkara pidana pada tahap prapenuntutan itu sendiri. Kedua lembaga tersebut belum menjalankan kewajibannya secara semaksimal mungkin, sebagai mana diatur juga di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara

13 Pidana dan Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: PER 036/A/JA/09/2011 Tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum, telah memuat prosesproses prapenuntutan. F. Batasan Konsep 1. Penetapan : Proses, cara, perbuatan yang tidak berubah keadaan maupun kedudukannya, tidak berpindah-pindah, tidak beranjak. 2. Kualifikasi : Syarat-syarat berita acara pemeriksaan yang harus dipenuhi secara beraturan dan jelas. 3. Berita Acara Pemeriksaan : Sebuah dokumen cacatan atau tulisan yang bersifat otentik, dibuat dalam bentuk tertentu oleh penyidik atau penyidik pembantu atas kekuatan sumpah jabatan, diberi tanggal dan ditandatangani oleh penyidik atau penyidik pembantu dan tersangka, saksi atau keterangan ahli, memuat uraian tindak pidana yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang dipersangkakan dengan menyebut waktu, tempat dan keadaan pada waktu tindak pidana dilakukan, identitas pemeriksa dan yang diperiksa, keterangan yang diperiksa, catatan mengenai akta dan atau benda serta segala sesuatu yang dianggap perlu untuk kepentingan penyelesaian perkara pidana. 4. Penyidikan : Serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

14 5. Surat Dakwaan : Surat akta yang memuat perumusan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa, perumusan maupun ditarik atau disimpulkan dari hasil pemeriksaan penyidikan dihubungkan dengan pasal tindak pidana yang dilanggar dan didakwakan kepada terdakwa, dan surat dakwaan tersebutlah yang menjadi dasar pemeriksaan bagi hakim dalam sidang pengadilan. 5 G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis Penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, bahwa penelitian yang dilakukan atau berfokus pada norma hukum positif berupa peraturan perundang-undangan. 2. Sumber Data Dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian hukum normatif, oleh karena itu pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis berdasarkan pada data sekunder yang meliputi : a. Bahan hukum primer Bahan hukum sekunder meliputi peraturan Perundang-undangan yang disusun secara sistematis yaitu: 1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 5 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Jilid I, Sinar Grafika, Jakarta, 1997, hlm. 414.

15 3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana 4) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia 5) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia 6) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana. b. Bahan hukum sekunder Bahan hukum sekunder meliputi pendapat hukum yang didapat dari buku, makalah, hasil penelitian, jurnal, internet, dokumen dan surat kabar. 3. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dan studi kepustakaan. a. Wawancara, yaitu mengadakan tanya jawab secara langsung kepada narasumber dengan menggunakan pedoman wawancara. b. Studi kepustakaan, yaitu membaca, mempelajari dan memahami bukubuku yang berkaitan dengan Penetapan Kualifikasi Berita Acara Pemeriksaan Yang Sempurna Sebagai Dasar Penyusunan Surat Dakwaan. c. Narasumber

16 Yakni melalui penelitian secara langsung berupa wawancara dengan pihak kejaksaan yaitu dengan Bapak Jaksa Meyer Volmar Simanjuntak, S.H.,M.H dengan mewawancarai tentang seputar tugas dan hal-hal apa saja yang dilakukan kejaksaan dalam proses penyempurnaan berita acara pemeriksaan. d. Metode Analisis Metode yang digunakan dalam mengolah dan menganalisis data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif, yaitu sesuai dengan kualitas data yang diperoleh melalui wawancara dengan narasumber. Pengambilan suatu kesimpulan khusus berdasarkan metode berpikir secara deduktif. Pola pikir ini menarik kesimpulan dimulai dari pernyataan yang bersifat umum menuju pernyataan khusus dengan menggunakan penalaran. H. Sistematika Skripsi Berkaitan dengan penulisan hukum mengenai Penetapan Kualifikasi Berita Acara Pemeriksaan Yang Sempurna Sebagai Dasar Penyusunan Surat Dakwaan, maka sistematika dalam penulisan hukum yang akan dijabarkan meliputi beberapa materi yaitu: 1. BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penelitian, metode penelitian dan sistematika skripsi.

17 2. BAB II PEMBAHASAN Bab ini berisi tentang tinjauan umum tentang Penyidik POLRI yang berisi yaitu pengertian dan tugas pokok POLRI, pengertian dan proses penyidikan, selanjutnya berisi tentang tinjauan umum tentang Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Sleman yaitu pengertian Jaksa Penuntut Umum, tugas dan wewenang Jaksa Penuntut Umum, dan berisi mengenai tinjauan umum tentang Berita Acara Pemeriksaan yaitu pengertian Berita Acara Pemeriksaan dan proses pembuatan Berita Acara Pemeriksaan Penyidikan sebagai dasar penyusunan surat dakwaan. 3. BAB III PENUTUP Bab ini merupakan bab terakhir dari penulisan hukum yang berisi mengenai kesimpulan yang diambil dari penyusunan pokok bahasan yang diangkat untuk dapat menjawab identifikasi masalah dan membuat saran terhadap masalah yang berkaitan dengan Penetapan Kualifikasi Berita Acara Pemeriksaan Penyidikan Sebagai Dasar Penyusunan Surat Dakwaan.