BAB I PENDAHULUAN. Dalam lembaga pendidikan (sekolah) bantuan bagi peserta didik (klien) sering

dokumen-dokumen yang mirip
MENJADI KONSELOR PROFESIONAL : SUATU PENGHARAPAN Oleh : Eva Imania Eliasa, M.Pd

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2008 TENTANG STANDAR KUALIFIKASI AKADEMIK DAN KOMPETENSI KONSELOR

BAB I PENDAHULUAN. Nasional pada pasal 1 ayat 6 yang menyatakan bahwa guru pembimbing sebagai

KOMPETENSI KONSELOR. Kompetensi Konselor Sub Kompetensi Konselor A. Memahami secara mendalam konseli yang hendak dilayani

PENGARUH LATIHAN KETERAMPILAN DASAR KOMUNIKASI KONSELING TERHADAP PENGUASAAN KOMPETENSI PROFESIONAL GURU PEMBIMBING DI SMA/SMK SE KOTA MAKASSAR

ARAH PENGEMBANGAN MATERI KURIKULUM : Program Pendidikan Sarjana (S-1) BK Program Pendidikan Profesi Konselor (PPK)

KORELASI ANTARA KEPRIBADIAN KONSELOR DENGAN PEMANFAATAN LAYANAN BIMBINGAN KONSELING PADA SMP NEGERI 1 PALANGKA RAYA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. menggambarkan suatu peristiwa, kejadian yang terjadi pada saat sekarang.

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 6). Profesi guru Bimbingan dan Konseling sangat

BAB II KAJIAN TEORI. industri. Istilah kinerja berasal dari kata Job performance (prestasi kerja). Kinerja

ARTIKEL ILMIAH PERSEPSI SISWA TERHADAP PELAKSANAAN LAYANAN KONSELING DI SMP NEGERI I MUARO JAMBI

Pemetaan kompetensi dan sub kompetensi guru secara fomal seperti. berikut: SUB KOMPETENSI. PEDAGOGIK 1. Menguasai teori dan praksis pendidikan

1. PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan penting dalam pembentukan generasi muda penerus bangsa yang

ISIAN PENILAIAN KINERJA GURU (PKG) BP/BK TAHUN 2014 (Diisi Oleh Kepala Sekolah)

BAB I PENDAHULUAN. Pendukung utama tercapainya sasaran pembangunan manusia Indonesia

BIMBINGAN DAN KONSELING DAN PENELUSURAN MINAT DI SMP DALAM KURIKULUM 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sesuai dengan Fungsi Pendidikan Nasional yang tertuang dalam UU No 20 Tahun 2003

2 Menetapkan : Negara Republik Indonesia Nomor 4496) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas P

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Orang tua yang penuh perhatian tidak akan membiarkan anak untuk

STANDAR KUALIFIKASI AKADEMIK DAN KOMPETENSI INSTRUKTUR

HAND OUT MATA KULIAH KONSEP DASAR PENDIDIKAN ANAK USIA DIN KODE MK/SKS : UD 100/3 SKS

BAB I PENDAHULUAN. sebagainya, sebab pendidikan merupakan salah satu sarana untuk membuat. daya perasaan (emosional), menuju ke arah tabiat manusia.

PEMETAAN KOMPETENSI GURU BIMBINGAN KONSELING DI PROVINSI BENGKULU. Oleh: Rita Sinthia, Anni Suprapti dan Mona Ardina.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan dilakukan berdasarkan rancangan yang terencana dan terarah

KISI KISI UKG 2015 GURU BK/KONSELOR

KISI-KISI SOAL UJI KOMPETENSI GURU TAHUN 2012 BIDANG STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Marliani, 2013

LAMPIRAN 2 INSTRUMEN PK GURU BIMBINGAN DAN KONSELING/KONSELOR

BAB II KAJIAN TEORI. menjadi petugas pelaksana pelayanan konseling. Sebutan pelaksana pelayanan ini

KISI-KISI SOAL UJI KOMPETENSI AWAL TAHUN 2012 BIDANG STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

PENGEMBANGAN PROFESIONALISME

PROFESIONALISASI BIMBINGAN DAN KONSELING Oleh: Drs. Kuntjojo

I. PENDAHULUAN. manusia. Sebagai suatu kegiatan yang sadar akan tujuan, maka keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Long life education adalah motto yang digunakan oleh orang yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Guru Bimbingan pada dasarnya bertugas untuk mendidik dan memberi

BAB I PENDAHULUAN. baik lingkungan fisik maupun metafisik. Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian . Josie Fitri Handayani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ihsan Mursalin, 2013

Indonesian Journal of Guidance and Counseling: Theory and Application

OLEH : NINING SRININGSIH, M.PD NIP

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tantangan terberat bagi bangsa Indonesia pada era globalisasi abad

1. PENDAHULUAN. sistem pendidikan nasional No.20 tahun 2003 yang menyatakan tegas

I. PENDAHULUAN. potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

(Tahun ajaran )

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bimbingan dan konseling merupakan bantuan individu dalam memperoleh

KOMPETENSI KEPRIBADIAN GURU BK (Survei pada Guru Bimbingan dan Konseling Sekolah Menengah Pertama dan Sederajat Se-Kecamatan Citeureup)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang dan Masalah. 1. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu kebutuhan yang sangat penting bagi manusia.

KODE ETIK GURU INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. terus diupayakan melalui pendidikan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI Kompetensi Profesional guru pembimbing berdasarkan SKAKK

BAB I PENDAHULUAN. sempurna sehingga ia dapat melaksanakan tugas sebagai manusia. Pendidikan

SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR PENDIDIKAN GURU

KISI- KISI UJI KOMPETENSI GURU (UKG) Standar Kompetensi Konselor

A. KUALIFIKASI PEMBIMBING

BAB I PENDAHULUAN. maupun informal. Keberhasilan pendidikan akan terjadi bila ada interaksi antara

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 23 SERI E

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Giya Afdila, 2016

PERTEMUAN 13 PENYELENGGARAAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING PADA JALUR PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap-tahap

BAB I PENDAHULUAN. mampu memecahkan masalah di sekitar lingkungannya. menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab.

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KAJIAN BIMBINGAN DAN KONSELING

HUBUNGAN ANTARA KOMPETENSI PROFESIONAL GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DENGAN PELAKSANAAN LAYANAN BIMBINGAN KONSELING DI SMA NEGERI SE-KOTA METRO

TANTANGAN BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM MENINGKATKAN MUTU

KISI- KISI UJI KOMPETENSI GURU (UKG) (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1.1 Menguasahi ilmu pendidikan dan landasan keilmuannya

KISI- KISI UJI KOMPETENSI GURU (UKG) (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1.1 Menguasahi ilmu pendidikan dan landasan keilmuannya

EKSISTENSI PROFESI BIMBINGAN DAN KONSELING DI BALIK UU SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

MEMBANGUN KARAKTER BANGSA MELALUI PEMBINAAN PROFESIONALISME GURU BERBASIS PENDIDIKAN NILAI. Prof.Dr.H.Sofyan Sauri, M.Pd

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG STANDAR PEMBIMBING PADA KURSUS DAN PELATIHAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang memiliki peran penting dalam

PERSEPSI MAHASISWA BIMBINGAN DAN KONSELING UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO TERHADAP PROFESI GURU BIMBINGAN DAN KONSELING

KISI-KISI SOAL UJI KOMPETENSI AWAL (UKA) GURU BIMBINGAN DAN KONSELING TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. terutama generasi muda sebagai pemegang tongkat estafet perjuangan untuk mengisi

I. PENDAHULUAN. watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Disadari atau tidak, setiap orang mempunyai dua sifat yang saling

BAB I PENDAHULUAN. pengajaran yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang yang menjadi mata

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia tersebut adalah pendidikan. Tujuan pendidikan adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peranan guru dalam meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendukung utama bagi tercapainya sasaran pembangunan manusia

PROFESIONALITAS GURU BIMBINGAN DAN KONSELING OLEH: DRA. WIRDA HANIM M.PSI

DESKRIPSI KOMPETENSI GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DI SMA KECAMATAN KWANDANG DAN KECAMATAN ANGGREK KABUPATEN GORONTALO UTARA

BAB I PENDAHULUAN. dalam komunitas sosial untuk mengimbangi laju perkembangan ilmu. bersamaan terhadap perkembangan dan sistem pendidikan bagi

M PENGARUH MEDIA VIDEO DOKUMENTASI UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI MEMBUAT TOPENG DALAM PEMBELAJARAN SENI RUPA.

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan eksistensi guru itu sendiri. meningkatkan pendidikan nasional ternyata masih banyak yang harus di

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik/konseli untuk mencapai kemandirian dalam kehidupannya. Pada Pasal

BAB I PENDAHULUAN. seyogyanya dilakukan oleh setiap tenaga pendidikan yang bertugas di

BAB I PENDAHULUAN. baik sebagai pribadi maupun sebagai masyarakat (Amri, 2010 : 13). Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat pada setiap manuasia,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Permendiknas No. 16 Tahun 2007, guru harus memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Konseling merupakan salah satu aktivitas layanan yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Manajemen adalah pengelolaan usaha, kepengurusan, ketatalaksanaan,

PERAN PENDIDIKAN PROFESI GURU BK/ KONSELOR DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI KONSELOR DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu permasalahan yang dihadapi Bangsa Indonesia sampai

Anik Sulistyowati Pembimbing I : Dr. Hera Heru SS, M.pd Prodi BK FKIP UNISRI ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya pendidikan tersebut, lebih lanjut diuraikan dalam Undang- Undang Pendidikan Nomor 20 tahun 2003, Pasal 5 yang berbunyi:

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Dalam lembaga pendidikan (sekolah) bantuan bagi peserta didik (klien) sering disebut bimbingan. Bimbingan mempunyai fungsi yang efektif karena bimbingan tidak hanya berfungsi sebagai penunjang, tetapi merupakan proses pengiring yang berkaitan dengan seluruh kaidah pendidikan dari proses belajar mengajar. Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen penting dari pendidikan kita, mengingat bahwa bimbingan dan konseling adalah suatu kegiatan bantuan dan tuntutan yang diberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di sekolah dalam rangka meningkatkan mutunya (Sukardi, 2002). Agar dalam pelaksanan layanan bimbingan dan konseling di sekolah dapat berjalan dengan baik maka dibutuhkan seorang figure personil sekolah yang berkompeten di bidang tersebut sehingga dapat membantu siswa dalam mengenali pribadinya sendiri secara optimal. Guru pembimbing atau konselor sekolah adalah figure personil sekolah yang profesional di bidangnya. Artinya mereka disiapkan dan didik secara khusus untuk menguasai seperangkat kompetensi yang diperlukan bagi pekerjaan bimbingan dan konseling. Konselor pada hakikatnya seorang psikologis pendidikan, keberadaan konselor dalam system pendidikan nasional dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru, dosen, pomong pelajar, tutor, widyaiswara, fasilitator dan instruktur (UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 6). Oleh karena itu konselor harus memiliki kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang pendidik yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompotensi profesional dan kompetensi sosial.

Kompetensi yang harus menjadi pegangan oleh konselor adalah Standar Kompetensi Konselor Indonesia (SKKI) dalam konteks PP No. 19 Tahun 2005, dalam penjabaranya antara lain: Di dalam penjabaran kompetensi kepribadian terdapat sub kompetensi pertama yaitu menampilkan keutuhan kepribadian konselor, indikator keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, indikator kedua yaitu mengkomunikasikan secara verbal dan atau nonverbal minat yang tulus dalam membantu orang lain, indikator keenam yaitu mendemonstrasikan sikap empati dan atribusi secara tepat. Sub kompetensi yang kedua yaitu berprilaku etik dan professional, indikator keenam yaitu berkerjasama secara produktif dengan teman sejawat dan anggota profesi. Sosok utuh seorang konselor terdiri atas dua komponen yang berbeda namun terintegrasi dalam praksis sehingga tidak bisa dipisahkan yaitu kompetensi akademik dan kompetensi professional, perinciannya antara lain: Rincian kompetensi konselor yang ke empat yaitu mengembangkan pribadi dan profesionalitas secara berkelanjutan, kompetensi konselor menunjukkan integritas dan stabilitas kepribadian yang kuat, di dalamnya terdapat sub kompetansi menampilkan kepribadian dan berprilaku terpuji seperti berwibawa, jujur, sabar, ramah ( konsisten); peka, bersikap empati, serta menghormati keragaman dan perubahan (Rambu- rambu penyelenggaran Bimbingan dan Konseling Dalam jalur Pendidikan Formal, 2007). Dari uraian rincian kompetensi konselor terdapat sub kompetensi yang menyebutkan konselor bisa bersikap empati, konselor menampilkan prilaku mampu untuk mengetahui bagaimana perasaan orang lain, mampu membaca pesan non verbal klien, mampu mendalami pikiran dan menghayati perasaan klien, mampu memiliki sikap melihat relita dari sudut pandang orang lain tanpa dirinya lebur di dalamnya, pengertian terhadap perasaan, kebutuhan, dan penderitaan orang lain. Perilaku tersebut diatas menunjukkan ciri-ciri yang mengambarkan kemampuan empati. Dalam psikologi dan psikiatri yang berorientasi humanik, empati merupakan bagian penting dari tehnik konseling. Carl Rogers (1975, dalam Cotton, 2001) merupakan salah satu tokoh awal yang menunjukkan pentingnya empati dalam proses konseling.

Menurutnya, berempati berarti mempersepsi kerangka berpikir internal orang lain secara tepat mencangkup unsur-unsur emosional dan cara-cara bertingkah laku, disertai dengan kepedulian seolah-olah diri sendiri adalah orang lain yang sedang dipersepsi tetapi tanpa kehilangan kesadaran sedang mengendalikan orang lain. Dengan kata lain, berempati adalah mengendalikan diri kita sebagai orang lain tanpa larut secara emosional dalam kondisi orang yang diandaikan. Seorang konselor memerlukan empati untuk mamahami kondisi psikis klien yang sedang dibantunya. Seorang konselor yang baik, salah satunya adalah memiliki kemampuan empati yang baik ketika melakukan proses konseling dengan siswa, maka ada kencendrungan akan memberi persepsi yang positif pada siswa, dan secara tidak langsung hal ini akan berhubungan dengan tumbuhnya sikap siswa terhadap layanan bimbingan dan konseling terutama layanan konseling individu. Seorang siswa akan mempersepsi tentang konselornya melalui hal-hal yang nampak dari konselornya ketika konselor tersebut memberikan layanan. Konselor yang tidak bersikap apatis atau peduli dengan orang lain terutama siswa maka akan membuat siswa menjadi nyaman ketika mereka melakukan proses konseling dengan konselor mereka. Selain itu juga akan menimbulkan persepsi yang positif dari siswa terhadap kemampuan empati konselor tersebut. Namun akan menjadi sebaliknya apabila seorang konselor bersikap apatis dalam memberikan proses layanan. Hal ini menunjukkan bahwa konselor tersebut berarti tidak memiliki kamampuan empati yang baik terhadap siswa dalam memberikan layanan. Kerjasama antara konselor dan siswa sangat diperlukan untuk mengadakan konseling yang professional. Kecenderungan layanan konseling individu di lapangan (antara lain di sekolah) hanya semata-mata sebagai proses pemberian bantuan nasehat, mencari kesalahan dan mengintrogasi siswa. Secara tidak langsung siswa sebagai klien dalam proses konseling

akan menilai bagaimana hasil dan kualitas dari layanan tersebut. Siswa dapat mempersepsi kemampuan empati konselor dalam melaksanakan layanan konseling individu. Persepsi itu merupakan pengorganisasian, penginterprestasian, terhadap stimulus yang diinderanya sehingga merupakan sesuatu yang berarti, dan merupakan respon yang integrated dalam diri individu. Karena itu penginderaan orang akan mengaitkan dengan stimulus, sedangkan dalam pesepsi orang akan mengaitkan dengan objek (Branca, dalam Walgito, 2003). Stimulus diperoleh siswa dari berbagai indera yang dimiliki siswa jika stimulus yang diterima positif maka persepsi yang dilahirkan juga akan positif, begitu pula sebaliknya jika stimulus yang diterima negatif maka akan melahirkan persepsi negatif. Alasan penulis meneliti judul tentang Hubungan antara persepsi siswa tentang kemampuan empati konselor dengan sikap siswa terhadap layanan konseling individu di SMP Negeri 3 Doplang. Karena sebagian besar konselor di sekolah belum memahami tentang cara melakukan empati yang sesuai dengan kebutuhan siswa dan hanya sebagai pendengar yang baik bukan hanya itu konselor sekolah memberikan hasehat pada siswa yang mempunyai masalah. Dalam penelitian ini peneliti mengambil sempel kelas VIII karena kelas VIII merupakan kelas terbesar yang pernah melakukan layanan konseling individu. Berdasarkan hasil observasi peneliti di SMP Negeri 3 Doplang menemukan hasil layanan konseling individu sudah berjalan cukup baik, namun belum optimal. Hal ini terlihat bahwa masih ada beberapa siswa yang masih belum berminat untuk mengikuti layanan yang diberikan konselor disekolah khususnya layanan konseling individu. Berbagai alasan yang mereka kemukakan mengapa mereka kurang berminat untuk mengikuti layanan tersebut. Ada yang mengungkapkan bahwa mereka tidak tahu mengenai layanan bimbingan dan konseling di sekolah ada juga yang mengungkapkan

bahwa mereka takut dengan guru BK.Tak hanya itu, untuk masuk keruang BK saja mereka enggan. Biasanya mereka datang ke ruang BK dan mengikuti proses konseling apabila mereka mendapatka panggilan, karena masalah yang muncul belum terselesaikan. Namun, meskipun mereka telah mendapatkan surat panggilan, tak sedikit mereka yang tidak memenuhi panggilan tersebut. Bahkan siswa yang sudah pernah mengalami konseling individu enggan untuk kembali datang ke ruang BK dan mengikuti konseling berikutnya. Siswa merasa bahwa mereka takut untuk mengungkapkan permasalahan terhadap konselor dikarenakan sikap konselor yang kurang hangat terhadap siswanya. Adanya perhatian, ketertarikan, keyakinan akan tujuan mengikuti konseling individu, maka akan berpengaruh pada pengambilan keputusan untuk mengikuti layanan konseling individu dan ada kecenderungan untuk datang ke ruang BK secara sukarela merupakan gambaran mengenai sikap yang akan mempengaruhi seseorang dalam melakukan sesuatu. Berdasarkan penelitian yang berjudul hubungan antara persepsi siswa tentang kemampuan empati konselor dengan minat siswa terhadap layanan konseling individu pada siswa kelas VIII di SMP Negeri 7 Semarang oleh Riana Fitria (2010). Hasil dari penelitian tersebut adalah persepsi siswa tentang kemampuan empati konselor termasuk dalam kategori yang cukup baik, dan minat siswa terhadap layanan konseling individu dalam kategori tinggi. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil perhitungan korelasi product moment yang menghasilkan r hitung =0,575 karena r hitung > dari r tabel pada N=49 sebesar0,281, maka korelasi ini signifikan. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dengan konselor di sekolah tersebut, menyebutkan bahwa tingkat antusias siswa untuk mengikuti layanan konseling individu masih cukup rendah. Rata-rata siswa yang datang untuk mengikuti layanan konseling individu setiap hari dalam seminggu ada tiga anak. Sedangkan dalam jangka waktu satu bulan, siswa yang mengikuti layanan konseling individu berkisar dua belas saja. Itu

semua melalui proses panggilan dari konselor yang bersangkutan. Namun ada juga siswa yang datang ke ruang BK karena memang siswa tersebut membutuhkan konselor untuk membantu menyelesaikan masalahnya. Akan tetapi siswa yang sudah pernah mengikuti konseling individu sebelumnya, mereka enggan untuk mengikuti konseling dikemudian hari. Mengapa hal itu bisa terjadi jika kita kembali kepada asas-asas dalam bimbingan dan konseling yang berkaitan dengan hal ini adalah asas kesukarelaan. Menurut Prayitno, 2004 asas kesukarelaan adalah dimana proses bimbingan dan konseling harus berlangsung tanpa adanya paksaan baik dari pihak klien ataupun guru pembimbing. Siswa masih enggan untuk melakukan konseling dengan guru pembimbing karena ada sebagian besar guru pembimbing mereka bersikap kurang memperhatikan jika mereka mau melakukan konseling jadi mereka lebih nyaman jika menceritakan masalah mereka dengan teman dan masih terdapat konseling yang hanya sekedar curhat dan ngobrol semata tanpa adanya unsur-unsur yang tidak sesuai dengan tujuan, asas dan komponen yang ada dalam konseling individu itu sendiri. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis ingin mengadakan penelitian tentang Hubungan antara persepsi siswa tentang kemampuan empati konselor dengan sikap siswa terhadap layanan konseling individu di SMP Negeri 3 Doplang. 1.2 Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut: Adakah hubungan yang signifikan antara persepsi siswa tentang kemampuan empati konselor dengan sikap siswa terhadap layanan konseling individu pada Siswa Kelas VIII di SMP Negeri 3 Doplang?

1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian, maka tujuan yang ingin dicapai adalah: Untuk menguji signifikansi hubungan antara persepsi siswa tentang kemampuan empati konselor dengan sikap siswa terhadap layanan konseling individu pada siswa kelas VIII di SMP Negeri 3 Doplang? 1.4 Manfaat penelitian a. Manfaat teoritik Manfaat teoritis pada penelitian ini untuk menjadi bahan kajian bersama dan informaasi baru mengenai hubungan persepsi siswa tantang kemampuan empati konselor dengan sikap siswa terhadap layanan konseling individu dalam usaha meningkatkan mutu layanan konseling individu. b. Manfaat praktis Manfaat praktis pada penelitian ini adalah 1. Bagi konselor sekolah memberi makna pentingnya empati konselor terhadap layanan konseling individu. 2. Bagi konselor untuk memberi makna tentang pentingnya penanaman persepsi positif pada siswa tentang sikap empati konselor, dengan melaksanakan profesinya secara nyata sehingga mampu menumbuhkan sikap siswa terhadap layanan konseling individu.

1.5 Sistimatika Penulisan Untuk memperoleh pembahasan yang sistematis, penulis menyusun tulisan ini ke dalam beberapa bab antara lain: Bab 1. Memaparkan tentang Pendahuluan. Pada bab ini berisi tentang Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penenlitian, serta Sistematika Penelitian. Bab 2. Memaparkan tentang Landasan Teori. Pada bab ini berisi tentang Pengertian Sikap, Komponen sikap, karakteristik sikap, Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap, Pengertian layanan konseling individu, Tujuan layanan konseling individu, Komponen layanan konseling individu, Asas dalam layanan konseling individu, Sikap siswa terhadap layanan konseling individu, Pengertian persepsi, Aspek-aspek persepsi, Faktor-Faktor yang mempengaruhi persepsi, Proses Terjadinya Persepsi, Pengertian Empati, Unsur-unsur Empati, Dampak Negatif Kurangnya Empati Konselor, Peran dan Fungsi Empati bagi Konselor, Ciri-ciri yang Menggambarkan kemampuan Empati, Persepsi Siswa Tentang Kemampuan Empati Konselor, Hubungan Persepsi Siswa tentang Kemampuan Empati Konselor dengan Sikap Siswa terhadap Layanan Konseling Individu, dan Hipotesis. Bab 3. Memaparkan tentang Metode Penelitian. Pada bab ini berisi tentang Jenis Penelitian, Variabel Penelitian, Populasi dan Sampel, Definisi Operasional, Penyusunan Instrumen Penelitian, Uji Coba Instrumen, Pengukuran Konsep Diri dan Pengukuran Intensi Kedisiplinan Siswa, Pengukuran Konsep Diri, Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik Analisis Data. Bab 4. Memaparkan tentang Hasil Penelitian dan Pembahasan. Pada bab ini berisi tentang Gambaran Objek Penenlitian, Deskripsi Variabel, analisis data, uji hipotesis dan pembahasan.

Bab 5. Memaparkan tentang Penutup. Pada bab ini berisi tentang Kesimpulan dan Saran berdasarkan Hasil Penelitian.