Desentralisasi Manajemen dan Tatalayanan Pendidikan Dasar yang Lebih Efektif

dokumen-dokumen yang mirip
Desentralisasi Manajemen dan Tatalayanan Pendidikan Dasar yang Lebih Efektif

Desentralisasi Manajemen dan Tatalayanan Pendidikan Dasar yang Lebih Efektif

Desentralisasi Manajemen dan Tatalayanan Pendidikan Dasar yang Lebih Efektif

Desentralisasi Manajemen dan Tatalayanan Pendidikan Dasar yang Lebih Efektif

Desentralisasi Manajemen dan Tatalayanan Pendidikan Dasar yang Lebih Efektif

Desentralisasi Manajemen dan Tatalayanan Pendidikan Dasar yang Lebih Efektif

Pembentukan TIM PENGEMBANG SEKOLAH/ MADRASAH (TPS/M)

Pelaksanaan, Monitoring, Evaluasi, Pelaporan, dan Pemutakhiran RKS/M/RKT/RKAS

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi saat ini semakin pesat yang diiringi dengan

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 11 B. TUJUAN 11 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 11 D. UNSUR YANG TERLIBAT 12 E. REFERENSI 12 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 12

PENGANTAR. Jakarta, 20 Oktober Michael Calvano, Ph.D. Chief of Party, DBE 2

BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan ke arah desentralisasi. Salinas dan Sole-Olle (2009)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG PROGRAM WAJIB SEKOLAH 12 TAHUN DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 11 B. TUJUAN 11 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 11 D. UNSUR YANG TERLIBAT 12 E. REFERENSI 12 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 12

Rencana Kerja Sekolah Dasar (SD) / Madrasah Ibtidaiyah (MI)

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

Praktek yang Baik dalam Melaksanakan Kebijakan Pendidikan Dasar Terdesentralisasi di Indonesia

RENCANA STRATEGIS BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN

KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, yang secara umum bertumpu pada dua paradigma baru yaitu

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

PENGINTEGRASIAN SPM DALAM PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN KABUPATEN/KOTA

STANDAR PELAYANAN MINIMAL PENDIDIKAN APA, BAGAIMANA, DAN MENGAPA

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 737 TAHUN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Jakarta, Januari 2016 Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Hamid Muhammad, Ph.D. NIP iii

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SINJAI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. Pada Bab ini akan dibahas hal-hal yang berhubungan dengan penyusunan RKS

Fiel Trip Coaching PRAKTEK KERJA PENDAMPINGAN Service Standard Sektor Prioritas Pendidikan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL

HUBUNGAN ANTARA PARTISIPASI KOMITE SEKOLAH DENGAN PEMENUHAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN KEPANJEN KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016

2. Akreditasi terhadap program dan satuan pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik.

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEGIATAN JANGKA MENENGAH (RKJM) DAN RENCANA KEGIATAN DAN ANGGARAN MADRASAH (RKAM) TAHUN PELAJARAN PROVINSI DIY

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN NGAWI TAHUN 2012 BAB I PENDAHULUAN

AKPK MUTU. Panduan Analisis Keuangan Pendidikan Kabupaten/Kota PENDIDIKAN. Versi Agustus APBN APBD Provinsi APBD Kab./Kota

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN,

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG,

BAB I PENDAHULUAN. pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat.

PROVINSI JAMBI PERATURAN WALIKOTA JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan, salah satunya adalah

Pangkalan Data Penjaminan Mutu Pendidikan. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Panduan EDS Kepala Sekolah PADAMU NEGERI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

RENCANA KERJA BAGIAN ADM. PEMERINTAHAN SETDAKAB. JOMBANG. Tahun 2015 B A G I A N A D M I N I S T R A S I P E M E R I N T A H A N

Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58 Tambahan Le

LPF 7. PENYUSUNAN RENCANA PEMANTAUAN & EVALUASI 120 menit

TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN KENDAL. 0 Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LP2KD) Kabupaten Kendal

RENJA BAGIAN PERTANAHAN TAHUN 2015 (REVIEW)

RENCANA KERJA KECAMATAN ANGSANA TAHUN 2016

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

RANCANGAN AKHIR RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH KABUPATEN KUDUS TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 21 TAHUN 2009

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

I - 1 BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Strategi UNICEF dalam Mendukung Pemerintah untuk Memperluas Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 07 TAHUN 2013 BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 3

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Program Kerja 2017 Pusat Analisis dan Sinkronisasi Kebijakan SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TAHUN ANGGARAN 2017

RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN TENTANG EVALUASI PELAKSANAAN BOS TINGKAT SDN DI KABUPATEN BANJAR KERJASAMA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

ANALISIS EKUITAS ANGGARAN BELANJA PENDIDIKAN DI KABUPATEN BOYOLALI

PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 56 TAHUN 2008 T E N T A N G RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PENDIDIKAN DASAR KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL,

WALIKOTA MATARAM PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR 14 TAHUN 2014 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA MATARAM TAHUN 2015

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, terutama setelah diberlakukannya Undang-Undang Republik

WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL

BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 48.A 2012 SERI : E A BEKPERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 48.A TAHUN 2012 TENTANG

KATA PENGANTAR. Wassalamu alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh. Serang, Januari 2013 KEPALA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG TAHUN

KATA PENGANTAR. Adanya dukungan dan fasilitasi institusi-institusi tersebut dalam penerapan sistem penjaminan mutu eksternal sesuai

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

FORM EDS KEPALA SEKOLAH

KEBIJAKAN PROGRAM BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS) Tahun Kementerian Pendidikan Nasional Jakarta, 2011

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2012 NOMOR 7 SERI E

RENCANA KERJA TAHUN 2017 BAGIAN PEMBANGUNAN SEKRETARIAT DAERAH KOTA PADANG

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN JAWA TENGAH

PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 47 TAHUN 2013 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL

KEPUTUSAN KEPALA BAPPEDA KABUPATEN BLORA NOMOR /2033 TAHUN 2011

KABUPATEN BADUNG LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TAHUN 2014

RENCANA KERJA KECAMATAN ANGSANA TAHUN 2017

Program Pengembangan BOSDA Meningkatkan Keadilan dan Kinerja Melalui Bantuan Operasional Sekolah Daerah

BAB II PERENCANAAN KINERJA

PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 47 TAHUN 2013 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM WAJIB BELAJAR DI KOTA SALATIGA TAHUN 2011/2012. Donald Samuel Slamet Santosa

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DOKUMEN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan dalam

Transkripsi:

Desentralisasi Manajemen dan Tatalayanan Pendidikan Dasar yang Lebih Efektif Laporan Akhir DBE1 untuk Provinsi Jawa Tengah 30 Desember 2011 Laporan ini ditulis oleh Decentralized Basic Education 1 (DBE1) Provinsi Jawa Tengah untuk pemerintah Provinsi Jawa Tengah.

Desentralisasi Manajemen dan Tatalayanan Pendidikan Dasar yang Lebih Efektif Laporan Akhir DBE1 Disiapkan untuk Pemerintah Provinsi Jawa Tengah Disiapkan oleh Decentralized Basic Education 1 Provinsi Jawa Tengah Pendapat penulis di laporan ini tidak selalu mencerminkan pandangan United States Agency for International Development (USAID) atau Pemerintah Amerika Serikat.

Daftar Isi Halaman Daftar Isi... v Daftar Tabel... vi Daftar Gambar... vi I. Pendahuluan... 1 1. Decentralized Basic Education 1: Manajemen dan Tatalayanan... 2 2. Tujuan Laporan... 3 II. Deskripsi Program dan Capaian yang Dilaksanakan di Provinsi Jawa Tengah... 5 1. Penguatan Kapasitas di Tingkat Sekolah/Madrasah... 5 a. Penguatan Kapasitas Kepemimpinan Kepala Sekolah/Madrasah... 6 b. Penguatan Komite Sekolah/Madrasah... 7 c. Penyusunan Rencana Kerja Sekolah/Madrasah (RKS/M)... 8 d. Aplikasi Sistem Database Sekolah (SDS)... 9 2. Penguatan Kapasitas di Tingkat Kabupaten... 10 a. Penyusunan Rencana Strategis (Renstra) SKPD Dinas Pendidikan... 11 b. Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) dan Rencana Kerja (Renja)... 14 c. Analisis Keuangan Pendidikan Kabupaten (AKPK)... 15 d. Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP)... 17 e. Penghitungan Biaya Pencapaian Standar dan Akses Pendidikan (PBPSAP)... 22 f. Konsultasi DPRD tentang Perencanaan dan Kebijakan Pendidikan... 23 g. Penguatan Kapasitas Dewan Pendidikan... 23 h. Kebijakan... 24 i. Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)... 25 j. Program Rintisan... 26 III. Upaya Keberlanjutan... 28 a. Diseminasi Program... 28 b. Sertifikasi Distrik Fasilitator... 31 c. Sertifikasi Service Provider... 32 d. Kabupaten/Kota Acuan... 32 IV. Tantangan dan Rekomendasi... 33 Foto Kegiatan DBE1 Di Tingkat Sekolah/Madrasah... 35 Foto Kegiatan DBE1 Di Tingkat Kabupaten... 36 Daftar Istilah... 37

Daftar Tabel Halaman Tabel 1. Daftar Jumlah DF Masing-Masing Kabupaten... 6 Tabel 2. Jumlah Kepala Sekolah/Madrasah yang Dilatih Kepemimpinan... 6 Tabel 3. Jumlah Peserta Pelatihan Penguatan Komite Sekolah/Madrasah... 8 Tabel 4. Jumlah Sekolah/Madrasah yang Telah Memiliki RKS/M... 9 Tabel 5. Jumlah Sekolah/Madrasah yang Telah Menerapkan SDS... 10 Tabel 6. Rangkuman Kegiatan DBE1 Tingkat Kabupaten/Kota di Jawa Tengah... 11 Tabel 7. Kabupaten yang Telah Memiliki SIPPK dan Menyusun Renstra... 14 Tabel 8. Jumlah Peserta dalam Penyusunan LAKIP dan Renja... 15 Tabel 9. Jumlah Peserta AKPK Per Kabupaten... 17 Tabel 10. Hasil Penghitungan BOSP Tahun 2009... 19 Tabel 11. Daerah yang Difasilitasi oleh DBE untuk Menghitung BOSP Tahun 2009... 20 Tabel 12. Hasil Penghitungan BOSP Tahun 2011... 21 Tabel 13. Daerah yang Difasilitasi oleh DBE untuk Menghitung BOSP Tahun 2011... 21 Tabel 14. Daftar Kebijakan yang Difasilitasi DBE1... 24 Tabel 15. Daftar Program Rintisan di Provinsi Jawa Tengah... 26 Tabel 16. Komitmen untuk Diseminasi di Provinsi Jawa Tengah... 28 Tabel 17. Jumlah Sekolah/Madrasah Diseminasi dan Perluasan 2006-2011... 28 Tabel 18. Jumlah Sekolah dan Siswa Penerima Manfaat DBE1... 29 Tabel 19. Daftar Kabupaten/Kota yang Mendiseminasi Progam Tingkat Kabupaten... 29 Tabel 20. Kriteria Kuantitatif Sertifikasi DF... 31 Tabel 21. Tantangan dan Rekomendasi Progam DBE1... 33 Daftar Gambar Halaman Gambar 1. Provinsi Mitra DBE1 di Indonesia... 1 Gambar 2. DBE1 di Provinsi Jawa Tengah... 2 Gambar 3. Jumlah Usulan Sekolah/Madrasah yang Menjadi Prioritas... 8 Gambar 4. Distribusi AMK Menurut Tingkat dan Jenis Kelamin... 12 Gambar 5. Tahapan Penyusunan Renstra Dinas Pendidikan... 13 Gambar 6. Analisis Belanja Sektor Pendidikan Kabupaten Demak 2008... 16 Gambar 7. Anggaran per Urusan Kabupaten Blora 2008... 16 Gambar 8. Perbandingan BOSP Vs Pendapatan SDN Kabupaten Klaten... 19 Gambar 9. Perbandingan BOSP Vs Pendapatan SMPN Kabupaten Demak... 20 Gambar 10. Tahap Analisis PBPSAP... 22 Gambar 11. Alokasi Hibah ICT di Provinsi Mitra DBE1 di Indonesia... 25

Kata Pengantar USAID/DBE1 merupakan program kerjasama antara Pemerintah Amerika Serikat dengan Pemerintah Republik Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dasar melalui manajemen dan tatalayanan pendidikan yang lebih efektif. Sejak 2005, program ini telah dilaksanakan di 1,074 SD/MI dan 196 SMP/MTs di 50 kabupaten/kota yang tersebar di Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Adapun kegiatan DBE1 di tingkat sekolah/madrasah maupun kabupaten/kota adalah untuk mendukung upaya perencanaan dan penganggaran pendidikan yang berbasis data yang valid dan terkini. Proses perencanaan dan penganggaran juga dilakukan dengan cara yang partisipatif, transparan, dan akuntabel. Saat ini DBE1 telah menyelesaikan semua kegiatannya dan pada bulan Desember 2011 telah mengakhiri bantuan teknisnya di tingkat sekolah/madrasah maupun kabupaten/kota. Laporan yang disusun oleh tim DBE1 memberikan informasi mengenai program-program yang telah dilaksanakan selama ini beserta pencapaiannya. Laporan ini juga mencoba merangkum keterbatasan yang terjadi selama DBE1 bekerja bersama dengan sekolah/madrasah dan pemerintah kabupaten/kota. Juga disertakan tantangan yang mungkin dihadapi di masa mendatang dalam rangka melanjutkan keberhasilan dan penyebarluasannya. Salah satu bentuk dukungan terhadap keberlanjutan program DBE1 di kabupaten/kota maupun provinsi telah disiapkan 81 Distrik Fasilitator dan 7 Service Provider tersertifikasi. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi mantan Koordinator DBE1 Provinsi Jawa Tengah, Dr. Nurkolis, M.M. di 081325872868. Dalam kesempatan ini, ijinkanlah kami untuk menyampaikan penghargaan dan rasa terimakasih atas kerjasama dan dukungan semua pihak di Provinsi Jawa Tengah atas keberlangsungan program DBE1 selama ini. Jakarta, Desember 2011 Chief of Party DBE1

Ringkasan Eksekutif Program Decentralized Basic Education (DBE) bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan dasar di Indonesia. Program DBE dimulai sejak 2005 sebagai bentuk kerjasama Pemerintah Amerika Serikat dan Pemerintah Republik Indonesia dengan dana 157 juta dolar AS. Di dalam implementasinya, kerjasama ini dilakukan antara USAID dan Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat seperti yang tercantum dalam Strategic Objective Agreement (SOAG) tertanggal 30 Agustus 2004. Secara teknis, program dilaksanakan dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama. Program juga melakukan konsultasi mendalam dengan Kementerian Dalam Negeri. Di Provinsi Jawa Tengah penandatanganan MOU dengan pemerintah kabupaten dilaksanakan di Kantor Gubernur Jawa Tengah pada tanggal 29 September 2005. Penandatanganan tersebut disaksikan oleh Wakil Gubernur Jawa Tengah, Drs. Ali Mufiz, MPA. Di Provinsi Jawa Tengah sebanyak 242 sekolah/madrasah terdiri dari 202 SD/MI dan 40 SMP/MTs menerima bantuan teknis dari program DBE1 yang tersebar di 9 kabupaten yaitu: Jepara, Kudus, Boyolali, Karanganyar, Klaten, Purworejo, Demak, Grobogan, dan Blora. DBE1 memberikan bantuan teknis yang diperlukan dalam usaha meningkatkan manajemen dan tatalayanan pendidikan di tingkat sekolah dan kabupaten/kota. Program-program DBE1 di tingkat sekolah mencakup pengembangan Rencana Kerja Sekolah/Madrasah (RKS/M), pengembangan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah/Madrasah (RKAS/M), pengembangan kapasitas kepala sekolah dan komite sekolah, serta pelatihan dan penggunaan Sistem Database Sekolah. Di tingkat kabupaten/kota DBE1 mendukung penggunaan data dan informasi yang terkini, valid, dan relevan sebagai basis dalam mengembangkan rencana strategis dinas pendidikan, menghitung dan menganalisis biaya operasional satuan pendidikan dan keuangan pendidikan kabupaten/kota, menghitung biaya pencapaian standar dan akses pendidikan, menganalisis pendidik dan tenaga kependidikan, dan mengupayakan keterkaitan antara perencanaan dan penganggaran pendidikan kabupaten/kota dengan sekolah. DBE1 juga mendukung keterlibatan berbagai pemangku kepentingan, misalnya Dewan Pendidikan, DPRD, dan LSM dalam proses perencanaan dan penganggaran pendidikan. Di Provinsi Jawa Tengah DBE1 telah memfasilitasi pengembangan Renstra, Analisis Keuangan Pendidikan Kabupaten/Kota (AKPK), Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP), Sistem Informasi Manajemen Aset (SIMA), Sistem Informasi Manajemen Pendidik dan Tenaga Kependidikan (SIMPTK), dan Penghitungan Biaya Pencapaian Standar dan Akses Pendidikan (PBPSAP). Selain kegiatan di tingkat sekolah dan kabupaten/kota, secara nasional DBE1 juga mendukung penggunaan teknologi informasi dan komunikasi melalui pemberian hibah TIK di 11 kabupaten/kota. Provinsi Jawa Tengah menerima 3 hibah TIK di 2 kabupaten yaitu Kabupaten Klaten dan Karanganyar yang bernilai Rp 926.945.500 terdiri dari Rp. 633.370.500 grant dan Rp. 293.575.000 cost share dari penerima hibah.

Upaya diseminasi telah berlangsung sejak berjalannya program dalam rangka menjaga kesinambungan. Diseminasi dilakukan dengan menggunakan dana dari berbagai sumber misalnya: APBD kabupaten/kota, DIPA Kementerian Agama, dana mandiri dari sekolah, atau lembaga lainnya. Diseminasi dilakukan dengan menggunakan metode dan pendekatan yang telah dilaksanakan DBE1 selama ini. Di Provinsi Jawa Tengah 5.750 sekolah/madrasah dan kabupaten di 25 kabupaten/kota mitra dan non mitra telah mendiseminasi program DBE1 dengan total dana Rp. 4.893.673.526. Di Provinsi Jawa Tengah tidak banyak tantangan dihadapi dalam pelaksanaan program DBE1. Salah satu tantangan yang menonjol yaitu kebutuhan akan data yang lengkap dan valid serta pemanfaatannya untuk proses perencanaan, dan penganggaran. Selain itu, karena pelatihan dan pendampingan DBE1 terbatas kepada sejumlah sekolah dan kabupaten/kota, perbaikan dan peningkatan mutu cenderung terjadi di sekolah/madrasah/kabupaten/kota binaan atau diseminasi saja, belum menyeluruh di seluruh provinsi. Salah satu rekomendasi yang disampaikan dalam laporan adalah: penyebaran good practice dengan menggunakan panduan, modul, perangkat lunak DBE1 dan mendayagunakan sumberdaya manusia (khususnya pengawas/df, service provider, dan staf dinas) yang sudah dilatih oleh DBE1. Untuk itu, Dinas Pendidikan perlu menyediakan anggaran rutin operasional yang memadai. Sebagai alat untuk mendorong keberlanjutan tersebut, DBE1 sudah menyiapkan tim Distrik Fasilitator (fasilitator kabupaten), paket panduan (baik dalam hard copy maupun soft copy), dan beberapa lembaga perguruan tinggi sebagai service provider untuk program tingkat kabupaten/kota (termasuk Di Provinsi Jawa Tengah). Dengan alat-alat tersebut diharapkan bahwa tujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan dasar di Indonesia secara terus-menurus bisa dicapai. Ringkasan pencapaian hasil kerja DBE1 di Provinsi Jawa Tengah hingga November 2011 dapat dilihat pada tabel dibawah. Ringkasan Pencapaian Hasil Kerja DBE1 di Provinsi Jawa Tengah Hingga November 2011 Kegiatan Sekolah/madrasah yang didampingi dalam mengembangkan rencana tahunan dan anggaran Sertifikasi Fasilitator Distrik Target 202 SD/MI dan 40 SMP/MTs Pencapaian Kumulatif Hingga November 2011 202 SD/MI dan 40 SMP/MTs 52 orang Pelaksanaan AKPK 9 kab/kota 9 kab/kota Pelaksanaan BOSP 9 kab/kota 16 kab/kota Pemutakhiran BOSP 9 kab/kota 9 kab/kota Pelaksanaan PBPSAP 15 kab/kota 15 kab/kota Renstra 9 kab/kota 9 kab/kota Renja 7 kab/kota 7 kab/kota Sistem Informasi Manajemen Aset (SIMA) 1 kab/kota 1 kab/kota Jumlah sekolah yang ikut serta mendiseminasi program DBE1 N/A 5.750 sekolah Dana pemerintah kab/kota dan sumber lainnya untuk mendukung diseminasi program DBE1 tingkat sekolah N/A Rp. 4.270.839.026

Kegiatan Dana pemerintah kab/kota dan sumber lainnya untuk mendukung diseminasi program DBE1 tingkat kabupaten/kota Kabupaten/kota yang mendiseminasi program MBS DBE1 Kabupaten/kota yang mendiseminasi program DBE1 tingkat kabupaten Target Pencapaian Kumulatif Hingga November 2011 N/A Rp. 622.834.500 N/A N/A 19 kab/kota 11 kab/kota

I. Pendahuluan Program Decentralized Basic Education (DBE) bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan dasar di Indonesia. Bantuan teknis DBE dimulai sejak 2005 sebagai bentuk kerjasama Pemerintah Amerika Serikat dan Pemerintah Republik Indonesia dengan dana 157 juta dolar AS. Di dalam implementasinya, kerjasama ini dilakukan antara USAID dan Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat seperti yang tercantum dalam Strategic Objective Grant Agreement (SOAG) tertanggal 30 Agustus 2004. Secara teknis, pelaksanaan program dilaksanakan dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama. Program juga melakukan konsultasi mendalam dengan Kementerian Dalam Negeri. Program DBE mempunyai 3 tujuan utama, yaitu, Meningkatkan mutu pendidikan melalui manajemen dan tatalayanan pendidikan yang lebih baik (DBE1) Meningkatkan mutu pengajaran dan pembelajaran di tingkat SD/MI (DBE2) Meningkatkan keterkaitan pendidikan sekolah/madrasah menengah pertama untuk kelompok remaja (DBE3). Program ini memberikan dukungan teknis kepada kabupaten/kota dan sekolah/madrasah mitra, bukan dalam bentuk bantuan keuangan. Program ini telah dilaksanakan di tujuh provinsi (Aceh, Sumatera Utara, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan) dan di lebih dari 50 kabupaten/kota (Gambar 1). Di Provinsi Jawa Tengah, 9 kabupaten menerima bantuan teknis dari program DBE1 ini (Gambar 2) yaitu: Kabupaten Jepara, Kudus, Boyolali, Karanganyar, Klaten, Purworejo, Demak, Grobogan, dan Blora. Pada tahun 2010 menambah 1 kota sebagai upaya keberlanjutan program DBE1 yaitu Kota Surakarta. Gambar 1. Provinsi Mitra DBE1 di Indonesia More Effective Decentralized Education Management and Governance 1

Gambar 2. DBE1 di Provinsi Jawa Tengah 1. Decentralized Basic Education 1: Manajemen dan Tatalayanan Materi program DBE1 dikembangkan berdasarkan lebih dari 25 peraturan perundangundangan yang terkait dengan pendidikan dan desentralisasi. Peraturan perundangundangan yang diacu bukan hanya yang berhubungan dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Agama, tetapi juga yang berhubungan dengan Kementerian Dalam Negeri. Dengan demikian, DBE1 membantu pengembangan kapasitas individu dan institusi dalam menerapkan kebijakan pemerintah Republik Indonesia. DBE1 memberikan bantuan teknis yang diperlukan dalam usaha meningkatkan manajemen dan tatalayanan pendidikan di tingkat sekolah/madrasah dan kabupaten/kota. Hingga saat ini DBE1 telah melaksanakan program di 1.074 SD/MI dan 196 SMP/MTs di tujuh provinsi. Program-program DBE1 di sekolah mencakup pengembangan Rencana Kerja Sekolah/Madrasah, pengembangan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah/Madrasah, pengembangan kapasitas kepala sekolah/madrasah dan komite sekolah/madrasah, serta pelatihan dan penggunaan Sistem Database Sekolah. Di Provinsi Jawa Tengah, DBE1 mendukung 242 sekolah/madrasah terdiri dari 202 SD/MI dan 40 SMP/MTs di 9 kabupaten. Pada tahun 2010 DBE1 Jawa Tengah menambah 1 kota yaitu Kota Surakarta untuk mendapatkan bantuan teknis penyusunan Renstra, AKPK, dan BOSP. Tahun 2011 menambah 6 kabupaten Mitra 2 More Effective Decentralized Education Management and Governance

BEC-TF untuk mendapatkan bantuan teknis penghitungan BOSP dan PBPSAP yaitu Kabupaten Wonogiri, Wonosobo, Kebumen, Brebes, Banjarnegara, dan Purbalingga. Untuk tingkat kabupaten/kota, DBE1 mendukung penggunaan data dan informasi yang terkini, valid, dan relevan sebagai basis dalam mengembangkan rencana strategis dinas pendidikan, menghitung kebutuhan biaya pencapaian standar dan akses pendidikan, menghitung dan menganalisis biaya operasional satuan pendidikan dan keuangan pendidikan kabupaten/kota, dan mengupayakan keterkaitan antara perencanaan dan penganggaran pendidikan kabupaten/kota dengan sekolah/madrasah. DBE1 juga mendukung keterlibatan berbagai pemangku kepentingan, misalnya Dewan Pendidikan, DPRD, dan LSM dalam proses perencanaan dan penganggaran pendidikan. Upaya diseminasi telah berlangsung sejak berjalannya program dalam rangka menjaga kesinambungan. Diseminasi dilakukan dengan menggunakan dana dari berbagai sumber misalnya: APBD kabupaten/kota, DIPA Kementerian Agama, dana mandiri dari sekolah/madrasah, atau lembaga lainnya. Diseminasi dilakukan dengan menggunakan metode dan pendekatan yang telah dikembangkan DBE1 selama ini. Hingga akhir November 2011 sebanyak 15.572 sekolah/madrasah dan sebanyak 118 kabupaten/kota (termasuk 72 kabupaten/kota non mitra DBE1) di 12 provinsi telah mendiseminasikan paling sedikit 1 program DBE1. Lebih dari Rp. 18,5 Milyar telah dialokasikan dari APBD kabupaten/kota maupun sumber lainnya untuk mendukung penyebaran dan kesinambungan program-program DBE1. Di Provinsi Jawa Tengah, sebanyak 5.750 sekolah/madrasah di 25 kabupaten/kota telah mendiseminasi program DBE1 dengan total dana Rp. 4.893.673.526. Selain kegiatan di tingkat sekolah/madrasah dan kabupaten/kota, DBE1 juga mendukung penggunaan teknologi, informasi, dan komunikasi melalui pemberian hibah TIK di 2 kabupaten. Provinsi Jawa Tengah menerima 3 hibah TIK yang bernilai Rp. 926.945.500 terdiri dari Rp. 633.370.500 grant dan Rp. 293.575.000 cost share dari penerima hibah. Guna mendukung keberlanjutan program tingkat kabupaten, DBE1 Jawa Tengah bekerjasama degan Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa Tengah, dan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah sebagai service provider. Penguatan terhadap service provider berupa pelatihan, magang, dan pendampingan terkait dengan pogram-program perencanaan pendidikan dan keuangan pendidikan. DBE1 juga mendukung adanya program kemitraan dimana pihak swasta bekerjasama dengan sekolah/madrasah atau kabupaten/kota dalam memperbaiki bangunan sekolah/madrasah yang telah rusak akibat gempa di Jogjakarta dan Jawa Tengah pada tahun 2006 yang lalu. DBE1 telah memulai upaya diseminasi program manajemen dan tatalayanan di tiga kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat. 2. Tujuan Laporan Laporan ini disusun oleh tim DBE1 sebagai informasi kegiatan yang telah dilakukan baik di tingkat provinsi dan kabupaten/kota maupun sekolah/madrasah pada periode More Effective Decentralized Education Management and Governance 3

2005 hingga 2011. Melalui laporan ini, DBE1 ingin berbagi informasi dengan pemangku kepentingan di Provinsi Jawa Tengah mengenai metode dan pendekatan yang dilakukan DBE1, pencapaian-pencapaian hasil, penyebaran good practice kepada lebih banyak pemangku kepentingan lainnya, serta tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan. Laporan juga menyertakan Lampiran berisikan informasi berbagai pencapaian hasil DBE1 di Jawa Tengah dengan rinci serta informasi terkait Distrik Fasilitator, Service Provider, dan Mantan Staf DBE1. Diharapkan dengan berbagai informasi ini pemangku kepentingan mendukung keberlanjutan program yang telah dikembangkan oleh DBE1, walaupun program telah berakhir pada tahun 2011. 4 More Effective Decentralized Education Management and Governance

II. Deskripsi Program dan Capaian yang Dilaksanakan di Provinsi Jawa Tengah 1. Penguatan Kapasitas di Tingkat Sekolah/Madrasah Penguatan kapasitas di tingkat sekolah/madrasah pada dasarnya adalah untuk membantu kabupaten/kota dalam mengimplementasikan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah) 1 yang telah dikembangkan oleh Kemdikbud, khususnya pilar pertama (manajemen sekolah/madrasah) dan pilar ketiga (peranserta masyarakat). Penguatan kapasitas di tingkat sekolah/madrasah meliputi empat kegiatan, yakni: pelatihan kepemimpinan kepala sekolah/madrasah; penguatan komite sekolah/madrasah; penyusunan Rencana Kerja Sekolah/Madrasah (temasuk Rencana Kerja Tahunan, dan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah); serta pelatihan dan aplikasi Sistem Database Sekolah. Dengan penguatan kapasitas tersebut manajemen dan tatalayanan sekolah/madrasah dapat diselenggarakan secara efektif, efisien, dan akuntabel serta melibatkan peran serta masyarakat secara aktif. Penguatan kapasitas sekolah/madrasah dilakukan dengan memadukan dua pendekatan yaitu pelatihan dan pendampingan langsung ke sekolah/madrasah mitra. Hal tersebut bukan hanya ditujukan supaya sekolah/madrasah memiliki produk dokumen, tapi lebih dari itu pemangku kepentingan sekolah/madrasah diharapkan memiliki kesadaran pentingnya perencanaan, memiliki keahlian khusus menyusun perencanaan dan kepala sekolah/madrasah mampu mengembangkan kepemimpinan yang responsif, partisipatif, efektif/efisien dan akuntabel. Pada aspek penguatan komite sekolah/madrasah, pendekatan ini diharapkan mampu menjadikan lembaga itu menjadi mesin pendorong bagi peningkatan pengelolaan satuan pendidikan. Dalam melaksanakan kegiatan tingkat sekolah/madrasah, DBE1 mempersiapkan Distrik Fasilitator (DF) di masing-masing kabupaten/kota. Pada umumnya, DF berasal dari pengawas sekolah/madrasah, kepala sekolah, guru, dan PPAI 2. DF inilah yang melakukan pelatihan dan pendampingan/bimbingan intensif. Pada awalnya DBE1 Jawa Tengah memiliki 57 orang DF untuk melatih 202 SD/MI dan 40 SMP/MTs mitra. Hingga akhir program, jumlah DF yang disertifikasi sebanyak 81 orang seperti pada tabel di bawah ini. 1 Tiga pilar MBS menurut Kemdikbud adalah: (1) Manajemen Sekolah, (2) Pembelajaran Aktif Inovatif Kreatif Efektif dan Menyenangkan, dan (3) Peranserta Masyarakat. 2 DF dipilih dari unsur Pengawas Sekolah (Dinas dan Kemenag), Kepala Sekolah, dan Guru yang diseleksi oleh Tim seleksi yang terdiri dari unsur Dinas Pendidikan, Depag, Bappeda, Dewan Pendidikan serta DBE1 Provinsi Jawa Tengah. More Effective Decentralized Education Management and Governance 5

Tabel 1. Daftar Jumlah DF Masing-Masing Kabupaten Kabupaten Jumlah DF L P Total Jepara 5 0 5 Kudus 5 0 5 Boyolali 11 6 17 Karanganyar 4 1 5 Klaten 6 1 7 Purworejo 17 1 18 Demak 4 0 4 Grobogan 6 6 12 Blora 8 0 8 Jumlah 66 15 81 Menjelang berakhirnya program, DBE1 kembali memperkuat DF terkait dengan materi pelatihan tingkat sekolah. Hal terbaru dalam pelatihan ini adalah dikenalkannya proses evaluasi diri sekolah (EDS) sebagai bahan dasar menyusun RKS/M. Selain itu juga diperkenalkan manual RKS/M versi 2011 yang dipergunakan secara luas di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama. a. Penguatan Kapasitas Kepemimpinan Kepala Sekolah/Madrasah Kebijakan desentralisasi pendidikan yang menjadikan satuan pendidikan sebagai lembaga otonom menuntut kepala sekolah/madrasah untuk memiliki kompetensi kepemimpinan yang lebih tinggi. Hal ini terkait dengan kewenangan lebih luas yang dimiliki oleh sekolah/madrasah. Sekolah/madrasah memiliki kewenangan untuk mengatur urusan internalnya sendiri antara lain perencanaan dan evaluasi, pengembangan kurikulum, pembelajaran, keuangan, peserta didik, hubungan dengan masyarakat dan lingkungan sekolah/madrasah. Pelatihan kepemimpinan kepala sekolah/madrasah bertujuan untuk memberikan pemahaman dalam menerapkan kepemimpinan efektif dan partisipatif dalam rangka pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sesuai dengan Permendiknas Nomor 13 Tahun 2007 tengan Standar Kepala Sekolah/Madrasah. Pelatihan ini, selain diikuti oleh kepala sekolah/madrasah juga melibatkan pengawas sekolah/madrasah sehingga implementasi hasil pelatihan dapat dipantau oleh pengawas sekolah/madrasah. Sampai saat ini ada 202 kepala SD/MI dan 40 kepala SMP/MTs yang telah mengikuti pelatihan penguatan untuk mengembangkan kapasitas kepemimpinan. Berdasarkan hasil evaluasi terhadap kepala sekolah, hampir semua kepala sekolah mengatakan bahwa Pelatihan Kepemimpinan sangat berguna. Berikut adalah jumlah kepala sekolah/madrasah di Provinsi Jawa Tengah yang telah mengikuti pelatihan kepemimpinan: Tabel 2. Jumlah Kepala Sekolah/Madrasah yang Dilatih Kepemimpinan Kabupaten Kepala SD/MI Kepala SMP/MTs Jepara 18 4 Kudus 24 4 6 More Effective Decentralized Education Management and Governance

Kabupaten Kepala SD/MI Kepala SMP/MTs Boyolali 26 4 Karanganyar 18 4 Klaten 38 8 Purworejo 20 4 Demak 21 4 Grobogan 19 4 Blora 18 4 Jumlah 202 40 b. Penguatan Komite Sekolah/Madrasah Tujuan pelatihan ini adalah untuk menguatkan komite sekolah/madrasah melalui peningkatan pemahaman mengenai peran dan fungsinya, pemahaman kapasitas organisasi, peningkatan kapasitas hubungan dengan masyarakat, dan implementasi berbagai peran yaitu advisory (memberi pertimbangan), controlling (pengawasan), supporting (memberi dukungan), maupun mediating (melakukan mediasi). Hal ini sesuai dengan PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan yang kemudian diperbaiki melalui Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010. Secara teknis masih diatur dalam Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Penguatan diberikan dalam bentuk pelatihan dan pendampingan bukan hanya bagi anggota komite sekolah/madrasah namun juga melibatkan kepala sekolah/madrasah dan guru. Hal ini dimaksudkan agar pemangku kepentingan lain memahami peran dan fungsi komite sekolah/madrasah sehingga pelatihan dan pendampingan komite sekolah/ madrasah juga memiliki fungsi rekonsiliatif. Untuk meningkatkan peran dan fungsi komite sekolah/madrasah, DBE1 melatih sebanyak empat kali bagi komite SD/MI dan satu kali komite SMP/MTs. Pelatihan komite sekolah/madrasah meliputi tiga hal. Pertama, pengenalan peran dan fungsi komite sekolah/madrasah. Kedua, penguatan kapasitas yang meliputi pembenahan aspek organisasi, peningkatan hubungan dengan masyarakat luas dan peningkatan peran dukungan kepada sekolah/madrasah. Ketiga, secara khusus DBE1 mengupayakan perbaikan hubungan sekolah/madrasah dengan pemerintahan desa/kelurahan melalui keterlibatan komite sekolah/madrasah dalam forum Musrenbang Desa/Kelurahan. Penguatan organisasi dan peningkatan hubungan dengan masyarakat ditentukan berdasarkan mawas diri yang dilakukan oleh komite sekolah/madrasah. Mawas diri tersebut dilakukan untuk mengetahui persoalan organisasional dan hambatan relasional dalam menjalankan peran dan fungsi komite sekolah/madrasah. Melalui mawas diri komite sekolah/madrasah dapat menentukan penguatan apa yang akan dilatihkan untuk mendukung penguatan mereka. Penguatan komite sekolah/madrasah terkait dengan upaya keterlibatan dalam forum Musrenbang Desa/Kelurahan dilakukan agar komite sekolah/madrasah mampu terlibat secara aktif dalam perencanaan pembangunan dengan membawa kebutuhan sekolah/madrasah yang terdapat dalam RKS/M. Hal lain yang menjadi tujuan keterlibatan tersebut agar kebutuhan sekolah/madrasah dalam RKS/M More Effective Decentralized Education Management and Governance 7

menjadi prioritas dalam anggaran APBDes dan APBD. Berikut adalah grafik usulan komite sekolah/madrasah yang menjadi daftar prioritas Musrenbang Desa/Kelurahan tahun 2009 di Provinsi Jawa Tengah. 31 19 7 4 2 5 4 1 0 Jepara Kudus Boyolali Karanganyar Klaten Purworejo Demak Grobogan Blora Gambar 3. Jumlah Usulan Sekolah/Madrasah yang Menjadi Prioritas Sampai saat ini DBE1 telah melatih 2.160 anggota komite sekolah/madrasah, kepala sekolah/madrasah, dan guru. Berikut adalah jumlah peserta pelatihan penguatan komite sekolah/madrasah: Tabel 3. Jumlah Peserta Pelatihan Penguatan Komite Sekolah/Madrasah Kabupaten Anggota Komite Sekolah/Madrasah Kepala sekokah Guru Jepara 170 22 4 Kudus 224 28 4 Boyolali 242 30 4 Karanganyar 179 23 4 Klaten 358 46 8 Purworejo 179 23 4 Demak 197 25 4 Grobogan 179 23 4 Blora 170 22 4 Jumlah 1.898 242 40 c. Penyusunan Rencana Kerja Sekolah/Madrasah (RKS/M) Penyusunan RKS/M 3 oleh sekolah/madrasah didasarkan pada Permendiknas 19 Tahun 2007 tentang standar pengelolaan pendidikan. RKS/M disusun secara partisipatif berdasarkan data terkini (profil sekolah/madrasah). Melalui penyusunan RKS/M sekolah/madrasah dapat memikirkan program-program jangka menengah untuk memperbaiki mutu pendidikan. Dengan demikian sekolah 3 RKS memiliki 3 dokumen yang terdiri dari Rencana Kerja Jangka Menengah (RKJM), Rencana Kerja Tahunan (RKT) dan dokumen anggaran tahunan yang dikenal dengan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS). RKJM disusun sekolah setiap empat tahun sekali, RKT dan RKAS disusun setiap tahun oleh sekolah. RKT adalah dokumen implementasi yang di monitoring setiap tiga bulan sekali dan dievaluasi 1 tahun pada akhir tahun ajaran oleh pemangku kepentingan sekolah. 8 More Effective Decentralized Education Management and Governance

tidak hanya merencanakan kegiatan-kegiatan berdasarkan anggaran yang tersedia setiap tahunnya. Salah satu dampak dari fasilitasi peran masyarakat dalam penyusunan rencana sekolah/madrasah adalah sumbangan masyarakat kepada sekolah/madrasah binaan DBE1 di Provinsi Jawa Tengah sejak tahun ajaran 2005/2006 sampai dengan 2008/2009 sebesar Rp. 4.215.695.058. Secara teknis, penyusunan RKS/M dilakukan oleh suatu Tim KKRKS/M dengan dibimbing oleh DF. KKRKS/M beranggotakan 4-5 orang per sekolah/madrasah yang terdiri dari kepala sekolah/madrasah, pendidik, komite sekolah/madrasah atau yayasan untuk sekolah/madrasah swasta (yang didirikan oleh masyarakat). Rancangan RKS/M yang disusun oleh tim juga dikonsultasikan kepada pemangku kepentingan sekolah/madrasah. Dengan demikian RKS/M yang disusun dapat mengakomodir kepentingan sekolah/madrasah (sebagai penyedia layanan) dan masyarakat (sebagai pengguna layanan). Karena keterlibatan tersebut, maka komite sekolah/madrasah maupun masyarakat/orangtua murid ikut mendukung dan mengawasi implementasi progam/kegiatan yang dituangkan dalam RKS/M. Sebanyak 242 sekolah/madrasah mitra DBE1 telah menyusun RKS/M. Berikut adalah jumlah sekolah/madrasah per kabupaten di Jawa Tengah yang telah memiliki RKS/M: Tabel 4. Jumlah Sekolah/Madrasah yang Telah Memiliki RKS/M Kabupaten SD MI SMP MTs Jepara 16 2 2 2 Kudus 20 4 2 2 Bayolali 20 6 2 2 Karanganyar 16 2 2 2 Klaten 30 8 6 2 Purworejo 16 3 2 2 Demak 14 7 2 2 Grobogan 13 6 2 2 Blora 13 5 2 2 Jumlah 158 43 22 18 RKS/M yang telah disusun di masing-masing sekolah kemudian dibawa ke kabupaten untuk dilakukan lokakarya dengan tujuan Dinas Pendidikan mendapatkan informasi tentang kebutuhan sekolah/madrasah. Diharapkan Dinas Pendidikan Kabupaten mendapatkan informasi tentang kebutuhan sekolah, sehingga perencanaan kabupaten bisa mempertimbangkan kebutuhan sekolah tersebut. Harapan kedepan, ketika semua sekolah/madrasah di kabupaten telah memiliki RKS/M, ada sistem perencanaan yang mewadahi usulan-usulan sekolah melalui RKS/M ke dalam Renja Dinas Pendidikan Kabupaten. d. Aplikasi Sistem Database Sekolah (SDS) Pengembangan Sistem Database Sekolah bertujuan agar kegiatan sekolah/madrasah dalam mengelola data dan informasi menjadi lebih efektif, efisien, dan akuntabel. Data dan informasi yang dapat disediakan oleh SDS adalah data profil sekolah/madrasah, laporan mutu sekolah (school report card), dan More Effective Decentralized Education Management and Governance 9

pengelolaan laporan BOS (Bantuan Operasional Sekolah). Untuk meningkatkan kemampuan sekolah/madrasah mengaplikasikan SDS, DBE1 melakukan pelatihan dan pendampingan kepada kepala sekolah/madrasah, bendahara sekolah/madrasah dan operator penanggungjawab data sekolah/madrasah. Beberapa manfaat SDS bagi sekolah/madrasah antara lain: pertama, mempermudah sekolah/madrasah dalam mengelola data jika sewaktu-waktu dibutuhkan seperti saat akreditasi dan menyusun RKT; kedua, mempermudah sekolah/madrasah untuk melakukan administrasi dan menyusun laporan keuangan sekolah/madrasah termasuk BOS; ketiga, memudahkan kepala sekolah/madrasah menyusun Lembar Mutu Sekolah (LMS) setiap tahun sekali; dan keempat, mempermudah KKRKS/M dalam menyusun profil sekolah/madrasah pada saat akan membuat RKS/M setiap empat tahun sekali. Sampai dengan saat ini jumlah sekolah/madrasah yang telah menerapkan SDS adalah 201. Berikut adalah jumlah sekolah/madrasah yang telah menerapkan SDS menurut kabupaten. Tabel 5. Jumlah Sekolah/Madrasah yang Telah Menerapkan SDS Kabupaten SD MI Jepara 16 2 Kudus 20 4 Bayolali 20 6 Karanganyar 16 2 Klaten 30 8 Purworejo 16 3 Demak 14 7 Grobogan 13 6 Blora 13 5 Jumlah 158 43 2. Penguatan Kapasitas di Tingkat Kabupaten Program DBE1 di tingkat kabupaten/kota bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pemerintah kabupaten/kota dan pemangku kepentingan lainnya dalam hal pengembangan kebijakan kependidikan termasuk perencanaan dan penganggaran pendidikan. Dalam proses perumusan kebijakan, azas partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas dikedepankan sehingga memberi kesempatan bagi orang tua, anggota masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya untuk menyuarakan aspirasi mereka untuk kualitas pendidikan yang lebih baik di kabupaten/kota. Program tingkat kabupaten/kota yang dilaksanakan di Provinsi Jawa Tengah adalah: penyusunan Renstra SKPD, memfasilitasi dinas pendidikan kabupaten/kota untuk menyusun dokumen LAKIP dan Renja berdasarkan Renstra SKPD, Analisis Keuangan Pendidikan Kabupaten/Kota (AKPK), Analisis Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP), Penghitungan Biaya dan Pencapaian Standar dan Akses Pendidikan (PBPSAP), membantu kabupaten/kota dalam menyusun kebijakan pendidikan (Perda/Perbup/SK/dan peraturan lain), melaksanakan konsultasi dengan DPRD, dan penguatan Dewan Pendidikan, serta program rintisan. Program rintisan terdiri dari Rencana Pengembangan Kapasitas di Kabupaten Kudus dan Jepara, hibah 10 More Effective Decentralized Education Management and Governance

ICT di Kabupaten Klaten dan Kabupaten Karanganyar, Sistem Informasi Manajemen Aset (SIMA) di Kabupaten Purworejo, dan Sistem Informasi Manajemen Pendidik dan Tenaga Kependidikan (SIMPTK) di Kabupaten Kudus dan Purworejo. Penguatan kapasitas kabupaten/kota dilakukan dengan memadukan dua pendekatan yaitu pelatihan dan pendampingan langsung. Hal tersebut bukan hanya ditujukan agar supaya kabupaten/kota memiliki produk dokumen, tapi lebih dari itu para pemangku kepentingan di tingkat kabupaten/kota diharapkan memiliki kesadaran pentingnya perencanaan dan memiliki keahlian khusus dalam menyusun kebijakan pendidikan. Di beberapa kabupaten/kota telah menunjukkan bahwa unsur eksekutif mampu mengembangkan kepemimpinan yang responsif, partisipatif, efektif/efisien dan akuntabel. Demikan pula DPRD, Dewan Pendidikan dan masyarakat madani (pers dan LSM) mampu melaksanakan peran dan fungsi yang tepat dalam tatalayanan pendidikan sebagaimana diamanatkan oleh peraturan perundangan. Adapun kegiatan DBE1 di tingkat kabupaten/kota dapat dilihat di tabel dibawah ini. Tabel 6. Rangkuman Kegiatan DBE1 Tingkat Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Kabupaten/Kota AKPK BOSP Renstra SIPPK Lakip Manajemen Aset SIMPTK PBPSAP Renja Update BOSP Purworejo Wonogiri Kudus Kota Surakarta Purbalingga Wonosobo Karanganyar Jepara Banjarnegara Boyolali Grobogan Demak Kebumen Klaten Blora Brebes a. Penyusunan Rencana Strategis (Renstra) SKPD Dinas Pendidikan DBE1 telah memfasilitasi kabupaten/kota dalam penyusunan Renstra SKPD Dinas Pendidikan. Selain itu, DBE1 juga mendorong pemanfaatan Renstra SKPD Dinas Pendidikan sebagai landasan dalam perumusan kebijakan pendidikan yang lebih operasional. Sebagai contoh, Renstra SKPD Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Purworejo telah digunakan oleh Dinas P dan K bersama dengan More Effective Decentralized Education Management and Governance 11

Bappeda dan DPRD dalam pembahasan dan penentuan alokasi anggaran pendidikan. Penyusunan Renstra SKPD Dinas Pendidikan didasarkan pada data pendidikan yang terkini, valid, dan relevan. Sistem Informasi Perencanaan Pendidikan Kabupaten/Kota (SIPPK) yang kemudian disempurnakan menjadi Sistem Informasi Manajemen Pendidikan Kabupaten/Kota (SIMPK) merupakan perangkat lunak pendukung yang disediakan untuk membantu tim penyusun Renstra SKPD. SIPPK menyajikan tabel-tabel profil pendidikan termasuk: angka partsipasi kasar (APK), angka partisipasi murni (APM), angka mengulang kelas (AMK), jumlah guru menurut kualifikasi pendidikan, kecukupan sarana dan prasarana dan data pokok pendidikan lainnya. Sistem informasi ini juga dapat membantu dinas pendidikan melihat secara cepat kinerja pendidikan kabupaten dalam bentuk distribusi sekolah/madrasah. Melalui sajian data tersebut dinas dapat mengambil kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan nyata sekolah/madrasah. Melalui tabel distribusi ini, tim dinas dapat melihat kesenjangan kinerja pendidikan antar sekolah/madrasah dalam satu kecamatan/kabupaten maupun antar kecamatan/desa dalam satu kabupaten. Disamping itu, pemanfaatan SIPPK telah mendorong dinas untuk meningkatkan ketersediaan dan kualitas data pendidikan. SIPPK dibangun berdasarkan data individu sekolah/madrasah di satu kabupaten yang dikumpulkan setiap awal tahun pelajaran. Gambar 4 menunjukkan salah satu ouput SIPPK tentang distribusi angka mengulang kelas (AMK) SD/MI menurut kelas dan jenis kelamin. Angka mengulang kelas kelas awal (1-3) jauh lebih tinggi dari kelas akhir (4-6). AMK murid laki-laki juga lebih tinggi dari AMK murid perempuan. 14.2% 8.4% 8.7% 4.6% 7.3% 6.6% 3.5% 3.2% 4.5% 2.8% 0.2% 0.3% Tingkat 1 Tingkat 2 Tingkat 3 Tingkat 4 Tingkat 5 Tingkat 6 Laki-laki Perempuan Gambar 4. Distribusi AMK Menurut Tingkat dan Jenis Kelamin Pengembangan kapasitas tim dinas dalam mengolah data melalui SIPPK ini dilakukan melalui pelatihan dan pendampingan tim data pendidikan dan subbagian perencanaan. Sampai dengan saat ini, 9 kabupaten mitra DBE 1 telah memiliki SIPPK. 12 More Effective Decentralized Education Management and Governance

Peningkatan kapasitas staf dinas pendidikan dalam menyusun Rencana Strategis Dinas Pendidikan yang berkualitas merupakan salah satu tujuan program DBE 1. Renstra SKPD disusun berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang tahapan, tata cara penyusunan, pengendalian dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan daerah. Kegiatan awal yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut di atas adalah membangun komitmen dengan kepala dinas pendidikan dan pemangku kepentingan kabupaten/kota, yang dilanjutkan dengan tahapan sebagai berikut. Pembentukan tim penyusun Renstra yang terdiri dari 10 orang dari Dinas Pendidikan, dengan komposisi peserta bervariasi antar kabupaten/kota. Pelatihan penggunaan perangkat lunak SIPPK untuk Tim Penyusun Renstra. Penyiapan data layanan pendidikan. Pelatihan dan pendampingan penyusunan Renstra Dinas Pendidikan Bagi Staf Dinas Pendidikan. Riviu Draft Renstra di lingkungan internal Dinas Pendidikan dalam lokakarya internal Renstra. Lokakarya eksternal penyusunan Renstra. Gambar 5. Tahapan Penyusunan Renstra Dinas Pendidikan Dalam proses penyusunan Renstra, pelibatan pemangku kepentingan juga didorong melalui serangkaian lokakarya, diskusi, dan uji publik dengan Bappeda, Kantor Kementerian Agama, DPRD, Dewan Pendidikan, LSM, Media, perwakilan baik negeri maupun swasta. Secara umum, proses tersebut di atas memungkinkan pemangku kepentingan memahami lebih mendalam kondisi pendidikan kabupaten/kota masing-masing dan pada gilirannya mampu menyampaikan masukan dan mengkritisi dokumen Renstra dengan tepat. More Effective Decentralized Education Management and Governance 13

Program DBE1 Jawa Tengah mendampingi 10 kabupaten mitra dalam menyusun Renstra SKPD Dinas Pendidikan. Tabel 7. Kabupaten yang Telah Memiliki SIPPK dan Menyusun Renstra Kabupaten SIPPK Renstra Jepara Selesai Selesai Kudus Selesai Selesai Boyolali Selesai Selesai Karanganyar Selesai Selesai Klaten Selesai Tidak Selesai Purworejo Selesai Selesai Demak Selesai Selesai Grobogan Selesai Selesai Blora Selesai Selesai Surakarta Selesai Selesai Kabupaten Klaten tidak sempat menyelesaikan Renstra karena kesibukan tim Dinas Pendidikan Kabupaten. Selanjutnya Dinas Dikpora Kota Surakarta memperoleh kesempatan untuk difasilitasi dalam penyusunan Rencana Strategis (Renstra), karena itu dinas menyiapkan 10 orang anggota tim untuk mengikuti 4 (empat) kegiatan lokakarya penyusunan Renstra. Bahkan karena semangatnya ingin memiliki dokumen Renstra yang dapat digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan pembangunan pendidikan, dinas menambah jumlah peserta sampai dengan 2-4 orang dengan biaya yang ditanggung oleh dinas. Berkat kerja keras anggota tim dokumen Renstra dapat diselesaikan dalam waktu kurang lebih satu setengah bulan, setelah melalui kegiatan konsultasi publik. b. Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) dan Rencana Kerja (Renja) Dalam rangka memfasilitasi kabupaten/kota dalam penyusunan Rencana Kerja (Renja), DBE1 memberikan asistensi penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) 4 tahun sebelumnya. Sebab, LAKIP merupakan salah satu dasar dari penyusunan Renja tahun berikutnya selain dari dokumen Renstra SKPD. Dalam prosesnya, asistensi penyusunan LAKIP telah meningkatkan kapasitas personil Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. Program ini dilaksanakan dalam bentuk lokakarya dan pendampingan sampai dokumen LAKIP selesai. Dalam proses penyusunan, peserta dilatih menganalisis capaian kinerja Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, baik yang berhasil maupun yang kurang berhasil. Jika capaian kinerja rendah, analisis faktor penyebab dilakukan untuk perbaikan kinerja pada tahun mendatang dan sebaliknya, jika kinerja baik juga diungkapkan faktor-faktor pendukungnya agar bisa lebih ditingkatkan. Rencana Kerja (Renja) merupakan salah satu dokumen perencanaan yang wajib dibuat oleh setiap SKPD. Renja berisi program dan kegiatan yang akan dilaksanakan beserta target yang akan dicapai setahun ke depan. Rencana kerja ini 4 LAKIP wajib disusun oleh setiap instansi pemerintah (entitas pelaporan) sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan APBD (PP No. 8 tahun 2006, pasal 2). Laporan ini juga merupakan salah satu wujud akuntabilitas SKPD. 14 More Effective Decentralized Education Management and Governance

juga menyajikan jumlah dana yang dibutuhkan untuk melaksanakan setiap program dan kegiatan. Sebagai dokumen perencanaan tahunan, Renja SKPD Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota merupakan turunan dari Rencana Strategis (Renstra). Penyusunan Renja Dinas Pendidikan yang difasilitasi oleh DBE1 juga mengacu kepada hasil kinerja tahun sebelumnya (LAKIP). Personil yang telah difasilitasi dalam penyusunan LAKIP sebanyak 35 orang yang terdiri atas unsur pimpinan dan staf Dinas Pendidikan dari 7 (tujuh) kabupaten. Sedangkan yang terlibat dalam penyusunan Renja sebanyak 44 orang yang terdiri atas unsur pimpinan dan staf Dinas Pendidikan dari 7 (tujuh) kabupaten. Kabupaten Boyolali melakukan upaya terobosan dalam memperbaiki mekanisme perencanaan pendidikan. Upaya ini diharapkan dapat meningkatkan keterpaduan perencanaan di lingkungan Disdikpora dengan perencanaan tingkat kabupaten, dengan mengakomodir perencanaan sekolah dan UPTD. Upaya terobosan tersebut dituangkan dalam SK Kepala Disdikpora. Tabel 8. Jumlah Peserta dalam Penyusunan LAKIP dan Renja Kabupaten LAKIP Renja Jepara 5 6 Kudus 5 6 Karanganyar 5 7 Purworejo 5 6 Demak 5 7 Grobogan 5 6 Blora 5 6 Jumlah 35 44 c. Analisis Keuangan Pendidikan Kabupaten (AKPK) Analisis Keuangan Pendidikan Kabupaten/Kota (AKPK) bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang sumber pendanaan dan alokasi belanja sektor pendidikan kabupaten/kota. Analisis keuangan sektor pendidikan 5 di salah satu kabupaten/kota berikut ini menunjukkan bahwa penggunaan terbesar adalah untuk gaji pegawai (84%), sedangkan untuk dana operasional sekolah sangat kecil (1,6%). Pola semacam ini merata di semua kabupaten/kota. Hasil penghitungan AKPK digunakan untuk pembahasan anggaran pendidikan kabupaten/kota. Di Jepara misalnya, Bappeda menggunakan hasil penghitungan AKPK sebagai salah satu referensi untuk penyusunan APBD 2010. 5 Keuangan sector pendidikan meliputi APBN, APBD Provinsi, APBD Kabupaten/kota, baik yang ada di Dinas Pendidikan maupun SKPD lain More Effective Decentralized Education Management and Governance 15

Gaji PTK; 84,3% Modal Non Sekolah; 0,1% Modal PBM; 0,3% Operasional Non Sekolah; 1,4% Modal Infrastruktur Sekolah; 12,4% Operasional Sekolah; 1,6% Gambar 6. Analisis Belanja Sektor Pendidikan Kabupaten Demak 2008 Gambar 7. Anggaran per Urusan Kabupaten Blora 2008 AKPK menyajikan informasi terkait dengan (i) berapa total belanja sektor pendidikan dan porsinya dalam APBD Kabupaten/Kota? (ii) darimana sumbersumber pendanaan pendidikan? (iii) berapa besar masing-masing sumber dana tersebut (APBN, APBD Provinsi, APBD Kab/Kota, dan lainnya)? (iv) apa saja jenis belanja sektor pendidikan? (v) Berapa yang dibelanjakan untuk setiap jenjang pendidikan secara keseluruhan atau per murid? Hasil AKPK diharapkan menjadi masukan bagi pemerintah kabupaten/kota dalam penyusunan kebijakan anggaran, khususnya dalam perumusan strategi pembiayaan sektor pendidikan agar lebih efektif, efisien dan produktif pada tahun anggaran berikutnya. Artinya alokasi anggaran sektor pendidikan agar lebih diprioritaskan pada pembiayaan program/kegiatan yang berhubungan langsung dengan peningkatan mutu proses dan output pembelajaran. AKPK juga dapat 16 More Effective Decentralized Education Management and Governance

menjadi acuan dalam penetapan skala prioritas pembiayaan program/kegiatan pada Rencana Strategis (Renstra) SKPD Pendidikan. AKPK dilakukan oleh tim kerja kabupaten/kota yang terdiri dari unsur dinas pendidikan, DPKAD/BPKAD/Bagian Keuangan Setda, Bappeda, dan Dewan Pendidikan. Pendekatan yang digunakan dalam proses AKPK adalah: Pelatihan intensif tim kerja kabupaten/kota melalui lokakarya Penghitungan dan pemilahan belanja sektor pendidikan melalui serangkaian lokakarya Konsultasi internal Dinas Pendidikan terhadap hasil AKPK sebagai uji validitas sebelum ditetapkan sebagai hasil akhir Penyusunan dokumen analisis, simpulan dan rekomendasi kebijakan Konsultasi publik sebagai bagian dari upaya membangun dukungan pemangku kepentingan pendidikan terhadap perubahan kebijakan anggaran dan strategi pembiayaan sektor pendidikan Selama masa program DBE1 terdapat 9 kabupaten difasilitasi melakukan AKPK. Kesembilan kabupaten tersebut telah merampungkan dokumen AKPK. Personil yang dilatih AKPK sebanyak 28 orang. Tabel 9. Jumlah Peserta AKPK Per Kabupaten Kabupaten L Peserta P Jepara 3 1 Kudus 2 1 Boyolali 3 0 Karanganyar 2 1 Klaten 3 0 Purworejo 3 0 Demak 2 1 Grobogan 3 0 Blora 2 1 Jumlah 23 5 d. Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) PP 19/2005 tentang Standar Pembiayaan mendefinisikan Biaya Operasional 6 Satuan Pendidikan (BOSP) sebagai bagian dari dana pendidikan untuk membiayai kegiatan operasi satuan pendidikan agar kegiatan pendidikan sesuai SNP dapat berlangsung secara teratur dan berkelanjutan. Berdasarkan PP 19/2005 tersebut 6 Biaya operasional adalah biaya pegawai (gaji dan tunjangan pendidik dan tenaga kependidikan serta honor guru sukarelawan/tidak tetap dan tenaga kependidikan sukarelawan) dan biaya bukan pegawai (ATS, bahan dan alat habis pakai, rapat-rapat, transport/perjalanan dinas, penilaian/evaluasi, langganan daya dan jasa, pemeliharaan sarana dan prasarana, pendukung pembinaan siswa ditambah dengan bantuan personal siswa kurang mampu, investasi ringan: buku teks, buku referensi, komputer, alat peraga/media) More Effective Decentralized Education Management and Governance 17

Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) pada tahun 2008 mengembangkan metode penghitungan BOSP, hasil dari penghitungan yang dilakukan oleh BSNP ini kemudian dituangkan ke dalam Permendiknas 69/2009 tentang Standar Pembiayaan Pendidikan. Bekerja sama dengan BSNP, DBE1 melakukan pengembangan lebih lajut dari metode tersebut dengan melakukan tiga penyesuaian: 1. Penyesuaian harga satuan dengan menggunakan standar harga Kabupaten/Kota 2. Menyesuaikan volume bila kabupaten/kota memandang kebutuhan mereka berbeda dengan standar BSNP 3. Melakukan penambahan/pengurangan line item untuk merefleksikan kebutuhan yang berbeda di tiap Kabupaten/Kota Pengembangan metode ini dilakukan agar hasil penghitungan BOSP tersebut dapat lebih baik merefleksikan kebutuhan masing-masing Kabupaten/Kota yang sangat beragam. Hasil penghitungan BSNP dalam Permendiknas 69/2009 tetap selalu menjadi referensi tolok ukur dari hasil penghitungan BOSP yang difasilitasi DBE1. Manfaat utama dari hasil penghitungan BOSP ini adalah menjadi sumber informasi bagi pemangku kebijakan dalam melihat sejauh mana kebutuhan operasional sekolah telah terpenuhi. Hasil BOSP yang dihitung per siswa ini disandingkan dengan Bantuan Biaya Operasional Sekolah (BOS) dari Pemerintah Pusat, ataupun dari Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota, untuk melihat kesenjangan yang ada. Dari sini, pemangku kepentingan dapat memformulasikan kebijakan untuk memenuhi kebutuhan BOSP yang diperlukan. Berdasarkan penghitungan BOSP, pada tahun anggaran 2010 Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah memberikan bantuan keuangan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota untuk bantuan BOS SD/MI Rp. 30.000 per murid per tahun dan bantuan BOS SMP/MTs Rp. 50.000 per murid per tahun sehingga total lebih dari Rp. 192 Miliar. Bantuan ini berlanjut hingga tahun 2011 dengan pesaran per murid per tahun untuk SD/MI dan SMP/MTs sama dengan tahun sebelumnya. Di Kabupaten Jepara, Demak, dan Klaten hasil penghitungan BOSP digunakan oleh pemerintah kabupaten untuk memberikan bantuan operasional sekolah program wajib belajar SD/MI dan SMP/MTs. Kabupaten Jepara telah mengeluarkan Peraturan Bupati Nomor 19 Tahun 2009 tentang Pendidikan Gratis Program Pendidikan Dasar 9 Tahun. Di Kabupaten Jepara juga dikeluarkan Peraturan Bupati Nomor 98 Tahun 2009 tentang Penetapan Penggunaan BOSP untuk Penyelenggaraan Pendidikan Gratis Program Wajib Belajar Tahun 2009. Bagi sekolah/madrasah, hasil penghitungan BOSP digunakan sebagai dasar pengajuan kebutuhan dana operasional kepada pemerintah daerah maupun pihak lain. Hasil penghitungan BOSP juga memberikan gambaran kepada orang tua tentang kebutuhan dana operasional sekolah/madrasah sehingga dapat menumbuhkan partisipasi. Di 9 kabupaten di Provinsi Jawa Tengah hasil penghitungan BOSP adalah sebagai berikut. 18 More Effective Decentralized Education Management and Governance

Tabel 10. Hasil Penghitungan BOSP Tahun 2009 Kabupaten Biaya Operasional Satuan Pendidikan Per Siswa/ Tahun (Rupiah) SD SMP SMA Jepara 451.648 759.610 1.063.012 Kudus 483.372 767.699 1.043.968 Boyolali * 432.951 612.356 1.087.504 Karanganyar * 446.724 667.050 1.091.077 Klaten * 531.452 840.575 1.205.945 Purworejo 436.928 792.161 1.064.969 Demak * 402.570 645.544 986.169 Grobogan * 404.334 669.161 992.720 Blora * 449.521 726.465 - Permendiknas Nomor 69/2009 580.000 710.000 1.010.000 Catatan: BOS SD/MI (kabupaten) : Rp. 397,000 SD/MI (kota): Rp. 400,000 SMP/MTs (kabupaten): Rp. 570,000 SMP/MTs (kota): Rp. 575,000 * Dihitung tahun 2008 dan nilai tahun 2009 disesuaikan dengan inflasi 10 %. Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) di salah satu kabupaten berikut ini menunjukkan bahwa kebutuhan biaya operasional satuan pendidikan untuk siswa jenjang pendidikan dasar masih kurang dibandingkan dengan pendapatan sekolah. PERBANDINGAN ANTARA BOSP BUKAN PEGAWAI Vs PENDAPATAN SDN BOSP Rp. 531.431 Kurang Rp.134.451: Siapa yang mencukupi? Rp. 397.000 /th: Dana BOS Gambar 8. Perbandingan BOSP Vs Pendapatan SDN Kabupaten Klaten More Effective Decentralized Education Management and Governance 19

PERBANDINGAN ANTARA BOSP BUKAN PEGAWAI Vs PENDAPATAN SMPN BOSP Rp. 645.544 Kurang Rp. 36.245: Siapa yang mencukupi? Rp. 39.298: Dana BOS Kabupaten Rp. 570.000: Dana BOS Gambar 9. Perbandingan BOSP Vs Pendapatan SMPN Kabupaten Demak BOSP dihitung oleh tim kerja kabupaten/kota yang terdiri dari unsur dinas pendidikan, kepala sekolah/madrasah (SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA), UPTD/KCD, Pengawas, DPRD Komisi Pendidikan, Bappeda, DPPKAD/Bag. Keuangan Setda, Kantor Kementerian Agama, dan dewan pendidikan. Penghitungan BOSP dilakukan melalui serangkaian lokakarya dan proses konsultasi internal di dinas pendidikan serta konsultasi publik. Konsultasi publik digunakan untuk membangun dukungan pemangku kepentingan pendidikan terhadap perubahan kebijakan anggaran dan strategi pembiayaan sektor pendidikan. Saat ini sudah terdapat sembilan kabupaten di Jawa Tengah yang difasilitasi oleh DBE1 untuk menghitung BOSP. Kesembilan daerah tersebut adalah sebagai berikut. Tabel 11. Daerah yang Difasilitasi oleh DBE untuk Menghitung BOSP Tahun 2009 Kabupaten Peserta L P Total Jepara 26 5 31 Kudus 20 8 28 Boyolali 31 7 38 Karanganyar 18 10 28 Klaten 30 2 32 Purworejo 27 7 34 Demak 27 3 30 Grobogan 25 7 32 Blora 22 3 25 Jumlah 226 52 278 Pada tahun 2011 dilakukan pemutakhiran penghitungan BOSP di 9 kabupaten mitra yaitu Jepara, Kudus, Boyolali, Klaten, Purworejo, Demak, Grobogan dan Blora. Sementara itu Kabupaten Karanganyar tidak dilakukan pemutakhiran penghitungan BOSP karena alasan teknis. Pemutakhiran ini diperlukan mengingat 20 More Effective Decentralized Education Management and Governance

adanya perubahan harga barang dan jasa yang ditetapkan oleh Peraturan Bupati/Walikota setempat dan adanya perubahan alat yang digunakan untuk menghitung berdasarkan 8 Standar Nasional Pendidikan. Sebagian hasil penghitungan BOSP ini juga dijadilan masukan untuk menghitung biaya Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Dasar khususnya indikator ke 21-27. Selain dilakukan pemutakhiran di 9 kabupaten mitra DBE1 tersebut, juga dilakukan perluasan penghitungan BOSP di 6 kabupaten mitra BEC-TF yaitu Kabupaten Wonogiri, Kebumen, Banjarnegara, Wonosobo, Brebes, dan Purbalingga. Hasil penghitungan BOSP tahun 2011 baik di kabupaten/kota mitra maupun perluasan dapat dilihat pada tabel di bawaha ini. Tabel 12. Hasil Penghitungan BOSP Tahun 2011 Kabupaten/Kota Biaya Operasional Satuan Pendidikan Per Siswa/ Tahun (Rupiah) SD SMP SMA Jepara 691.024 854.047 1.156.637 Kudus 649.077 689.627 1.647.529 Boyolali 662.794 737.004 1.075.671 Surakarta 651.492 1.320.690 2.183.757 Klaten 694.061 849.507 1.852,807 Purworejo 592.414 814.493 1.398.668 Demak 522.713 828.463 1.063.926 Grobogan 739.371. 822.252 1.315.955 Blora 739.874 739.874 739.874 Wonogiri * 651.492 1.320.690 2.183.757 Kebumen* 743.721 884.487 - Banjarnegara* 651.492 1.320.690 2.183.757 Wonosobo* 651.492 1.320.690 2.183.757 Brebes* 651.492 1.320.690 2.183.757 Purbalingga* 651.492 1.320.690 2.183.757 Permendiknas Nomor 638.000 781.000 1.111.000 69/2009** Catatan: BOS SD/MI (kabupaten) : Rp. 397,000 SD/MI (kota): Rp. 400,000 SMP/MTs (kabupaten): Rp. 570,000 SMP/MTs (kota): Rp. 575,000 * Diseminasi BOSP tahun 2011 di Kabupaten Mitra BEC-TF. **Asumsi kenaikan 10 % dari tahun sebelumnya. Tabel 13. Daerah yang Difasilitasi oleh DBE untuk Menghitung BOSP Tahun 2011 Kabupaten/Kota Peserta L P Total Jepara 11 4 15 Kudus 13 4 17 Boyolali 13 4 17 Surakarta 14 4 18 More Effective Decentralized Education Management and Governance 21

Kabupaten/Kota Peserta L P Total Klaten 11 3 14 Purworejo 11 4 15 Demak 12 0 12 Grobogan 13 3 16 Blora 15 3 18 Wonogiri * 12 3 15 Kebumen* 25 10 35 Banjarnegara* 13 2 15 Wonosobo* 13 4 17 Brebes* 13 3 16 Purbalingga* 12 4 16 Jumlah 201 55 256 e. Penghitungan Biaya Pencapaian Standar dan Akses Pendidikan (PBPSAP) Penghitungan Biaya Pencapaian Standar dan Akses Pendidikan (PBPSAP) telah dilakukan di 15 kabupaten/kota terdiri dari sembilan kabupaten/kota mitra DBE 1 dan diperluas dienam kabupaten penerima hibah Basic Education Capacity-Trust Fund (BEC-TF) di Jawa Tengah. PBPSAP meliputi kegiatan pemetaan tingkat capaian standar pelayanan minimal (SPM) pendidikan dasar berdasarkan Permendiknas Nomor 15 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar, penyusunan alternatif kebijakan pemenuhan SPM, dan penghitungan biaya pencapain SPM. PBPSAP dilakukan berdasarkan analisis data sekolah dari Pangkalan Data dan Informasi Berbasis Web (PadatiWeb) tahun 2010 dan data guru dari Sistem Informasi dan Manajemen-Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (SIM-NUPTK) per Juli 2011. Kedua data tersebut dipadukan dalam program yang disebut Sistem Informasi Manajemen Pendidikan Kabupaten/Kota (SIMP-K). Alur penyusunan PBPSAP dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Gambar 10. Tahap Analisis PBPSAP 22 More Effective Decentralized Education Management and Governance