I. PENDAHULUAN. dan mengembangkan kemampuan anak, baik secara mental dan fisik. Para ahli

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. mengatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

MENINGKATKAN KETERAMPILAN MOTORIK HALUS ANAK MELALUI KEGIATAN MELIPAT KERTAS

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. dalam memasuki jenjang pendidikan selanjutnya. kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang dimulai dari usia 0-

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ditujukan untuk anak usia 0-6 tahun. Aspek yang dikembangkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. sehingga kebutuhan anak usia dini terlayani sesuai dengan masa. perkembangannya. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. pembinaan dan pengembangan potensi anak dari usia 0-6 tahun. Untuk itu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Neuneu Nur Alam, 2014

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan anak merupakan masa emas (golden period) atau Jendela

BAB I PENDAHULUAN. dalam menghadapi persaingan global yang semakin ketat di zaman modren saat. Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 14 dinyatakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Usia dini (0 6 tahun) merupakan usia peka dimana pada usia ini anak memiliki

BAB I PENDAHULUAN. fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh. anak perlu diberi stimulasi yang optimal melalui pendidikan.

1. PENDAHULUAN. lanjut, pendidikan dimulai dari sejak dini hingga akhir kelak. Dalam hal ini

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No.2 Tahun 1989 pasal 4. Untuk mencapai tujuan Pendidikan Nasional tersebut, perlu

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG UPI Kampus Serang Nova Sri Wahyuni, 2016

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia dini pada hakikatnya adalah anak yang berusia 0-6 tahun yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan di Indonesia sangat berkembang pesat. Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. adalah mempersiapkan anak dengan memperkenalkan berbagai pengetahuan, sikap/prilaku,

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

PENDIDIKAN TPA & KB. Martha Christianti

PENDAHULUAN. Masing-masing anak memiliki bakat dan potensi yang telah dibawanya dari

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan sebagai salah satu syarat tujuan pembangunan. Pendidikan merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Pendidikan TPA/ KB. Eka Sapti C

BAB I PENDAHULUAN. berjalan seiring dengan perkembangan motorik. antara mata, tangan dan otot-otot kecil pada jari-jari, pergelangan tangan,

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 14.

I. PENDAHULUAN. Pendidkan anak usia dini mengalami perkembangan yang sangat pesat, hal

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemerintah. Utamanya untuk Pendidikan anak Usia Dini. Menurut UU

BAB I PENDAHULUAN. terhadap apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan. Anak seolah-olah tidak

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum

BAB I PENDAHULUAN. investasi yang sangat penting bagi sumber daya manusia yang berkualitas. kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia tersebut adalah pendidikan. 31 ayat (1) menyebutkan bahwa Setiap warga Negara berhak mendapat

BAB I PENDAHULUAN. ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun. (Permendiknas No.58 Tahun 2009). Melalui pemberian rangsangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Usia dini merupakan masa keemasan (golden age), oleh karena itu pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung dengan sangat cepat, hal ini terlihat dari sikap anak yang terlihat jarang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan kegiatan universal dalam kegiatan manusia.

PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

BAB I PENDAHULUAN. dan Kebudayaan No. 0486/U/1992 tentang Taman Kanak-kanak adalah

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik secara

BAB 1 PENDAHULUAN. dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk. pada jalur formal, nonformal, dan informal.

BAB I PENDAHULUAN. ada dijalur pendidikan formal. Pendidikan prasekolah adalah pendidikan untuk membantu

BAB I PENDAHULUAN. mendefiniskan pendidikan anak usia dini sebagai. boleh terpisah karena ketiganya saling berkaitan. Aspek kognitif berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. ketika anak lahir. Tidak semua masyarakat Indonesia menyadari pentingnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Anak usia dini berada pada rentang usia 0-8 tahun (NAEYC, 1992). Anak usia

2014 MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS ANAK USIA DINIMELALUI BERMAIN CLAY

BAB I PENDAHULUAN. kandungan hingga usia 8 tahun. Pendidikan bagi anak usia dini dilakukan melalui

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam UU RI NO.20 TH 2003 adalah:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan agar pribadi anak berkembang secara optimal. Tertunda atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Usia lahir sampai dengan memasuki pendidikan dasar merupakan masa

BAB I PENDAHULUAN. sistem pendidikan nasional menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tersebut perubahan tidak akan terjadi dan tujuan tidak akan tercapai. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. mulia serta ketrampilan yang diperlukan bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. dasar bagi perkembangan anak selanjutnya. dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi manusia di samping sebagai makhluk individu yang

PENINGKATAN MOTORIK HALUS ANAK MELALUI MENGISI POLA GAMBAR DENGAN DAUN KERING DI TK ANDESSA PARIAMAN

BAB I PENDAHULUAN. gembira dapat memotivasi anak untuk belajar. Lingkungan harus diciptakan

PENINGKATAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS ANAK MELALUI PERMAINAN BENTUK MENGGUNAKAN BUBUR KORAN BEKAS DI TAMAN KANAK-KANAK AL QUR AN AMAL SALEH PADANG

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan anak adalah suatu proses perubahan perilaku yang belum matang menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anak usia dini pada hakikatnya merupakan anak yang berusia 0-6 tahun

BAB I PENDAHULUAN. memasuki pendidikan lebih lanjut (UU Sisdiknas, bab I pasal I butir 4).

BAB I PENDAHULUAN. cepat di berbagai aspek perkembangannya dalam rentang perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Hakikat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tiarah, 2015 Meningkatkan keterampilan motorik halus anak aspek menulis melalui media lilin

I PENDAHULUAN. Pada usia prasekolah (3-6 tahun) atau biasa disebut masa keemasan (golden age)

PERANAN KEGIATAN MENGGAMBAR DALAM MENINGKATKAN MOTORIK HALUS PADA ANAK DI KELOMPOK B TK BUNGAMPUTI DWP UNTAD PALU

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Artinya, pendidikan diharapkan dapat membuat manusia menyadari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. apabila ingin memenuhi kebutuhan anak dan memenuhi perkembangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. oleh mutu pendidikan dari bangsa itu sendiri. Pendidikan yang tinggi akan

BAB I PENDAHULUAN. komponen dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Indonesia telah mencanangkan pendidikan wajib belajar yang semula 6 tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dasar, pendidikan menengah maupun pendidikan tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak usia dini merupakan manusia yang memiliki karakteristik yang

PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA PLAYDOUGH TERHADAP KEMAMPUAN MOTORIK HALUS PADA ANAK KELOMPOK A

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. Didalam UU Sisdiknas No.20 tahun 2003 menjelaskan bahwa Pendidikan adalah usaha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah seorang laki-laki ataupun perempuan yang belum dewasa

BAB I PENDAHULUAN. penting karena Pendidikan Anak Usia Dini merupakan fondasi dasar. Pendidikan Nasional, Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Roslinawati Nur Hamidah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Anak adalah aset bangsa yang paling berharga. Karena anak adalah

BAB I PENDAHULUAN. kesiapan dalam memasuki pendidikan yang lebih tinggi. yang di selenggarakan di lingkungan keluarga.

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini dalam Kerangka Besar. Pembangunan PAUD menyatakan :

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan anak usia dini adalah jenjang pendidikan sebelum memasuki

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERBEDAAN KEMATANGAN SOSIAL ANAK DITINJAU DARI KEIKUTSERTAAN PENDIDIKAN PRASEKOLAH (PLAYGROUP)

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional Pasal 1 angka 14 menyatakan bahwa Pendidikan. Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan anak usia dini adalah upaya sistematis dalam rangka menciptakan dan mengembangkan kemampuan anak, baik secara mental dan fisik. Para ahli mengemukakan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan pendidikan yang dapat membantu menumbuh kembangkan anak. Pada jenjang ini, pendidikan diharapkan dapat memberikan kontribusi pada perkembangan anak secara wajar. Jadi, pada hakekatnya PAUD adalah sebuah upaya untuk menstimulasi, membimbing mengasuh dan menyediakan kegiatan pembelajaran yang akan menghasilkan kemampuan dan ketrampilan pada anak usia dini (Wiyani, 2012:36) Pada Undang Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sisitem Pendidikan Nasional Bab I, Pasal 1, Butir 14 dinyatakan, Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pada pasal 28, Bab VI pada ayat 1, 2 dan 3 disebutkan bahwa pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar dan dapat diselenggarakana melalui jalur pendidikan formal, nonformal atau informal. Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal berupa Taman Kanak-kanak (TK), Raudhlatul Atfal (RA). Sedangkan jalur pendidikan non formal berbentuk

2 Kelompok Bermain (KB), Tempat Penitipan Anak (TPA) atau bentuk lainnya. Sesuai dengan undang-undang yang berlaku maka, Kelompok Bermain Ummul Quro yang menjadi tempat penelitian termasuk dalam lembaga nonformal. Penyelenggaraan pendidikan bagi anak usia dini pada jalur nonformal diselenggarakan oleh masyarakat atas kebutuhan dari masuarakat sendiri, khususnya bagi anak-anak dengan keterbatasannya tidak terlayani di pendidikan formal (TK atau RA), (Sujiono, 2009:21). Peserta didik di KB diprioritaskan bagi anak usia dua tahun dengan jumlah anak sekurang-kurangnya sepuluh anak. Selain daripada itu anak usia lima sampai dengan enam tahun yang tidak mendapat kesempatan terlayani di lembaga PAUD formal maka, dapat dilayani di KB dengan jumlah minimal sepuluh anak (Sujiono, 2009:23). Pada Peraturan Pemerintah No.17 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, pasal 109 ayat 2 disebutkan bahwa program pendidikan anak usia dini jalur pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud ayat (1), berfungsi menumbuhkembangkan dan membina seluruh potensi anak sejak lahir sampai dengan usia anak 6 (enam) tahun sehingga terbentuk prilaku dan kemampuan dasar sesuai dengan tahap perkembangannya dalam rangka kesiapan anak memasuki pendidikan lebih lanjut. Pendidikan anak usia dini memiliki fungsi utama mengembangkan semua aspek perkembangan anak, meliputi perkembangan kognitif, bahasa, fisik (motorik kasar dan halus), sosial dan emosional. PAUD berfungsi membina, menumbuhkan dan mengembangkan seluruh potensi anak usia dini secara optimal sehingga

3 terbentuk perilaku dan kemampuan dasar agar memiliki kesiapan untuk memasuki pendidikan pada jenjang berikutnya. Melalui kebijakan tersebut, diaturnya pendidikan anak usia dini nonformal dalam peraturan pemerintah maka ini bisa diartikan bahwa pemerintah sangat mendukung program pendidikan anak usia dini tanpa memilih jenis lembaganya. Tampaknya ini dilakukan oleh pemerintah dengan mempertimbangkan berbagai hal, salah satunya adalah memperluas penyelenggara layanan pendidikan agar lebih merata. Hal ini dilakukan karena pendidikan anak anak usia dini merupakan dasar yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan selanjutnya hingga dewasa. Hal ini seperti diperkuat oleh Hurlock dalam Musbikin, 2010:72 bahwa tahun-tahun awal kehidupan anak merupakan dasar yang cenderung bertahan dan mempengaruhi sikap dan perilaku anak sepanjang hidupnya. Oleh sebab itu, upaya pengembangan potensi anak harus diupayakan. Mengingat bahwa pertumbuhan sel jaringan otak pada anak 0-4 tahun mencapai 50%, hingga usia 8 tahun mencapai 80%, hal tersebut diungkapkan Benyamin S Bloom dalam (1956) dalam Musbikin (2010: 71). Dengan demikian, untuk mengembangkan kemampuan anak, anak harus dirangsang. Tentu saja pemberian rangsangan disesuaikan dengan umur anak didik hingga terdapat kesesuian antara umur dengan kesiapan atau kemampuan anak, sehingga upaya mengembangkan pertumbuhan jasmani (fisik) dan rohaninya (mental) dapat lebih sistematis dan efektif. Klasifikasi pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani dapat dilihat melalui beberapa indikator

4 yang terdapat dalam tingkat pencapaian perkembangan masing-masing kelompok usia: 0 sampai 2 tahun, 2 sampai 4 tahun dan 4 sampai dengan 6 tahun. Penelitian berfokus pada lingkup pengembangan fisik terutama pada psikomotorik halus. Hal ini dianggap penting mengingat kemampuan anak dalam menggunakan motorik halus sangat banyak diperlukan pada tingkat pendidikan selanjutnya. Misalnya saja ketrampilan menulis huruf, angka, menggambar dan meniru bentuk. Sehingga diharapkan anak mampu mencapai perkembangan seperpti yang terdapat pada Permen No 58/2009: 1) Menggambar sesuai gagasannya 2) Meniru bentuk 3) Melakukan eksplorasi dengan berbagai media dan kegiatan 4) menggunakan alat tulis dengan benar 5) Menggunting sesuai dengan pola 6) Menempel gambar dengan tepat 7) Mengekspresikan diri melalui gerakan menggambar secara detail. Untuk mengklasifikasikan dan mensistimatiskan maka, aspek-aspek tersebut diberikan dibelajarkan pada anak di usia dini dengan beberapa tema. Diri sendiri, lingkunganku, kebutuhanku, binatang, tanaman, rekreasi, pekerjaan, alam semesta, tanah airku, Air udara api dan alat alat komunikasi. Fokus penelitian adalah pada lingkup capaian pengembangan motorik halus anak kelompok kelas B dengan usia lima sampai enam tahun. Pada kelompok B, masih ditemukan bahwa kemampuan anak dalam mengkoordinasikan mata dengan gerakan tangan masih belum maksimal. Di kelompok B, lingkup perkembangan motorik halus dinilai kurang maksimal daripada pertumbuhan perkembangan lainya; seperti bahasa, kognif, dan kemampuan motorik kasarnya. Hal tersebut

5 disebabkan karena rendahnya intensitas berlatih motorik halus. Terutama dalam hal menggambar, meniru bentuk, melipat, menggunting, mengekspresikan diri melalui gerakan tangan secara detail. Padahal, aktivitas bermain yang juga mencakup lingkup perkembangan motorik halus merupakan lanjutan dari tingkat pencapaian yang telah diperoleh pada saat anak-anak berada di kelompok A. Misalnya capaian perkembangan motorik halus anak dalam membuat tentang bentuk geometri seperti lingkaran, segi empat, persegi panjang dan segitiga. Sebelum anak mencapai perkembangan tersebut, anak-anak sudah dapat membuat garis vertikal (menurun), horizontal (mendatar), lengkung kiri kanan, miring kiri kanan. Dari gambaran tersebut, seharusnya pencapaian perkembangannya lebih kompleks. Seperti yang tercantum pada Permendiknas No 58/2009 pada kompetensi tingkat capaian perkembangan motorik halus anak usia lima sampai enam tahun, sebagai berikut; 1)menggambar sesuai gagasannya, 2) meniru bentuk, 3) melakukan eksplorasi dengan berbagai media dan kegiatan, 4) menggunakan alat tulis dengan benar, 5) menggunting sesuai dengan pola, 6) menempel gambar dengan tepat, dan 7) mengekspresikan diri melalui gerakan menggambar secara detail. Observasi perkembangan kemampuan motorik halus pada kelompok B, dilakukan pada awal November 2013 hingga pertengahan. Hasil observasi tersebut didapatkan bahwa, kemampuan motorik halus anak masih kurang berkembang. Misalnya pada salah satu aktivitas lingkup pengembangan motorik halus melalui menggambar. Hal tersebut dimungkinkan karena intensitas kegiatan kurang,

6 hanya dilakukan jika terdapat tugas menggambar pada halaman buku cetak, tanpa menggunakan media yang beragam. Pada saat observasi dilakukan, peneliti mendapatkan beberapa persoalan sebagai berikut: Pertama penggunaan media yang monoton, bermain kertas dengan memanfaatkan kertas putih seperti pada umumnya. Bgitupun pada saat menggambar, media yang digunakan hanya buku gambar dan krayon.sehingga tampak kurang membangkitkan motivasi anak untuk menggambar. Selain itu, guru pun msaih sangat jarang menggunakan media alternativ untuk mesntimulus daya imajinasi anak-anak. Padahal hal tersebut sangat penting sebagai refrensi anak-anak pada saat mengungkapkan gagasaanya melalui gambar, menlakukan eksplorasi dengan berbagai media dan mengekspresikan diri melalui gerakan menggambar secara detail. Kedua, dua puluh anak di kelas B tiga diantaranya ada anak didik yang kemampuan menggambarnya berkembang, meskipun bentuk dari gambarannya belum proporsional bentuknya. Sedangkan sisanya belum menunjukkan perkembangan sesuai harapan. Persentase hasil observasi awal dituangkan dalam tabel 1.1 dihalaman berikutnya. Mayoritas anak suka jika guru sesekali menggambar, namun ketika diminta untuk meniru maka, mayoritas anak didik mengutarakan ketidakbisaannya. Hal tersebut juga terjadi ketika anak diminta atau diberi tugas untuk membuat gambar sendiri sesuai dengan apa yang dinginkan. Anak-anak juga mengalami kebingunngan ketika guru menugaskan

7 kepada anak-anak untuk menggambar sesuai dengan. Anak-anak merasa merasa dan mengungkapkan bahwa ia tidak bisa melakukannya. Selama observasi, didapatkan salah satu faktor yang mempengaruhi hal tersebut adalah tenaga pendidik. Tenaga pendidik belum menggunakan teknik gambar dan menggunakan metode sederhana dimulai dari bentuk-bentuk dasar yang sederhana. Misalnya saja bentuk asal geometri yang sudah dikenalnya dikelompok A sebelumnya. Ketiga, materi atau bentuk gambarnya dianggap rumit bagi anak-anak, sehingga menambah keengganan anak untuk menggambar. Misalnya pada saat guru meminta anak-anak menggambar manusia sesuai dengan gambar yang dicontohkan. Anak-anak cukup antusias dengan gambar, namun jika diminta untuk menggambarkan kembali, mayoritas diantara mereka spontan berkata tidak bisa. Selama observasi awal, anak-anak lebih banyak memiliki kesempatan atau terbiasa mewarnai dengan gambar yang sudah tersaji dengan sempurna tanpa harus mencipta bentuk sendiri. Hal tersebut menyebabkan anak belum terbiasa mencipta bentuk-bentuk yang sederhana, menggabunggaknnya menjadi bentuk lain atau bentuk yang lebih rumit, artinya motorik halus anak tidak dilatih atau tidak mendapatkan media yang cukup untuk berkembang. Keempat, pada bidang pencetakan, anak-anak tidak terbiasanya melakukan pencetakan dengan berbagai media. Pada umumnya, anak-anak belum bisa mencapai perkembangan mencetak sesuai dengan bentuk. Hasil dari kegiatan yang hanya sesekali adalah pencetakan yang dilakukan belum sesuai dengan

8 cetakan. Hal tersebut menjadi salah satu indikator bahwa koordinasi antara mata dan tangan dalam hal ini belum berkembang dengan maksimal. Kelima, tenaga pendidik belum belum menyediakan lembar observasi. Guru belum sepenuhnya melakukan observasi dengan menggunakan instrumen. Akibatnya, penilaian kegiatan pembelajaran (bermain) yang seharusnya dilakukan secara berkelanjutan tampak belum dilaksanakan secara konsisten dan berjalan apa adanya. Dari pengamaan tersebut, diperoleh data-data capaian perkembangan dari dua puluh anak sebagai berikut: Tabel 1.1 Data Kemampuan Motorik Halus Anak Melalui Bermain Kertas No Capaian Perkembangan 1 Menggambar sesuai gagasannya 2 Meniru bentuk 3 Melakukan eksplorasi dengan berbagai media 4 Menggunakan alat tulis dengan benar 5 Menggunting sesuai dengan pola 6 Menempel gambar dengan tepat Hasil Observasi Awal SB BB Total Jm % Jm % Jm % 5 25 15 75 20 100 7 30 13 75 20 100 7 35 13 80 20 100 15 75 5 25 20 100 8 40 12 60 20 100 8 40 12 60 20 100 7 Mengekspresikan diri melalui 5 25 15 75 20 100 gerakan menggambar secara detail Sumber: Data KB Ummul Quro, Tahun 2013-2014 Keterangan: Jm : Jumlah SB : sudah berkembang BB: belum berkembang Tabel menjelaskan bahwa dari jumlah anak yang dapat mencapai capaian perkembangan fisik, khususnya motorik halus anak di Kober Ummul Quro.

9 Masih banyak anak-anak yang menunjukkan perkembangan yang belum optimal. 20 anak yang menjadi objek penelitian, hanya 5 yang sudah dapat mencapai tingkat perkembangan menggambar sesuai gagasannya. Jumlah tersebut adalah 25 persen dari jumlah anak dikelas tersebut, sedangkan sisanya sebesar 75% belum mendunjukkan capaian perkembangan yang semestinya. Pada capaian perkembangan meniru bentuk juga masih minim, baru 7 orang anak yang dapat melakukannya dengan sempurna. Sedangkan 13 anak dalam persentase sebesar 65% belum menunjukkan perkembangan berarti. Pada capaian perkembangan melakukan eksplorasi dengan berbagai media dan kegiatan, seperti menciptakan bentuk dengan menggunakan playdough, menciptakan bentuk dari kepingan geometri, baru 7 anak yang menunjukkan perkembangan. Hal ini disebabkan terdapat keterbatasan media juga inovasi guru untuk memanafaatkan dan menciptakan alternativ, baik dalam media atau pelaksanaan pembelajarannya. Sehingga, anak-anak belum terlatih atau terampil sesuai dengan standart capaian perkembangan semestinya sesuai dengan umur anak didik. Pada capaian perkembangan menggunakan alat tulis dengan benar, mayoritas anak-anak sudah bisa melakukannya, jumlahnya mencapai 75 persen, sisanya sebanyak 25 persen masih belum berkembang. Kondisi ini dipengaruhi oleh aktivitas yang diberikan guru hampir setiap hari. Metode pembelajaran yang klasik, mengandalkan alat tulis dalam banyak aktivitas sehingga anak-anak

10 terbiasa menggunakan alat tulis sehingga capaian perkembangannya pada hal ini adalah baik. Sedangkan untuk tingkat capaian perkembangan berikutnya; menggunting sesuai dengan pola, anak-anak masih perlu sering dilatih. Perkembangan kemampuan ini baru sampai 40 persen. Sisanya belum berkembang. Pada tingkat capaian perkembangan menempel gambar dengan tepat juga masih rendah, baru 8 anak yang menunjukkan perkembangan kemampuannya, sendangkan sebanyak 60 persennya belum berkembang. Pada tingkat capaian perkembangan mengekspresikan diri melalui gerakan menggambar secara detail, anak yang menunjukkan perkembangannya baru 5, jumlah tersebut adalah sama dengan capaian perkembangan menggambar bebas. Dari tujuh capaian perkembangan tersebut perkembangan yang sangat terlihat dicapai anak-anak adalah menggunakan alat tulis dengan benar. Hal tersebut disebabkan oleh pembiasaan-pembiasaan guru dalam menebalkan huruf atau angka atau pada saat melakukan gerakan yang sama dengan bentuk huruf atau angka yang menyerupai secara berulang-ulang. Sehingga jari-jari atau koordinasi telunjuk dan jempol dalam memegang alat tulis sudah menunjukkan perkembangan yang baik. Hal tersebut ditunjukkan melalui jumlah anak, dari 20 anak, 15 diantaranya berkembang dengan baik. Indikator berkembang dengan baik adalah ketika anak dapat memposisikan pinsil pada jari-jarinya dengan benar, cara memagang pensilnya sudah tepat dan menunjukkan kesiapan untuk menulis.

11 Capaian perkembangan terendah ada pada capaian perkemnbangan menggambar sesuai gagasannya dan mengekspresikan diri melalui gerakan menggambar secara detail. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa hal; media yang digunakan untuk menstimulus imajinasi anak jarang dihadirkan dan cenderung tidak variatif. Rendahnya intensitas menggambar bebas sesuai minat dan kesukaan anak dan jarangnya guru memberikan kesempatan anak untuk berekspresi melalui gambar dengan detail 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan berbagai latar belakang yang telah disebutkan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah, sebagai berikut. 1.2.1 Penyusunan Rencana Kegiatan Harian (RKH) pada lingkup pengembangan motorik halus anak didik belum maksimal. 1.2.2 Kurangnya pengetahuan anak tentang teknik dasar menggambar sehingga mengakibatkan anak didik mengalami kesulitan ketika menggambar. 1.2.3 Sistem penilaian pembelajaran yang telah berlangsung tampak belum optimal. 1.2.4 Konsep pengembangan aktivitas motorik halus kurang dilakukan. 1.2.5 Kemampuan motorik halus belum menunjukkan tingkat capaian yang menggembirakan, perkembangan motorik halus, khususnya menggambar sesuai gagasannya dan mengekspresikan diri masih perlu ditingkatkan.

12 1.3 Pembatasan Masalah Karena terdapat keterbatasan peneliti dari berbagai faktor, baik dari waktu, pengetahuan, kesanggupan, juga dari segi finansial, maka penelitian ini dibatas sebagai berikut. 1.3.1 Mengenai rencana kegiatan harian (RKH) disesuaikan dengan kemampuan atau lingkup capaian perkembangan fisik, khusunya motorik halus anak didik. 1.3.2 Belum digunakannnya metode alternatif atau cara yang mudah sebagai salah satu upaya pengembangan konsep pembelajaran melalui bermain, sehingga anak masih mengalami kesulitan. 1.3.3 Sistem penilaian yang dilakukan oleh tenaga pendidik belum optimal. 1.3.4 Capaian perkembangan anak masih sangat belum memenuhi standart (indikator) keberhasilan yang semestinya. 1.4 Perumusan Masalah Mengacu pada pengidentfikasian dan pembatasan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut. 1.4.1 Bagaimana mendesain RKH pengembangan motorik halus kelompok B di KB Ummul Quro? 1.4.2 Bagaimana pelaksanaan bermain kertas lingkup pengembangan motorik halus 1.4.3 Bagaimana pelaksanaan asesmen di akhir pembelajaran yang dilaksanakan tenaga pendidik melalui kelompok B di KB Ummul Quro?

13 1.4.4 bagaimana perkembangan capaian perkembangan motorik halus pada anak didik kelompok B KB Ummul Quro? 1.5 Tujuan Penelitian Mengacu pada rumusan masalah yang telah diidentifikasi, maka tujuan penelitian ini adalah untuk memperbaiki proses pembelajaran guna meningkatkan perkembangan motorik halus anak-anak. Hal tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut. 1.5.1 Desain bermain dengan menggunakan media kertas sebagai mengembangkan motorik halus anak-anak kelompok B PAUD Ummul Quro 1.5.2 Pelaksanaan bermain pembelajaran yang tepat untuk tujuan meningkatkan capaian perkembangan motorik halus 1.5.3 Sistem penilaian pembelajaran yang tepat dilakukan melalui bermain pada anak anak didk kelompok B PAUD Ummul Quro 1.5.4 Peningkatan kemampuan motorik halus melalui bermain kertas pada anak di kelompok B PAUD Ummul Quro 1.6 Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian dari beberapa aspek, yakni baik secara teoritis dan dari sisi praktis. 1.6.1 Kegunaan Teoretis Hasil penelitian secara teoritis diharapkan mampu mengembangkan konsep, teori, prinsip dan prosedur teknologi pendidikan khususnya

14 dalam pembelajaran melalui bermain untuk usia dini, khususnya bagi dalam kawasan desain dan pemanfaatan. 1.6.2 Kegunaan Praktis 1.6.2.1 Bagi anak a. Perkembangan motorik halus anak dapat dicapai melalui bermain kertas b. Memperbaiki metode pembelajaran pada ruang lingkup fisik, khususnya motorik halus melalui bermain pada kegiatan menggambar. 1.6.2.2 Bagi guru a. Bisa dijadikan sebagai pilihan, terutama metode bermain kertas sehingga menarik minat anak didik dalam proses bermain sambil belajar b. Mendapatkan pemecahan permasalahan dalam menyususn kegiatan dalam rangka mencapai perkembangan motorik halus melalui bermain pada anak didik. 1.6.2.3 Bagi sekolah Melengkapi metode pembelajaran (bermain) untuk mengoptimalkan motorik halus anak melalui bermain kertas. 1.6.2.4 Bagi Peneliti Sebagai rujukan untuk mencapai tingkat pencapaian perkembangan fisik, khususnya motorik halus