BAB I PENDAHULUAN. vision di dunia. Data dari VISION 2020, suatu program kerjasama antara

dokumen-dokumen yang mirip
Jln. Arjuna Utara Tol Tomang Kebun Jeruk, Jakarta

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. dalam proses refraksi ini adalah kornea, lensa, aqueous. refraksi pada mata tidak dapat berjalan dengan

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan salah satunya adalah penyakit infeksi. Masa balita juga merupakan masa kritis bagi

BAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998

BAB I PENDAHULUAN UKDW. berbagai kegiatan. Apabila mata menderita kelainan atau gangguan seperti low vision

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi energi pada kelompok umur 56 tahun ke atas yang. mengkonsumsinya di bawah kebutuhan minimal di provinsi Jawa Barat

BAB I PENDAHULUAN. Penglihatan juga merupakan jalur informasi utama, oleh karena itu. Meskipun fungsinya bagi kehidupan manusia sangat penting, namun

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai masalah yang berkaitan dengan pangan dialami banyak

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Menurut Global Data on Visual Impairment 2010, WHO 2012, estimasi

BAB I PENDAHULUAN. penyakit. Lensa menjadi keruh atau berwarna putih abu-abu, dan. telah terjadi katarak senile sebesar 42%, pada kelompok usia 65-74

BAB I PENDAHULUAN. bagi kelangsungan hidup suatu bangsa. Status gizi yang baik merupakan

BAB I PENDAHULUAN. usia subur. Perdarahan menstruasi adalah pemicu paling umum. kekurangan zat besi yang dialami wanita.meski keluarnya darah saat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia atau lebih dari 100 juta jiwa mengalami beraneka masalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. berbagai informasi visual yang digunakan untuk melaksanakan berbagai kegiatan,

BAB I PENDAHULUAN. Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering

BAB I PENDAHULUAN. lainnya gizi kurang, dan yang status gizinya baik hanya sekitar orang anak

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. prekursor / provitamin A / karotenoid yang mempunyai aktivitas biologik

BAB I PENDAHULUAN. secara Nation Wide mengingat prevalensinya cukup tinggi umumnya sebagian

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. kesakitan dan kematian pada bayi dan anak-anak di dunia. kedua pada anak dibawah 5 tahun. 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan suatu keadaan dimana kadar Hemoglobin (Hb) ambang menurut umur dan jenis kelamin (WHO, 2001).

BAB 1 PENDAHULUAN. sulit diharapkan untuk berhasil membangun bangsa itu sendiri. (Hadi, 2012).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anemia pada ibu hamil merupakan salah satu masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. dari sepuluh masalah kesehatan utama di dunia dan kelima teratas di negara

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan kecerdasan anak. Pembentukan kecerdasan pada masa usia

BAB I PENDAHULUAN. kegemukan sebagai lambang kemakmuran. Meskipun demikian, pandangan yang

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Sekitar anak-anak di negara berkembang menjadi buta setiap

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kebutaan dan gangguan penglihatan merupakan masalah kesehatan

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk. Menurut Kemenkes RI (2012), pada tahun 2008 di Indonesia terdapat

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. penduduk, dan sekaligus menambah jumlah penduduk usia lanjut. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tetapi kurang serat (Suyono dalam Andriyani, 2010). Ketidakseimbangan antara

BAB I PENDAHULUAN. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat

BAB I PENDAHULUAN. Miopia adalah suatu kelainan refraksi karena kemampuan refratif mata

BAB I PENDAHULUAN. tidak menular atau NCD (Non-Communicable Disease) yang ditakuti karena

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak, masa remaja, dewasa sampai usia lanjut usia (Depkes, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan pada anak-anak membuat anak buta setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. dunia, lebih dari 1 milyar orang dewasa adalah overweight dan lebih dari 300

BAB I PENDAHULUAN. terutama di bidang kesehatan berdampak pada penurunan angka kelahiran,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

BAB I PENDAHULUAN. penderita kebutaan dari 285 juta penderita gangguan penglihatan di dunia. Sepertiga

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus dapat menyerang warga seluruh lapisan umur dan status

BAB I PENDAHULUAN. (mordibity) dan angka kematian (mortality). ( Darmadi, 2008). Di negara

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. yang serius dan merupakan penyebab yang penting dari angka kesakitan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Indonesia mengalami permasalahan gizi ganda yaitu perpaduan antara gizi

SITUASI GANGGUAN PENGLIHATAN DAN KEBUTAAN

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia

BAB 1 PENDAHULUAN. faktor yang perlu diperhatikan dalam menjaga kesehatan, karena masa balita

BAB 1 PENDAHULUAN. titik yang tajam. Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia dan

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam masyarakat, termasuk di Indonesia. Bangsa Indonesia yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. zat seng / zinc. Padahal zinc merupakan co-faktor hampir 100 enzim yang

World Hunger Organization (WHO), terdapat empat jenis masalah kekurangan. Anemia Gizi Besi (AGB), Kurang Vitamin A (KVA) dan Gangguan Akibat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan jangka panjang nasional (RPJPN) ( ) adalah. mewujudkan bangsa yang berdaya saing, melalui pembangunan sumber

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana diketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan gizi saat ini cukup kompleks meliputi masalah gizi ganda. Gizi

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah mata merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia karena mata

BAB 1 : PENDAHULUAN. perubahan. Masalah kesehatan utama masyarakat telah bergeser dari penyakit infeksi ke

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat dan sempurna secara jasmaniah dengan berat badan yang cukup. Masa

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stunting merupakan salah satu indikator masalah gizi yang menjadi fokus

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, yaitu sehat, cerdas, dan memiliki fisik yang tangguh

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare merupakan salah satu penyebab morbiditas dan. Secara nasional, target Sustainable Development Goals (SDGs) untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. (P2ISPA) adalah bagian dari pembangunan kesehatan dan upaya pencegahan serta

BAB I PENDAHULUAN. perlu disiapkan dengan baik kualitasnya (Depkes RI, 2001 dalam Yudesti &

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. derajat kesehatan yang baik dan setinggi-tingginya merupakan suatu hak yang fundamental

BAB I PENDAHULUAN. menduduki peringkat teratas dan sebagai penyebab kematian tertinggi

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan. World Health Organization (WHO) memperkirakan, pada tahun 2020

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang

2 hidup, 25% menjadi buta dan 50-60% setengah buta (Almatsier, 2002, p.153) Suplementasi vitamin A pada ibu nifas merupakan salah satu program penangg

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. panjang, sehingga fokus akan terletak di depan retina (Saw et al., 1996). Miopia

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur. diperkirakan akan meningkat pada tahun 2025 yaitu 73,7 tahun.

BAB I PENDAHULUAN. diriwayatkan Nabi R. Al-Hakim,At-Turmuzi, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban: minum, dan sepertiga lagi untuk bernafas.

BAB I PENDAHULUAN. usia matang dan secara hukum diakui hak-haknya sebagai warga Negara.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu studi telah menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor

BAB I PENDAHULUAN. 5 tahun di dunia mengalami kegemukan World Health Organization (WHO, menjadi dua kali lipat pada anak usia 2-5 tahun.

GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA KELAS XII SMA NEGERI 7 MANADO TENTANG KATARAK.

BAB 1 PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sangat serius saat ini adalah hipertensi yang disebut sebagai the silent killer.

BAB I PENDAHULUAN. sejajar yang berasal dari jarak tak terhingga masuk ke mata tanpa akomodasi dan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Anak usia bawah lima tahun (balita) adalah anak yang berusia 0 59 bulan.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan struktur umur penduduk yang ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. Pada kelompok anak usia sekolah, termasuk remaja usia 16-18

BAB I PENDAHULUAN. terjadi peningkatan secara cepat pada abad ke-21 ini, yang merupakan

PERBANDINGAN KADAR VITAMIN D DARAH PENDERITA MIOPIA DAN NON MIOPIA

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan masalah gizi yang banyak terdapat di seluruh dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. diabetes retinopati (1%), penyebab lain (18%). Untuk di negara kita, Indonesia

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2)

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelainan refraksi yang tidak terkoreksi merupakan penyebab utama low vision di dunia. Data dari VISION 2020, suatu program kerjasama antara International Agency for the Prevention of Blindness (IAPB) dan World Health Organization (WHO), menyatakan bahwa pada tahun 2006 diperkirakan 153 juta penduduk dunia mengalami gangguan visus akibat kelainan refraksi yang tidak terkoreksi. Dari 153 juta orang tersebut, sedikitnya 13 juta diantaranya adalah anak-anak usia 5-15 tahun dimana prevalensi tertinggi terjadi di Asia Tenggara. Low vision adalah istilah yang menunjukkan tingkat penglihatan yang 20/70 atau lebih buruk dan tidak dapat sepenuhnya dikoreksi dengan kacamata konvensional. Low vision tidak sama dengan kebutaan tidak seperti orang yang buta, orang dengan low vision memiliki beberapa pandangan yang berguna. Namun, low vision biasanya menghambat kinerja kegiatan sehari-hari, seperti membaca atau mengemudi. Seseorang dengan low vision mungkin tidak mengenali gambar di kejauhan atau tidak dapat membedakan warna dengan nada yang sama. 1

Menurut Lueck (2004) mendefinisikan low vision sebagai kehilangan penglihatan yang cukup buruk, dapat menghambat kemampuan individu untuk belajar atau melakukan tugas dalam kehidupan sehari-hari, tetapi masih memungkinkan beberapa fungsional penglihatan yang berguna. Low vision tidak dapat dikoreksi menjadi normal dengan kacamata biasa atau lensa kontak. Definisi WHO menyebutkan, jika kacamata biasa atau lensa kontak tidak dapat mengembalikan ketajaman penglihatan seseorang dalam keadaan normal, berarti ada kerusakan pada sistem penglihatannya dan orang tersebut dapat dikatakan menderita low vision. Tajam penglihatan setelah koreksi refraktif > 3/60 < 3/10 dan lapang penglihatannya < 10 0. Low vision berbeda dengan buta, penderita low vision hanya kehilangan sebagian penglihatannya dan masih memiliki penglihatan sebagian yang dapat ditingkatkan apabila difungsikan dengan baik. Berdasarkan perkiraan WHO kasus low vision itu angkanya 3 4 kali lebih besar dari angka kebutaan. Di Indonesia diperkirakan jumlah anak usia 0 15 tahun berjumlah 70 juta orang. Prevalensi kebutaan pada anak-anak adalah 0.9/1000 anak, maka diperkirakan jumlah anak dengan low vision adalah 210.000 orang. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, proporsi low vision di Indonesia adalah sebesar 4.8 persen dengan kisaran antara 1.7 persen di Provinsi Papua hingga 10.1 persen di Provinsi 2

Bengkulu. Rendahnya proporsi low vision di Papua berkaitan dengan respons rate individu yang rendah sehingga proporsi tersebut tidak mewakili keadaan wilayah provinsi terkait secara keseluruhan. Proporsi low vision tertinggi di Provinsi Bengkulu diikuti oleh Provinsi Sulawesi Selatan 9.8 persen mencapai lebih dari dua kali lipat dibanding angka nasional. Delapan dari 33 provinsi masih memperlihatkan proporsi low vision lebih tinggi dari angka nasional. Pada laporan Riskesdas 2007 tersedia data tentang penderita low vision untuk penduduk berusia diatas 6 tahun, peneliti mengambil responden dalam penelitian ini anak usia 7-12 tahun. Berdasarkan karakteristik responden seperti jenis kelamin. Prevalensi low vision pada anak laki-laki lebih rendah 4.1 persen daripada anak perempuan 5.4 persen (Riskesdas 2007). Vitamin A memiliki banyak fungsi dalam tubuh manusia, termasuk pertumbuhan, penglihatan, diferensiasi epitel, fungsi kekebalan tubuh, dan reproduksi. Asupan vitamin A sangat penting dalam membatu penglihatan, begitu pula dengan konsumsi buah dan sayur. Vitamin A merupakan vitamin yang paling dikenal karena peranannya dalam fungsi penglihatan. Kekurangan vitamin A tidak hanya dapat menggangu pengelihatan tetapi juga dapat menggangu berbagai fungsi seluruh tubuh. Banyak wanita dan anak-anak menderita kekurangan vitamin A, yang menyebabkan kehilangan penglihatan, peningkatan morbiditas, dan kematian. Menurut WHO, 45 negara memiliki 3

masalah kesehatan masyarakat pada tingkat klinis, yang termasuk tanda-tanda dari kekurangan vitamin A. Menurut UNICEF (1997), bahwa kekurangan vitamin A dalam makanan sehari-hari menyebabkan setiap tahunnya sekitar satu juta anak balita di seluruh dunia menderita penyakit mata tingkat berat (Xeropthalmia) ¼ diantaranya menjadi buta dan 60 persen dari yang buta ini akan meninggal dalam beberapa bulan. Kekurangan vitamin A menyebabkan anak berada dalam risiko besar mengalami kesakitan, tumbuh kembang yang buruk dan kematian dini. Terdapat perbedaan angka kematian sebesar 30 persen antara anak-anak yang mengalami kekurangan vitamin A dengan rekan-rekannya yang tidak kekurangan vitamin A (Myrnawati, 1997 ). Makanan yang mengandung sumber vitamin A ditemukan sebagai retinol dalam makanan hewani, dan sebagai beta-karoten serta karotenoid lainnya ada dalam makanan nabati. Beberapa sumber terbaik ada didalam hati, buah dan sayur yang berwarna orange atau kuning tua, dan sayuran yang berwarna hijau gelap seperti wortel, bayam, brokoli, labu, dan ubi jalar. Beberapa buah-buahan seperti semangka, mangga, dan sawo. Makanan hewani adalah sumber terkaya retinoid, sekitar 10 persen vitamin A adalah dalam bentuk retinol dan sisanya 90 persen adalah retinil ester. Bedasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan, maka akan dianalisis lebih lanjut tentang hubungan asupan vitamin A, konsumsi buah dan sayur 4

dengan kejadian low vision pada anak sekolah dasar usia 7-12 tahun di Provinsi Bengkulu berdasarkan RISKESDAS 2007. B. Identifikasi Masalah Lokasi keberadaan penyandang low vision sangat menyebar didaerah dengan radius sangat luas, dan biasa disandang oleh bayi atau balita, anak-anak maupun orang dewasa dan tua. Penyandang low vision biasa datang dari keluarga miskin maupun kaya. Asupan vitamin A, konsumsi buah dan sayur yang cukup sesuai dengan AKG (Angka Kecukupan Gizi) sangat berperan penting untuk pengelihatan dan kesehatan mata. Apabila asupan vitamin A, buah dan sayur tidak terpenuhi maka akan mengganggu proses pengelihatan. Dalam penelitian ini variabel dependent adalah low vision, data yang dikumpulkan untuk mengetahui indikator kesehatan mata meliputi pengukuran tajam penglihatan menggunakan kartu Snellen (dengan atau tanpa pin-hole). Prevalensi low vision dan kebutaan dihitung berdasarkan hasil pengukuran visus pada responden berusia 6 tahun ke atas. Variabel independent adalah asupan vitamin A, konsumsi buah dan sayur pada anak sekolah dasar yang berada di Provinsi Bengkulu. 5

C. Pembatasan Masalah Karena keterbatasan waktu dan tenaga serta keterbatasan data (data penelitian data sekunder yang diperoleh dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2007) maka ruang lingkup penelitian dibatasi pada variabel dependent yang digunakan adalah kejadian low vision pada anak sekolah dasar dan variabel independent yaitu asupan vitamin A, konsumsi buah dan sayur. Penelitian ini dilakukan pada anak usia 7-12 tahun di Provinsi Bengkulu. Data yang digunakan adalah data sekunder Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007 yang telah dikumpulkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Departemen Kesehatan RI. D. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah penelitian adalah sebagai berikut : Apakah ada hubungan asupan vitamin A, konsumsi buah dan sayur terhadap kejadian low vision pada anak usia 7-12 tahun di Provinsi Bengkulu tahun 2007. 6

E. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan konsumsi vitamin A, konsumsi buah dan sayur terhadap kejadian low vision pada anak usia 7-12 tahun di Provinsi Bengkulu tahun 2007. 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi karakteristik responden di Provinsi Bengkulu (usia dan jenis kelamin) b. Mengidentifikasi rata-rata asupan vitamin A, konsumsi buah dan sayur. c. Menganalisis hubungan antara asupan vitamin A dengan low vision pada anak usia 7-12 tahun di Provinsi Bengkulu. d. Menganalisis hubungan antara konsumi buah dan sayur dengan low vision anak usia 7-12 tahun di Provinsi Bengkulu. F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat bagi praktisi Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi mengenai hubungan asupan vitamin A, konsumsi buah dan sayur terhadap kejadian low vision pada anak usia 7-12 tahun di Provinsi Bengkulu. (Analisis Data Sekunder Riskesdar tahun 2007). 7

2. Manfaat bagi institusi Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan pengambilan kebijakan pada upaya pencegahan dan penanggulangan akibat low vision pada anak-anak sehingga usaha peningkatan kualitas kesehatan masyarakat dapat terwujud dan berhasil. 3. Manfaat bagi pendidikan Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber pengetahuan bagi para praktisi maupun mahasiswa gizi mengenai hubungan asupan vitamin A, konsumsi buah dan sayur terhadap kejadian low vision pada anak usia 7-12 tahun di Provinsi Bengkulu. (Analisis Data Sekunder Riskesdas tahun 2007). 4. Manfaat bagi peneliti Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai sarana untuk mendalami masalah mengenai hubungan asupan vitamin A, konsumsi buah dan sayur terhadap kejadian low vision pada anak usia 7-12 tahun di Provinsi Bengkulu (Analisis Data Sekunder Riskesdas 2007). Dapat digunakan sebagai syarat kelulusan Sarjana Gizi pada Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Esa Unggul. 8