RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI

dokumen-dokumen yang mirip
PEMERINTAH KABUPATEN NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN NGAWI TAHUN

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI. Laporan Akhir

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

BAB 5 RTRW KABUPATEN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR : 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

RENCANA TATA RUANG WI LAYAH KABUPATEN MAGELANG

KLHS KABUPATEN TUBAN

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI

BUPATI BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BATANG TAHUN

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN NGAWI TAHUN Laporan Akhir V - 40

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

Jalan bebas hambatan : Mantingan Widodarem Kedunggalar Paron Geneng Ngawi - Kwadungan. Jalan Lingkar di Kecamatan Ngawi

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TRENGGALEK

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN

Bab VI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN. 6.1 Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kota Tidore Kepulauan

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

Lokasi Sumber Dana Instansi Pelaksana. APBD Prov. APBD Kab.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III ISU ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Identifikasi Permasalahan berdasarkan tugas dan Fungsi

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

C. KLUSTER DESA PERKOTAAN

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INDIKATOR PROGRAM UTAMA PEMBANGUNAN PEMANFAATAN RUANG KOTA GORONTALO TAHUN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan

BUPATI PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PEMALANG TAHUN

LAMPIRAN VI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN

REPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PEMERINTAH KABUPATEN NGAWI RINGKASAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DAN ORGANISASI TAHUN ANGGARAN 2014

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MADIUN TAHUN

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL

2. 1 Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS

BAB 7 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SEMARANG TAHUN

2.1.1 Dasar Perumusan Tujuan Penataan Ruang Tujuan Umum Penataan Ruang; sesuai dengan amanah UU Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007 tujuan penataan ruang

PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KABUPATEN SINJAI

Rencana Strategis Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Lingga

PENJELASAN A T A S PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN

Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN GRESIK TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JO MBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS

Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatera 2020 Dalam RTR Pulau Sumatera

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI TAHUN

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MADIUN TAHUN

LAMPIRAN III : PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 02 TAHUN 2011 TANGGAL 10 JANUARI 2011

MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL.

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

BUPATI PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SUMBA TIMUR TAHUN

Rangkuman tentang Muatan. Rencana Rinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Kata Pengantar. Yogyakarta, Desember Tim Penyusun. Buku Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi BWP Sedayui

2.1. TUJUAN PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA BANDA ACEH

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SURABAYA TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2016 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan,

PEMERINTAH KABUPATEN BREBES

Gambar 1. Kedudukan RD Pembangunan DPP, KSPP, KPPP dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan RIPPARNAS RIPPARPROV

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH ( RTRW KABUPATEN PASURUAN TAHUN

PEMERINTAH KABUPATEN BREBES

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal

Transkripsi:

3.1. TUJUAN PENATAAN RUANG Luas wilayah kabupaten yang merupakan kawasan pertanian seluas 44.361,6 ha ( 34,23 % dari luas Kabupaten Ngawi), dan 47,15% penduduk merupakan petani, maka potensi terbesar Kabupaten Ngawi adalah pada aspek pertanian, terutama pertanian tanaman pangan. Berdasarkan FGD yang dilakukan, disepakati bersama bahwa kondisi yang diinginkan pada masa yang akan datang adalah penguatan pada kegiatan pertanian. Berdasarkanhal tersebut maka tujuan penyelenggaraan penataan ruang Kabupaten Ngawi adalah Terwujudnya ruang wilayah Kabupaten Ngawi sebagai lumbung pertanian Jawa Bali yang didukung oleh industri dan perdagangan, melalui: 1. Mengkaji ulang RTRW Kabupaten Ngawi Tahun 2006-2016; 2. Menjaga sinkronisasi, konsistensi, dan kesinambungan antar produk tata ruang, program pembangunan, dan kebijaksanaan; Laporan Akhir III - 1

3. Menyiapkan perwujudan dengan melaksanakan dan mengakomodasi program-program pembangunan; 4. Mendayagunakan produk tata ruang sebagai alat penataan, penyusunan program pembangunan dan pengendalian secara optimal. Tersusunnya kembali RTRW Kabupaten Ngawi yang baru untuk waktu d. pengembangan sistem agropolitan dan perikanan pada kawasan potensial; e. peningkatan fungsi wilayah perdesaan melalui pengembangan produk unggulan perdesaan; dan f. pengoptimalan potensi sumber daya alam secara berkelanjutan untuk menghindari dampak dan resiko bencana. 20 (dua puluh) tahun ke depan, adalah sesuai dengan sasaran perencanaan tata ruang wilayah kabupaten, yaitu: a. terkendalinya pembangunan di wilayah, baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat sehingga dapat mendukung pengembangan pertanian wilayah beserta kegiatan industri dan perdagangan penunjang pertanian; b. terciptanya keserasian antara kawasan lindung dan kawasan budidaya yang mendukung pengembangan pertanian wilayah beserta kegiatan industri dan perdagangan penunjang pertanian; c. tersusunnya rencana dan keterpaduan program-program pembangunan yang mendukung pengembangan pertanian wilayah beserta kegiatan industri dan perdagangan penunjang pertanian; d. terdorongnya minat investasi masyarakat dan dunia usaha yang mendukung pengembangan pertanian wilayah beserta kegiatan industri dan perdagangan penunjang pertanian; dan e. terkoordinasinya pembangunan antar wilayah dan antar sektor pembangunan yang mendukung pengembangan pertanian wilayah beserta kegiatan industri dan perdagangan penunjang pertanian Berdasarkan potensi dan masalah, serta tujuan penataan ruang di atas, maka kebijakan perencanaan ruang wilayah Kabupaten Ngawi adalah : a. peningkatan fungsi kawasan perkotaan secara berjenjang dan bertahap sesuai pengembangan perkotaan secara keseluruhan; b. pengembangan kegiatan pertanian, industri, perdagangan dan pariwisata yang didukung oleh sistem jaringan sarana dan prasarana wilayah; Untuk mewujudkan kebijakan penataan ruang wilayah ditetapkan dengan strategi penataan ruang wilayah kabupaten. (1) Strategi peningkatan fungsi kawasan perkotaan secara berjenjang dan bertahap sesuai pengembangan perkotaan secara keseluruhan, meliputi: a. mengembangkan perkotaan utama Kabupaten Ngawi sebagai Pusat Kegiatan Lokal di Perkotaan Ngawi dengan penetapan kawasan primer, sekunder satu, sekunder dua, sekunder tiga, perumahan dan persil. b. mendorong dan mempersiapkan Perkotaan Ngawi sebagai perkotaan yang menunjang perkembangan kawasan siap bangun (Kasiba) dan lingkungan siap bangun (Lisiba); c. mendorong pengembangan Perkotaan Ngrambe sebagai perkotaan dengan fungsi utama transportasi dan Agropolitan; dan d. mendorong pengembangan Perkotaan Bringin sebagai perkotaan dengan fungsi utama Perikanan. (2) Strategi pengembangan kegiatan pertanian, industri, perdagangan dan pariwisata yang didukung oleh sistem jaringan sarana dan prasarana wilayah, meliputi : a. mengembangkan sistem sarana dan prasarana wilayah secara berhirarki dan merata; dan b. mengembangkan sistem sarana dan prasarana wilayah yang mendorong interaksi kegiatan antar wilayah pengembangan, mendorong pemerataan pembangunan, mengembangkan potensi pariwisata dan memudahkan pergerakan serta distribusi hasil produksi. c. penetapan kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan; Laporan Akhir III - 2

(3) Strategi penetapan kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan, meliputi: a. meningkatkan sarana dan prasarana pertanian untuk meningkatkan nilai produktivitas pertanian; b. melakukan pemberian insentif pada lahan yang telah ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan; dan c. mengendalikan secara ketat kawasan yang telah ditetapkan sebagai pertanian pangan berkelanjutan. (4) Strategi pengembangan sistem agropolitan dan perikanan pada kawasan potensial, meliputi : a. mengembangkan produk unggulan disertai pengolahan dan perluasan jaringan pemasaran; b. menetapkan prioritas pengembangan kawasan agropolitan dengan mengarahkan pada Kecamatan Ngrambe sebagai Kota Tani Utama (KTU) produksi, perkebunan dan hortikultura, sedangkan perdesaan di dataran rendah untuk pertanian tanaman pangan; b. meningkatkan nilai tambah produk pertanian dengan pengolahan hasil; c. mendorong eksport hasil pertanian unggulan daerah; dan d. mengembangkan fasilitas sentra produksi pemasaran pada pusat kegiatan ekonomi di Kecamatan Ngrambe dan Kecamatan Bringin. (6) Strategi pengoptimalan potensi sumber daya alam secara berkelanjutan untuk menghindari dampak dan resiko bencana, meliputi : a. mengendalikan secara ketat kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan lindung; b. mengefektifkan pengelolaan kawasan budidaya melalui pendekatan kajian lingkungan hidup berdasarkan daya dukung dan daya tampung; c. menghindari pengembangan kawasan yang rawan terhadap bencana alam gunung api, banjir dan longsor; sedangkan untuk Kota Tani (KT) dan Kawasan Senta Produksi (KSP) d. mengembangkan sistem peringatan dini dari kemungkinan adanya adalah desa desa disekitarnya dan desa desa di Kecamatan Sine, Kecamatan Jogorogo dan Kecamatan Kendal; c. menetapkan prioritas pengembangan kawsasan perikanan dengan mengarahkan pada Kecamatan Bringin sebagai Kota Perikanan Utama bencana alam; e. mengembangkan bangunan tahan gempa pada daerah terindikasi rawan gempa; dan f. menetapkan jalur evakuasi pada setiap kawasan bencana. (KTU) sedangkan untuk Kota Tani (KT) dan Kawasan Senta Produksi (KSP) adalah desa desa disekitarnya; d. meningkatkan kemampuan permodalan melalui kerjasama dengan swasta dan pemerintah; dan e. mengembangkan sistem informasi dan teknologi pertanian berupa Balai Pengkajian Penerapan Teknologi Pertanian (BP2TP) di Kecamatan Ngrambe (sebagai Kota Tani Utama). (5) Strategi penetapan fungsi wilayah perdesaan melalui pengembangan produk unggulan perdesaan, meliputi : a. mengembangkan fungsi kawasan perdesaan sesuai potensi wilayah, yakni perdesaan yang terletak di kawasan pegunungan untuk hutan 3.2. KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENETAPAN STRUKTUR RUANG WILAYAH Tujuan penetapan struktur ruang wilayah Kabupaten Ngawi adalah untuk meningkatkan keserasian ruang Kabupaten Ngawi. Kebijakan dan strategi penetapan struktur ruang ini meliputi strategi terkait dengan : Sistem perkotaan, fungsi wilayah, serta sistem jaringan prasarana wilayah di Kabupaten Ngawi. Strategi ini berkaitan dengan penetapan lokasi wilayah termasuk perdesaan didalamnya dan wilayah perkotaan di Kabupaten Ngawi yang dilakukan dengan pengembangan hirarki kawasan sistem perkotaan itu, berupa PKL, PKLp, dan PPK. Laporan Akhir III - 3

3.2.1. Kebijakan dan Strategi Sistem Perkotaan Wilayah Pengembangan sistem perkotaan dilakukan secara berjenjang mulai dari ibukota kabupaten sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL), Pusat Kegiatan Lokal promosi (PKLp), dan pusat pelayanan kawasan (PPK). Rencana pengembangan sistem pusat pelayanan di Kabupaten Ngawi dilakukan sebagai usaha pemerataan penyebaran pembangunan Kabupaten Ngawi. Perubahan dalam skala besar akan terjadi di Kabupaten Ngawi dengan pembentukan kawasan Agropolitan dan jasa pariwisata. 1. Kebijakan (1) Pengembangan struktur dan fungsi perkotaan yang mendukung agropolitan dan perikanan beserta industri dan perdagangan pendukung. a. Mengembangkan perkotaan utama Kabupaten Ngawi sebagai Pusat Kegiatan Lokal di Perkotaan Ngawi. b. Mendorong dan mempersiapkan Perkotaan Ngawi sebagai perkotaan yang menunjang perkembangan kawasan siap bangun (Kasiba) dan lingkungan siap bangun (Lisiba); c. Mendorong pengembangan Perkotaan Ngrambe sebagai perkotaan dengan fungsi utama transportasi dan Agropolitan. d. Mendorong pengembangan Perkotaan Bringin sebagai perkotaan dengan fungsi utama sebagai kawasan perikanan. 2. Kebijakan (2) Pembentukan pusat kegiatan yang terintegrasi dan berhirarki di Kabupaten Ngawi yang mendukung agropolitan dan perikanan beserta industri dan perdagangan pendukung a. Mengembangkan peran Perkotaan Ngawi sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL); b. Mengembangkan wilayah perkotaan kecamatan yang memiliki kemampuan pelayanan terhadap kecamatan lainnya sebagai Pusat Kegiatan Lokal promosi (PKLp) yaitu perkotaan Karangjati, Widodaren dan Ngrambe; c. Mengembangkan perkotaan ibukota kecamatan lainnya sebagai Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) yaitu ibukota Kecamatan Karanganyar, Pitu, Kasreman, Bringin, Padas, Pangkur, Kwadungan, Geneng, Gerih, Kendal, Jogorogo, Sine, Kedunggalar, Paron dan Mantingan. d. Mengembangkan desa desa yang berada di luar pengaruh secara langsung perkembangan wilayah kota di Ibukota Kecamatan (IKK) di Kabupaten Ngawi, dan memiliki akses berupa jalan lokal primer atau jalan desa dan bisa menjadi Pusat Pengembangan Lingkungan (PPL) yang bisa menjadi pendukung pengembangan desa-desa sekitarnya. 3.2.2. Kebijakan dan Strategi Penetapan Fungsi Wilayah Penataan kawasan desa-kota mengatur fungsi-fungsi pusat kawasan berkaitan dengan pelayanan dan distribusi fasilitas. 1. Kebijakan (1) Penetapan fungsi wilayah perdesaan melalui pengembangan produk pertanian unggulan perdesaan. a. Mengembangkan fungsi kawasan perdesaan sesuai potensi wilayah, yakni perdesaan terletak di kawasan pegunungan untuk hutan lindung, hutan produksi, perkebunan dan hortikultura, perdesaan di dataran rendah untuk pertanian pangan; b. Meningkatkan nilai tambah produk pertanian dengan pengolahan hasil; c. Mendorong eksport hasil pertanian unggulan daerah; serta d. Mengembangkan fasilitas sentra produksi-pemasaran pada pusat kegiatan ekonomi di Kecamatan Ngrambe, Kecamatan Bringin. 2. Kebijakan (2) Penetapan kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan. a. Meningkatkan sarana dan prasarana pertanian untuk meningkatkan nilai produktivitas pertanian; Laporan Akhir III - 4

b. Memberi insentif pada lahan yang telah ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan; serta c. Mengendalikan secara ketat kawasan yang telah ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan. 3. Kebijakan (3) Pengembangan sistem agropolitan dan perikanan pada kawasan potensial. a. Mengembangkan produk unggulan disertai pengolahan dan perluasan jaringan pemasaran; b. Menetapkan prioritas pengembangan kawsasan agropolitan dengan mengarahkan pada Kecamatan Ngrambe sebagai Kota Tani Utama (KTU) sedangkan untuk Kota Tani (KT) dan Kawasan Senta Produksi (KSP) adalah desa desa disekitarnya dan desa desa di Kecamatan Sine, Kecamatan Jogorogo dan Kecamatan Kendal; c. Menetapkan prioritas pengembangan kawsasan perikanan dengan mengarahkan pada Kecamatan Beringin sebagai Kota Perikanan Utama (KTU) sedangkan untuk Kota Tani (KT) dan Kawasan Senta Produksi (KSP) adalah desa desa disekitarnya dan desa desa di Kecamatan Sine, Kecamatan Jogorogo dan Kecamatan Kendal; d. Meningkatkan kemampuan permodalan melalui kerjasama dengan swasta dan pemerintah; serta e. Mengembangkan sistem informasi dan teknologi pertanian berupa Balai Pengkajian Penerapan Teknologi Pertanian (BP2TP) di Kecamatan Ngrambe (sebagai Kota Tani Utama). Tugas pokok BP2TP adalah menyusun program-program penelitian yang diperlukan dalam pengembangan kegiatan agribisnis. Salah satunya adalah pengkajian tentang bibit unggul komoditas pertanian dan perikanan yang dibudidayakan di kawasan agropolitan dan perikanan. 3.2.3. Kebijakan dan Strategi Pengembangan Sistem Jaringan Prasarana Kabupaten Ngawi memiliki peran penting dalam skala regional. Dengan demikian pengembangan Kabupaten Ngawi sangat berkaitan dengan berbagai pengembangan infrastruktur pendukungnya. 3.2.3.1.Kebijakan Pengembangan Sistem Jaringan Sarana dan Prasarana Wilayah Kebijakan : Pengembangan prioritas jaringan sarana dan prasarana wilayah yang mendukung kegiatan pertanian, industri dan perdagangan terutama pada kawasan Agropolitan dan jasa pariwisata serta agroindustri. a. Menata sistem sarana dan prasarana wilayah secara berhirarki dan merata; b. Mengembangkan sistem jaringan transportasi yang mendorong interaksi kegiatan antar wilayah pengembangan, mendorong pemerataan pembangunan, dan memudahkan pergerakan serta distribusi hasil produksi 3.2.3.2. Kebijakan dan Strategi Pengembangan Transportasi Jalan Raya 1. Kebijakan (1) Pengembangan jalan dalam mendukung pertumbuhan dan pemerataan wilayah. a. Mengembangkan jalan penghubung perdesaan dan perkotaan. b. Mengembangkan jalan tol : Ruas Ngawi Kertosono dan Ruas Solo Mantingan - Ngawi c. Mengembangkan jalan arteri primer pada ruas Mantingan Batas Kota Ngawi, Jalan Gubernur Suryo, Jalan PB. Sudirman, Jalan Basuki Rahmat, Jalan Sukowati, Jalan Batas Kota Ngawi Batas Kab. Madiun; d. Mengembangkan Jalan Kolektor Primer pada ruas jalan A. Yani, Jalan Klitik Banyakan, Jalan Lombok, Jalan Batas Kota Ngawi Batas Kab. Wilayah Laporan Akhir III - 5

Magetan. Selain itu juga jalan Padangan Batas Kab. Ngawi, Batas Kab. Bojonegoro Batas Kota Ngawi dan Jalan Raya Padangan; e. Mengembangkan jalan lokal primer pada semua jalan penghubung b. Mengembangkan jalur kereta api komuter dengan rute Paron Widodaren; serta c. Memperbaiki sarana dan prasarana stasiun dan sub stasiun. utama antar kecamatan dan penghubung dengan fungsi utama di Daerah yang tidak terletak di jalan arteri maupun kolektor; serta f. Mengembangkan jalan pendukung lingkar (ring road) dengan pengembangan jalan sirip dan jalan tembus internal dan eksternal. g. Mengendalikan Daerah milik jalan pada Jalan Arteri Primer dalam menekan tingkat kerusakan jalan 2. Kebijakan (2) Pengembangan infrastruktur pendukung pertumbuhan wilayah berupa terminal. a. Meningkatkan infrastruktur pendukung dan pelayanan terminal yang memadai; b. Meningkatkan APK (Areal Pangkalan Kendaraan) menjadi terminal tipe C; serta c. Memindahkan dan mengembangkan terminal ke lokasi yang sesuai. 3. Kebijakan (3) : Pengembangan infrastruktur pendukung pertumbuhan wilayah berupa terminal dengan stasiun kereta api : a. Meningkatkan infrastruktur pendukung perlintasan tidak sebidang antara terminal dengan stasiun kereta api. b. Mengendalikan perlintasan tidak sebidang antara jalan dengan jalan kereta api. 3.2.3.3.Kebijakan dan Strategi Pengembangan Transportasi Kereta Api Kebijakan : Pengembangan sistem transportasi massal dan infrastruktur pendukungnya. a. Mengembangkan jaringan double track; 3.2.3.4.Kebijakan dan Strategi Pengembangan Prasarana Telekomunikasi 1. Kebijakan (1) Peningkatan jangkauan pelayanan dan kemudahan mendapatkannya. a. Menyediakan tower BTS (Base Transceiver Station) yang digunakan secara bersama menjangkau ke pelosok perdesaan; b. Meningkatkan sistem informasi telekomunikasi pembangunan daerah berupa informasi berbasis teknologi internet; serta c. Mengembangkan prasarana telekomunikasi meliputi telepon rumah tangga, telepon umum, jaringan telepon seluler. 2. Kebijakan (2) Peningkatan jumlah dan mutu Telekomunikasi tiap wilayah. a. Menerapkan teknologi Telekomunikasi berbasis teknologi modern; b. Membangun teknologi Telekomunikasi pada wilayah - wilayah pusat pertumbuhan; serta c. Membentuk jaringan telekomunikasi dan informasi yang menghubungkan setiap wilayah pertumbuhan dengan ibukota kabupaten. 3.2.3.5.Kebijakan dan Strategi Sistem Jaringan Sumber Daya Air 1. Kebijakan (1) Peningkatan sistim jaringan pengairan. a. Meningkatkan jaringan irigasi sederhana dan irigasi setengah teknis; serta b. Meningkatkan sarana dan prasarana pendukung. 2. Kebijakan (2) Pengoptimalisasian fungsi dan pelayanan prasarana pengairan. Laporan Akhir III - 6

a. Memberi perlindungan terhadap sumber-sumber mata air dan daerah resapan air; b. Mengembangkan waduk baru, bendung, dan cek dam pada kawasan potensial; c. Mencegah terjadinya pendangkalan terhadap saluran irigasi; serta d. Membangun dan memperbaiki pintu-pintu air. 3.2.3.6.Kebijakan dan Strategi Pengembangan Prasarana Energi/ Listrik 1. Kebijakan (1) Pengoptimalan tingkat pelayanan. a. Memperluas jaringan (pemerataan); b. Mengembangkan sumberdaya energi; c. Mengembangkan jaringan baru; d. MeningkatKan infrastruktur pendukung; e. Menambah dan perbaikan sistem jaringan; serta f. Meningkatkan dan mengoptimalkan pelayanan. 2. Kebijakan (2) Perluasan jangkauan listrik sampai ke pelosok desa. a. Meningkatkan jaringan listrik pada wilayah pelosok; dan b. Mengembangkan sistem penyediaan setempat misalnya melalui mikro hidro. 3. Kebijakan (3) Peningkatan kapasitas dan pelayanan melalui sistem koneksi Jawa - Bali. a. Mengembangkan sumber listrik melalui pengembangan PLTA baru; b. Meningkatkan kapasitas sumber listrik; c. Meningkatkan efisiensi pemakaian listrik; serta d. Menjalin kerjasama dengan Bali untuk menunjang dan mempercepat koneksi. 3.2.3.7.Kebijakan dan Strategi Pengembangan Prasarana Lingkungan 1. Kebijakan (1) Pengembangan system reduksi sumber timbunan sampah sejak awal. a. Meminimasi pengunaan sumber sampah yang sukar didaur ulang secara alamiah; b. Memanfaatkan ulang sampah (re-cycle) yang ada terutama yang memiliki nilai ekonomi; serta c. Mengolah sampah organik menjadi kompos. 2. Kebijakan (2) Pengptimalan tingkat penanganan sampah perkotaan. a. Meningkatan prasarana pengolahan sampah; b. Mengadakan TPS skala lokal; c. Mengadakan TPA regional; serta d. Mengelola sampah berkelanjutan. 3. Kebijakan (3) Pengoptimalan tingkat penanganan sampah perdesaan. a. Sistem pengelolaan sampah berbasis pelestarian lingkungan; dan b. Mengolah sampah mendukung pertanian. 4. Kebijakan (4) Penetapan kawasan Ruang Terbuka Hijau. a. Mengadakan taman dan hutan kota; b. Menetapkan luasan RTH perkotaan minimum 30% dari luas area; serta c. Mengembangkan jenis RTH dengan berbagai fungsinya. 5. Kebijakan (5) Penciptaan lingkungan yang sehat dan bersih. a. Memenuhi kebutuhan fasilitas septic tank per KK di wilayah perkotaan; b. Menangani limbah rumah tangga dengan fasilitas sanitasi per KK juga sanitasi umum pada wilayah perdesaan; serta Laporan Akhir III - 7

c. Meningkatkan sanitasi lingkungan untuk permukiman, produksi, jasa, dan kegiatan sosial ekonomi lainnya. 3.3. KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENETAPAN POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN Pola ruang wilayah Kabupaten Ngawi mencakup kawasan lindung dan budidaya, dimana kawasan-kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan lindung tidak boleh dialihfungsikan untuk kegiatan budidaya, dan kawasan budidaya akan dikembangkan dan dimanfaatkan secara optimum. Kawasan budidaya hutan produksi dan lahan abadi pertanian tanaman pangan harus tetap dipertahankan. 3.3.1. Kebijakan dan Strategi Pemantapan Kawasan Lindung 1. Kebijakan (1) Pemantapan Kawasan Hutan Lindung. a. Mengembalikan fungsi pada kawasan yang mengalami kerusakan, melalui penanganan secara teknis dan vegetatif; b. Pada kawasan hutan lindung tetapi terjadi alih fungsi untuk budidaya maka perkembangan dibatasi dan dikembalikan fungsinya menjadi hutan lindung secara bertahap; c. Meningkatkan peran serta dari masyarakat sekitar kawasan; d. Meningkatkan kesadaran akan lingkungan melalui pendidikan, pariwisata, penelitian dan kerjasama pengelolaan kawasan. 2. Kebijakan (2) Pemantapan fungsi lindung pada kawasan yang memberi perlindungan kawasan bawahannya. a. Mengembalikan fungsi pada kawasan yang mengalami kerusakan, melalui penanganan secara teknis dan vegetatif; b. Membatasi perkembangan alih fungsi budidaya pada kawasan yang memberi perlindungan kawasan bawahannya dan dikembangkan tanaman yang memiliki fungsi lindung; c. Mempertahankan kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan resapan air; d. Meningkatkan peran serta dari masyarakat sekitar kawasan; e. Melestarikan kawasan yang termasuk hulu DAS dengan mengembangkan hutan atau perkebunan tanaman keras tegakan tinggi; f. Meningkatkan kesadaran akan lingkungan melalui pendidikan, pariwisata, penelitian dan kerjasama pengelolaan kawasan. 3. Kebijakan (3) Pemantapan kawasan perlindungan setempat. a. Membatasi pengembangan pariwisata di sepanjang sungai; b. Membatasi kepentingan pariwisata pada kawasan perlindungan setempat sepanjang sungai dan mengupayakan sungai sebagai latar belakang kawasan fungsional; c. Membatasi pariwisata pada kawasan perlindungan setempat sekitar waduk dan mata air, dan menghindari bangunan radius pengamanan kawasan dan mengutamakan vegetasi yang memberikan perlindungan waduk dan mata air; d. Memanfaatkan sumber air dan waduk untuk irigasi dilakukan dengan tetap memperhatikan keseimbangan pasokan air dan kebutuhan masyarakat setempat. 4. Kebijakan (4) Pemantapan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam dan cagar budaya. a. Mengembangkan kegiatan di kawasan suaka alam hanya untuk pelestarian kawasan; b. Memelihara habitat dan ekosistem khusus yang ada dan sifatnya setempat; c. Meningkatan nilai dan fungsi kawasan dengan menjadikan kawasan sebagai tempat wisata, obyek penelitian, kegiatan pecinta alam; d. Melaksanakan kerjasama pengelolaan kawasan; serta Laporan Akhir III - 8

e. Membatasi alih fungsi lahan di kawasan hutan. 5. Kebijakan (5) Penanganan kawasan rawan bencana alam dan mitigasi bencana. a. Menghindari pengembangan kawasan yang rawan terhadap bencana alam gunung api, banjir dan longsor; d. Menetapkan program bagi cagar budaya, dengan peningkatan pemeliharaan lingkungan, keamanan dan kebersihan pada kawasan cagar budaya; dan e. Membuka nilai nasionalisme pada masyarakat dan fungsi kawasan cagar budaya yang bernilai sejarah. f. Melaksanakan kerjasama dalam pengelolaan kawasan. b. Mengembangkan peringatan dini dari kemungkinan adanya bencana alam; c. Mengembangkan bangunan tahan gempa pada daerah terindikasi rawan gempa. d. Menetapkan jalur evakuasi pada setiap kawasan bencana. 6. Kebijakan (6) Penanganan kawasan lindung geologi. a. Menjaga kawasan ini supaya hanya diperuntukkan bagi kegiatan yang berkaitan dengan pelestarian kawasan; b. Meningkatkan nilai dan fungsi kawasan dengan menjadikan kawasan sebagai tempat wisata, obyek penelitian, kegiatan pecinta alam; c. Melaksanakan kerjasama pengelolaan kawasan; d. Membatasi dan mengembalikan fungsi kawasan lindung geologi yang mengalami alih fungsi. 7. Kebijakan (7) Pemantapan kawasan lindung lainnya. a. Menjaga secara ketat kawasan yang memiliki kekayaan plasma nutfah supaya tidak dilakukan alih fungsi; b. Memelihara ekosisem kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan pengungsian satwa guna menjaga keberlanjutan kehidupan satwa dalam skala lokal maupun antar benua; c. Memelihara habitat dan ekosistem sehingga keaslian kawasan terpelihara; serta 3.3.2. Kebijakan dan Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya Kabupaten Ngawi memiliki berbagai fungsi kawasan budidaya yang harus dikembangkan secara optimum tetapi tidak boleh meninggalkan prinsip keberlanjutan dalam jangka panjang. 1. Kebijakan (1) Pengembangan hutan produksi. a. Mengembangkan hutan yang memiliki nilai ekonomi tinggi tetapi tetap memiliki fungsi perlindungan kawasan; b. Melakukan penanaman dan penebangan secara bergilir; c. Melakukan kerjasama dengan masyarakat dalam mengelola hutan sebagai hutan kemasyarakatan dengan program PHBM; d. Mengolah hasil hutan; 2. Kebijakan (2) Pengembangan hutan rakyat a. Mengembangkan hutan yang memiliki nilai ekonomi tinggi tetapi tetap memiliki fungsi perlindungan kawasan; b. Melakukan penanaman dan penebangan secara bergilir; c. Memberikan insentif pada pengelola kawasan hutan rakyat untuk mendorong terpeliharanya hutan produksi; d. Mendorong pengolahan hasil hutan sehingga memiliki nilai tambah yang cukup signifikan. 3. Kebijakan (3) Pengembangan kawasan pertanian. Laporan Akhir III - 9

a. Menjaga luasan lahan sawah beririgasi teknis di Kabupaten Ngawi secara keseluruhan tidak boleh berkurang; b. Mengembangkan irigasi setengah teknis atau sederhana menjadi sawah beririgasi teknis pada kawasan perkotaan yang tidak dapat menghindarkan alih fungi sawah sehingga secara keseluruhan luas sawah beririgasi teknis tidak berkurang; c. Menjaga saluran irigasi agar tidak diputus atau disatukan dengan drainase, dan harus menghindari penggunaan bangunan sepanjang saluran irigasi; d. Memberikan insentif pada pengelola lahan yang ditetapkan sebagai lahan berkelanjutan, pertanian tanaman pangan dan tidak boleh alih fungsi untuk peruntukan lain; e. Mengembangkan lumbung desa modern; f. Mengembangkan kemitraan dengan masyarakat; g. Memelihara kualitas waduk dan sungai untuk pengembangan pengairan; h. Mengembangkan sistem mina padi. i. Mengembangkan kerjasama antar daerah terutama wilayah dalam satu DAS dan yang memiliki satu system irigasi sebagai upaya mencapai lumbung padi Jawa Bali. 4. Kebijakan (4) Peningkatan kualitas pertanian. a. Meningkatkan pengelolaan tanah pertanian untuk tetap subur; b. Menyediakan pupuk, bibit dan obat obat tanaman untuk memperoleh hasil yang bagus; 5. Kebijakan (5) Pengembangan kawasan peruntukan perkebunan. a. Mengembangkan hortikultura dengan pengolahan hasil dan melakukan upaya eksport; b. Melestarikan kawasan hortikultura dengan mengembangkan sebagian c. Mengembalikan lahan yang rusak atau alih komoditas menjadi perkebunan seperti semula; d. Meningkatkan produktivitas dan pengolahan hasil perkebunan; e. Mengembangkan kemitraan dengan masyarakat. 6. Kebijakan (6) Pengembangan kawasan peruntukan peternakan. a. Mengembangkan peternakan dengan pengolahan hasil dan melakukan upaya eksport; b. Meningkatkan produktivitas dan pengolahan hasil peternakan ; c. Mengembangkan kemitraan dengan masyarakat; d. Melakukan usaha kemitraan dengan pengembangan peternakan; e. Mengembangkan breeding centre. 7. Kebijakan (7) Pengembangan kawasan peruntukan perikanan. a. Mengembangkan perikanan dengan pengolahan hasil dan melakukan upaya eksport; b. Meningkatkan produktivitas dan pengolahan hasil perikanan; c. Mengembangkan kemitraan dengan masyarakat; d. Memelihara kualitas waduk dan sungai untuk pengembangan perikanan darat; e. Mengembangkan sistem mina padi. 8. Kebijakan (8) Pengembangan agropolitan, agroindustri dan perikanan pada kawasan pertanian, perkebunan dan perikanan. a. Meningkatkan sarana prasarana penunjang kegiatan agropolitan, agroindustri dan perikanan; b. Mengembangan jaringan infrastruktur; c. Meningkatkan mutu dan kualitas bahan baku; lahan untuk tanaman tegakan tinggi yang memiliki fungsi lindung; Laporan Akhir III - 10

d. Mengembangkan program dan kerjasama dalam bidang pertanian, perkebunan, perikanan dan industry pengolahan untuk kualitas eksport. 9. Kebijakan (9) Pengembangan kawasan peruntukan pertambangan. a. Mengembangkan pertambangan ramah lingkungan dengan pengolahan hasil dan melakukan upaya eksport selama tidak merusak lingkungan; b. Meningkatkan produktivitas dan pengolahan hasil pertambangan; c. Mengembangkan kemitraan dengan masyarakat. 10. Kebijakan (10) Pengembangan kawasan peruntukan industri. a. Mengembangkan dan pemberdayaan industri kecil dan home industry untuk pengolahan hasil pertanian, peternakan, perkebunan dan perikanan; b. Mengembangkan zona industri polutif berjauhan dengan kawasan permukiman; c. Mengembangkan pusat promosi dan pemasaran hasil industri kecil dan kerajinan ukiran kayu jati ; d. Meningkatkan kegiatan koperasi usaha mikro, kecil dan menengah serta menarik investasi; e. Mengembangkan kawasan industri secara khusus. 11. Kebijakan (11) Pengembangan kawasan pariwisata. a. Mengembangkan obyek wisata andalan prioritas; b. Mengkaitkan kalender wisata dalam skala regional; c. Membentuk zona wisata dengan disertai pengembangan paket wisata; d. Meningkatkan promosi wisata; e. Mengadakan kegiatan festival wisata atau gelar seni budaya; serta f. Mengembangkan pusat kerajinan ukiran kayu jati sebagai pintu gerbang wisata KabupatenNgawi. 12. Kebijakan (12) Pengembangan kawasan permukiman perdesaan dan perkotaan. a. Mengembangkan permukiman perdesaan disesuaikan dengan karakter fisik, sosial-budaya dan ekonomi masyarakat perdesaan; b. Meningkatkan sarana dan prasarana permukiman perdesaan dan perkotaan untuk pemerataan penyebaran penduduk kepadatan ; c. Meningkatkan kualitas permukiman perkotaan perdesaan; d. Mengembangkan perumahan terjangkau; e. Menyediakan sarana dan prasarana permukiman perkotaan; serta f. Mengembangkan Kasiba/Lisiba mandiri; 13. Kebijakan (13) Penetapan kawasan peruntukan lainnya yaitu konservasi budaya dan sejarah. a. Mengamankan kawasan dan/atau benda cagar budaya dan sejarah dengan melindungi tempat serta ruang di sekitar bangunan bernilai sejarah, situs purbakala; b. Meningkatkan partisipasi masyarakat; c. Memberikan intensif bagi yang melestarikan benda cagar budaya, dan memberikan disinsentif bagi yang melakukan perubahan; d. Meningkatkan nilai manfaat melalui kegiatan penelitian dan pariwisata; serta e. Memelihara bangunan bersejarah yang digunakan untuk berbagai kegiatan fungsional dan melarangan perubahan tampilan bangunan. 3.4. KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN 1. Kebijakan (1) Pengendalian perkembangan ruang sekitar kawasan strategis kabupaten. a. Menetapkan batas pengaruh kawasan strategis Kabupaten Ngawi; dan Laporan Akhir III - 11

b. Menetapkan pola pemanfaatan lahan, sesuai dengan fungsi dan peran masing-masing kawasan. 2. Kebijakan (2) Pengembangan kegiatan pendukung Kawasan Ngrambe bagi Agropolitan dan Kawasan Beringin sebagai Perikanan. a. Mengembangkan kegiatan ekonomi skala besar; b. Menyediakan sarana dan prasarana penunjang kegiatan ekonomi; serta c. Menyediakan infrastruktur untuk mendorong pengembangan Kawasan Agropolitan Ngrambe, meliputi Kecamatan Ngrambe sebagai Kota Tani Utama (KTU) dan kawasan pedesaan disekitarnya, pedesaan di Kecamatan Sine, Kecamatan Jogorogo, dan Kecamatan Kendal sebagai Kota Tani (KT) dan Kota Sentra Produksi (KSP); d. Menyediakan infrastruktur untuk mendorong pengembangan Kawasan Perikanan Bringin meliputi Kecamatan Bringin dan sekitarnya; c. Mengembalikan kegiatan yang mendorong pengembangan fungsi lindung; serta d. Meningkatkan keanekaragaman hayati kawasan lindung. 5. Kebijakan (5) Pengembangan teknologi tepat guna untuk mitigasi bencana alam di seluruh kawasan kabupaten yang berfungsi sebagai kawasan pendukung pencegahan bencana alam. a. Mengembalikan atau mempertahankan rona hijau kawasan perkotaan tiap kecamatan hingga mencapai 30 % kawasan adalah sebagai RTH perkotaan. b. Melakukan pengadaan hutan dengan jenis tanaman penahan angin puyuh seperti hutan bambu, dan menghindari tanaman dengan jenis batang besar dan daun rimbun pada kawasan yang langsung terhubung dengan aktivitas manusia. e. Mengembangkan SDM di kawasan Agropolitan dan Perikanan; f. Meningkatkan Kelembagaan di kawasan Agropolitan dan Perikanan. 3. Kebijakan (3) Pemantapan fungsi lindung pada kawasan sosio-kultural. a. Mengendalikan perkembangan kawasan sekitar Museum Trinil, Arca Banteng dan Benteng Van Den Bosch. b. Memanfaatkan Museum dan Benteng sebagai aset wisata; serta c. Meningkatkan pemanfaatan Museum dan Benteng untuk penelitian dan pendidikan. 4. Kebijakan (4) Pemantapan kawasan perlindungan ekosistem dan lingkungan hidup. a. Melarang alih fungsi pada kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan lindung; b. Memanfaatkan untuk pendidikan dan penelitian berbasis lingkungan hidup; Laporan Akhir III - 12