SKRIPSI UJI PERFORMANSI DAN ANALISA TEKNIK ALAT EVAPORATOR VAKUM. Oleh: ASEP SUPRIATNA F

dokumen-dokumen yang mirip
SKRIPSI UJI PERFORMANSI DAN ANALISA TEKNIK ALAT EVAPORATOR VAKUM. Oleh: ASEP SUPRIATNA F

I. Pendahuluan. A. Latar Belakang. B. Rumusan Masalah. C. Tujuan

Evaporasi S A T U A N O P E R A S I D A N P R O S E S T I P F T P UB

E V A P O R A S I PENGUAPAN

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya

BAB II LANDASAN TEORI

Gbr. 2.1 Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU)

BAB II LANDASAN TEORI. panas. Karena panas yang diperlukan untuk membuat uap air ini didapat dari hasil

E V A P O R A S I PENGUAPAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

Gambar 1 Open Kettle or Pan

Tugas akhir Perencanan Mesin Pendingin Sistem Absorpsi (Lithium Bromide) Dengan Tinjauan Termodinamika

BAB II STUDI LITERATUR

IV. METODOLOGI PENELITIAN

DESAIN DAN ANALISIS ALAT PENUKAR KALOR TIPE CES

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbaikan Dan Uji Kebocoran Mesin Pendingin Absorpsi

LAPORAN TUGAS AKHIR BAB II DASAR TEORI

DESAIN DAN ANALISIS ALAT PENUKAR KALOR TIPE AES

EVAPORASI 9/26/2012. Suatu penghantaran panas pada cairan mendidih yang banyak terjadi dalam industri pengolahan adalah evaporasi.

DESAIN DAN ANALISIS ALAT PENUKAR KALOR TIPE BEU

BAB II LANDASAN TEORI

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DESAIN DAN ANALISIS ALAT PENUKAR KALOR TIPE BES

BAB II. Prinsip Kerja Mesin Pendingin

BAB III SISTEM REFRIGERASI DAN POMPA KALOR

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

BAB II LANDASAN TEORI

III. METODOLOGI. menguji kadar air nilam dengan metode Bindwell-Sterling

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi Pengkondisian Udara

Nama : Nur Arifin NPM : Jurusan : Teknik Mesin Fakultas : Teknologi Industri Pembimbing : DR. C. Prapti Mahandari, ST.

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas

BAB II DASAR TEORI. perpindahan kalor dari produk ke material tersebut.

BAB II PESAWAT PENGUBAH PANAS (HEAT EXCHANGER )

Studi Eksperimen Pemanfaatan Panas Buang Kondensor untuk Pemanas Air

STUDY PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA PADA EVAPORASI NIRA DI DALAM FALLING FILM EVAPORATOR DENGAN ADANYA ALIRAN UDARA

TUGAS AKHIR ANALISIS PENGARUH KECEPATAN ALIRAN FLUIDA TERHADAP EFEKTIFITAS PERPINDAHAN PANAS PADA HEAT EXCHANGER JENIS SHELL AND TUBE

Tekad Sitepu, Sahala Hadi Putra Silaban Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.21 Ducting AC Sumber : Anonymous 2 : 2013

BAB II LANDASAN TEORI

Pompa Air Energi Termal dengan Fluida Kerja Petroleum Eter. A. Prasetyadi, FA. Rusdi Sambada

SIMULASI PROSES EVAPORASI NIRA DALAM FALLING FILM EVAPORATOR DENGAN ADANYA ALIRAN UDARA

BAB I PENDAHULUAN. Dunia industri dewasa ini mengalami perkembangan pesat. akhirnya akan mengakibatkan bertambahnya persaingan khususnya

BAB III PERBAIKAN ALAT

SKRIPSI / TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III PROSES PERPINDAHAN KALOR DESTILASI DAN ANALISA

BAB III TEORI DASAR KONDENSOR

PENGOPERASIAN BOILER SEBAGAI PENYEDIA ENERGI PENGUAPAN PADA PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF CAIR DALAM EVAPORATOR TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LAPORAN KERJA PRAKTEK 1 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan Alat Bahan 3.3 Prosedur Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

= Perubahan temperatur yang terjadi [K]

3 KARAKTERISTIK LOKASI DAN PERALATAN YANG DIGUNAKAN UNTUK PENELITIAN

AZAS TEKNIK KIMIA (NERACA ENERGI) PRODI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

Perencanaan Mesin Pendingin Absorbsi (Lithium Bromide) memanfaatkan Waste Energy di PT. PJB Paiton dengan tinjauan secara thermodinamika

PENGARUH STUDI EKSPERIMEN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR UNTUK PEMANAS AIR

Maka persamaan energi,

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori

BAB II DASAR TEORI Prinsip Kerja Mesin Refrigerasi Kompresi Uap

PENGARUH KECEPATAN UDARA PENDINGIN KONDENSOR TERHADAP KOEFISIEN PRESTASI AIR CONDITIONING

BAB III DASAR TEORI SISTEM PLTU

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian 16

ANALISA DESAIN DAN PERFORMA KONDENSOR PADA SISTEM REFRIGERASI ABSORPSI UNTUK KAPAL PERIKANAN

BAB III SPESIFIKASI ALAT PROSES

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

LAPORAN AKHIR FISIKA ENERGI II PEMANFAATAN ENERGI PANAS TERBUANG PADA MESIN AC NPM : NPM :

Desain Proses Pengelolaan Limbah Vinasse dengan Metode Pemekatan dan Pembakaran pada Pabrik Gula- Alkohol Terintegrasi

PENGERING PELLET IKAN DALAM PENGUATAN PANGAN NASIONAL

BAB II DASAR TEORI. Energy balance 1 = Energy balance 2 EP 1 + EK 1 + U 1 + EF 1 + ΔQ = EP 2 + EK 2 + U 2 + EF 2 + ΔWnet ( 2.1)

BAB IV PEMILIHAN SISTEM PEMANASAN AIR

BAB II MESIN PENDINGIN. temperaturnya lebih tinggi. Didalan sistem pendinginan dalam menjaga temperatur

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Adsorption nomenclature [4].

BAB III. DESKRIPSI SOLVENT EXTRACTION PILOT PLANT, ALAT PENY ANGRAI DAN BOILER

Cara Kerja AC dan Bagian-Bagiannya

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

PEMANFAATAN PANAS TERBUANG

RINGKASAN BAKING AND ROASTING

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III PERANCANGAN, INSTALASI PERALATAN DAN PENGUJIAN

BAB 4 ANALISA KONDISI MESIN

Teknologi Desalinasi Menggunakan Multi Stage Flash Distillation (MSF)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pirolisator merupakan sarana pengolah limbah plastik menjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PERANCANGAN PROSES

III. METODA PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perpindahan kalor (heat transfer) ialah ilmu untuk meramalkan

BAB III PERANCANGAN PROSES

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 3 METODE PENGUJIAN DAN PENGAMBILAN DATA

BAB II LANDASAN TEORI

SKRIPSI PERANCANGAN DAN UJI ALAT PENUKAR PANAS (HEAT EXCHANGER) TIPE COUNTER FLOW

Transkripsi:

SKRIPSI UJI PERFORMANSI DAN ANALISA TEKNIK ALAT EVAPORATOR VAKUM Oleh: ASEP SUPRIATNA F14101008 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

UJI PERFORMANSI DAN ANALISA TEKNIK ALAT EVAPORATOR VAKUM SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : ASEP SUPRIATNA F14101008 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UJI PERFORMANSI DAN ANALISA TEKNIK ALAT EVAPORATOR VAKUM SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : ASEP SUPRIATNA F14101008 Dilahirkan pada tanggal 02 Pebruari 1982 di Sukabumi Jawa Barat Tanggal lulus : Mei 2008 Menyetujui, Bogor, Mei 2008 Ir. Agus Sutejo, M.Si. Dosen Pembimbing Akademik Mengetahui, Dr. Ir. Wawan Hermanan, MS. Ketua Departemen Teknik Pertanian

ASEP SUPRIATNA. F14101008. Uji Performansi dan Analisa Teknik Alat Evaporator Vakum. Dibimbing oleh Ir. Agus Sutejo, M.Si. RINGKASAN Salah satu proses kritis dari pengolahan produk pangan adalah mengurangi kadar air bahan sampai batas yang diinginkan. Hal ini ditujukan baik untuk meningkatkan daya simpan bahan, mengurangi resiko kerusakan, menaikkan nilai ekonomis, maupun untuk keperluan proses produksi selanjutnya. Proses yang sering digunakan adalah dengan cara pengeringan, katalisasi, penyaringan membran dan evaporasi. Khusus untuk bahan pangan cair yang sangat sensitif terhadap panas, pada suhu 40 70 o C, reaksi katalis enzim dapat mengubah sifat pangan cair hanya dalam beberapa menit saja yang berakibat pada perubahan sifat kimia juga fisik bahan tersebut. Sehingga walaupun diperlukan panas yang salah satunya untuk meng-inaktivasi enzim. Akan tetapi, pada saat yang bersamaan kualitas pangan tersebut harus tetap terjaga. Untuk keperluan tersebut evaporasi dilakukan pada tekanan di bawah tekanan atmosfer (vakum) sehingga titik didih pelarut dapat diturunkan. Evaporator yang biasa digunakan dalam industri diklasifikasikan berdasarkan pada beberapa hal, yaitu berdasarkan tekanan operasinya (vakum atau atmosfer), jumlah efek yang dipakai (tunggal atau jamak), jenis aliran konveksi (alami atau buatan) atau berdasarkan kontinuitas operasi (curah atau sinambung). Evaporator efek tunggal terdiri beberapa komponen utama, yaitu: alat penukar panas (heat exchanger), pemanas awal (preheater), ruang penguapan, kondenser, dan penghasil vakum. Unit heat exchanger merupakan unit penyedia panas. Unit ini terbuat dari plat stainless stee berbentuk silinder dengan diameter 63 cm dan panjang 200 cm yang di dalamnya dipasang susunan pipa-pipa stainless stee sebagai media pindah panas antara udara panas hasil pembakaran dengan fluida. Ada 47 buah pipa stainless stee dengan panjang 180 cm. Unit preheater merupakan tempat pertama kali bahan dipanaskan sampai setting point. Unit ini berbentuk silinder setinggi 205 cm dengan diameter luar 75 cm dan diameter dalam 65 cm. Ruang ini menggunakan model double jacket. Dinding pertama berfungsi sebagai pembatas antara bahan dengan fluida pemanas, sekaligus sebagai tempat penyimpan bahan. Dinding kedua tempat fluida panas berada. Sebagai isolator dipasang glass whole setebal 5 cm di bagian luar double jacket. Unit ruang penguapan (evaporator) merupakan ruangan tempat bahan dievaporasi (diuapkan). Unit ini juga menggunakan prinsip double jacket berbentuk silinder dengan diameter dalam 65 cm dan diameter tengah 75 cm. Ruang penguapan dihubungkan dengan pompa vakum, sehingga alat ini dibuat tertutup dan mampu menahan tekanan vakum 65 kpa di bawah tekanan atmosfer. Unit kondenser terbuat dari plat stainless steel berbentuk silinder dengan diameter 50 cm. Di dalamnya dipasang pipa stainless steel berdiameter 1 inchi. Pada kedua ujungnya dibuat setengah lingkaran. Pada kedua sisi bagian atas dan bawah dipasangkan pipa stainless steel berdiameter 2 inchi sebagai tempat masuk

dan keluarnya air pendingin dari chiller. Di bagian atas alat ini dipasang pressure gauge sebagai pengukur tekanan vakum. Sementara di bagian bawah alat ini dihubungkan dengan pompa vakum melalui sebuah pipa stainless steel berdiameter 3 inchi. Unit pompa vakum mampu menghasilkan tekanan vakum pada ruang evaporasi dengan kekuatan hingga 65 kpa di bawah tekanan atmosfer. Artinya mampu mengurangi tekanan ruang sebesar 65 kpa dari kondisi normal tekanan atmosfer. Pompa yang digunakan adalah pompa gear berdaya 5.5 HP. Sebagai reservoar digunakan air yang ditampung di dalam bak berukuran 50 x 50 x 75 cm. Air ini berfungsi untuk membawa uap panas yang berasal dari kondenser. Dalam pengujian awal terjadi kendala dalam mempertahankan kondisi tekanan operasi disebabkan masih banyaknya kebocoran baik pada unit ruang evaporasi, kondenser, maupun pada sambungan pipa di unit pompa vakum. Setelah dilakukan perbaikan dengan mengencangkan mur-mur pengikat dan menambahkan silikon pada setiap sambungan, tekanan vakum kembali normal. Proses pengujian dilakukan dengan 3 setting point, yaitu pada suhu bahan awal 60 o C, 65 o C, dan 70 o C. Dari ketiga perlakukan di atas, proses evaporasi dengan setting point 70 o C memiliki laju evaporasi lebih besar yaitu 90.98 liter air perjam. Dari hasil pengujian menunjukkan kinerja unit evaporator vakum yang diuji cukup optimal. Nilai dari laju penguapan rata-rata alat sebesar 64.81 kg/jam (perlakuan I), 74.77 kg/jam (perlakuan II), dan 90.98 kg/jam (perlakuan III). Konsumsi bahan bakar minyak tanahnya adalah: 2.73 kg/jam (perlakuan I), 2.51 kg/jam (perlakuan II), dan 2.59 kg/jam (perlakuan III). Nilai ekonomis bahan bakarnya adalah: 23.70 (perlakuan I), 29.80 (perlakuan II), dan 35.11 (perlakuan III). Dari hasil pengujian juga didapatkan bahwa alat ini mampu beroperasi pada tekanan -65 kpa. Pada tekanan operasi ini titik didih air mengalami penurunan dari 100 o C pada tekanan atmosfer menjadi 73.69 o C. Sehingga pada suhu ini proses evaporasi aman bagi bahan yang sensitif terhadap perlakuan panas. Efisiensi alat dianalisis dalam 3 pembahasan. Pertama, efisiensi pada unit preheater (pemanas awal bahan). Kedua, efisiensi pada unit evaporator, dan ketiga efisiensi sistem secara keseluruhan. Nilai efisiensi unit preheater masingmasing: 0,09 (perlakuan I), 0,18 (perlakuan II), dan 0,29 ( perlakuan III). Sedangkan nilai efisiensi pada unit evaporator adalah masing-masing 0,24 (perlakuan I), 0,10 (perlakuan II), dan 0,12 (perlakuan III). Sementara itu, nilai efisiensi sistem keseluruhan adalah masing-masing 0,04 (perlakuan I), 0,05 (perlakuan II), dan 0,05 (perlakuan III). Kata kunci: Evaporasi, Evaporator, Laju Evaporasi, Vakum

KATA PENGANTAR Bismillâhirrahmânirrahîm, Segala puji milik Allah Swt., Dzat yang Maha Bijaksana dengan segala keputusannya. Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan atas Rasulullah Muhammad Saw., juga kepada keluarganya, para sahabat serta umatnya hingga akhir zaman. Syukur Alhamulillah berkat pertolongan Allah Swt. Akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul: Uji Performansi dan Analisa Teknik Alat Evaporator Vakum. Skripsi ini berisi hasil uji kinerja alat evaporator dan analisa teknik yang meliputi laju penguapan, konsumsi bahan bakar, nilai ekonomis, kemampuan tekanan vakum serta efisiensi alat. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada: 1. Ir. Agus Sutejo, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan arahan juga bimbingan selama penulis menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Suroso, M.Agr. dan Lenny Saulia, STP, M.Si. yang telah meluangkan waktunya selaku dosen penguji. 3. Ibunda dan Ayahanda (alm.) tercinta yang telah berkorban dan tulus mendidik dan membesarkan penulis dengan penuh kasih sayang. Walaupun dalam ketiadaanya, cinta sucinya akan selalu ada. 4. Istrinda Lisna Puspita Marliany tersayang dan ananda Hilmy yang telah menemani penulis dengan penuh kesabaran dan perhatian. 5. Sahabat-sahabat HTI dan BKIM yang telah memberikan arti hidup dan perjuangan, Insya Allah Khilafah akan segera berdiri. Terakhir, tentunya skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif sangat penulis harapan. Semoga skripsi ini bermanfaat. Bogor, Mei 2008 Penulis,

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR TABEL... vi DAFTAR LAMPIRAN... vii I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG... 1 B. TUJUAN... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA A. EVAPORASI... 3 B. EVAPORATOR EFEK TUNGGAL... 11 1. Ruang Penguapan... 12 2. Kondenser... 13 3. Heat Exchanger... 13 C. ALIRAN MASA DAN ENERGI PADA EVAPORATOR... 15 1. Aliran dan Distribusi Temperatur pada Evaporator... 17 2. Aliran dan Distribusi Temperatur pada Kondenser... 18 3. Kenaikan Titik Didih Bahan... 19 4. Laju Evaporasi... 20 D. MINYAK TANAH... 20 III.METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN... 23 B. BAHAN DAN ALAT... 23 C. PROSEDUR PENELITIAN... 23 1. Pengukuran dan Pengamatan... 23 2. Parameter... 25 3. Langkah-Langkah Pengujian... 28 D. TITIK-TITIK PENGUJIAN... 30 IV.HASIL DAN PEMBAHASAN A. DESKRIPSI ALAT... 32

1. Pengamatan Fungsional... 32 2. Pengamatan Struktural... 35 3. Mekanisme Alat... 41 B. ANALISA TEKNIK DAN PENGHITUNGAN... 42 1. Suhu... 43 2. Tekanan Vakum Alat... 44 3. Laju Evaporasi... 45 4. Suhu Evaporasi... 46 5. Konsumsi Bahan Bakar... 48 6. Nilai Ekonomis Bahan baker... 50 7. Efisiensi Sistem... 50 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN... 54 B. SARAN... 55 DAFTAR PUSTAKA... 56 LAMPIRAN... 58

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Skema evaporator pipa pendek... 5 Gambar 2. Skema evaporator pipa panjang vertikal, dengan lapisan naik... 6 Gambar 3. Skema evaporator pipa panjang vertikal, dengan lapisan turun... 8 Gambar 4. Skema evaporator aliran bertenaga... 8 Gambar 5. Skema evaporator lapisan tipis teraduk/lapisan tersapu... 9 Gambar 6. Skema evaporator pelat datar... 10 Gambar 7. Diagram skematis dari single-effect-evaporator... 12 Gambar 8. Diagram aliran masa dan energi pada evaporator... 15 Gambar 9. Distribusi temperatur panjang (luas) tube pada evaporator aliran paralel... 17 Gambar 10. Distribusi temperatur panjang (luas) tube pada evaporator aliran berlawanan.... 18 Gambar 11. Distribusi temperatur panjang (luas) tube pada kondenser aliran pararel... 19 Gambar 12. Distribusi temperatur panjang (luas) tube pada kondenser aliran berlawanan... 19 Gambar 13. Skema penyulingan minyak bumi... 21 Gambar 14. Diagram alir pelaksanaan penelitian... 30 Gambar 15. Titik-titik pengukuran... 31 Gambar 16. Diagram skematis alat evaporator vakum... 32 Gambar 17. Unit heat exchanger dan kompor ray... 36 Gambar 18. Unit ruang penguapan... 37 Gambar 19. Unit kondenser... 38 Gambar 20. Unit pompa vakum... 38 Gambar 21. Salah satu unit pompa (bagian distribusi air kondenser... 39 Gambar 22. Unit panel listrik... 40 Gambar 23. Pengamatan fungsional dan struktural dari alat evaporator vakum... 41

Gambar 24. Grafik perubahan suhu ( o C) bahan di ruang preheater terhadap waktu (menit) pada masing-masing setting point... 43 Gambar 25. Grafik laju pemakuman ruang evaporasi (kpa) terhadap waktu pemakuman (menit)... 44

DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Tipikal koefisien perpindahan panas keseluruhan... 16 Tabel 2. Nilai laju evaporasi pada masing-masing perlakuan... 45 Tabel 3. Data pengukuran konsumsi bahan bakar minyak tanah... 48 Tabel 4. Energi panas hasil pembakaran minyak tanah... 49 Tabel 5. Nilai ekonomis bahan bakar pada masing-masing perlakuan... 50 Tabel 6. Nilai efisiensi keseluruhan dari sistem... 53

DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Konversi unit tekanan vakum... 58 Lampiran 2. Tabel hasil pengukuran suhu masing-masing titik pengukuran selama pemasakan I (Ulangan I dan II)... 59 Lampiran 3. Tabel hasil pengukuran suhu masing-masing titik pengukuran selama pemasakan II (Ulangan I dan II)... 60 Lampiran 4. Tabel hasil pengukuran suhu masing-masing titik pengukuran selama pemasakan III (Ulangan I dan II)... 61 Lampiran 5. Tabel pengukuran tekanan pada pengujian awal dan pemasakan I, II, dan III... 62 Lampiran 6. Penghitungan... 62 Lampiran 7. Tabel nilai efisiensi unit preheater pada pemasakan I... 65 Lampiran 8. Tabel nilai efisiensi unit preheater pada pemasakan II... 66 Lampiran 9. Tabel nilai efisiensi unit preheater pada pemasakan III... 67 Lampiran 10. Tabel nilai efisiensi unit evaporator pada pemasakan I... 68 Lampiran 11. Tabel nilai efisiensi unit evaporator pada pemasakan II... 69 Lampiran 12. Tabel nilai efisiensi unit evaporator pada pemasakan III... 70 Lampiran 13. Gambar teknik alat evaporator vakum... 70

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Salah satu proses kritis dari pengolahan produk pangan adalah mengurangi kadar air bahan sampai batas yang diinginkan. Hal ini ditujukan baik untuk meningkatkan daya simpan bahan, mengurangi resiko kerusakan, menaikkan nilai ekonomis, maupun untuk keperluan proses produksi selanjutnya. Proses yang sering digunakan adalah dengan cara pengeringan, katalisasi, penyaringan membran dan evaporasi. Beberapa produk pangan tertentu yang sangat sensitif terhadap suhu tinggi, karena akan merusak tekstur fisik juga kandungan kimia bahan yang ada di dalamnya, proses di atas tidak bisa digunakan dalam kondisi biasa. Pada dekade 60-an dikembangkanlah teknologi vakum. Salah satu teknologi vakum pada proses penurunan kadar air bahan pangan adalah evaporator vakum. Dengan teknologi ini bahan yang sensitif terhadap suhu tinggi bisa diproses untuk dikurangi kadar airnya tanpa merusak kondisi fisik dan kandungan kimia bahan. Proses mengangkat kadar air dari bahan dilakukan dengan cara pemberikan panas sampai pada batas titik didih zat pelarut yang akan diangkat. Khusus untuk bahan pangan cair yang sangat sensitif terhadap panas, pada suhu 40 70 0 C, reaksi katalis enzim dapat mengubah sifat pangan cair hanya dalam beberapa menit saja yang berakibat pada perubahan sifat kimia juga fisik bahan tersebut. Sehingga walaupun diperlukan panas yang salah satunya untuk meng-inaktivasi enzim tapi pada saat yang bersamaan kualitas pangan tersebut harus tetap terjaga. Untuk keperluan tersebut pada alat evaporasi vakum operasi dilakukan pada tekanan ruang di bawah tekanan atmosfer sehingga titik didih pelarut dapat diturunkan. Saat ini, teknologi evaporasi vakum banyak digunakan pada industri pangan terutama pada pengolahan bahan pangan pasta atau cairan kental seperti pembuatan pasta tomat, produksi kecap, pengolahan jamu cina, pengolahan susu, juga pembuatan beer.

Untuk memperoleh operasi evaporasi vakum yang optimum, ada beberapa hal yang sangat menentukan, yaitu pindah panas yang cukup, pemisahan uap-cairan yang efisien, penggunaan energi yang efisien, dan perlakuan produk yang tepat. Empat hal di atas sangat berpengaruh baik pada kualitas produk akhir maupun pada efisiensi produksi. Untuk itu, diperlukan sebuah pengamatan cermat dan kalkulasi matematis yang tepat untuk mengetahui efisiensi dari alat evaporator vakum. Selain itu, perlu diketahui struktur, fungsi dan beberapa hal yang terkait dengannya. B. TUJUAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan uji performasi dan analisis secara teknis kinerja dari alat evaporator vakum. Penelitian meliputi perhitungan dan pengukuran laju evaporasi, konsumsi bahan bakar, efisiensi alat, serta kemampuan alat dalam mempertahankan kondisi yang sesuai selama proses pengolahan.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. EVAPORASI Pemekatan bahan pangan cair merupakan satuan operasi yang penting dalam industri pengolahan pangan. Evaporasi merupakan teknik dasar yang digunakan dalam operasi ini. Evaporator adalah peralatan yang digunakan untuk menurunkan kadar air bahan pangan dengan menggunakan prinsip penguapan (evaporasi) zat pelarutnya sampai pada nilai yang diinginkan. Menurut Heldman et al. (1992) satuan operasi yang paling penting dalam pemekatan pangan cair adalah proses penguapan (evaporasi). Dalam proses penguapan ini, pelarutnya (biasanya air) dikeluarkan dari pangan cair melalui pemanasan sampai memperoleh konsentrasi yang diharapkan. Menurut Toledo (1991), bagian utama dari evaporator adalah badan evaporator, kondensor dan penukar panas (heat exchanger). Untuk memperoleh penguapan yang optimum diperlukan pindah panas yang cukup, pemisahan uap-cairan yang efisien, penggunaan energi yang efisien, dan perlakuan produk yang tepat (Standiford dalam Heldman et al., 1992). Operasi evaporasi telah banyak digunakan secara luas dalam industri pangan. Salah satu penggunaanya adalah dalam pengolahan buah menjadi jus buah pekat (pasta) untuk memperoleh produk yang stabil (jam dan jeli) dan untuk memperkecil volume penyimpanan dan pengangkutan. Selain itu, operasi evaporasi juga sering digunakan dalam pengolahan produk sayuran untuk memperoleh tekstur yang lebih baik seperti pure dan pasta (Heldman et al., 1992). Proses evaporasi merupakan proses yang melibatkan pindah panas dan pindah masa secara simultan. Artinya, dalam proses ini sebagian air atau pelarut akan diuapkan sehingga akan diperoleh suatu produk yang kental (konsestrat). Proses pindah panas dan pindah masa yang efektif akan meningkatkan kecepatan penguapan. Evaporasi akan terjadi apabila suhu suatu bahan sama atau lebih tinggi dari titik didih cairan (Wirakartakusumah et al., 1988).

Proses evaporasi yang paling sederhana adalah evaporasi pada tekanan atmosfer. Dimana pada evaporasi ini cairan di dalam suatu wadah terbuka dipanaskan dan uap air dikeluarkan ke udara atmosfer. Evaporator jenis ini adalah evaporator yang paling sederhana, tetapi prosesnya lambat dan kurang efisien dalam pemanfaatan energi (Heldman et al., 1992). Untuk produk makanan yang sensitif terhadap suhu tinggi, titik didih cairan atau pelarut harus diturunkan lebih rendah dari titik didih pada kondisi normal (tekanan atmosfer). Menurunkan titik didih pelarut atau cairan dilakukan dengan cara menurunkan tekanan di atas permukaan cairan menjadi lebih rendah dari tekanan atmosfer atau disebut vakum (Wirakartakusumah et al., 1989). Karena menurut Heldman et al. (1992), memperlama bahan pangan (yang sensitif terhadap panas, pen.) pada temperatur tinggi selama proses evaporasi terbuka menyebabkan hilangnya rasa dan menurunnya kualitas produk. Maka, dikembangkanlah evaporator yang dioperasikan pada temperatur rendah yang dilakukan pada ruang vakum. Pada evaporator vakum ini efisiensi energi dapat dirancang dengan penggunaan heat exchanger (alat penukar panas) untuk mengambil kembali panas dari sistem untuk memanaskan bahan pangan atau dengan menggunakan sistem multiple effect (efek banyak) dimana uap panas yang dihasilkan dari satu efek digunakan kembali untuk menyediakan panas pada efek berikutnya. Mesin evaporator vakum pertama kali ditemukan oleh Henri Nestlé pada tahun 1866 yang menjadi industri besar pengolahan susu. Evaporator yang biasa digunakan dalam industri diklasifikasikan berdasarkan pada beberapa hal, yaitu berdasarkan tekanan operasinya (vakum atau atmosfer), jumlah efek yang dipakai (tunggal atau jamak), jenis aliran konveksi (alami atau buatan) atau berdasarkan kontinuitas operasi (curah atau sinambung). Heldman et al. (1992) mengklasifikasikan evaporator menjadi evaporator pipa pendek atau kalandria (short-tube or calandria evaporator), evaporator pipa panjang vertikal dengan lapisan naik (long-tube vertical, rising film evaporator), evaporator pipa panjang dengan lapisan turun (longrube, falling film evaporator), evaporator aliran bertenaga (forced circulation

evaporator), evaporator lapisan tipis teraduk atau aliran tersapu (wiped film/agitated thin-film evaporator), evaporator pelat datar (plate evaporator), evaporator sentrifugal atau kerucut (centrifugal/conical evaporator) dan evaporator suhu rendah (low temperature evaporator). a. Evaporator pipa pendek (short-tube or calandria evaporator) Evaporator pipa pendek merupakan evaporator yang paling tua. Menurut Heldman et al. (1992), uap air panas sebagai sumber panas berada di dalam rumah penukar panas yang dilengkapi dengan pipa-pipa pendek disusun paralel vertikal. Bagian ini secara keseluruhan disebut kalandria. Kalandria direndam oleh fluida yang kemudian mendidih dan uap naik untuk selanjutnya dipisahkan. Evaporator tipe ini dapat dioperasikan dengan aliran konveksi alami atau menggunakan pengaduk. Aliran konveksi alami terjadi karena adanya perbedaan bobot jenis antara fluida panas yang bergerak ke atas dengan fluida yang lebih dingin bergerak ke bawah. Skema evaporator pipa pendek disajikan seperti pada Gambar 1. Gambar 1. Skema evaporator pipa pendek (Heldman et al., 1992).

b. Evaporator pipa panjang vertikal, dengan lapisan naik (long-tube vertical, rising film evaporator) Menurut Heldman et al. (1992) pada evaporator tipe ini umpan dimasukkan dari bawah pada bagian penukar panas dan fluida menguap di dalam pipa-pipa pemanas. Fluida naik dalam bentuk lapisan sepanjang pipa karena adanya gerakan mengapung (buoyancy action) gelembung uap yang terbentuk dalam pipa. Evaporator tipe ini mempunyai kelebihan waktu kontak bahan dan pemanas singkat dengan laju pindah panas yang cepat melalui lapisan tipis pada perbedaan suhu yang tinggi. Evaporator ini juga relatif ekonomis. Kerugian dari evaporator tipe ini adalah jika perbedaan suhu rendah, pindah panas juga rendah. Evaporator tipe ini sangat baik digunakan untuk bahan yang encer dan sensitif terhadap panas, seperti sari buah dan susu. Skema dari evaporator jenis ini disajikan seperti pada Gambar 2 Gambar 2. Evaporator pipa panjang vertikal, dengan lapisan naik (Heldman et al., 1992).

c. Evaporator pipa panjang vertikal, dengan lapisan turun (long-rube, falling film evaporator) Menurut Heldman et al. (1992), evaporator tipe ini merupakan salah satu evaporator yang paling dikenal untuk menguapkan makanan yang sensitif terhadap panas. Pada evaporator tipe ini, fluida dipompakan ke bagian atas penukar panas hingga menyebar diantara pipa-pipa pemanas yang mengakibatkan aliran lapisan tipis yang seragam turun melalui pipapipa pemanas. Uap air kemduian dikumpulkan pada bagian bawah pemisah uap. Evaporator jenis ini sangat dikenal umum dalam industri pangan karena adanya kombinasi antara waktu kontak antara bahan dengan pipa-pipa pemanas yang singkat dengan laju pindah panas yang tinggi dan nilai ekonomis yang tinggi. Evaporator tipe ini juga dapat menangani fluida yang lebih kental dari pada evaporator tipe pipa panjang vertikal lapisan naik dan dapat beroperasi efisien pada perbedaan suhu rendah. Evaporator tipe ini sangat baik jika dioperasikan pada tekanan vakum, sehingga dapat digunakan untuk pangan yang sensitif terhadap panas seperti produk susu dan sari buah. Untuk menjamin operasi penguapan yang optimal, maka pipa-pipa pemanas harus selalu dijaga berada dalam keadaan basah untuk menjaga laju distribusi ke tabung evaporasi. d. Evaporator aliran bertenaga (forced circulation evaporator) Menurut Heldman et al. (1992) pada evaporator tipe ini fluida disirkulasikan di dalam evaporator dengan cara dipompakan dan dipanaskan baik pemanas dalam atau pemanas luar. Penguapan biasanya tidak diperbolehkan berlangsung pada bagian penukar panas tetapi pada bagian pemisahan. Pada evaporator tipe ini, aliran fluida berulang beberapa kali. Sehingga koefisien pindah panasnya secara umum menjadi lebih tinggi. Fluida kental atau berpartikel dapat dengan mudah ditangani dengan cara ini, sehingga jenis evaporatot ini banyak digunakan dalam industri pengolahan produk tomat dan pemurnian gula. Kerugian dari evaporator tipe ini adalah waktu kontak antara bahan dengan alat pemanas yang lama akibat sirkulasi berulang dan biaya tinggi akibat penggunaan

pompa sirkulasi. Skema dari evaporator jenis ini disajikan seperti pada Gambar 4. Gambar 3. Skema evaporator pipa panjang vertikal, dengan lapisan turun (Heldman et al., 1992). Gambar 4. Skema evaporator aliran bertenaga (Heldman et al., 1992).

e. Evaporator lapisan tipis teraduk/lapisan tersapu (wiped film/agitated thinfilm evaporator) Menurut Heldman et al. (1992), evaporator tipe ini digunakan untuk memekatkan fluida yang sangat kental. Pada evaporator tipe ini, pindah panas dapat ditingkatkan dengan cara melakukan penyapuan sinambung pada lapisan sekeliling permukaan pindah panas. Pengadukan juga dapat berfungsi mengurangi lengket/menempel bahan pada permukaan penukar panas. Untuk memekatkan fluida dengan evaporator tipe ini, fludida dimasukkan pada bagian atas pada permukaan pindah panas, kemudian fluida turun secara gravitas dan diaduk dengan blade yang berputar terus menerus. Produk yang telah dipanaskan dimasukkan ke dalam ruangan penguapan dan dalam ruangan ini uap airnya dipisahkan dengan konsentratnya. Evaporator tipe ini digunakan untuk fluida yang sangat kental dan sangat sensitif terhadap panas atau fluida yang cenderung menempel/lengkat pada permukaan pemanas. Salah satu contoh produk yang cocok diuapkan dengan evaporator tipe ini adalah pasta tomat dan gelatin. Keuntungan evaporator tipe ini adalah waktu kontak dapat dibuat sangat pendek dan kebanyakan digunakan pada operasi efek tunggal dengan perbedaan suhu yang tinggi untuk memaksimalkan efisiensi penguapan. Skema evaporator tipe ini disajikan seperti pada Gambar 5. Gambar 5. Skema evaporator lapisan tipis teraduk/lapisan tersapu (Heldman et al., 1992).

f. Evaporator pelat datar (plate evaporator) Menurut Heldman et al. (1992), evaporator tipe ini sangat mirip dengan penukar panas pelat datar. Pada evaporator tipe ini, fluida yang akan dipekatkan dilewatkan pada salah satu sisi dari pelat datar, sementara media pemanas melewati sisi yang lainnya. Penguapan dapat terjadi pada bagian pelat datar atau pada ruangan pemisah yang letaknya di bagian luar. Evaporator tipe ini memiliki beberapa keuntungan diantaranya operasinya mudah dan fleksibel, laju pindah panas yang baik, waktu kontak sangat singkat untuk produk yang sensitif terhadap panas dan produk yang menempel. Evaporator tipe pelat datar dapat digunakan untuk memekatkan bahan seperti larutan gula dan jagung, fluida yang pekat seperti pure buah, pekatan kopi, gelatin, dan pekatan sirup buah. Skema evaporator tipe ini disajikan seperti pada Gambar 6. Gambar 6. Skema evaporator pelat datar (Heldman et al., 1992). g. Evaporator sentrifugal/kerucut (centrifugal/conical evaporator) Menurut Heldman et al. (1992), pada evaporator tipe ini adanya gaya sentrifugal di dalam jerucut yang berputar menghasilkan lapisan tipis produk. Pada sisi lainnya terdapat uap air panas atau air panas. Operasi penguapan terjadi pada lapisan tipis selama melewati bagian tirus, dan selanjutnya uap air dipisahkan dengan pekatannya pada bagian tirus tersebut. Evaporator ini dapat digunakan untuk memekatkan fluida pekat dan sangat sensitif terhadap panas (karena waktu kontak pemanasan yang

sangat singkat) seperti pure dan pasta tomat, kopi, susu dan gula. Evaporator tipe ini mudah dioperasikan dan ruangan yang diperlukan relatif kecil. Kekurangan dari evaporator tipe ini yaitu kapasitasnya kecil dengan biaya investasi yang tinggi. h. Evaporator suhu rendah (low temperature evaporator). Menurut Heldman et al. (1992), untuk produk yang sangat sensitif terhadap panas, proses evaporasi suhu rendah dapat menggunakan siklus refrigerator mekanik yang standar. Dimana di dalam siklus refrigerator amoniak, kompresor dapat digunakan untuk mengembalikan amoniak menjadi gas tekanan tinggi. Gas anomiak tekanan tinggi ini kemudian dimampatkan di dalam bagian pemindahan kalor pada evaporator dengan lapisan naik, yang akan memberikan panasnya kepada produk yang sedang diuapkan. Untuk itu, diperlukan kondisi ruang evaporasi vakum yang tinggi untuk penguapan air dari produk pada temperatur rendah seperti ini. Operasi bisa dilakukan para temperatur 15 o C 16 o C. Sampai saat ini, evaporator suhu rendah belum dimanfaatkan secara komersial karena sangat mahalnya biaya operasi. B. EVAPORATOR EFEK TUNGGAL (SINGLE EFFECT EVAPORATOR) Single-effect-evaporator atau evaporator efek tunggal merupakan salah satu jenis alat evaporator dimana di dalam prosesnya hanya dilakukan satu kali proses evaporasi. Menurut Toledo (1991) evaporator efek tunggal terdiri beberapa komponen, yaitu: ruang penguapan (vapor chamber) yang merupakan tempat pemisahan air (pelarut) dari larutan, heat exchanger sebagai penyedia panas untuk penguapan, kondenser untuk menarik keluar uap dari ruang penguapan dan steam jet ejector untuk mengeluarkan gas yang tidak terkondensasi dari sistem. Gambar 7 memperlihatkan diagram skematis dari evaporator efek tunggal. Setiap vapor chamber dianggap sebagai satu efek. Artinya, pada evaporator efek tunggal hanya terdapat satu ruang penguapan. Apabila dalam sebuah evaporator terdiri dari beberapa ruang penguapan yang tersusun seri, maka evaporator ini disebut sebagai multi-effect evaporator atau evaporator efek jamak.

Gambar 7. Diagram skematis dari single-effect evaporator (Toledo, 1991). 1. Ruang Penguapan Ruang penguapan atau vapor chamber umumnya merupakan bagian yang paling besar dan paling terlihat dari sebuah alat evaporator. Di dalam ruang ini air yang merupakan pelarut dari larutan diuapkan. Ruang penguapan ini juga berfungsi sebagai sebuah reservoir bagi produk. Bahan yang masuk ke dalam ruangan ini pertama kali akan mendapatkan energi panas dari pemanas untuk menaikkan suhunya sampai pada titik didihnya, lalu energi panas digunakan untuk menguapkan pelarutnya. Karena larutan yang dievaporasi di ruangan ini merupakan campuran antara pelarut (air) dengan bahan organik, maka akan terjadi kenaikkan titik didih larutan dibandingkan dengan titik didih air pada kondisi murni. Menurut Toledo (1991), pada sebagian besar produk makanan, padatan terlarut merupakan komponen organik. Suhu penguapan merupakan suhu uap jenuh pada tekanan absolut di dalam ruang penguapan tersebut. Ketika suatu cairan merupakan larutan yang mengandung air, maka uap dan cairan memiliki suhu yang sama. Akan tetapi, larutan yang telah

dipekatkan akan menunjukkan kenaikan titik didihnya, hasilnya titik didih larutan akan lebih besar dibandingkan dengan titik didih air murni. Pada kondisi vakum, terutama untuk proses evaporasi pangan cair yang sensitif terhadap panas yang tinggi, tekanan absolut di dalam ruangan ini dengan otomatis akan mengalami penurunan di bawah tekanan atmosfer. Penurunan tekanan absolut ini berakibat pada menurunnya titik didih larutan yang ada di dalamnya. Hal ini mengakibatkan pada suhu rendah pelarut dari larutan pangan cair bisa diuapkan. 2. Kondenser Kondenser merupakan bagian dari alat evaporator yang berfungsi untuk menangkap uap panas hasil evaporasi di ruang penguapan. Uap panas di dalam kondenser akan berubah bentuk menjadi fase cair setelah melewati titik embunnya. Menurut Toledo (1991), ada dua jenis kondenser yang umum digunakan. Tipe pertama, kondenser yang permukaan kondensernya digunakan ketika uap menginginkan untuk digunakan kembali. Tipe kondenser ini sebenarnya merupakan heat exchanger dingin dari sebuah refrigeran atau pendingin air. Tipe yang kedua adalah kondenser dimana pendingin airnya dihubungkan secara langsung dengan kondensat. Kondenser tipe ini merupakan sebuah kondenser bertekanan dimana uap memasuki sebuah penguapan dalam bentuk lapisan air di bagian atas kondenser. Pada kondenser terjadi kondensasi uap dengan melepaskan kalor latennya kepada air pendingin. Air pendingin yang sering digunakan pada kondenser biasanya bersasal dari air sungai atau sumur. Baik dengan ada pendingin tambahan maupun tidak. 3. Heat Exchanger (HE) Pada alat evaporator, heat exchanger merupakan unit penyedia panas bagi proses evaporasi. Alat ini merupakan suatu peralatan dimana terjadi perpindahan panas dari suatu fluida yang temperaturnya lebih tinggi kepada fluida lain yang temperaturnya lebih rendah. Proses perpindahan panas tersebut dapat dilakukan secara langsung maupun tidak. Proses

perpindahan panas secara langsung terjadi ketika fluida yang panas bercampur secara langsung dengan fluida yang lebih rendah temperaturnya tanpa adanya pemisah dalam sebuah bejana atau ruangan seperti pada jet condensor, pesawat desuperheater pada ketel (water injection desuperheater), dan pesawat deaerator (yaitu antara air dan ketel dengan uap yang diinjeksikan). Sedangkan proses perpindahan panas tidak langsung terjadi ketika fluida panas tidak berhubungan secara langsung (indirect contact) dengan fluida dingin. Jadi, proses perpindahan panasnya mempunyai media perantara, seperti pipa, plat atau perantara yang lainnya, seperti kondenser pada turbin uap, pesawat pemanas uap lanjut pada ketel (antara uap basah dengan gas asap panas pembakaran), pemanas air pendahuluan pada ketel (ekonomiser) dan pemanas udara pembakaran (air preheater) (Sitompul, 1993). Saat ini ada banyak jenis Heat Exchanger (HE) yang dikembangkan pada industri-industri. Beberapa jenis HE tersebut diantaranya: shell and tube heat exchanger, plate heat exchanger, regenerative heat exchanger, adiabatic wheel heat exchanger, fluid heat exchangers, dan dynamic Scraped surface heat exchanger. Dari beberapa jenis HE di atas, tipe shell and tube lebih banyak digunakan. Menurut Sitompul (1993), keuntungan dari pemanfaatan HE jenis shell and tube adalah: a. Konfigurasi yang dibuat, akan memberikan luas permukaan yang besar dengan bentuk atau volume yang kecil. b. Mempunyai lay-out mekanik yang baik, bentuknya cukup baik untuk operasi bertekanan. c. Menggunakan teknik fabrikasi yangb sudah mapan. d. Dapat dibuat dengan berbagai jenis material sesuai dengan temperatur dan tekanan operasinya. e. Mudah membersihkannya. f. Prosedur perencanaannya sudah mapan. g. Konstruksinya sederhana, pemakaian ruangan relatif kecil.

h. Prosedur pengoperasiannya tidak berbelit-belit, sangat mudah dimengerti. i. Konstruksinya dapat dipisah-pisah satu sama lain, sehingga pengangkutannya relatif gambang. C. ALIRAN MASA DAN ENERGI PADA EVAPORATOR Secara sederhana aliran masa dan energi pada single-effect evaporator ditunjukkan dalam bagan Gambar 8. Gambar 8. Diagram aliran massa dan energi pada evaporator (Heldman, 1992). Umpan masuk dengan suhu tertentu, lalu dipekatkan untuk luas tertentu, kemudian dipisahkan dari uap air pada titik didihnya, yang diatur dengan tekanan evaporator. Uap air panas masuk ke dalam ruang pemisahan uap air, lalu kondensat keluar di sisi lain sebagai hasil perpindahan panas pada permukaan evaporator. Persamaan keseimbangan masa dan energi yang sederhana ini dapat dimanfaatkan untuk menghitung operasi evaporator. Secara sederhana keseimbangan tersebut dituliskan dalam persamaan berikut: F = V + P... (1) x F F = x P P... (2)

dimana F, V, dan P secara berturut-turut adalah laju aliran dari umpan, uap air dan produk. Sementara itu, x F adalah fraksi massa padatan dalam umpan, dan x P adalah fraksi massa padatan dalam produk. Keseimbangan entalpi disekitar evaporator ini dapat ditulis sebagai berikut: Fh F + Sh S = Vh V + Ph P + Ch C... (3) Dimana secara berturut-turut h F, h S, h V, h P, dan h C adalah entalphi dari umpan, uap air panas, uap air, produk dan kondensat. Persamaan tersebut terpecahkan secara serentak dengan menunjukkan persamaan perpindahan laju pemanasan (q): q = U x A x T = U x A x (T s T p )... (4) dimana U adalah koefisien perpindahan panas keseluruhan, A adalah luasan pindah panas, T s adalah suhu penguapan, dan T p adalah suhu produk. Menurut Sitompul (1993), besarnya koefisien pindah panas menyeluruh (U) merupakan kebalikan dari tahanan keseluruhan, yang meliputi tahanan konveksi fluida panas, konveksi lapisan, tahanan konduksi tebal pipa, tahanan lapisan kotor disebelah fluida dingin, serta tahanan fluida dingin. Nilai koefisien pindah panas menyeluruh disampaikan pada Tabel 1. Tabel 1. Tipikal koefisien perpindahan panas keseluruhan (overall heat transfer coefficient) Penukar kalor menggunakan shell dan tube Fluida panas Fluida dingin U (W/m 2 0 C) Heat Exchanger Water Water 800-1500 Organic solvents Organic solvents 100-300 Light oils Light oils 100-400 Heavy oils Heavy oils 50-300 Gases Gases 10-50 Cooler Organic solvents Water 250-750 Light oils Water 350-900 Heavy oils Water 60-300 Gases Water 20-300 Organic solvents Brine 150-500 Water Brine 600-1200 Gases Brine 15 250

Fluida panas Fluida dingin U (W/m 2 0 C) Heater Steam Water 1500-4000 Steam Organic solvents 500-1000 Steam Light oils 300-900 Steam Heavy oils 60-450 Steam Gases 30-300 Dowtherm Heavy oils 50-300 Dowtherm Gases 20-200 Flue gases Steam 30-100 Flue Hydrocarbon vapors 30-100 Condensers Aqueous vapors Water 1000-1500 Organic vapors Water 700-1000 Organic (some non-condensible) Water 500-700 Vacuum condensers Water 200-500 Sitompul, 1993. 1. Aliran dan Distribusi Temperatur pada Evaporator Sesuai dengan namanya, pada evaporator proses yang terjadi adalah perubahan fase cairan menjadi uap, atau disebut sebagai proses penguapan. Menurut Sitompul (1993), proses evaporasi terjadi pada temperatur tetap. Sehingga distribusi temperatur yang terjadi pada evaporator seperti disajikan pada gambar berikut: Gambar 9. Distribusi temperatur panjang (luas) tube pada evaporator aliran paralel (Sitompul, 1993).

Dimana T 1 = Temperatur fluida panas masuk HE, T 2 = Temperatur fluida panas keluar dari HE, t 1 = temperatur fluida dingin masuk HE, dan t 2 = temperatur fluida dingin keluar dari HE. Pada saat t 1 fluida masuk ke dalam evaporator dan pada t 2 fluida menjadi uap. Gambar 10. Distribusi temperatur panjang (luas) tube pada evaporator aliran berlawanan (Sitompul, 1993). 2. Aliran dan Distribusi Temperatur pada unit Kondensor Untuk mendapatkan gambaran aliran dan distribusi temperatur pada kondensor perlu diketahui terlebih dulu proses yang terjadi pada kondensor. Menurut Sitompul (1993), dalam kondensor yang terjadi adalah perubahan fase uap menjadi fase air (air kondensat). Ini terjadi karena uap basah (saturater steem) memberikan panas yang dikandungnya (latent heat) kepada air pendingin. Sitompul (1993), memberikan gambaran bahwa proses kondensasi merupakan lepasnya latent-heat uap pada temperatur yang tetap. Sehingga distribusi temperatur panjang atau luas tube dapat digambarkan pada Gambar 11 dan Gambar 12.

Gambar 11. Distribusi temperatur panjang (luas) tube pada kondensor, aliran paralel (Sitompul, 1993). Dimana T 1 = Temperatur fluida panas masuk HE, T 2 = Temperatur fluida panas keluar dari HE, t 1 = temperatur fluida dingin masuk HE, dan t 2 = temperatur fluida dingin keluar dari HE. Pada saat T 1 uap bebas dari turbin masuk ke dalam kondensor dan pada T 2 uap menjadi air kondensat. Gambar 12. Distribusi temperatur panjang (luas) tube pada kondensor aliran berlawanan (Sitompul, 1993). 3. Kenaikan Titik Didih Bahan Menurut Toledo (1991), suhu penguapan sebuah evaporator dapat dihitung dengan mengetahui tekanan absolut yang terjadi di ruang penguapan. Dimana suhu penguapan merupakan suhu uap jenuh pada tekanan absolut di dalam ruang penguapan tersebut. Ketika suatu cairan

merupakan larutan yang mengandung air, maka uap dan cairan memiliki suhu yang sama. Akan tetapi, larutan yang telah dipekatkan akan menunjukkan kenaikan titik didihnya, menghasilkan lebih besarnya suhu titik didih dibandingkan dengan air murni. Jadi, terpisahnya uap air cairan menjadi uap panas terjadi pada suhu yang sama dengan titik didih cairan. Mengenai meningkatnya kehilangan panas pada sekeliling ruang penguapan, uap akan menjadi jenuh pada tekanan absolut di dalam ruang penguapan atau superheater steam pada titik didih larutan. Menurut Toledo (1992), pada sebagian besar produk makanan, padatan terlarut merupakan componen organik. Sehingga kenaikan titik didih larutan dapat digambarkan dengan persamaan: Tb = 0.51 m... (5) dimana, Tb merupakan kenaikan titik didih larutan ( o C) dengan molalitas (m) di bawah titik didih air murni pada tekanan absolut. 4. Laju Evaporasi Laju evaporasi (evaporation rate) adalah kuantitas air yang berhasil dievaporasi (diuapkan) menjadi uap persatuan waktu tertentu. Satuan yang biasa digunakan adalah kg uap/jam, kg uap/jam m -2 permukaan pemanasan, kg uap/jam m -3 volume tungku, dan kg uap/kg bahan bakar. Besarnya laju evaporasi dipengaruhi oleh temperatur larutan dan luas permukaan sentuh evaporasi. Laju evaporasi juga sangat ditentukan oleh jenis larutan, karena setiap larutan terdiri dari molekul yang berbedaberbeda dalam jumlah gaya interaksi yang ada antar molekul tersebut (Deese, 2002). B. MINYAK TANAH Minyak tanah adalah senyawa hidrokarbon hasil destilasi minyak bumi yang paling berat, yaitu pada suhu 150 C - 275 C. Komposisi rantai hidrokarbonnya berisi 12-15 atom karbon. Persenyawaan hidrokarbon minyak tanah adalah C n H 2n dan C n H 2n+2 (n = 1, 2, 3,..dst). Dimana nilai n menentukan berat jenis minyak tanah, semakin tinggi nilai n semakin tinggi berat jenisnya.

Minyak tanah memiliki densitas (ρ) 0.75-0.85 gram/cm 3 atau 750-850 kg/m 3. Skema penyulingan minyak bumi disajikan seperti pada gambar berikut: Gambar 13. Skema penyulingan minyak bumi (Deese, 2001). Minyak tanah untuk pertama kali diuraikan oleh seorang ilmuwan Islam bernama Al-Razi pada abad ke-9 di Baghdad. Ia menguraikan dua metoda untuk memproduksi minyak tanah. Metoda pertama menggunakan tanah liat sebagai media penyerap, sedangkan metoda yang kedua menggunakan ammonium klorid sebagai media penyerap. Dari hasil penemuannya inilah kemudian berkembang teknologi lampu minyak tanah. Minyak tanah banyak digunakan baik untuk kebutuhan rumah tangga maupun industri. Untuk skala rumah tangga, minyak tanah digunakan sebagai bahan bakar kompor minyak tanah untuk memasak, lampu minyak tanah dan yang lainnya. Sedangkan untuk skala industri, minyak tanah digunakan sebagai bahan bakar burner dan jenis pembakaran lainnya. Kelebihan dari minyak tanah selain mudah didapat juga karena harganya relatif murah. Dibandingkan dengan bahan bakar lain seperti gas atau solar. Begitu juga dengan energi lain seperti listrik. Namun, minyak tanah

memiliki beberapa kelemahan yang menjadi pertimbangan penggunaannya dalam skala besar, diantaranya mudah berjelaga, sifat letupan yang besar dan membutuhkan suhu cukup tinggi untuk penguapannya. Menurut Basler (1980), titik didih awal minyak tanah adalah 175 o C dan titik didih akhir 225 o C. Proses pembakaran minyak tanah oleh oksigen dituliskan dalam rumus reaksi kimia sebagai berikut: C 8 H 18 + 12,5 O 2 8 CO 2 + 9 H 2 O + Energi Energi panas dari proses pembakaran inilah yang dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan manusia, salah satunya untuk proses evaporasi sebagai sumber energi pemanasan bahan dan penguapannya. Nilai panas pembakaran minyak tanah adalah sekitar 18,500 btu/lb, atau 43.1 MJ/kg (10374.96 kkal/kg).

BAB III. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di bengkel Metatron Fakultas Teknologi Pertanian Insitut Pertanian Bogor (Fateta IPB) pada bulan September 2005 sampai Januari 2006. Kemudian dilanjutkan di bengkel KUD Cibeureum pada bulan Januari sampai Mei 2006. B. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan untuk pengujian adalah minyak tanah sebagai bahan bakar dan air sebagai fluida pada heat exchanger, kondensor, serta umpan bahan. Sedangkan alat yang digunakan adalah: alat evaporator vakum single-effect, stopwatch, hybrid recorder, termokopel jenis k, barometer, meteran, penggaris dan seperangkat peralatan bengkel. C. PROSEDUR PENELITIAN Pengujian alat evaporator vakum ini ditekankan pada kemampuan menciptakan dan mempertahankan kondisi vakum di ruang evaporasi, konsumsi bahan bakar, pindah panas pada bagian heat exchenger dan evaporator, laju penguapan, serta efisiensi sistem secara keseluruhan.. 1. Pengukuran dan Pengamatan Pengukuran dan pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini meliputi: a. Suhu Suhu diperoleh dari pengukuran pada titik-titik yang telah ditentukan. Suhu yang diukur pada penelitian ini meliputi suhu bahan pada preheater, suhu bahan pada ruang penguapan, suhu air pada heat exchanger, suhu air keluar dari heat exchanger, suhu air masuk heat exchanger, suhu air keluar-masuk kondensor, suhu uap hasil evaporasi dan suhu lingkungan. Selengkapnya dapat di lihat pada Gambar 14. Pembacaan suhu dilakukan menggunakan alat hybrid recorder yang dihubungkan dengan sensor suhu termokopel dan dicatat setiap 5

menit sekali selama 3 kali perlakukan dengan masing-masing 2 kali pengulangan berdurasi 45 menit. Satuan yang digunakan adalah o C (derajat Celcius). b. Tekanan Vakum Tekanan vakum adalah kondisi vakum yang terjadi pada ruang penguapan. Tekanan vakum dihasilkan dari operasi pompa vakum yang ada di bagian evaporator. Pengukuran dilakukan dengan pengamatan pressure-gauge yang dipasang pada salah satu titik di ruang penguapan. Satuan yang digunakan adalah kpa. Nilai tekanan vakum merupakan tekanan di bawah tekanan atmosfer. Pengamatan dicatat pada awal, tengah dan akhir operasi dalam setiap pengulangan. c. Volume Bahan Ada dua pengukuran dan pengamatan volume bahan yang diukur, yaitu bahan di ruang preheater yang di ukur pada awal proses evaporasi dan bahan yang ada di ruang penguapan sebagai hasil dari proses evaporasi. Satuan yang digunakan adalah m 3. d. Konsumsi Bahan Bakar Bahan bakar yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak tanah sebagai bahan bakar pada burner di bagian heat exchanger. Konsumsi bahan bakar didefinisikan sebagai banyaknya minyak tanah yang dikonsumsi dalam setiap proses penguapan. Satuan yang digunakan dalam liter. e. Laju Penguapan Laju penguapan pada alat evaporator vakum ini merupakan laju kuantitas air yang berhasil dievaporasi (diuapkan) menjadi uap persatuan waktu (jam). Atau bisa juga didefinisikan sebagai laju penurunan kadar air bahan yang dievaporasi per satuan waktu. Pengukuran didapat dengan pengamatan pada ruang evaporasi, yaitu selisih volume bahan masuk dengan bahan tersisa. Selisih bahan ini merupakan jumlah bahan yang berhasil dievaporasi

2. Parameter a. Proses Evaporasi Proses evaporasi dilakukan dengan cara menguapkan bahan pelarut dari bahan (biasanya air) dari pangan cair melalui pemanasan sampai memperoleh konsentrasi yang diharapkan. Penguapan terjadi ketika suhu lingkungan lebih tinggi dari titik didih zat pelarut. Pada proses evaporasi ini, zat pelarut akan menguap pada titik didihnya dan keluar meninggalkan bahan (pangan cair). Untuk produk makanan yang sensitif terhadap suhu tinggi tinggi, titik didih pelarut harus diturunkan lebih rendah dari titik didih pada kondisi normal (tekanan atmosfer). Menurunkan titik didih zat pelarut ini dilakukan dengan cara menurunkan tekanan di atas permukaan cairan menjadi lebih rendah dari tekanan atmosfer atau disebut vakum (Wirakartakusumah et. al., 1989). b. Laju Evaporasi Laju evaporasi/penguapan menunjukkan laju keluarnya air dari bahan yang diuapkan per satuan waktu, berdasarkan persamaan (Toshizo Ban, 1971): δm m1 m2 =... (6) δt θ δm dimana, adalah laju evaporasi, m1 adalah kadar air awal bahan, δt m2 adalah kadar air akhir bahan dan θ adalah lamanya/waktu proses evaporasi. c. Kenaikan Suhu Titik Didih Bahan Titik didih bahan pada kondisi normal adalah titik dimana bahan memiliki energi untuk mengubah fase bahan dari cair menjadi uap air. Dalam evaporasi perubahan titik didih pelarut (biasanya air) disebabkan oleh bergabungnya beberapa molekul bebas air dengan molekul-molekul zat terlarut. Dimana untuk senyawa organik kenaikkan titik didih air sebagai zat pelarut pada bahan tersebut dapat ditentukan menggunakan persamaan (5): Tb= 0.51 m

dimana, Tb merupakan kenaikan titik didih larutan ( o C) dengan molalitas (m) di bawah titik didih air murni pada tekanan absolut. Sementara itu, titik didih zat pelarut akan menurun dibandingkan pada kondisi normal akibat turunnya tekanan operasi. Nila penurunan titik didih ini dapat ditentukan menggunakan tabel sifat uap panas pada tekanan yang diterima bahan pada titik tertentu. Dimana tekanan dalam ruang operasi dapat diketahui dengan menjumlahkan tekanan operasi hasil pemakuman dengan tekanan bahan pada tinggi tertentu akibat gaya gravitasinya, yang dirumuskan dengan: P = p abs + (ρ x g x h)... (7) dimana, P = tekanan yang diterima bahan (kpa) p abs = tekanan operasi hasil pemakuman (kpa) ρ = masa jenis bahan (kg/m 3 ) g = gaya gravitasi (m/s 2 ) h = ketinggian bahan dari permukaan bumi (m) d. Pindah Panas Aspek penting lainnya pada desain evaporator adalah pada laju pindah panas dari sumber panas ke bahan. Menurut Heldman et al. (1992), laju pindah panas yang terjadi pada evaporator secara umum dapat digambarkan dengan persamaan: q = U x A x T... (4) dimana q adalah laju pindah panas, U adalah koefisien pindah panas menyeluruh, dan A adalah luasan pindah panas. Ada 4 point perhatian dalam hal kajian pindah panas yang terjadi pada alat evaporator ini, yaitu pada heat exchanger, preheater, ruang evaporasi (evaporator) dan kondensor. Pada penelitian ini hanya difokuskan pada dua titik saja, yaitu analisis pindah panas pada preheater dan ruang evaporasi. Pindah panas yang terjadi pada preheater meliputi panas yang diterima bahan untuk menaikkan suhu sampai setting point (Q1) dan panas yang hilang pada ruang preheater (Q2). Sedangkan pindah panas

dalam ruang penguapan meliputi panas untuk menaikkan suhu air sampai titik didihnya (Q3), untuk penguapan (Q4) dan panas yang hilang pada ruang penguapan (Q5). Efisiensi-efisiensi yang ditentukan terdiri dari efisiensi preheater, efisiensi evaporasi dan efisiensi sistem secara keseluruhan. Perhitungan panas dalam preheater dapat didekati menggunakan persamaan: Q a = m a x c pa x (T ai T ao )... (8) Q 1 = m b x c pb x (T b2 T b1 )... (9) dimana, Q a Q 1 m a m b = panas yang diberikan oleh fluida panas/air (W) = panas yang diterima oleh bahan untuk menaikkan suhu (W) = laju aliran masa fluida panas (kg/s) = laju aliran masa bahan (kg/s) c pa = panas jenis fluida panas (kj/kg o C) c pb = panas jenis bahan (kj/kg o C) T ai = suhu fluida panas masuk preheater ( o C) T ao = suhu fluida panas keluar preheater ( o C) T b1 = suhu bahan awal ( o C) T b2 = suhu bahan akhir ( o C) Penghitungan pindah panas dalam ruang penguapan yang meliputi panas untuk menaikkan suhu bahan (Q3), penguapan (Q4), dan panas yang hilang (Q5), dihitung menggunakan persamaan: Q 3 = m b x c p b x (T b2 T b1 )... (10) Q 4 = m u x L... (11) dimana, Q 3 Q 4 Q 5 m b m u = panas yang diterima untuk menaikkan suhu air/bahan (W) = panas yang diterima untuk mengubah fase bahan (W) = panas yang hilang pada ruang penguapan (W) = laju aliran masa bahan yang dimasak (kg/s) = laju aliran masa uap hasil evaporasi (kg/s)