METODE PENELITIAN. Lokasi Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bagan Serdang Kecamatan Pantai

dokumen-dokumen yang mirip
METODOLOGI. Lokasi dan Waktu

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

LAMPIRAN. Lampiran 1. Analisis vegetasi hutan mangrove mulai dari pohon, pancang dan semai berdasarkan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Taman Nasional Baluran, Jawa Timur dan dilakasanakan pada 28 September

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014.

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi

III. METODE PENELITIAN

ANALISIS VEGETASI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE KPH BANYUMAS BARAT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya. Zona 1 merupakan

IV. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove.

BAB IV METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli Lokasi penelitian adalah di kawasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian. Kabupaten Gorontalo Utara merupakan wilayah administrasi yang

ANALISIS VEGETASI MANGROVE DAN PEMANFAATANNYA OLEH MASYARAKAT KAMPUNG ISENEBUAI DISTRIK RUMBERPON KABUPATEN TELUK WONDAMA SKRIPSI YAN FRET AGUS AURI

Proses Pemulihan Vegetasi METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. dalam kawasan wisata alam Trinsing yang secara administratif termasuk ke dalam

B III METODE PENELITIAN. ada di di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali.

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode transek belt yaitu dengan menarik garis lurus memanjang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 s/d bulan Februari 2017

Analisis Vegetasi Hutan Alam

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kecamatan Anggrek, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo. Peta lokasi

VI. SIMPULAN DAN SARAN

BAB III METODE PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Bukit Gunung Sulah Kelurahan Gunung Sulah

III. Bahan dan Metode

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Gambar 2 Peta lokasi penelitian.

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3. No. 1, Maret 2012: ISSN :

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas,

Struktur Dan Komposisi Vegetasi Mangrove Di Pulau Mantehage

ZONASI TUMBUHAN UTAMA PENYUSUN MANGROVE BERDASARKAN TINGKAT SALINITAS AIR LAUT DI DESA TELING KECAMATAN TOMBARIRI

KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan metode penelitian

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Dudepo merupakan salah satu pulau kecil berpenduduk yang berada

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang. berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

Konsep Keanekaragaman METODE Tempat dan Waktu Penelitian

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI HUTAN MANGROVE KELURAHAN BELAWAN SICANANG KECAMATAN MEDAN BELAWAN PROVINSI SUMATERA UTARA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4 KERUSAKAN EKOSISTEM

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan

BAHAN DAN METODE. Gambar 3 Lokasi penelitian ( ) Alat dan Bahan

KOMPOSISI VEGETASI HUTAN MANGROVE DI PANTAI MOJO KECAMATAN ULUJAMI KABUPATEN PEMALANG PROVINSI JAWA TENGAH

III. METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas

BAB III METODE PENELITIAN. Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo pada bulan September-Oktober 2012.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Gorontalo Utara, yang meliputi 4 stasiun penelitian yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Januari 2017 selama kurun waktu satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

KAJIAN BIOFISIK LAHAN HUTAN MANGROVE DI KABUPATEN ACEH TIMUR ISWAHYUDI

Kata kunci : Kelurahan Moro Timur, Struktur Komunitas, Mangrove

4 METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

Avicenia sp. ( Api-Api ) Rhizophora sp( Bakau ) Nypa sp. ( Nipah ) Bruguiera sp. ( Lacang ) Sonneratia sp. ( Pedada )

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

Teknologi penanaman jenis mangrove dan tumbuhan pantai pada tapak khusus

BAB III METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

Struktur dan Komposisi Mangrove di Pulau Hoga Taman Nasional Wakatobi, Sulawesi Tenggara Jamili

BAB III. METODE PENELITIAN

IDENTIFIKASI TINGKAT KERAWANAN DEGRADASI KAWASAN HUTAN MANGROVE DESA MUARA, TANGERANG, BANTEN

Keanekaragaman Jenis dan Indeks Nilai Penting Mangrove di Desa Tabulo Selatan Kecamatan Mananggu Kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juni Pengambilan

BAB III METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah vegetasi mangrove

BAB III METODOLOGI. Gambar 1 Lokasi Taman Nasional Ujung Kulon.

Gambar 3. Peta lokasi penelitian

Hasil dan Pembahasan

IV. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa ini memberikan tanggung jawab yang besar bagi warga Indonesia untuk

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januarisampai dengan Februari

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB III METODE PENELITIAN. analisa Indeks Keanekaragaman (H ) Shannon Wienner, Indeks Dominansi (D)

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember 2013.

Transkripsi:

METODE PENELITIAN Lokasi Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bagan Serdang Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara pada bulan Mei sampai dengan bulan Juni 2010. Analisis data dilakukan di Laboratorium Inventarisasi Hutan Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Letak Geografis Lokasi penelitian di areal model arboretum mangrove terletak di Dusun I Desa Bagan Serdang Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang seluas 5 ha. Adapun batas- batas wilayah secara administratif yaitu : - Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka - Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Bagan Serdang - Sebelah Selatan berbatasan dengan Sungai Serdang Lama - Sebelah Barat berbatasan dengan Sungai Serdang Baru Secara geografis kawasan ini terletak antara 598 0 20 98 50 31 BT dan 3 42 13-3 42 00 LU (BBKSDA, 2009). Topografi dan Ketinggian Tempat Kecamatan Secanggang adalah merupakan lokasi penelitian yang berada pada ketinggian ± 1 meter dari permukaan laut dengan topografi landai. Kondisi geologi di kawasan Areal Model Arboretum Mangrove Balai Pengelolaan Hutan Mangrove (BPHM) Wilayah II adalah sebagai berikut:

a. Kondisi tanah merupakan akumulasi bahan- bahan pasir lumpur ( endapan sungai bahan organik) ; b. Tekstur tanah halus; c. Memiliki jenis tanah alluvial, regosol, organosol; (BBKSDA, 2009). Iklim Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson lokasi areal model arboretum mangrove termasuk dalam type iklim B dengan curah hujan rata- rata 1.800 mm/thn sampai dengan 1.900 mm/thn dengan curah hujan maksimum terjadi pada bulan September sampai dengan Desember. Kondisi Pasang Surut Pasang surut air laut terjadi pada pukul 12.00 WIB dan surut 6 (enam) jam kemudian. Lebar pasang dari pantai lebih kurang 200 meter dengan kedalaman pasang surut 0,3 sampai 0,5 meter. Bahan dan Alat Penelitian - Bahan : Bahan digunakan dalam analisis vegetasi meliputi : peta lokasi dan peta kerja. - Alat : Alat yang digunakan dalam analisis vegetasi meliputi: kompas, Haga hypsometer, galah ukur, phi-band, handrefractometer, meteran dan tali plastik

atau tambang, Global Positioning System (GPS), Hidrometer, Thermometer, tally sheet dan alat tulis. Prosedur Penelitian Pengumpulan Data Tegakan Metode inventarisasi flora dilakukan dengan pengukuran terhadap berbagai parameter keragaman hayati, yaitu jenis- jenis tumbuhan untuk tingkat pohon, tiang, pancang, anakan dan tumbuhan/ vegetasi bawah melalui analisa vegetasi. Analisa Vegetasi Teknik analisis vegetasi yang digunakan adalah metoda petak dengan unit contoh berupa jalur (transek) berukuran 10 m x 100 m sebanyak 10 jalur. Di dalam setiap unit contoh (jalur) secara nested sampling dibuat sub-sub unit contoh untuk permudaan, yakni 2 m x 2 m untuk tingkat semai, 5 m x 5 m untuk tingkat pancang dan 10 m x 10 m untuk pohon. Kriteria tingkat permudaan yang digunakan adalah: a. Pohon adalah pohon muda dan dewasa yang memiliki diameter 10 cm b. Pancang adalah anakan pohon dengan diameter < 10 cm d an tinggi > 1,5 m c. Semai adalah anakan pohon mulai bekecambah sampai tingginya 1,5 m. Teknik Sampling

Teknik sampling yang digunakan adalah teknik sampling line plot yang merupakan teknik pengukuran dan pengamatan yang dilakukan pada sepanjang jalur yang dibuat dengan diberi jarak antar petak ukur. 2 m 2 m 5 m 5 m sumbu jalur 10 m PU 1 PU 2 dst 10 m 100 m (arah jalur/ tegak lurus garis pantai) Gambar 4. Skema penempatan transek dan petak- petak pengukran pada analisa vegetasi Keterangan : Petak ukuran 10 m x 10 m : pengamatan fase pohon Petak ukuran 5 m x 5 m : pengamatan fase pancang Petak ukuran 2 m x 2 m : pengamatan fase semai Analisa Data Metode Analisis Data Penentuan keanekaragaman dan hutan mangrove akan diawali dengan analisis vegetasi dalam petak contoh. Petak contoh yang dibuat berukuran 10 x 100 m. Seluruh pohon dengan diamater 10 cm yang terdapat dalam petak contoh diidentifikasi dan diukur diamater (D) dan tinggi (H) pohon. Dari hasil pengukuran lapangan kemudian dihitung nilai kerapatan, kerapatan nisbi, frekuensi, frekuensi nisbi, dominasi nisbi, dan indeks nilai

penting. Rumus-rumus yang digunakan dalam perhitungan analisis vegetasi dengan metode garis berpetak. Kerapatan Jenis Ki = Σindividu species i luas petak contoh Ki : Kerapatan jenis dalam satuan individu/ha Kerapatan tegakan (K) didapat dengan menjumlah Ki, Kj.Kn. Kerapatan Relatif K species i KR = x100% K total seluruh species Frekuensi Σ sub petak ditemukan species i F = Σ seluruh sub petak contoh Frekuensi Relatif F species i FR = x100% F total seluruh species Dominansi Lbds species i D = Luas petak contoh Lbds : Luas bidang dasar D : Dominansi dalam satuan m 2 /Ha Dominansi Relatif D species i DR = x100% D total seluruh species INP= KR+FR+DR (Pohon) INP= KR+FR (semai dan pancang) INP = Indeks Nilai Penting KR = Kerapatan Relatif FR = Frekuensi Relatif DR = Dominasi Relatif

Untuk mengetahui keanekaragaman vegetasi akan dipergunakan beberapa indeks sebagai berikut : Keanekaragaman jenis (species diversity), Menggunakan dua indeks keragaman, yaitu diversity index of Simpson dan Shannon. Kedua indeks ini digunakan pula untuk menentukan indeks kemerataan (eveness index) dari Hill s Ratio (Ludwig & Reynolds 1988), dengan formula sebagai berikut: 1. Shannon Diversity Indeks H = - { N i / N} log 2 { N i / N} N i /N = proposi sampel dalam species Atau sama dengan Indeks diversitas Shannon dihitung dengan formula: H ' = S i= 1 ni ni ln n n Keterangan: H = Indeks diversitas Shannon; ni = Jumlah individu jenis ke-i S = Jumlah jenis; n = Total jumlah individu; ln = Logaritma natural

Tata cara Ludwig dan Reynold (1988) digunakan untuk menentukan: komponen indeks kekayaan (menyatakan jumlah jenis dalam suatu komunitas), dan indeks kemerataan jenis (menyatakan kemerataan jenis dalam komunitas). Selain itu juga dilakukan penghitungan indeks keragaman. Tingkat Kerusakan Hutan Mangrove Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) Republik Indonesia melalui Keputusan Menteri Nomor 201 Tahun 201 tentang kriteria baku kerusakan mangrove dan Pedoman Pemantauan Kerusakan Mangrove, telah mengeluarkan suatu kriteria tingkat kerusakan mangrove berdasarkan nilai kerapatan pohon per hektar. Kriteria baku tersebut dibagi menjadi : 1. Baik (sangat padat) apabila terdapat > 1.500 pohon per hektar 2. Baik ( sedang) apabila terdapat 1.000 < μ < 1.500 pohon per hektar 3. Rusak (jarang) apabila terdapat < 1.000 pohon per hektar.

HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur vegetasi Hasil analisis vegetasi hutan mangrove di Areal Model Mangrove Desa Bagan Serdang Kecamatan Pantai Labu dengan luasan 0,25 ha di jumpai 6 jenis penyusun yakni pada tingkat pohon (6 jenis), kemudian diikuti oleh tingkat pancang (6 jenis) dan tingkat semai (6 jenis). Ada 3 jenis penyebarannya terbesar pada tingkat pertumbuhan pohon yaitu Rhizophora apiculata dengan persen penyebaran sebesar 72 %, Avicennia sp sebesar 64 %, Sonneratia sp sebesar 56 % dan Ceriops tagal sebesar 28 %. Avicennia spp., Sonneratia spp., dan Rhizophora spp, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, hampir selalu dijumpai dalam plot penelitian. Hal ini wajar mengingat ketiganya merupakan tumbuhan mangrove mayor yang selalu berada di garis terdepan berhadapan dengan garis pantai atau muara sungai. Tumbuh-tumbuhan ini telah beradaptasi terhadap pengaruh fluktuasi arus pasang surut yang menyebabkan variasi genangan dan salinitas pernyataan Setyawan et al., ( 2008). Dari 25 petak contoh untuk jenis pada berbagai tingkat yaitu tumbuhan, semai, pancang dan pohon didapati tidak semua jenis penyusun hutan mangrove di areal model arboretum mangrove di Desa Bagan Serdang Kecamatan Pantai Labu ini di jumpai. Pada seluruh tingkat pertumbuhan di jumpai ada 6 jenis indukan dan 6 jenis tingkat anakan. Hal ini diduga karena lebar mangrove yang sangat sempit dan akibat konversi mangrove menjadi tambak, sehingga sebagian besar buah yang jatuh langsung hanyut oleh air pasang, terutama jenis-jenis dengan buah kecil. Pada sisi lain, anakan dari jenis-jenis Rhizophora masih

banyak di jumpai karena buahnya yang besar dan panjang yang di kenal dengan prapagul yang langsung menancap pada substrat setelah jatuh dari pohon induknya (Tomlinson, 1986). Komposisi jenis Berdasarkan hasil analisis vegetasi, jenis yang dominan pada tingkat pertumbuhan pohon adalah Rhizophora apiculata (INP = 66,7 %) dan Sonneratia sp (INP = 65,6 %), untuk tingkat pancang jenis-jenis yang dominan antara lain Rhizophora apiculata (INP = 42,8 %), Avicennia lanata (INP = 41,8 %) dan untuk tingkat semai jenis-jenis yang dominan adalah Rhzophora apiculata (INP = 48,3 %) dan Avicennia lanata (INP = 39,9 %). Jenis- jenis ini membentuk hutan mangrove di daerah zona inti yang mampu bertahan terhadap pengaruh salinitas (garam), yang disebut tumbuhan halophyta. Kebanyakan jenis mangrove mempunyai adaptasi khusus yang memungkinkan untuk tumbuh dan berkembang dalam substrat/lahan mangrove seperti kemampuan berkembang biak, toleransi terhadap kadar garam tinggi, kemampuan bertahan terhadap perendaman oleh pasang surut, memiliki pneumatophore atau akar napas,bersifat sukulentis dan kelenjar yang mengeluarkan garam. Beberapa hal yang mempengaruhi kondisi hutan mangrove adalah pasang surut air laut, salinitas, kondisi subrat tempat tumbuh dan keterbukaan terhadap hempasan gelombang. Dengan adanya kondisi yang berpengaruh tersebut hutan mangrove beradaptasi dalam hal ; sistem akar napas untuk membantu memperoleh oksigen bagi sistem peakaran; sistem perkembangan buah (vivipar, kriptovivipar dan biji normal); pola zonasi pertumbuhan dan komposisi mangrove.

Maka seluruh jenis penyusun hutan mangrove di areal model arboretum mangrove Desa Bagan Serdang Kecamatan Pantai Labu tersebar secara tidak merata dan ditemukan dari analisia vegetasi bahwa frekuensi setiap jenis adalah kurang dari 75 %. Pernyataan Onrizal (2009) bahwa pohon mangrove membutuhkan waktu 5 tahun untuk tumbuh menjadi pohon dewasa dan penanamannya mempunyai rasio kesuksesan 75% untuk tumbuh menjadi pohon dewasa. Tumbuhan mangrove akan tumbuh dengan baik jika berada di lahan yang memiliki sistem air terbuka ke laut lepas dimana pergantian air laut dapat terjadi setiap hari atau secara reguler sehingga akar tumbuhan tersebut mendapatkan air yang baru setiap harinya. Pada seluruh tingkatan pertumbuhan pohon, indeks vegetasi mangove di model mangrove Desa Bagan Serdang Kecamatan Pantai Labu tergolong rendah. Hal ini sesuai dengan sebaran INP pada tingkat pertumbuhan, di mana pada tingkat pohon terdapat 2 jenis yakni Rhizophora apicualta dan Sonneratia sp yang memiliki INP terbesar seperti yang di dapati pada INP diatas atau lebih dari 50 % karena disebabkan karena berada pada subrat berlumpur. Dari INP total tingkat semai dan pancang tidak ada jenis memiliki INP lebih besar dari 50 % INP total. Tabel 2. INP jenis vegetasi mangrove pada setiap pertumbuhan di Areal Model Arboretum Mangrove Desa Bagan Serdang Kecamatan Pantai Labu

No Nama Jenis INP (%) Semai Pancang Pohon 1 Sonneratia sp 38.4 37.0 65.6 2 Avicennia lanata 39.9 41.8 64.6 3 Rhizhopora apiculata 48.3 42.8 66.7 4 Xylocarpus granatum 28.2 26.5 32.3 5 Ceriop decandra 25.3 28.0 36.2 6 Bruguiera gimnorhiza 19.9 23.9 34.6 Jumlah 200.0 200.0 300.0 Sumber : hasil analisis data Keanekaragaman Jenis Berdasarkan indeks keanekaragaman jenis (H ) diketahui bahwa pada tingkat semai, pancang dan pohon keanekaragaman jenis vegetasi mangrove di Areal Model Mangrove Desa Bagan Serdang Kecamatan Pantai Labu rendah, H berkisaran antara 0,0 2,0. Pada seluruh tingkatan pertumbuhan, keanekragaman jenis vegetasi mangove di setiap plot tergolong rendah yang terlihat dari nilai indeks keanekaragaman (H ) < 2,0. Makin besar H' suatu komunitas maka semakin mantap pula komunitas tersebut. Nilai H' = 0 dapat terjadi bila hanya satu spesies dalam satu contoh (sampel) dan H' maksimal bila semua jenis mempunyai jumlah individu yang sama dan ini menunjukkan kelimpahan terdistribusi secara sempurna menurut (Ludwig dan Reynold, 1988). Indeks keragaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah indeks keragaman Shanon-wiener. Kriteria nilai indeks karagaman jenis berdasarkan Shanon-wiener (H ) berkisar 0 7 dengan kriteria sebagai berikut: jika H (0 < 2) tergolong rendah, H (2 < 3) tergolong sedang, H (> 3) atau lebih tergolong tinggi. Keanekaragaman jenis yang tinggi merupakan indikator dari kemantapan atau kestabilan dari suatu lingkungan pertumbuhan. Kestabilan yang tinggi menunjukkan tingkat kompleksitas yang tinggi, hal ini disebabkan terjadinya

interaksi yang tinggi pula sehingga akan mempunyai kemampuan lebih tinggi dalam menghadapi gangguan terhadap komponen-komponennya (Barbour et al, 1987 dalam Ningsih 2008). Berdasarkan total nilai indeks penting, tingkat kekritisan lahan mangrove di areal model mangrove Desa Bagan Serdang Kecamatan Pantai Labu termasuk kedalam kawasan mangrove yang memiliki kondisi rusak. Hal ini terlihat pada nilai keragaman jenis pada masing masing tingkat pertumbuhan sebesar relatif kecil H s = 1,50 dan λ s = 0,23 menunjukkan nilai yang berada jauh dibawah nilai rata-rata untuk kondisi mangrove yang tidak rusak. Kondisi mangrove telah mengalami peningkatan kerusakan dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2010. Menurut data BPHM Wilayah II (2006) menunjukkan bahwa luas penyebaran hutan mangrove di Sumut mencapai 364.580,95 Ha yang sebagian besar atau (sekitar 60%) diantaranya dalam kondisi rusak dan kerusakan paling tinggi di wilayah Tanjung Pura. Berdasarkan data Ditjen RRL (1999), luas hutan mangrove Indonesia tinggal 9,2 juta ha (3,7 juta ha dalam kawasan hutan dan 5,5 juta ha di luar kawasan). Namun demikian, lebih dari setengah hutan mangrove yang ada (57,6 %), ternyata dalam kondisi rusak parah. Tingkat Kerusakan Hutan Mangrove Di Areal Model Arboretum Mangrove Desa Bagan Serdang Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang kerapatan di tingkat pohon adalah 2432 pohon/ha. Ini menunjukkan bahwa kondisi mangrove di areal ini baik, sesuai dengan kriteria baku yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH)

Republik Indonesia melalui Keputusan Menteri Nomor 201 Tahun 201 tentang kriteria baku kerusakan mangrove dan Pedoman Pemantauan Kerusakan Mangrove, telah mengeluarkan suatu kriteria tingkat kerusakan mangrove berdasarkan nilai kerapatan pohon per hektar. Kriteria baku tersebut dibagi menjadi baik (sangat padat) apabila terdapat > 1.500 pohon per hektar, baik (sedang) apabila terdapat 1.000 < μ < 1.500 pohon per hektar, rusak (jarang) apabila terdapat < 1.000 pohon per hektar. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa : Hutan mangrove di Areal Model Arboretum Mangrove Desa Bagan Serdang Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang memiliki keanekaragaman yang rendah..adapun penyusun pada masing- masing tingkat pertumbuhan yakni pada tingkat pohon (6 jenis), kemudian diikuti oleh tingkat pancang (6 jenis) dan tingkat semai (6 jenis).enis- jenis vegetasi mangrove yaitu Rhizophora apiculata, Avicennia lanata, Sonneratia caseolaris, Xylocarpus granatum, Ceriops decandra dan Bruguiera gymnorhiza. Ada 3 jenis penyebarannya terbesar pada tingkat pertumbuhan pohon yaitu Rhizophora apiculata, Avicennia sp, Sonneratia sp.pada tingkat pertumbuhan pohon Rhizophora apiculata dengan INP (66,7 %)., Avicennia lanata dengan INP ( 64,6 %) and Sonneratia caseolaris dengan INP (65,6 %). Keanekargaman jenis mangrove yang terdapat di Areal Model Arboretum Mangrove Desa Bagan Serdang (H s ) termasuk rendah yakni 1,50 pada tingkat pohon Saran Berdasarkan hasil penelitian disarankan pembangunan hutan mangrove khususnya pada areal model arboretum dapat menambah jenis koleksi vegetasi sehingga dengan keanekaragaman yang lebih banyak lagi dapat menjadi daya tarik serta menjadi areal yang nantinya bisa dipakai untuk tujuan pendidikan dan penelitian. DAFTAR PUSTAKA Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam. 2008. Rancangan Teknis Rehabilitasi Hutan Mangrove Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan Dan