STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN.. Anjarlea Mukti Sabrina Jurusan Syariah, Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Ngawi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan

BAB VII KEBAKARAN HUTAN

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 07 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI WILAYAH KOTA PALANGKA RAYA

PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 04 TAHUN 2005 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2. Cukup jelas. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Tenggara yakni Malaysia, Singapura, dan Brunai Darusalam. Oleh karena itu perlu ditetapkan berbagai langkah kebijakan pengendaliannya.

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 07 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI WILAYAH KOTA PALANGKA RAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki mega biodiversity

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN LAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BALANGAN,

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (UU RI No. 41

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT

2016, No Kepada 34 Gubernur Pemerintah Provinsi Selaku Wakil Pemerintah; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Su

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

PENGARUH ELNINO PADA KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 12/Menhut-II/2009 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN DAERAH KOTA BIMA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BIMA,

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004),

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 T E N T A N G SISTEM PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN GUBERNUR JAWA TIMUR,

DISAMPAIKAN PADA ACARA PELATIHAN BUDIDAYA KANTONG SEMAR DAN ANGGREK ALAM OLEH KEPALA DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAMBI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan aslinya (Hairiah, 2003). Hutan menjadi sangat penting

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Dekonsentrasi. Pemerintah. Provinsi.

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI WILAYAH KABUPATEN NUNUKAN

BAB I PENDAHULUAN. 41 tahun 1999). Menurut Indriyanto (2006), hutan merupakan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bangsa Indonesia dikaruniai kekayaan alam, bumi, air, udara serta

BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANAU LINDU

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 022 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS, POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS DINAS KEHUTANAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hutan sebagai salah satu penentu penyangga kehidupan dan sumber

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 21 TAHUN 2013

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM NOMOR : P. 2/IV-SET/2014 TENTANG PEMBENTUKAN DAN PEMBINAAN MASYARAKAT PEDULI API

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. 4

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

TENTANG BUPATI NGANJUK, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

Topik C3 Kebakaran hutan dan lahan gambut

PP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP)

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

PELESTARIAN HUTAN DAN KONSERFASI ALAM

I. PENDAHULUAN. Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN LAHAN DAN ATAU HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Ketika Negara Gagal Mengatasi Asap. Oleh: Adinda Tenriangke Muchtar

SUMBER DAYA HABIS TERPAKAI YANG DAPAT DIPERBAHARUI. Pertemuan ke 2

ABSTRACT. Alamat Korespondensi : Telp , PENDAHULUAN

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

INOVASI PENCEGAH KEBAKARAN BAWAH TANAH LAHAN GAMBUT DENGAN SPIDER PIPELINE AS GROUND FIRE WETLAND (SPAS GROFI-W)

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di bumi saat ini, pasalnya dari hutan banyak manfaat yang dapat diambil

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III PROBLEM LINGKUNGAN DI SUMATERA SELATAN. penjelasan mengenai keterlibatan INGO World Agroforestry Centre (ICRAF) di Indonesia

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2004 TENTANG PERLINDUNGAN HUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

Geografi. Kelas X ATMOSFER VII KTSP & K Iklim Junghuhn

Transkripsi:

STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN.. Anjarlea Mukti Sabrina Jurusan Syariah, Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Ngawi ABSTRAK Tulisan ini bertujuan untuk mengangkat permasalahan dan dampak kebakaran hutan yang menjadi permasalahan lingkungan yang sangat penting di tanah air. Sedangkan pemerintah Indonesia sendiri kurang peduli terhadap kasus kebakaran hutan yang seringkali terjadi dan menimbulkan bencana kabut asap di berbagai wilayah Indonesia. Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan penulis, menunjukkan bahwa : dampak dari kebakaran hutan adalah hilangnya berbagai manfaat ekosistem dari hutan dan potensi lain yang terkandung didalamnya termasuk keanekaragaman hayati. Ada dua faktor penting penyebab kebakaran hutan, yaitu faktor alam dan faktor manusia. Faktor alam misalnya adalah pemanasan global, musim kemarau yang berkepanjangan dan perubahan musim yang tidak menentu. Faktor manusia disebabkan oleh sumber api buatan manusia pada saat menggunakan api dalam upaya pembukaan lahan untuk Hutan Tanaman Industri (HTI), perkebunan, dan pertanian dengan menggunakan bahan bakar yang dapat menyulut api. Kata Kunci : Pencegahan dan Penanggulangan, Bencana Kabut Asap, Kebakaran Hutan 1

A. Pendahuluan Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki wilayah hutan terluas ketiga di dunia setelah Brazil dan Zaire. Hal ini merupakan suatu kebanggaan bagi bangsa Indonesia dan karunia yang tak terhingga dari Tuhan Yang Maha Esa. Dilihat dari manfaatnya, hutan dikenal sebagai paru-paru dunia, pengatur aliran air, pencegah erosi dan banjir serta dapat menjaga kesuburan tanah dan keseimbangan ekosistem alam. Selain itu, hutan dapat memberikan manfaat ekonomis sebagai sumber pendapatan keuangan masyarakat dan penyumbang devisa negara bagi kelangsungan pembangunan nasional. Oleh karena itu, pemanfaatan hutan dan perlindungannya telah diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945, UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, PP No. 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan dan beberapa Keputusan Menteri Kehutanan serta beberapa Keputusan Dirjen Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (PHPA) dan Dirjen Pengusahaan Hutan. Hutan yang seharusnya dijaga dan dimanfaatkan secara optimal dengan memperhatikan aspek kelestarian kini telah mengalami degradasi dan deforestasi dengan munculnya fakta bahwa negara Indonesia dikenal sebagai negara yang mempunyai tingkat laju degradasi dan deforestasi tahunan tercepat di dunia. Sebanyak 72% dari hutan Indonesia asli telah musnah dengan 1,8 juta hektar hutan dirusak per tahun antara tahun 2000 hingga tahun 2005 dan sebuah tingkat kerusakan hutan sebesar 2% setiap tahunnya. 1 Pada awal Maret Tahun 2014, kebakaran hutan dan lahan gambut di Provinsi Riau, Sumatera melonjak hingga titik yang tidak pernah ditemukan sejak krisis kabut asap Asia Tenggara pada bulan Juni 2013. Seperti yang terjadi sebelumnya, kebakaran hutan yang terjadi tahun ini berlangsung di 1 http://www.greenpeace.org/seasia/id/, diakses pada tanggal 22 September 2015 2

Kayu. 2 Menurut data statistik, kebakaran hutan di Indonesia sebanyak 90% lahan yang dikelola oleh Perusahaan Tanaman Industri, Kelapa Sawit, serta disebabkan oleh manusia dan selebihnya disebabkan oleh faktor alam. Faktanya, kasus kebakaran Hutan Tanaman Industri menyumbang asap terbesar di Riau. Ribuan hektar lahan di 12 Perusahaan Hutan Tanaman Industri di Riau terbakar. Hal ini dikarenakan pengelolaan dan pemanfaatan hutan selama ini tidak memperhatikan manfaat yang akan diperoleh dari keberadaan hutan tersebut, sehingga kelestarian lingkungan hidup menjadi terganggu. Penyebab utama kerusakan hutan adalah kebakaran hutan. Kebakaran hutan terjadi karena manusia yang menggunakan api dalam upaya pembukaan hutan untuk Hutan Tanaman Industri (HTI), perkebunan, dan pertanian. Selain itu, kebakaran hutan juga didukung oleh faktor alam yaitu pemanasan global, kemarau panjang yang seringkali dikaitkan dengan pengaruh iklim yang menjadi faktor utama penyebab terjadinya kebakaran hutan. Kurangnya koordinasi dan upaya hukum yang tegas merupakan alasan utama kasus kebakaran hutan terjadi terus-menerus setiap tahun. Penegakan hukum yang tebang pilih tidak akan memberikan efek jera bagi pelaku pembakaran hutan baik yang dilakukan oleh perusahaan maupun perorangan sehingga diperlukan upaya hukum dan kebijakan pemrintah yang cepat dan tegas dalam menanggulangi kasus kebakaran hutan. B. Pengertian dan Fungsi Hutan di Indonesia Hutan sebagai salah satu bagian dari lingkungan hidup merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan salah satu kekayaan alam yang sangat penting bagi umat manusia. Hal ini didasarkan pada banyaknya manfaat yang diambil dari hutan. Misalnya, hutan sebagai penyangga paru- 2 www.wri.org, diakses pada tanggal 22 September 2015 3

paru dunia. Menurut Black Law Dictionary, hutan (forest) adalah suatu daerah tertentu yang tanahnya ditumbuhi pepohonan tempat hidup segala binatang. 3 Hutan adalah suatu lapangan pohon-pohon secara keseluruhan yang merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya, dan yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai hutan. Hutan merupakan harta kekayaan yang tidak ternilai, oleh karena itu hasil dari hutan perlu dijaga, dipertahankan dan di lindungi agar hutan dapat berfungsi dengan baik. Istilah hutan merupakan terjemahan dari kata bos (Belanda) dan forrest (Inggris). Forrest merupakan dataran tanah yang bergelombang dan dapat dikembangkan untuk kepentingan diluar kehutanan, seperti pariwisata. Di dalam hukum Inggris kuno, forrest (hutan) adalah suatu daerah tertentu yang tanahnya ditumbuhi pepohonan, tempat hidup binatang buas dan burungburung hutan. 4 Hutan menurut Dengler adalah sejumlah pepohonan yang tumbuh pada lapangan yang cukup luas, sehingga suhu, kelembapan, cahaya, angin dan sebagainya tidak lagi menentukan lingkungannya, akan tetapi dipengaruhi oleh tumbuh-tumbuhan/ pepohonan baru asalkan tumbuh pada tempat yang cukup luas dan tumbuhnya cukup rapat (horizontal dan vertikal). 5 Menurut pasal 1 ayat (2) UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Ada 4 unsur yang terkandung dari definisi hutan di atas, yaitu : 1. Unsur lapangan yang cukup luas yang disebut tanah hutan. 2. Unsur pohon (kayu, bambu, palem), flora dan fauna. 3. Unsur lingkungan. 4. Unsur penetapan pemerintah. 3 Suriansyah Murhaini, Hukum Kehutanan (Penegakan Hukum Terhadap Kejahatan di Bidang Kehutanan), (Yogyakarta: Laksbang Grafika, 2012), 9. 4 Salim H.S., Dasar-Dasar Hukum Kehutanan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), 40. 5 Salim H.S., Dasar-Dasar, 40. 4

Unsur pertama, kedua dan ketiga membentuk persekutuan hidup yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Pengertian hutan disini, menganut konsepsi hukum secara vertikal, karena antara lapangan (tanah), pohon, flora dan fauna, beserta lingkungannya merupakan satu kesatuan yang utuh. 6 Menurut UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan berdasarkan statusnya dibagi dua macam yaitu: 1. Hutan Negara Hutan negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah. Yang termasuk dalam kualifikasi hutan negara adalah : a. Hutan adat yaitu hutan negara yang diserahkan pengelolaannya kepada masyarakat hukum adat (rechtgemeenschap). b. Hutan desa adalah hutan negara yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa. c. Hutan kemasyarakatan adalah hutan negara yang pemanfaatannya untuk memberdayakan masyarakat. 2. Hutan Hak Hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak milik lazim disebut hutan rakyat. Hutan mempunyai banyak fungsi dan memainkan peran penting dalam pelestarian tanah dan air, memelihara atmosfir yang sehat dan memelihara keanekaragaman hayati tumbuh-tumbuhan dan hewan. 7 Hutan berdasarkan fungsinya adalah penggolongan hutan yang didasarkan pada kegunaannya (Pasal 6 - Pasal 7 UU No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan). Hutan ini dapat digolongkan menjadi tiga macam yaitu : 1. Hutan Konservasi Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri tertentu yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan 6 Salim H.S., Dasar-Dasar., 41. 7 Supriadi, Hukum Lingkungan Di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), 60. 5

satwa beserta ekosistemnya. Hutan konservasi terdiri atas tiga macam, yaitu: a. Kawasan hutan suaka alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan. b. Kawasan hutan pelestarian alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. c. Taman buru adalah kawasan hutan yang ditetapkan sebagai tempat wisata berburu. 2. Hutan Lindung Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi (penerobosan) air laut, dan memelihara kesuburan tanah. 3. Hutan produksi Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan atau areal hutan yang dipertahankan untuk memperoleh kepentingan konsumsi masyarakat industri dan ekspor. 8 C. Faktor Penyebab dan Dampak Kebakaran Hutan Kebakaran hutan pada umumnya disebabkan oleh : 1. Musim Kemarau Faktor cuaca merupakan faktor utama penyebab terjadinya kebakaran hutan dan lahan, meliputi: angin, suhu, curah hujan, keadaan air tanah dan kelembapan relatif. Pada musim kemarau banyak bermunculan berita mengenai kebakaran hutan. Tapi, bukankah musim kemarau bisa diprediksi sebelumnya sehingga segala sesuatunya harus dipersiapkan 8 Salim, H.S., Dasar-Dasar Hukum.,45. 6

untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan pada saat musim kemarau panjang. 2. Sumber Api Buatan Manusia Pada dasarnya, sebagian besar kebakaran hutan terjadi karena ulah manusia. Hal ini disebabkan karena api dianggap sebagai alat yang paling efektif, murah dan cepat dalam membersihkan tapak penanaman. 3. Bahan Bakar Bahan bakar dianggap sebagai sumber penyebab terjadinya kebakaran hutan disebabkan karena jika tidak ada bahan bakar tentu saja meskipun datang musim kemarau dan ada yang melakukan penyulutan api di tempat kejadian, kebakaran tidak akan terjadi. Tipe kebakaran hutan terdiri dari : 1. Kebakaran Bawah (Ground Fire) Api membakar bahan organik di bawah permukaan serasah yang pada umumnya berupa humus dan gambut. Penjalaran api berlangsung secara perlahan dan tidak dipengaruhi oleh angin, tanpa nyala, sehingga sulit untuk dideteksi dan kontrol. Dilihat dari dampaknya, tipe kebakaran ini merupakan tipe yang paling merusak lingkungan. Tipe kebakaran ini didominasi oleh proses smoldering, biasanya bertahan dalam jangka waktu yang cukup lama dengan kecepatan penjalaran sekitar 1,5 g/m²/jam atau 0,025 cm/jam. 2. Kebakaran Permukaan (Surface Fire) Api pada kebakaran ini membakar serasah, tumbuhan bawah, bekas limbah pembakaran dan bahan bakar lainya yang terdapat di lantai hutan. Energi kebakaran dapat rendah sampai tinggi. Dalam penjalarannya, dipengaruhi oleh angin permukaan sehingga dapat membakar tumbuhan yang lebih tinggi hingga ke tajuk pohon (crowing out). Tipe ini merupakan tipe kebakaran yang paling umum terjadi di hampir semua tegakan hutan. 3. Kebakaran Tajuk (Crown Fire) Pada tipe ini, api menjalar dari tajuk pohon satu ke tajuk pohon berikutnya. Arah dan kecepatan penjalaran api sangat dipengaruhi oleh 7

angin, sehingga api menjalar dengan sangat cepat dan sulit untuk dikendalikan. Biasanya terjadi pada tegakan conifer dan api berasal dari kebakaran permukaan, yaitu ranting atau bagian pohon yang terbakar yang terbawa angin. Disamping itu, kebakaran tipe ini juga dapat menghasilkan api loncat (spot fire), yaitu ranting atau bagian pohon yang terbakar yang terbawa angin dan menimbulkan kebakaran baru di tempat lain. 9 Dampak kebakaran hutan terdiri dari : perubahan pada sifat fisik tanah dan kimia tanah, menaikkan suhu tanah, menaikkan nilai nutrisi bagi tanaman, penurunan kadar organik dan nitrogen, kerusakan sifat fisik dan kimia tanah, dan erosi yaitu terkikisnya atau terangkutnya bagian tanah dari suatu tempat ketempat lain oleh media alami air, angin atau es. D. Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Hutan Pengelola lahan yang lalai atau yang sengaja melakukan pembakaran akan dikenakan sanksi hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu: 1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup; 2. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; 3. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan; 4. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan Hidup yang berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan Lahan. Bagaimana pun juga, melakukan upaya pencegahan merupakan cara terbaik yang sangat penting untuk dilakukan karena upaya ini relatif lebih mudah dan murah dibandingkan jika kita melakukan penanggulangan kebakaran yang sudah terjadi. Upaya pencegahan melalui kebijakan pengendalian bisa diterapkan dalam hal : 9 Debano, F.L., Daniel, G.N., Peter, F.F, Fire,s Effect On Ecosystems, (New York: John Wiley & Sons, Inc, 1998). 8

1. Pengembangan beberapa struktur organisasi pengendalian kebakaran lahan dan kebun, sehingga dapat diaplikasikan ditingkat yang lebih rendah. 2. Peningkatan tugas, fungsi dan pola kerja Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Rokan Hulu sebagai koordinator Bidang Pemantauan dan Pencegahan. 3. Melakukan penertiban Perizinan/Penertiban Perusahaan yang tidak aktif. 4. Pengembangan Teknik Pembukaan Lahan Tanpa Bakar (PLTB). 5. Penerapan sanksi hukum bagi pengelola lahan yang lalai atau sengaja melakukan pembakaran sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 6. Meningkatkan keterlibatan semua pihak mulai dari tahap perencanaan sampai dengan tahap operasional dalam pengendalian kebakaran. 7. Peningkatan pemantauan dan pengawasan kebakaran baik dilahan masyarakat maupun di perusahaan. 10 Upaya pencegahan juga meliputi upaya Pemerintah, Perusahaan, Perkebunan dan Masyarakat yang harus berperan serta dalam menanggulangi kebakaran dan kerusakan hutan. 11 1. Pemerintah : a. Penatagunaan lahan sesuai dengan peruntukan masing-masing; b. Pengembangan sistem/teknik budi daya perkebunan dengan sistem produksi yang tidak rentan kebakaran; c. Pengembangan sistem/status kepemilikan lahan secara jelas; d. Pencegahan perubahan ekologi secara besar-besaran melalui pembatasan konversi lahan hutan; 10 Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Rokan Hulu http://dishutbun.rokanhulukab.go.id/index.php/component/content/article/44-berita/193- kebakaran-hutan-dan-lahan-dampak-dan-upaya-pencegahannya, diakses pada tanggal 5 Oktober 2015 11 Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Rokan Hulu http://dishutbun.rokanhulukab.go.id/index.php/component/content/article/44-berita/193- kebakaran-hutan-dan-lahan-dampak-dan-upaya-pencegahannya, diakses pada tanggal 5 Oktober 2015 9

e. Menyadarkan masyarakat akan pentingnya informasi iklim, bahaya kebakaran serta kerugian yang akan ditimbulkannya; f. Sosialisasi penerapan teknik penyiapan lahan tanpa bakar (zero burning); g. Pengembangan sistem penegakan hukum bagi setiap pelaku pelanggaran peraturan pencegahan dan penaggulangan kebakaran; h. Pengembangan sistem informasi mengenai faktor-faktor yang dapat menimbulkan kebakaran serta tata cara mengeliminir faktor tersebut: i. Memberikan peringatan kepada semua lapisan masyarakat pada awal musim kemarau tentang adanya larangan membakar, menumpuk bahan bakar dan meminta masyarakat melapor bila terjadi kebakaran; j. Penerapan sistem peringatan dini dan tindakan dini kepada seluruh lapisan masyarakat dan perusahaan perkebunan; k. Pelatihan bagi regu atau satgas pemadaman tentang strategi dan teknik penanggulangan kebakaran; l. Perumusan langkah dan strategi pengendalian kebakaran dan dampaknya yang juga dapat dilaksanakan dengan tepat di lapangan. 2. Perusahaan Perkebunan a. Melakukan pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan di beberapa lokasi dan di sekitar areal usaha; b. Melengkapi sarana dan prasarana serta personil regu pemadam kebakaran yang memadai; c. Membuat sekat bakar disekeliling areal rawan kebakaran dan memasang berupa sebuah papan peringatan bahaya kebakaran; d. Melakukan penyuluhan kepada masyarakat di sekitar lokasi usaha dan melakukan koordinasi dengan pihak instansi terkait; e. Melakukan patroli pengamanan sesuai jadwal yang telah ditetapkan secara rutin; f. Melaporkan uapaya-upaya apa saja yang telah dilakukan serta memberikan laporan setiap kejadian kebakaran; g. Melaporkan rencana penyiapan lahan dan replanting. 10

3. Masyarakat a. Tidak melakukan pembakaran dalam penyiapan lahan; b. Menjaga dan mencegah serta menanggulangi terjadinya kebakaran dilingkungan tiap masing-masing dan sekitarnya; c. Melaporkan setiap kejadian kebakaran hutn dan lahan kepada pemerintah daerah setempat. Adapun tujuan dan prinsip-prinsip perlindungan hutan dari PP No. 45 Tahun 2004 Tentang Perlindungan Hutan, menurut pasal 5 adalah penyelenggaraan perlindungan hutan adalah bertujuan untuk menjaga hutan, hasil hutan, kawasan hutan dan lingkungannya, agar fungsi lindung, fungsi konservasi, dan fungsi produksi, tercapai secara optimal dan lestari. Pasal 6 prinsip-prinsip perlindungan hutan yaitu : 1) Mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan, yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, dayadaya alam, hama, serta penyakit. 2) Mempertahankan dan menjaga hak-hak Negara, masyarakat, dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan. E. Penutup Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Kebakaran hutan pada umumnya disebabkan oleh beberapa faktor meluputi faktor alam dan faktor manusia. Faktor alam disebabkan oleh pemanasan global, musim kemarau yang berkepanjangan dan perubahan musim yang tidak menentu. Faktor manusia disebabkan oleh sumber api buatan manusia pada saat menggunakan api dalam upaya pembukaan lahan untuk Hutan Tanaman Industri (HTI), perkebunan, dan pertanian dengan menggunakan bahan bakar yang dapat menyulut api. 2. Dampak kebakaran hutan terdiri dari : perubahan pada sifat fisik tanah dan kimia tanah, menaikkan suhu tanah, menaikkan nilai nutrisi bagi tanaman, penurunan kadar organik dan nitrogen, kerusakan sifat fisik dan kimia 11

tanah, dan erosi yaitu terkikisnya atau terangkutnya bagian tanah dari suatu tempat ketempat lain oleh media alami air, angin atau es. 3. Dalam upaya mencegah dan menanggulangi kebakaran dan kerusakan hutan dapat dilakukan melalui: kebijakan pengendalian yang dilaksanakan oleh pihak pemerintah, perusahaan perkebunan dan masyarakat. Upaya pencegahan bertujuan untuk mengurangi dampak kebakaran hutan karena upaya ini relatif lebih mudah dan murah daripada harus mengatasi dampak setelah kebakaran itu terjadi. BUKU DAFTAR PUSTAKA Debano, F.L., Daniel, G.N., Peter, F.F. Fire,s Effect On Ecosystems. New York: John Wiley & Sons, Inc, 1998. Salim H.S. Dasar-Dasar Hukum Kehutanan. Jakarta: Sinar Grafika, 2013. Supriadi. Hukum Lingkungan Di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, Jakarta, 2008. Suriansyah Murhaini. Hukum Kehutanan (Penegakan Hukum Terhadap Kejahatan di Bidang Kehutanan). Yogyakarta: Laksbang Grafika, 2012. UNDANG-UNDANG Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan Hidup yang berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan Lahan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 Tentang Perlindungan Hutan INTERNET Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Rokan Hulu. http://dishutbun.rokanhulukab.go.id/index.php/component/content/article/ 44-berita/193-kebakaran-hutan-dan-lahan-dampak-dan-upayapencegahannya Greenpeace. http://www.greenpeace.org/seasia/id/ World Resources Institute. http://www.wri.org 12