DISTRIBUSI VERTIKAL KARANG BATU (SCLERACTINIA) DI PERAIRAN DESA KALASEY, KABUPATEN MINAHASA

dokumen-dokumen yang mirip
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang

METODE SURVEI TERUMBU KARANG INDONESIA Oleh OFRI JOHAN, M.Si. *

I. PENDAHULUAN. yang tinggi dan memiliki ekosistem terumbu karang beserta hewan-hewan laut

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan jumlah pulaunya yang

KOMPARASI STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN DI BANTAYAN KOTA DUMAGUETE FILIPINA DAN DI TANJUNG MERAH KOTA BITUNG INDONESIA

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terumbu Karang

JAKARTA (22/5/2015)

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

EKOSISTEM LAUT TROPIS (INTERAKSI ANTAR EKOSISTEM LAUT TROPIS ) ANI RAHMAWATI JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNTIRTA

macroborer seperti polychae~a, sponge dan bivalva yang mengakibatkan bioerosi PENDAHULUAN

JurnalIlmiahPlatax Vol. 5:(1), Januari 2017 ISSN:

SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

DISTRIBUSI UKURAN KARANG PORITES SEBAGAI PENYUSUN UTAMA MIKROATOL DI DAERAH RATAAN TERUMBU (REEF FLAT) PERAIRAN KONDANG MERAK KABUPATEN MALANG

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Potensi Keuntungan Bersih per Tahun per km 2 dari Terumbu Karang dalam Kondisi Baik di Asia Tenggara Penggunaan Sumberdaya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MODUL TRANSPLANTASI KARANG SECARA SEDERHANA PELATIHAN EKOLOGI TERUMBU KARANG ( COREMAP FASE II KABUPATEN SELAYAR YAYASAN LANRA LINK MAKASSAR)

KONDISI TERUMBU KARANG HIDUP BERDASARKAN PERSEN TUTUPAN DI PULAU KARANG PROVINSI SUMATERA UTARA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN

STUDI JUVENIL KARANG YANG MENEMPEL PADA RUMPON BUATAN DI PERAIRAN PULAU MANDANGIN, KECAMATAN SAMPANG, KABUPATEN SAMPANG JAWA TIMUR

I. PENDAHULUAN. Indonesia berada tepat di pusat segi tiga karang (Coral Triangle) suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Jurnal Ilmiah Platax Vol. I-1, September 2012 ISSN:

STRUKTUR KOMUNITAS ZOOPLANKTON DI PERAIRAN MOROSARI, KECAMATAN SAYUNG, KABUPATEN DEMAK

STUDI KEPADATAN DAN PENYEBARAN ECHINODERMATA DI SEKITAR RATAAN TERUMBU KARANG DI DESA WAEURA KECAMATAN WAPLAU KABUPATEN BURU

LAJU PERTUMBUHAN KARANG Porites Sp. PADA SUBSTRAT YANG BERBEDA DI PULAU GILI RAJEH KABUPATEN SUMENEP

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. terumbu karang untuk berkembangbiak dan hidup. Secara geografis terletak pada garis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang dan Masalah yang dikaji (Statement of the Problem) I.1.1. Latar belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah sumberdaya hayati, sumberdaya nonhayati;

LAPORAN REEF CHECK DI PERAIRAN KRUENG RAYA DAN UJONG PANCU ACEH BESAR DI SUSUN OLEH

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati membuat laut Indonesia dijuluki Marine Mega-

BAB I PENDAHULUAN. tingkat genetika (Saptasari, 2007). Indonesia merupakan negara dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

Perbedaan Presentasi Penutupan Karang di Perairan Terbuka dengan Perairan yang Terhalang Pulau-Pulau. di Pulau Pramuka Kepulauan Seribu Jakarta.

KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI KEPULAUAN TOGEAN SULAWESI TENGAH

PEMETAAN KONDISI TERUMBU KARANG DI DESA SUMBERKENCONO KABUPATEN BANYUWANGI

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara

Distribusi Karang Batu Di Rataan Terumbu Pantai Selatan Pulau Putus- Putus Desa Ratatotok Timur Kecamatan Ratatotok Kabupaten Minahasa Tenggara

1.2.1 Bagaimanakah kehidupan ekosistem terumbu karang pantai Apakah yang menyebabkan kerusakan ekosistem terumbu karang?

Keanekaragaman dan Penutupan Terumbu Karang di Pantai Pasir Putih Situbondo, Jawa Timur


Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA. ekosistem perairan dangkal dari abrasi laut (Suryanti dkk., 2011).

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan

DAFTAR PUSTAKA. 1. BAKOSURTANAL, Pusat Survei Sumber Daya Alam Laut Buku Tahunan. Bogor.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang

BAB I PENDAHULUAN. yang mencapai pulau dengan panjang pantai sekitar km 2 dan luas

BAB III METODE PENELITIAN. analisa Indeks Keanekaragaman (H ) Shannon Wienner, Indeks Dominansi (D)

Kerapatan dan Keanekaragaman Jenis Lamun di Desa Ponelo, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah

Kelimpahan dan Struktur Komunitas Kima (Tridacnidae) pada Daerah Terumbu Karang di Zona Intertidal Distrik Misool Utara, Kabupaten Raja Ampat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki luas wilayah lebih dari 7,2 juta km 2 yang merupakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. lebih besar dari luas daratan, oleh karena itu dikenal sebagai negara maritim. Total

JURNAL KELIMPAHAN DAN POLA PENYEBARAN BULU BABI (ECHINOIDEA) DI EKOSISTEM TERUMBU KARANG PANTAI PASIR PUTIH, SITUBONDO

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI KELURAHAN TONGKAINA MANADO

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kondisi Eksisting Ekosistem Terumbu Karang di Perairan Dok II Kota Jayapura Provinsi Papua

Jurnal Pesisir dan Laut Tropis Volume 3 Nomor 1 Tahun 2013

JOURNAL OF MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES. Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, Halaman Online di :

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak

Diversity and Condition Analysis of Coral Reef in Lahu Besar Island, Ringgung, Pesawaran District

2.2. Struktur Komunitas

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

KERUSAKAN TERUMBU KARANG KARIMUNJAWA AKIBAT AKTIVITAS TRANSPORTASI BATUBARA

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah

bentos (Anwar, dkk., 1980).

BAB I PENDAHULUAN. Pesisir merupakan daratan pinggir laut yang berbatasan langsung dengan

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL

ANALISIS KESUKAAN HABITAT IKAN KARANG DI SEKITAR PULAU BATAM, KEPULAUAN RZAU

KONDISI DAN DISTRIBUSI TERUMBU KARANG DI PERAIRAN DANGKAL PANTAI NIRWANA KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Penentuan batas antar komunitas tidak mudah Zona transisi dengan lingkungan tertentu Proses perubahan secara gradual struktur komunitas disebut

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ekosistem Terumbu Karang

LAJU SEDIMENTASI PADA KARANG MASSIVE DAN KARANG BERCABANG DI PERAIRAN PULAU PANJANG JEPARA

BAB I PENDAHULUAN. Holothuroidea merupakan salah satu kelompok hewan yang berduri atau

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEANEKARAGAMAN ECHINODERMATA DAN KONDISI LINGKUNGAN PERAIRAN DANGKAL PULAU PANDANG KABUPATEN BATU BARA PROVINSI SUMATERA UTARA

KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU-PULAU KECIL KABUPATEN SARMI, PROVINSI PAPUA. Laporan Penelitian Kerjasama UNIPA & Pemerintah Kabupaten Sarmi

HUBUNGAN KARAKTERISTIK HABITAT DENGAN KELIMPAHAN IKAN HIAS INJEL NAPOLEON POMACANTHUS XANTHOMETAPON DI PERAIRAN KABUPATEN PANGKEP, SULAWESI SELATAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia,

Transkripsi:

DISTRIBUSI VERTIKAL KARANG BATU (SCLERACTINIA) DI PERAIRAN DESA KALASEY, KABUPATEN MINAHASA (Vertical Distribution of Stony Coral at Kalasey Waters, Regency of Minahasa) Willy Fredy Lasano 1*, Fontje Goeris Kaligis 1, Janny Dirk Kusen 1 1. Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Sam Ratulangi, Manado * e-mail :willylasano@yahoo.com The aims of this research were to know community structure and vertical distribution of Scleractinia coral at Kalasey waters. 48 species were found at reef slope and 38 species were found at reef flat. The number of colony at reef slope were 190 and 133 at the reef flat. Species Porites lobata have highest relative density at reef slope and species Favites halicora at the reef flat with 20%. The diversity indeks shown the high diversity at reef slope (3.12) and medium diversity at flat reef (2.95). As generaly, reef slope and reef flat have one kind of distribution. Indeks average at reef slope is 0.80 and 0.81 at the reef flat. Both value at reef slope and reef flat are known as stabil community. Keywords: Scleractinia, vertical distribution, community structure Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui struktur komunitas dan distribusi vertikal karang scleractinia di perairan Desa Kalasey. Jumlah spesies yang ditemukan pada lereng berjumlah 48 dan pada rataan 38. Jumlah koloni pada lereng berjumlah 190 dan pada rataan 133. Spesies Porites lobata memiliki kepadatan relatif tertinggi pada lereng dan Favites halicora pada rataan, masing-masing dengan nilai 20%. Nilai indeks keanekaragaman menunjukkan keanekaragaman tinggi pada lereng (3,12) dan keanekaragaman sedang pada rataan (2,95). Secara umum, kedua loaksi tersebut memiliki pola penyebaran seragam. Hasil indeks kemerataan pada lereng 0,80 dan rataan 0,81. Kedua nilai tersebut digolongkan pada komunitas yang stabil. Kata kunci: Scleractinia, distribusi vertikal, struktur komunitas PENDAHULUAN Terumbu karang adalah struktur di dasar laut berupa deposit kalsium karbonat yang dihasilkan terutama oleh hewan karang. Dikatakan Brown at all. (2004) bahwa sebagian besar karang dapat ditemukan pada 20 o Lintang Utara sampai 20 o Lintang Selatan. Gosliner dkk (1996) bahwa faktor yang paling menentukan sebaran karang yaitu temperatur, kedalaman serta intensitas cahaya, salinitas, pergerakan air dan sedimentasi. Karang Scleractinia sendiri sering mendapat tekanan dari lingkungan sekitar, baik dari aktifitas manusia ataupun dari aktifitas alam. Menurut Burke & Spalding (2002) ancaman utama karang ialah penangkapan ikan berlebihan, praktek penangkapan ikan yang merusak, sedimentasi serta pencemaran yang berasal dari daratan. Dahuri (2003) berpendapat menyatakan bahwa karang merupakan suatu ekosistem yang sangat rentan terhadap ganguan akibat kegiatan manusia dan pemulihannya memerlukan waktu yang lama. 20

METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di perairan Desa Kalasey, Kabupaten Minahasa Pengambilan data di lapangan menggunakan metode belt transek kuadran. Penelitian ini berlangsung selama bulan Maret, April dan Mei 2013. Belt transek kuadran digunakan untuk mengambarkan kondisi populasi suatu jenis karang yang mempunyai ukuran relatif beragam atau mempunyai ukuran maksimum tertentu (Johan, 2003). Transek diletakkan pada masingmasing titik yang telah ditentukan dan ditarik dari arah laut ke darat atau tegak lurus terhadap garis pantai. Kuadran kemudian diletakkan di atas transek yang ada. Selanjutnya adalah kegiatan pemotretan terhadap organisme karang Scleractinia yang terdapat di dalam masing-masing kuadran. Hasil gambar tersebut kemudian diidentifikasai menggunakan buku-buku panduan identifikasi. Kegiatan berikutnya adalah untuk mengidentifikasi spesies karang Scleractinia yang telah difoto. Proses identifikasi dilakukan secara bertahap, yaitu pengelompokan dimulai dari tingkat genus berdasarkan ciri-ciri yang ditampilkan sebelum memasuki tahap identifikasi spesies. Gambar 1. Lokasi penelitian Gambar 2. Pola pemasangan belt transek kuadran. Pengelompokkan dalam tingkatan genus dilakukan dengan melihat bentuk pertumbuhan yang ada pada gambar, kemudian di cocokkan dengan panduan identifikasi yang ada. Setelah genus ditentukan, langkah selanjutnya adalah menentukan spesies dengan melihat karakter yang sama antara foto sampel dengan panduan identifikasi, seperti warna dan bentuk koralit. HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur pada lokasi penelitian terdiri dari lereng dan rataan. Dimana kuadran 1 sampai 10 berada di lereng dengan jumlah 37 kuadran dan kuadran 11 sampai 24 berada pada rataan dengan jumlah 30 kuadran. Dari hasil penelitian diperoleh 63 spesies karang Scleractinia dari 24 genera yang masuk dalam 12 famili dengan jumlah koloni 323. Substrat pada lokasi penelitian berupa pasir dengan campuran patahan karang mati. Sedangkan pada substrat yang keras banyak dihuni oleh biota-biota selain karang Scleractinia, seperti sponge, alga, karang lunak dan moluska. Menurut 21

Romimohtarto (2009) bahwa karang merupakan ekosistem yang subur dan kaya akan makanan. Oleh sebab itu penghuni karang sangat beranekaragam, baik yang berupa tumbuh-tumbuhan maupun hewan. Kepadatan Relatif Kepadatan relatif pada lereng ditemukan pada spesies Porites lobata dan pada rataan ditemukan pada spesies Favites halicora masing-masing dengan nilai 20%. Menurut Pitasari dan Aunurohim (2011) Porites adalah salah satu karang yang bereproduksi dengan cara brooding, dimana larva yang dihasilkan sudah memiliki septa dan alga zooxanthellae yang berkontribusi sebagai penghasil energi bagi larva selama proses penempelan. Selain itu, larva dari mekanisme brooding ini mampu langsung menempel pada substrat, sehingga tingkat rekrutmennya tinggi. Selain Porites, karang dengan bentuk pertumbuhan massive seperti Favites juga banyak dijumpai. Menurut Siringoringo (2012) karang yang berada pada kedalaman 1 3 m didominasi oleh jenis massive yang tahan terhadap kondisi lingkungan yang ekstrim. Indeks Keanekaragaman Keanekaragaman tertinggi ditemukan pada lereng dengan nilai 3,12 dan keanekaragaman sedang ditemukan pada rataan dengan nilai 2,95. Di lereng ditemukan 48 spesies dari 23 genera dan di rataan ditemukan 38 spesies dari 18 genera. Sedangkan jumlah koloni pada lereng berjumlah 190 koloni dan pada rataan berjumlah 133 koloni. Pada daerah lereng jumlah spesiesnya lebih banyak jika dibandingkan dengan daerah yang lebih dangkal. Hal ini mungkin saja terjadi karena diduga daerah dangkal adalah dearah yang paling mudah terkena dampak sedimentasi. Mengingat lokasi penelitian berdekatan dengan daerah penimbunan, sehingga sedimen dari daerah penimbunan dapat terbawa masuk ke perairan. Indeks Penyebaran Morishita Pola sebaran pada lereng yaitu 32 spesies memiliki pola penyebaran seragam dan 16 spesies memilik pola penyebaran mengelompok. Dan pada rataan ditemukan 27 seragam dan 11 spesies memiliki pola penyebaran mengelompok. Pola penyebaran seragam diduga karena ketersediaan makanan yang kurang dan juga banyak terdapat organisme lain yang bersaing dengan karang Scleractinia seperti persaingan dalam mendapatkan ruang sehingga karang Scleractinia di lokasi penelitian menunjukkan pola penyebaran seragam. Indeks Kemerataan Nilai indeks kemerataan pada lereng sebesar 0,80 dan pada rataan memiliki nilai sebesar 0,81. Kedua nilai tersebut masih digolongkan pada komunitas stabil. Kedua nilai tersebut masih digolongkan pada komunitas yang stabil. Nilai indeks kemerataan pada lereng lebih rendah jika dibandingkan dengan rataan. Nilai ini berbanding terbalik dengan nilai indeks keanekaragaman. Dimana hasil indeks keanekaragaman menunjukkan keanekaragaman tinggi pada lereng dan keanekaragaman sedang pada rataan. Seharusnya semakin beragam suatu komunitas maka semakin merata pula distribusi spesies pada komunitas tersebut. Namun hal ini dapat terjadi karena jumlah kuadran pada kedua lokasi tersebut berbeda jumlahnya. Jumlah kuadran pada rataan yaitu 37 kuadran dan pada lereng berjumlah 30 kuadran. Dengan demikian area distribusi karang pada rataan lebih luas dibandingkan dengan lereng. Sehingga memungkinkan untuk nilai indeks kemerataan lebih tinggi pada rataan dan lebih rendah pada lereng. 22

Distribusi Vertikal Untuk melihat distribusi maka hasil ditampilkan secara vertial. Tabel 1 menampilkan hasil dari komponenkomponen yang dihitung. Komponenkomponen yang dihitung dikelompokkan menjadi dua, yaitu rataan dan lereng. Jumlah spesies dan jumlah koloni lebih tinggi pada lereng dibandingkan dengan rataan. Arus dan sirkulasi air juga berperan dalam proses sedimentasi. Sedimentasi dari partikel lumpur padat yang dibawa oleh aliran permukaan (surface run off) akibat erosi dapat menutupi permukaan karang sehingga tidak hanya berdampak negatif terhadap hewan karang tetapi juga terhadap biota hidup yang berasosiasi dengan habitat tersebut (Dahuri, 2003). Menurut Nababan (2009) kebanyakan hewan karang tidak dapat bertahan karena adanya endapan yang menutupinya sehingga menyumbat struktur pemberian makanannya. Tabel 1. Komponen komunitas pada lereng dan rataan Komponen Komunitas Jumlah kuadran (n) Rataan KESIMPULAN LOKASI Lereng 37 30 Jumlah spesies 38 48 Jumlah koloni 133 190 Indeks keanekaragaman (H ) 2,95 3,12 H maksimum 3,63 3,87 Indeks kemerataan 0,81 0,80 Berdasarkan hasil penelitian ditemukan 63 spesies karang Scleractinia dari 24 genus dan 12 famili dengan jumlah koloni 323, dengan kepadatan relatif tertinggi pada spesies P. lobata (lereng ) dan F. halicora (rataan ). Lereng memiliki keanekaragaman tinggi dengan nilai 3,12 dan pada rataan memiliki keanekaragaman sedang dengan nilai 2,95. Pada lereng ditemukan 32 seragam dan 16 spesies mengelompok. Pada rataan ditemukan 27 seragam dan 11 spesies mengelompok. Nilai indeks kemerataan pada lereng sebesar 0,80 dan rataan sebesar 0,81. Kedua nilai tersebut masih digolongkan pada komunitas yang stabil. DAFTAR PUSTAKA Burke L., Selig E. & Spalding M. 2002. Terumbu Karang yang Terancam di Asia Tenggara. World Resourches Institute. Amerika Serikat. 44 halaman Brown R., Gruber. J.G., Hardesty J., Meyer M., Roth M., Thompson J. & Weir W. 2004. Reef Relief the Coral Reef Theacher Guide.Captain Roland Roberts House Environmental Center. Abacos- Bahamas. 175 hal. Dahuri R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut-Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 412 halaman Gosliner T. M., Behrens D. W., Williams G. C. 1996. Coral Reef Animal of the Indo-Pacific. Colographics, Monterey. California. 314 hal. Johan O. 2003. Metode Survey Terumbu Karang Indonesia. Disampaikan pada acara Training Course: Karakteristik Biologi Karang. PSK- UI dan Yayasan TERANGI. Diunggah 25 Oktober 2013, dari www.terangi.or.id. 23

Nababan T. M. 2009. Persen Tutupan (Percent Cover) Terumbu Karang Hidup di Bagian Timur Perairan Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam. Skripsi Universitas Sumatera Utara. 69 halaman Pitasari A., Saptarini D. & Aunurohim. 2011. Tingkat Rekrutmen Karang pada Tiga Tipe Substrat di Pantai Pasir Putih Situbondo. Institute Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Rogers C. S. 1990. Responses of Coral Reefs and Reef Organism to Sedimantation. Marine Ecology Progress Series. Virginia Islands. 10 halaman Romimohtarto K., Juwana S. 2009. Biologi Laut-Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut. Djambatan. Jakarta. 540 hal. Siringoringo R. M., Palupi R. D. & Hadi T. A. 2012. Biodiversitas Karang Batu (Scleractinia) di Perairan Kendari. Jurnal Ilmu Kelautan UNDIP. 8 hal. 24