BAB 5 RINGKASAN Negara Indonesia adalah negara yang memiliki beragam agama, selain 80% keatas dari penduduk Indonesia yang beragama Islam, masih terdapat agama Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Khonghucu. Sejarah masuknya agama Khonghucu ke tanah air Indonesia ini sudah berlangsung sejak berabad-abad yang lalu lamanya. Hanya saja perkembangannya dalam orang China peranakan lebih menonjol kurang lebih dalam kurun waktu seratus tahun ini. Hal ini dipengaruhi oleh semangat reformasi dari China yang dipelopori oleh Kang You Wei ( 康有为 ) di Singapura, dimana dampaknya sangat besar pada orang-orang China perantauan di kawasan Asia Tenggara. Dampak yang terlihat sangat jelas, yaitu orang-orang China peranakan Indonesia berkumpul dan mendirikan sebuah organisasi yang disebut dengan Tiong Hoa Hwee Koan (THHK). Pada mulanya THHK menggunakan ajaran Khonghucu untuk memperbaharui kebiasaan-kebiasaan orang China peranakan yang ketinggalan zaman. Tetapi kemudian ajaran Khonghucu ini dikembangkan sebagai sebuah lembaga agama yang terorganisasi. Terbukti dari banyaknya perjuangan yang dilakukan oleh organisasi-organisasi agama Khonghucu, salah satunya adalah perjuangan yang dilakukan oleh Khong Kauw Hwee, yang sekarang berkembang dengan nama Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (MATAKIN).
Ajaran Nabi Khongcu dijadikan sebagai salah satu agama yang diakui oleh negara Indonesia. Agama Khonghucu dianggap layak sebagai agama, karena memiliki kitab suci ( 四书 ), nabi (Nabi Khongcu), percaya akan Tian (Tuhan Yang Maha Esa), serta memiliki tata agama dan ibadah bagi pengikutnya (dimana kebaktian dilaksanakan setiap minggu di litang). Selain itu, sebagian besar orang China peranakan mempercayai ajaran Nabi Khongcu sebagai suatu agama. Mengenai masalah agama atau bukan, tergantung dari pemahaman masingmasing orang, ada yang memahaminya sebagai agama dan ada juga sebagai filsafat. Seperti penulis buku The World Religions, Huston Smith, yang memahami ajaran Nabi Khongcu sebagai agama, karena dia menganggap ajaran Nabi Khongcu tersebut ada unsur ke-tuhanannya. Perkembangan agama Khonghucu di Indonesia dari masa ke masa cukup unik. Dikatakan demikian, karena perkembangannya yang dimulai dari Orde Lama, Orde Baru, kemudian masa Reformasi itu bagaikan air laut yang pasang dan surut, begitu pula dengan Hak Sipil yang dimiliki oleh umat Khonghucu. Pada masa Orde Lama, perkembangan agama Khonghucu dapat dikatakan cukup berkembang dengan baik, hal ini didukung dengan adanya UU No.1/PNPS/1965, yang menyatakan bahwa agama Khonghucu dimasukkan sebagai salah satu dari enam agama yang diakui oleh pemerintah pada saat itu, yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Khonghucu. Situasi seperti ini tidaklah bertahan lama, karena kondisi politik yang kurang menguntungkan bagi orang China peranakan di Indonesia pada
saat itu. Dengan adanya peristiwa G30S/PKI tahun 1965, terjadilah pergantian kekuasaan negara dari kekuatan politik yang disebut dengan Orde Lama menjadi Orde Baru. Pada saat itu orang China peranakan terkena imbasnya, mereka dituduh sebagai kaki tangan komunis. Segala sesuatu yang berhubungan dengan budaya China, termasuk agama Khonghucu dilarang untuk tetap eksis di negara Indonesia. Dengan dikeluarkannya Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 477/74054/BA.01.2/4683/95 tanggal 18 November 1978 mengenai petunjuk pengisian kolom agama, yang antara lain menyatakan bahwa hanya ada lima agama yang diakui, yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha. Dengan demikian, Segala sesuatu menjadi dipersulit, khususnya mengenai Hak Sipil mereka sebagai Warga Negara Indonesia, yaitu mereka tidak dapat mencatatan perkawinan mereka di Kantor Catatan Sipil (KCS), terpaksa mengisi kolom agama dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) dengan lima agama lainnya dan pendidikan agama Khonghucu-pun terhenti, anak-anak yang sekolah terpaksa mempelajari agama lain yang tidak mereka pahami dan yakini. Hal ini dilakukan oleh pemerintah Indonesia yang berkuasa pada saat itu adalah dengan dalih untuk melindungi keamanan dan stabilitas negara dan rakyat Indonesia dari tangan komunis. Seperti teori kekuasaan yang telah dipaparkan oleh Boulding, yaitu the stick. The stick adalah suatu benda yang memiliki pengaruh paksaan, dimana simbol ini berada di tangan pemerintah sebagai pemimpin negara dalam rangka perlindungan atas keamanan dan stabilitas negara dan rakyatnya.
Selama tiga dekade lebih negara Indonesia berada di bawah pimpinan para penguasa Orde Baru, akhirnya Orde Baru lengser dan digantikan dengan pemerintahan Reformasi. Adanya pergantian pemerintahan ini, sedikit memberikan udara segar pada orang China peranakan, serta umat Khonghucu khususnya. Puncaknya adalah ketika UU No. 1/PNPS/1965 dihidupkan kembali dengan dikeluarkannya surat Menteri Agama No. 12/MA/2006 penjelasan mengenai status perkawinan menurut agama Khonghucu dan pendidikan agama Khonghucu. Kemudian untuk menindaklanjuti surat MA tersebut, Menteri Dalam Negeri mengeluarkan SE Mendagri No. 470/336/SJ mengenai pelayanan administrasi kependudukan penganut agama Khonghucu. Pada awalnya tidak semua wilayah menjalankan Surat Edaran (SE) Mendagri tersebut, salah satu wilayah yang masih belum menjalankan mandat tersebut adalah Kota Tangerang. Setelah terjun ke lapangan langsung pada bulan Mei, didapatkan fakta bahwa pejabat-pejabat daerah setempat sudah mulai melayani seluruh umat Khonghucu, meskipun kenyataannya pada saat itu sebagian dari mereka masih belum menerima SE Mendagri tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa seluruh umat Khonghucu di Kota Tangerang sudah dapat mengurus semua administrasi kependudukan mereka tanpa mengalami kesulitan lagi, khususnya akte perkawinan dan KTP. Begitu pula dengan pendidikan agama Khonghucu, yang dalam waktu dekat ini akan masuk di dalam kurikulum sekolah-sekolah.