KONTRUKSI SUMUR BOR AIRTANAH DALAM PADA SUMUR X DESA NYEMOK, KECAMATAN BRINGIN, KABUPATEN SEMARANG, PROVINSI JAWA TENGAH

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang terbarukan dan memiliki peranan

Gambar 2. Lokasi Penelitian Bekas TPA Pasir Impun Secara Administratif (

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

APLIKASI GEOLISTRIK UNTUK MENENTUKAN POTENSI AKUIFER AIR TANAH: STUDI KASUS DI KECAMATAN MASARAN, KEDAWUNG DAN SIDOHARJO, KABUPATEN SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Perumusan Masalah

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. terus berkembang bukan hanya dalam hal kuantitas, namun juga terkait kualitas

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Gambar 3 Hidrostratigrafi cekungan airbumi Jakarta (Fachri M, Lambok MH dan Agus MR 2002)

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

PENYELIDIKAN HIDROGEOLOGI CEKUNGAN AIRTANAH BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR

BAB 2 Tatanan Geologi Regional

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan kimia airtanah dipengaruhi oleh faktor geologi dan faktor antropogen.

Prof. Dr. Ir. Sari Bahagiarti, M.Sc. Teknik Geologi

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. pada Sungai Kedawung. Secara geologi, menurut Pringgoprawiro (1982) formasi

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB 2 TATANAN GEOLOGI

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

PENTINGNYA PENELITIAN DETIL DI CEKUNGAN BATURETNO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara administratif, daerah penelitian termasuk dalam wilayah Jawa Barat. Secara

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. ini, ketidakseimbangan antara kondisi ketersediaan air di alam dengan kebutuhan

Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Sumatera Barat, Jalan Jhoni Anwar No. 85 Lapai, Padang 25142, Telp : (0751)

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. kecepatan infiltrasi. Kecepatan infiltrasi sangat dipengaruhi oleh kondisi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. modern ini, baik untuk kebutuhan sehari-hari yang bersifat individu maupun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kastowo (1973), Silitonga (1975), dan Rosidi (1976) litologi daerah

POTENSI AKUIFER DAERAH DESA WATUBONANG KECAMATAN TAWANGSARI KABUPATEN SUKOHARJO PROPINSI JAWA TENGAH BERDASARKAN DATA GEOLISTRIK

BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ibukota Jawa Barat berada disekitar gunung Tangkuban Perahu (Gambar 1).

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

BAB I PENDAHULUAN. wisata Pantai Parangtritis yang merupakan pantai selatan Pulau Jawa masih menjadi

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN UMUM

PEMETAAN GEOLOGI METODE LINTASAN SUNGAI. Norma Adriany Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Judul Penelitian. I.2. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Cekungan Air Tanah Magelang Temanggung meliputi beberapa wilayah

BAB II GEOLOGI REGIONAL

PEDOMAN PRAKTIKUM GEOLOGI UNTUK PENGAMATAN BATUAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II GEOMORFOLOGI 2. 1 Fisiografi Regional Jawa Tengah

Gambar 1. Peta Seismisitas Indonesia (Irsyam et al., 2010 dalam Daryono, 2011))

GEOLOGI DAERAH KLABANG

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

KERANGKA ACUAN KERJA ( TERM OF REFERENCE TOR )

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Cekungan. Air Tanah. Penyusunan. Pedoman.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

POTENSI AIR TANAH DAERAH KAMPUS UNDIP TEMBALANG. Dian Agus Widiarso, Henarno Pudjihardjo *), Wahyu Prabowo**)

Gambar 2.1. Peta administrasi kota Semarang (Citra Ikonos, 2012)

MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

BAB II STRATIGRAFI REGIONAL

BAB IV GEOLOGI PANTAI SERUNI DAERAH TAPPANJENG. pedataran menempati sekitar wilayah Tappanjeng dan Pantai Seruni. Berdasarkan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Bemmelen (1949), lokasi penelitian masuk dalam fisiografi

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

PERAN PERBUKITAN BOKO DALAM PEMBANGUNAN CANDI-CANDI DI DATARAN PRAMBANAN DAN SEKITARNYA, SUATU TINJAUAN GEOLOGIS. Oleh :

Transkripsi:

KONTRUKSI SUMUR BOR AIRTANAH DALAM PADA SUMUR X DESA NYEMOK, KECAMATAN BRINGIN, KABUPATEN SEMARANG, PROVINSI JAWA TENGAH Gilang Cempaka Mahasiswa Magister Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta ABSTRAK Lokasi penelitian terdapat pada Desa Nyemok, Kecamatan Bringin, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Secara geografis terletak pada 7 15-7 20 Lintang Selatan dan 3 45-3 50 Bujur Timur di hitung 0 dari Jakarta. Aspek perencanaan debit pemompaan sumur dalam tahapan desain konstruksi terutama ditinjau atas dasar diameter pompa selam (submersible pump) yang lazim tersedia di pasaran, di samping kecepatan maksimum aliran air ke atas yang diijinkan di dalam pipa untuk memperkecil nilai gesek (friction losses). Untuk dapat merencanakan/desain konstruksi sumur yang baik, perlu tersedianya beberapa informasi data pemboran, antara lain : Jenis litologi yang ditembus dalam lubang bor, Dan tahapan kontruksi sumur. PENDAHULUAN Lokasi penelitian terdapat pada Desa Nyemok, Kecamatan Bringin, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Secara geografis terletak pada 7 15-7 20 Lintang Selatan dan 3 45-3 50 Bujur Timur di hitung 0 dari Jakarta. Secara fisiografis daerah telitian termasuk dalam zona kendeng barat (Van Bemmelen,1949). Daerah ini dapat ditempuh dengan sepeda motor ataupun dengan kendaraan roda empat melalui jalan utama Yogyakarta-Klaten-Boyolali-Salatiga dengan jarak tempuh kurang lebih 81 kilometer dari gedung kampus Magister Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta dan waktu tempuh kurang lebih 3 jam. Air yang merupakan salah satu sumberdaya geologi yang sangat penting dan vital, tidak saja diperlukan oleh semua makhluk hidup yang ada di bumi, tetapi juga diperlukan bagi proses-proses geologi. Air tanah merupakan sumberdaya air yang mempunyai berbagai kelebihan dibanding dengan air permukaan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Keuntungan tersebut diantaranya : Kualitasnya relatif lebih baik dibanding air permukaan; Tidak begitu terpengaruh oleh musim, apalagi air tanah dalam; Cadangan air tanah lebih besar dibanding air permukaan dan mudah diperoleh; Tidak memerlukan jaringan yang panjang untuk produksinya, sehingga biaya lebih murah.

GEOLOGI DAERAH TELITIAN Pola struktur yang berkembang daerah telitian tidak dapat teramati dengan baik karena daerah telitian adalah lahan pertanian/sawah yang sebagian besar tertutupi oleh endapan aluvial seperti soil dan material lepas lainnya yang tidak kompak. Secara fisiografis daerah telitian termasuk dalam Zona Kendeng Barat (Van Bemmelen,1949). (Gambar 1). Ditinjau dari genetiknya daerah telitian dapat dibagi menjadi tiga satuan geomorfik menurut (Thornbury,1954) yaitu : Satuan geomorfik pegunungan lipatan dengan sub satuan geomorfik pegunungan lipatan, sub satuan geomorfik lembah antiklin, sub satuan geomorfik pegunungan sinklin. Satuan geomorfik pegunungan vulkanik dengan sub satuan pegunungan geomorfik perbukitan vulkanik. Satuan geomorfik dataran dengan sub satuan geomorfik dataran alluvial sungai (Thornbury,1954). Gambar 1. Sketsa peta fisiografi sebagian Pulau Jawa dan Madura (modifikasi dari Van Bemmelen, 1949) Daerah penelitian termasuk ke dalam Zona Kendeng Barat (Van Bemmelen, 1949). Menurut Pringgoprawiro (1983), Zona Kendeng dapat dibagi menjadi 3, yaitu Kendeng Barat (Ungaran Ngawi), Kendeng Tengah (Ngawi Jombong), Kendeng Timur (Jombang - Mojokerto). Zona Kendeng secara berurutan dari tua ke muda terdiri dari : Formasi Pelang, Formasi Kerek, Formasi Kalibeng, Formasi Banyak, Formasi Sonde, Formasi Damar, Formasi Kaligates, dan Formasi Vulkanik Muda. Stratigrafi daerah telitian atau tempat dilaksanakannya pemboran air tanah tersebut menembus Formasi Kerek, Formasi Banyak, Formasi Notopuro, Endapan Aluvial. Dimana litologi yang ditembus antara lain : Batulempung, napal yang berselang seling dengan batupasir tuffan, batugamping pasiran, Breksi vulkanik, dan Konglomerat. Adapun dari data cutting didapatkan informasi sebagai berikut :

Tabel 1. Data cuting sumur pemboran Kedalaman (m) Litologi Deskripsi 0 4 Batulempung Lempung hitam 4 8,5 Batulempung 8,5 12,5 Breksi Lempung kuning, sedikit mengandung gravel mengandung lapisan pasir halus Breksi yang mengandung boulder boulder dengan sedikit lempung coklat tua 12,5 17,5 Breksi 17,5 19,5 Batulempung Berupa lempung kuning yang mengalami pelapukan 19,5 20,5 Batulempung Berupa lempung kuning 20,5 32,5 Batulempung 32,5 36,5 Batulempung Lempung hitam 36,5 41,5 Batulempung Lempung hitam 41,5 45 Batulempung Lempung hitam Lempung kuning ke abu abuan dan juga lempung abu- abu Gambar 2. Salah satu pendeskripsian contoh cutting dengan menggunakan komparator sedimen

Umumnya untuk menentukan jenis litologi suatu lapisan secara kualitatif dilakukan dengan menggunakan data log (Gambar 3). Hal ini dapat dilihat berdasarkan pola-pola defleksi dan bentukan log yang terdapat pada sumur-sumur daerah penelitian. Dalam suatu kurva log, karakteristik dan litologi dapat dicerminkan oleh kurva log Gamma Ray, log resistivitas, dan log porositas (Harsono 1997). Dari data antara menggabungkan informasi dari pada data Log SP dan Log Resistivity (Tabel 2) memberi informasi bahwasanya : Pada kedalaman 0 hingga 6 meter dengan nilai SP yang relative kecil dan nilai Resistivity yang kecil diperkirakan litologinya berupa tanah penutup atau soil. Pada kedalaman 6 meter hingga 8 meter dengan nilai SP yang besar antara131-138 dan Nilai Resistivity yang kecil 42-48 diperkirakan litologinya impermeable berupa Batulempung. Pada kedalaman 8 meter hingga 17 meter dengan nilai SP ygn meningkat antara 1411-158 dan nilai Resistivity tinggi yaitu antara 77-150 perkiraan litologinya adalah Batupasir dengan ukuran butir yang relatif kasar. Pada kedalaman 17 meter hingga 45 meter dengan nilai SP yang relative besar antara 153-226 dan nilai Resistivity yang kecil antara 32-43 diperkirakan litologinya adalah Batulempung pasiran. HIDROGEOLOGI Pembahasan lapisan pembawa air (akuifer) di daerah daerah desa Nyemok adalah dalam artian sebagai akuifer endapan permukaan dengan kedalaman kurang dari 20 m dan akuifer batuan dasar dengan kedalaman lebih dari 20 m dari muka tanah setempat. Batas dan sebarannya dikemukakan sebagai berikut : 1. Akuifer Endapan Permukaan (Surficial Aquifers) Berdasarkan telaah data pengeboran dan pengamatan pada titik minatan yang dikunjungi di lapangan, akuifer endapan permukaan berumur kuarter, terdiri dari rombakan batuan vulkanik yang berasal dari G. Merapi yang melampar hampir pada sebagian besar daerah tengah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, sedangkan sisanya ditempati oleh endapan alluvial dan gumuk pasir. Endapan alluvial yang melampar di sekitar Wates dan Temon mempunyai ketebalan dan ragam litologi yang beragam dari satu tempat ke tempat lain, didominasi oleh pasir lempungan dengan setempat dijumpai kerikil dan pasir kasar. Berdasarkan data pengeboran di selatan Temon, endapan alluvial ini dijumpai sebagai akuifer tunggal dan berlapis banyak, dengan lempung sebagai lapisan penyekatnya. Kelompok akuifer tersebut umumnya dialasi oleh batuan kedap air (akuiklud) yang berumur Pra Kuarter, dan terdiri dari berbagai jenis batuan sedimen, batuan vulkanik, dan batuan terobosan. Kelompok akuifer endapan gumuk pasir melampar sepanjang pantai dari Parangtritis ke arah barat. Di bagian barat, akuifer ini umumnya melampar di atas lempung pasiran dan pasir, setempat kerikilan yang diyakini sebagai endapan alluvial (Djaeni dan Soekardi, 1974).

2. Akuifer Batuan Dasar (Bedrock Aquifers) Keberadaan airtanah pada kelompok akuifer batuan dasar dari kelompok akuifer batuan vulkanik di daerah penyelidikan masih dipengaruhi oleh kelerengan G. Merapi, yaitu bagian puncak, lereng, dan kaki gunungapi. Bagian puncak gunungapi, meskipun diduga porositasnya tinggi namun bertindak sebagai daerah resapan, maka daerah ini dikelompokkan sama dengan batuan sedimen padu dan batuan beku lainnya yang dianggap sebagai nir akuifer. Sementara itu, bagian atas lereng G. Merapi dikelompokkan sama dengan endapan alluvial di sekitar Wates hingga Purworejo, Formasi Sentolo, Formasi Wonosari, dan berbagai jenis batuan sedimen serta vulkanik lainnya yang karena ragam litologi maupun struktur geologinya menghasilkan luah sumur kurang dari 5 l/dtk. Pengeboran di sekitar Desa Nyemok, Kecamatan Bringin, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah, menembus endapan alluvial yang umumnya bersifat lempungan. Kelompok akuifer ini merupakan akuifer campuran yang terdiri dari pasir lempungan dan kerikil pasiran dengan ketebalan lebih dari 20 m. Meskipun demikian, pada kelompok batuan kedap air yang disebutkan sebagai pembatas akuifer tersebut masih dapat diharapkan airtanah dalam jumlah terbatas, terutama pada zona sesar dan rekahan. Tabel 2. Nilai Data Log SP dan Log Resisitivity dengan kedalamannya

Gambar 3. Data Logging metode Geofisika yang diperoleh pada daerah telitian

DESAIN KONTRUKSI SUMUR Penentuan zona prospek pada daerah telitian khususnya pada sumur X berdasarkan daripada data Log geofisika (Gambar 4) yang mencirikan dari pada ciri nilai kurva lognya dan data cutting pemboran secara fisik sesuai dengan masingmasing kedalaman yang diterobos,pada daerah sumur x didapat informasi dan saran sebagai berikut : 1. Pada nilai dari data Log geofisika berupa data Log SP dan Log Resistivity serta didukung data cutting pada kedalaman 12 meter hingga 21 meter nanti disarankan untuk dapat memanfaatkan akuifernya dengan memasang screen disebabkan pada kedalamn tersebut terjadi deflakasi nilai Resisitivity yang tinggi dan akuifernya berjenis air tawar serta mencerminkan keadaan air tanah yang bagus yang berlitologi batupasir. 2. Dari data Log Geofisika pada kedalaman 30 meter hingga 33 meter diharapkan memasang screnn disebabkan karena pada kedalaman tersebut walaupun deflaksi nilai Resisitivity dan Nilai SP kecil namun akuifernya berjenis tawar dan masih bagus untuk dimanfaatkan asalkan saringan jangan terlalu tebal dengan litologi Batulempung pasiran 3. Dari data Log Geofisika pada kedalaman 36 meter hingga 42 meter, disarankan memasang screen untuk memanfaatkan akuifernya dengan litologi Batulempung pasiran.namun,jangan mendekati pada kedalaman 45 meter karena daya recovery Batulempung pasira sangat lambat dan untuk mencegah terjadinya penurunan muka air tanah yang signifikan terutama saat proses pumping test. KESIMPULAN Dari data yang didapatkan di Daerah Desa Nyemok, Kecamatan Bringin, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah, ini maka dapat ditarik suatu kesimpulan antara lain : 1. Stratigrafi daerah telitian atau tempat dilaksanakannya pemboran air tanah tersebut menembus Formasi Kerek, Formasi Banyak, Formasi Notopuro, Endapan Aluvial. 2. Struktur geologi yang ada pada daerah telitian tidak dapat diamati karena berada pada daerah kawasan rumah penduduk dan tertutup soil/material lepas. 3. Dari pelaksanaan pemboran air tanah hingga selesai pada kontruksi sumur yang didekati dengan data Log Geofisika dan data cutting (Serbuk bor), diperoleh beberepa kesimpulan sebagau berikut : a. Pada kedalaman 8 meter hingga 17 meter dengan nilai SP yang meningkat antara 1411-158 dan nilai Resistivity tinggi yaitu antara 77-150 perkiraan litologinya adalah Batupasir dengan ukuran butir yang relative kasar dan pada kedalaman 17 meter hingga 45 meter dengan nilai SP yang relative besar antara 153-226 dan nilai Resistivity yang kecil antara 32-43 diperkirakan litologinya adalah Batulempung pasiran. b. Pada nilai dari data Log geofisika berupa data Log SP dan Log Resistivity serta didukung data cutting pada kedalaman 12 meter hingga 21 meter nanti disarankan untuk dapat memanfaatkan akuifernya dengan memasang screen disebabkan pada kedalamn tersebut terjadi deflakasi nilai Resisitivity yang tinggi dan akuifernya berjenis air tawar serta mencerminkan keadaan air tanah yang bagus yang berlitologi batupasir.

c. Dari data Log Geofisika pada kedalaman 30 meter hingga 33 meter diharapkan memasang screnn disebabkan karena pada kedalaman tersebut walaupun deflaksi nila Resisitivity dan Nilai SP kecil namun akuifernya berjenis tawar dan masih bagus untuk dimanfaatkan asalkan saringan jangan terlalu tebal dengan litologi Batulempung pasiran dan pada kedalaman 36 meter hingga 42 meter,disarankan memasang screen untuk memanfaatkan akuifernya dengan litologi Batulempung pasiran. DAFTAR PUSTAKA Darman H dan Sidi F.H, 2000, The Geologi of Indonesia, Indonesian Assosiation of Geologist, IAGI 2000. Harsono, A., 1997, Evaluasi Formasi dan Aplikasi Log, Edisi 8, Schlumberger Oilfield Service, Jakarta, Indonesia. IAGI, 2002, Sumberdaya Geologi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah, Pengurus Daerah Ikatan Ahli Geologi DIY & Jawa Tengah Pratiknjo P, 2003, Buku Panduan Praktikum Hidrogeologi, Universitas pembangunan Nasional Veteran Yogyakrta. Sukendarmono, 1993, Stratigrafi Indoneia, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta.

Gambar4. Rekontruksi sumur X pada daerah telitian