~ ~Ja/rmw PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 169 TAHUN 2014 TENTANG

dokumen-dokumen yang mirip
- 1 - WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG DISABILITAS

GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR REHABILITASI SOSIAL DENGAN PENDEKATAN PROFESI PEKERJAAN SOSIAL

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 201

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

7. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Banyuasin di Provinsi Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS SOSIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2009 NOMOR : 26 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 26 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR LEMBAGA PENYELENGGARA REHABILITASI SOSIAL TUNA SOSIAL

RANCANGAN. PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Nomor : Tahun 2016

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 10 TAHUN 2013

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG STANDAR REHABILITASI SOSIAL PENYANDANG DISABILITAS OLEH LEMBAGA DI BIDANG KESEJAHTERAAN SOSIAL

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MATARAM,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH

2012, No.68 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial adalah upaya y

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 41 TAHUN 2013 TENTANG PENERAPAN DAN RENCANA PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG SOSIAL

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 44 TAHUN 2012 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-H

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI JEMBER PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 8 TAHUN 2015

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN PASUNG DI PROVINSI JAWA TENGAH

2 Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 85 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 42 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KETAHANAN KELUARGA

WALIKOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 24 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 65 TAHUN 2016 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 8 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR KESEJAHTERAAN RAKYAT URUSAN SOSIAL

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI PULANG PISAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI PULANG PISAU NOMOR 39 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KONSULTASI KESEJAHTERAAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

2 Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetuju

PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR 70 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS SOSIAL PROVINSI RIAU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA BUKITTINGGI PROVINSI SUMATERA BARAT

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

~Ja/wn,a PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA PERLINDUNGAN PENYANDANG DISABILITAS DAERAH

2 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara R

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 62 TAHUN 2016

WALIKOTA PALANGKA RAYA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2015, No Peraturan Menteri Sosial tentang Rencana Program, Kegiatan, Anggaran, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan Lingkup Kementerian Sosial

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BANGKA TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA DAERAH

Transkripsi:

[ SALINAN I ~~ @l5'~{5}faemiv ~ ~Ja/rmw PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 169 TAHUN 2014 TENTANG POLA PENANGANAN PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, Menimbang a. bahwa berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2013 tentang Kesejahteraan Sosial, penyandang masalah kesejahteraan sosial berhak mendapatkan pelayanan kesejahteraan sosial dari Pemerintah Daerah dan masyarakat; b. bahwa dalam rangka optimalisasi penanganan penyandang masalah kesejahteraan sosial dan penyelenggaraan pelayanan kesejahteraan sosial sebagaimana dimaksud dalam huruf a. diperlukan upaya penanganan secara menyeluruh, terpadu dan berkelanjutan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Pola Penanganan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial; Mengingat 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia; 2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial; 3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan; 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014; 5. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial;

\. i 2 6. Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perlindungan Anak dan Perempuan dari Tindak Kekerasan; 7. Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perlindungan Penyandang Disabilitas; 8. Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2013 tentang Kesejahteraan Sosial; MEMUTUSKAN : Menetapkan PERATURAN GWBERNUR TENTANG POLA PENANGANAN PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL. BABI KETENTUMJ UMUM Pasal1 Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan : 1. Daerahadalah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakart2. 2. Pemerintah Daerah adalah Gubernur beserta perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. 3. Gubernur adalilh Kepala Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 4. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat skpd adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 5. Unit Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat UKPD adalah bagian atau subordinat dari SKPD. 6. Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial yang selanjutnya disingkat PMKS adalah perorangan, keluarga atau kelompok masyarakat yang sedang' mengalami hambatan sosial, moral dan materiai baik yang berasal dari dalam maupun dari luar dirinya sehingga tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya untuk memenuhi kebutuhan minimum baik jasmani, rohani maupun sosial. 7. Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual dan sosial warga masyarai<at agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. 8. Pelayanan Kesejahteraan Sosial adalah serangkaian kegiatan pelayanan yang diberikan terhadap individu, keluarga maupun masyarakat yang membutuhkan atau mengalami permasalahan sosial baik yang bersifat pencegahan, pengembangan maupun rehabilitasi guna mengatasi permasalahan yang dihadapi dan/atau memenuhi kebutuhan secara memadai sehingga mampu menjalankan fungsi sosial secara memadai.

3 9. Upaya Pencegahan adalah upaya untuk mencegah agar jangan sampai timbul masalah sosial dan langkah-iangkah untuk memelihara fungsionalitas seseorang maupun masyarakat. 10. Rehabilitasi Sosial adalah proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan seseorang mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat. 11. Pemberdayaan Sosial adalah semua upaya yang diarahkan untuk menjadikan warga masyarakat yang mengalami masalah sosial mempunyai daya, sehingga mampu memenuhi kebutuhan dasarnya.. 12. Jaminan Sosial adalah skema yang melembaga untuk menjamin seluruh warga masyarakat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. 13. Perlindungan Sosial adalah semua upaya yang diarahkan untuk mencegah dan menangani risiko dari guncangan dan kerentanan sosial. 14. Penjangkauan Sosial adalah serangkaian kegiatan yang mempertemukan kepentingan pelayanan antara PMKS dengan institusi yang melakukan pelayanan kesejahteraan sosial. 15. Bantuan Sosial adalah bantuan yang bersifat tidak tetap atau sementara dan diberikan dalam jangka waktu tertentu kepada warga binaan sosial yang tidak mampu agar dapat meningkatkan taraf kesejahteraan sosialnya dan mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar. 16. Pembinaan Lanjut adalah kegiatan memonitor dan memantau PMKS sesudah mereka bekerja atau kembali ke keluarga. 17. Panti Sosial adalah institusi atau satuan kerja yang didirikan oleh pemerintah dan/atau masyarakat yang memberikan pelayanan kesejahteraan sosial kepada PMKS. 18. Masyarakat adalah kelompok warga masyarakat yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang kesejahteraan sosial. 19. Pelaku Usaha adalah setiap orang per orang atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan bad an hukum yang didirikan dan berkedudukan di daerah atau di luar daerah dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia melakukan kegiatan usaha baik sendiri maupun bersama-sama. 20. Pengendalian Mobilitas Penduduk adalah upaya untuk mengendalikan pergerakan penduduk dari luar daerah ke daersh. BAB II MAKSUD DAN TUJUAN Pasal2 Peraturan Gubernur ini dimaksudkan sebagai dasar hukum dalam rangka penanganan PMKS.

I I I I 4 Pasal3 Peraturan Gubernur ini bertujuan untuk membentuk keterpaduan serta memberikan kejelasan tugas dan fungsi seluruh Perangkat Daerah, masyarakat, pelaku usaha dan pemangku kepentingan lainnya dalam penanganan PMKS. Jenis PMKS terdiri dari : a. anak balita terlantar; b. anak terlantar; c. anak jalanan; BAB III PMKS Bagian Kesatu Jenis Pasal4 d. anak yang berhadapan dengan hukum; e. anak yang memerlukan perlindungan khusus; f. remaja bermasalah; g. anak dengan kedisabilitasan; h. gelandangan; i. pengemis; j. penyandang disabilitas; k. tuna susiia; I. waria; m. fakir miskin; n. korban penyalahgunaan NAPZA; o. bekas warga binaan lembaga pemasyarakatan; p. orang dengan HIV/AIDS; q. orang lerlantar; r. lanjut usia terlantar; s. korban tindak kekerasan; t. perempuan rawan sosial ekonomi; u. pekerja migran bermasalah sosial; dan v. korban bencana alam dan musibah lainnya. Bagian Kedua Pola Penanganan Pasal5 (1) Pala penanganan PMKS dilaksanakan secara terarah, terpadu dan berkelanjutan.

5 (2) Pola penanganan PMKS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi kewajiban dan tanggung jawab Pemerintah Daerah. (3) Dalam penyelenggaraan pola penanganan PMKS sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Daerah melibatkan peran aktif masyarakat. Pasal6 Pola penanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dilaksanakan melalui beberapa tahapan yaitu : a. upaya pencegahan; b. pemberian layanan kesejahteraan sosial; c. pembinaan, pengendalian dan pengawasan ketertibrn umum; dan d. pembinaan lanjut. Paragraf 1 Upaya Pencegahan Pasal? (1) Upaya pencegahan ditujukan untuk : a. mencegah timbul dan/atau terjadinya masalah PMKS; b. mengurangi faktor risiko akibat PMKS pada masyarakat secara umum atau perorangan; dan/atau c. mencegah timbulnya masalah sosial. (2) Kegiatan pencegahan PMKS melipuli : a. edukasi dan/atau sosialisasi; b. pengendalian mobilitas penduduk; dan c. pelayanan pengaduan/hotline service. Pasal 8 (1) Edukasi dan/atau sosialisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal? ayat (2) huruf a dilaksanakan di lingkungan : a. keluarga; b. masyarakat; dan c. PMKS di jalan dan/atau tempat umum lainnya. (2) Pelaksanaan edukasi dan/atau sosialisasi sebagaimana dimaksud pad a ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

6 Pasal 9 (1) Pengendaiian mobilitas penduduk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b, diarahkan pada terwujudnya keserasian, keselarasan dan keseimbangan antara kuantitas penduduk dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan dan kondisi perkembangan sosial ekonomi dan sosial budaya masyarakat. (2) Pengendalian mobilitas penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan meialui : a. sosialisasifpenyuluhan kependudukan; b. operasi bina kependudukan; dan c. operasi yustisi kependudukan. (3) Pelaksanaan pengendalian mobilitas dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan peraturan perundang-undangan. penduduk sebagaimana sesuai dengan ketentuan Pasal10 (1) Pelayanan pengaduanfhotline service sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c, meliputi : a. pengungkapan masalah dan pemahaman masalah; dan b. rencana tindak lanjut. (2) Pengungkapan masalah dan pemahaman masalah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas : a. informasi kejadian; b. lokasi kejadian danfatau c. identifikasi calon penerima layanan. (3) Rencana tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas : a. penjangkauan sosial; dan/atau b. rujukan. Paragraf 2 Pemberian Layanan Kesejahteraan Sosial Pasal11 Pemberian layanan kesejahteraan sosial kepada PMKS meliputi : a. penjangkauan sosial; b. rehabilitasi sosial; c. jaminan sosial; d. pemberdayaan sosial: dan e. perlindungan sosial.

7 Pasal 12 (1) Penjangkauan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf a, dilakukan terhadap PMKS dan diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah. (2) Penjangkauan sosial sebagaimana dimaskud pada ayat (1) sebagai upaya pembinaari kesejahteraan sosial. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penjangkauan sosial sebagaimana. dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur tersendiri. Pasal 13 (1) Rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf b, dimaksudkan untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan PMKS agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar. (2) Pelaksanaan rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan di : a. dalam panti sosial; dan/atau b. luar panti sosial. (3) Rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat dilakukan dalam bentuk : a. motivasi dan asesmen psikososial; b. perawatan dan pengasuhan; c. pelatihan vokasional dan pembinaan kewirausahaan; d. bimbingan mental spiritual; e. bimbingan fisik; f. bimbingan sosial dan konseling psikososial; g. bantuan dan asistensi sosial; h. bimbingan resosialisasi; i. bimbingan lanjut; dan/atau j. rujukan. Pasal14 (1) Jaminan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf c, dimaksudkan untuk menjamin PMKS agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. (2) Jaminan so sial sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dalam bentuk : a. asuransi kesejahteraan sosial; dan/atau b. bantu an sosial.

8 (3) Asuransi kesejahteraan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, dilaksanakan sesuai kewenangan daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan sistem jaminan sosiall"asional. (4) Bantuan sosial sebagaimana dimaksud pad a ayat (2) huruf b, diberikan dalam bentuk pemberian bantuan da~a langsung atau pelayanan dalam panti sosial. (5) Pemberian bantuan dana langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (4), berupa uang tunai yang dilaksankan sesuai kemampuan keuangan daerah. Pasal 15 (1) Pemberdayaan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf d, dimaksudkan untuk memberdayaan PMKS agar mampu memenuhi kebutuhannya secara mandiri. (2) Pemberdayaan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan melalui : a. pelatihan keterampilan; b. pelatihan kewirausahaan; c. praktik magang kerja; dan/atau d. pemberian modal usaha. Pasal 16 (1) Perlindungan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf e, dimaksudkan untuk mencegah dan manangani risiko dari guncangan dan kerentanan sosial PMKS, agar kelangsungan hidupnya dapat dipenuhi sesuai dengan kebutuhan dasar minimal. (2) Perlindungan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan melalui: a. advokasi sosial; dan/atau b. bantuan hukum. Pasal17 (1) Advokasi sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf a bertujuan untuk melindungi dan membela PMKS yang dilanggar haknya. (2) Advokasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk : a. penyadaran hak dan kewajiban; b. pembelaan; dan/atau c. pemenuhan hak.

9 Pasal 18 (1) Bantuan hukum sebagaimana dimaksud dalam PasQI 16 ayat (2) huruf b, diselenggarakan untuk mewakili kepentingan PMKS yang menghadapi masalah hukum dalam pembelaan atas haknya baik di dalam maupun di luar pengadilan. (2) Bantuan hukum sebagaimana dimaksud pad a ayat (1), diberikan dalam bentuk : a. pembelaan; dan/atau b. konsultasi hukum. (3) Pembelaan dan konsultasi hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan dengan : a. melakukan investigasi sosial; b. memberikan informasi, nasihat dan pertimbangan hukum; c. memfasllitasi tersedianya saksi; d. merilfasilitasi terjadinya mediasi hukum; e. memfasilitasi tersedianya jasa bantuan hukum; dan/atau f. memberikan pendampingan. Paragraf 3 Pembinaan, Pengendalian dan f;engawasan Ketertiban Umum Pasal 19 (1) Pembinaan, pengendalian dan pengawasf.ln terhadap penyelenggaraan ketertiban umurn dilaksanakan oleh Satuan Polisi Pamong Praja bersama dengan SKPD/UKPD terkait. (2) SKPD/UKPD terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan SKPD/UKPD yang tugas dan fungsinya menjadi objek tertib. (3) Pelaksaanaan pembinaan, pengendalian dan pengawasan ketertiban umum dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan. Paragraf 4 Pembinaan Lanjut Pasal20 (1) Pembinaan lanjut dilakukan dalam rangka memonitor perkembangan PMKS saat setelah kembali keluarga atau berada dalam pantil instansi/lembaga rujukan.

10 (2) Bentuk pembinaan lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. monitoring; b. konsuitasi; c. penguatan kemandirian; d. rujllkan; dan e. evaluasi (3) Pelaksanaan pembinaan lanjut sebagaimani;! dimaksud pad a ayat (2) dilaksanakan sesuai kemampuan keuangan daerah dan berdasarkan ketentuan peraturan perundangan-undangan. BABIV DATA DAN INFORMASI Pasal21 (1) Pemerintah Daerah mengumpulkan, mengolah, dan menganalisis data dan informasi PMKS. (2) Data dan informasi PMKS sebagaimana dirnaksud pada ayat (1) merupakan data yang dijabarkan/mewujudkan jenis PMKS yang terdiri atas : a. PMKS di Iingkungan keluarga; b. PMKS di lingkungan masyarakat; dan c. PMKS di jalan dan/atau tempat umum lainnya. Pasal22 (1) Data PMKS di Iingkungan keluarga dan rnasyarakat sebagairnana dirnaksud dalarn Pasal 21 ayat (2) huruf a dan huruf b merupakan data sesuai nama dan alama!. (2) PMKS di jalan dan/atau tempat umum lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf c sesuai lokasi sasaran. BABV KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB Pasal23 Dalam penanganan PMKS secara operasional menjadi kewajiban dan tanggung jawab SKPD/UKPD terkait sesuai tugas dan fungsi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

11 Pasal24 Dalam rangka mempermudah koordinasi penanganan PMKS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dapat dibentuk tim yaituuntuk : a. tingkat Provinsi yang ditetapkan dengan Keputusan Gubernur; dan b. tingkat Kota Administrasi ditetapkan dengan Keputusan Walikota. BAB VI PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal25 (1) Masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-iuasnya untuk berperan aktif dalam penanganan PMKS. (2) Peran serta masyarakat sebagaimana dill1aksud pada ayat (1), dapat dilakukan oleh : a. perseorangan; b. kelompoklkeluarga; c. organisasi keagamaan; d. organisasi sosial kemasyarakatan; e. lembaga swadaya masyarakat; f. organisasi profesi; g. dunia usaha; dan h. lembaga kesejahteraan sosial. Pasal26 Peran serta masyarakat dalam penanganan PMKS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dapat berupa pemikiran, prakarsa, keahlian, dukungan, kegiatan, tenaga, dana, barang, jasa dan/atau fasilitas, yang dilakukan melaiui kegiatan : a. pemberian saran dan pertimbangan; b. penyediaan sumber daya manusia; c. penyediaan dana, jasa, sarana dan prasarana; dan d. pemberian pelayanan kepada PMKS. Pasal27 (1) Dalam rangka peningkatan kualitas layanan kesejahteraan sosial bagi PMKS yang diselenggarakan oleh masyarakat, Pemerintah Daerah melakukelil pembinaan melalui kegiatan : a. peningkatan kualitas manajemen; b. peningkatan kualitas sumber daya manusia; c. pemberian bantuan stimulan; dan/atau d. pemberian penghargaan. (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pad a ayat (1), pelaksanaannya disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

12 BAB VII KERJA SAMA DAN KEMITRAAN Pasal28 (1) Dalam melaksanakan penanganan PMKS, Pemerintah Daerah dapat bekerja sama atau menjalin kemitraan dengan instansi pemerintah dan/atau pemerintah daerah lain. (2) Kerja sama dan kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. BAB VIII PEMBIAYAAN Pasal29 Anggaran untuk pelaksanaan Peraturan Gubernur ini dibebankan melalui : a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN); b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD); dan/atau c. Sumber lain yang sah dan tidak mengika\. BAB IX PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal30 (1) Pemerintah Daerah melakukan pembinaan penanganan PMKS, melalui: a. koordinasi; b. penetapan pedoman dan standar; c. pemberian bimbingan, supervisi dan konsultasi; d. penyuluhan dan/atau bimbingan teknis; dan e. pemantauan dan evaluasi. (2) Pembinaan penanganan PMKS sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan secara terencana dan berkesinambungan. Pasal31 (1) Pemerintah Daerah melakukan pengawasan penanganan PMKS sesuai tugas, fungsi dan wewenangnya. (2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas. (3) Pengawasan penanganan PMKS sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

13 BABX KETENTUAN PENUTUP Pasal32 Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 7 November 2014 SEKRETARIS DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, ttd. SAEFULLAH Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 3 November 2014 PIt. GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA., ttd. BASUKI T. PURNAMA BERITA DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TAHUN 2014 NOMOR 65028