BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 15 TAHUN 2011 TANGGAL : 9 SEPTEMBER 2011 PEDOMAN MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU

BAB VII PENATAAN RUANG KAWASAN RAWAN LETUSAN GUNUNG BERAPI DAN KAWASAN RAWAN GEMPA BUMI [14]

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2010 TENTANG MITIGASI BENCANA DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PRT/M/2013 TENTANG PEDOMAN PENANGGULANGAN DARURAT BENCANA AKIBAT DAYA RUSAK AIR

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK

Jenis Bahaya Geologi

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

BUKU SISWA ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2010 TENTANG MITIGASI BENCANA DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2010 TENTANG MITIGASI BENCANA DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG ACUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN PERUMAHAN TAPAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. samudra Hindia, dan Samudra Pasifik. Pada bagian selatan dan timur

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PRT/M/2015 TENTANG PENANGGULANGAN DARURAT BENCANA

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

TENTANG KAWASAN RAWAN BENCANA GUNUNGAPI MERAPI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANJAR dan BUPATI BANJAR

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN SOSIAL BAGI KORBAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UJI KOMPETENSI SEMESTER I. Berilah tanda silang (x) pada huruf a, b, c, atau d yang merupakan jawaban paling tepat!

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN SITUBONDO

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BUPATI KETAPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011

BUPATI BANDUNG BARAT

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG

Ringkasan Materi Seminar Mitigasi Bencana 2014

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG PROSEDUR DAN MEKANISME PENYALURAN CADANGAN BERAS PEMERINTAH UNTUK PENANGANAN TANGGAP DARURAT

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12/PERMEN-KP/2014 TENTANG

BAB III LANDASAN TEORI

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2009

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Bantuan logistik. Pedoman. Perubahan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN. imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas,

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN STATUS POTENSI BENCANA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan. Menurut Bakosurtanal, pulau di

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

BUPATI REMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

SISTEM PENANGGULANGAN BENCANA GUNUNG API GAMALAMA DI PERMUKIMAN KAMPUNG TUBO KOTA TERNATE

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 T E N T A N G ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 56 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA KEDIRI

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d).

No.1119, 2014 KEMENHAN. Krisis Kesehatan. Penanganan. Penanggulangan Bencana. Pedoman.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN:

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA

PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan terjadinya kerusakan dan kehancuran lingkungan yang pada akhirnya

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PENGGUNAAN BERAS REGULER DALAM PENANGGULANGAN BENCANA

Powered by TCPDF (

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06/PRT/M/2015 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN BERBASIS MITIGASI BENCANA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGADA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2012 TENTANG TARUNA SIAGA BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2015, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamba

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAMBI

BERITA NEGARA. KEMEN-LHK. Korban Bencana dan Kecelakaan. Pencarian. pertolongan. Evakuasi. Standar Peralatan.

No.1087, 2014 BNPB. Badan Penanggulangan Bencana. Daerah. Pembentukan. Pedoman KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA,

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.84/MENLHK-SETJEN/KUM.1/11/2016 TENTANG PROGRAM KAMPUNG IKLIM

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 /PRT/M/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM DRAINASE PERKOTAAN

PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN

PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 77 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7

MITIGASI BENCANA BENCANA :

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Cindy P. Welang¹, Windy Mononimbar², Hanny Poli³

MITIGASI BENCANA ALAM I. Tujuan Pembelajaran

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA LAIN KABUPATEN TUBAN

Syarat Bangunan Gedung

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN SEDERHANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAKA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN MITIGASI BENCANA ALAM BIDANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara kewajiban untuk menjamin hak bermukim masyarakat terhadap bencana alam yang mengancam dan/atau mengganggu kehidupan dan penghidupan, sehingga perlu memberikan kepastian hukum dalam merencanakan perumahan dan kawasan permukiman; b. bahwa perencanaan perumahan dan kawasan permukiman harus mempertimbangkan peningkatan sumber daya perkotaan atau perdesaan, mitigasi bencana, dan penyediaan atau peningkatan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagaimana Pasal 64 ayat (6) huruf b, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman; c. bahwa mitigasi bencana sebagaimana dimaksud dalam huruf b perlu dilakukan upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan masyarakat menghadapi ancaman bencana alam; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Menteri Perumahan Rakyat tentang Pedoman

2014, No.1046 2 Mitigasi Bencana Bidang Perumahan Dan Kawasan Permukiman; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723); 3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman; (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5188); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Provinsi, dan Pemerintahan kabupaten/kota; (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penagggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4828); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4829); 7. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana; 8. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara; 9. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara; 10. Keputusan Presiden Nomor 59/P Tahun 2011;

3 2014, No. Menetapkan : 11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2006 tentang Pedoman Umum Mitigasi Bencana; 12. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21/PRT/M/2007 tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana Letusan Gunung Berapi dan Kawasan Rawan Gempa Bumi; 13. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 22/PRT/M/2007 tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor; 14. Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 21 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perumahan Rakyat, sebagaimana diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Nomor 08 Tahun 2013; MEMUTUSKAN: PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT TENTANG PEDOMAN MITIGASI BENCANA ALAM BIDANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN. BAB I KETENTUAN UMUM Bagian Kesatu Pengertian Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, melalui perencanaan, pembangunan perumahan dan kawasan permukiman serta penyadaran dan peningkatan kemampuan masyarakat menghadapi ancaman bencana. 2. Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, kerusakan/kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat. 3. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam, antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, dan tanah longsor. 4. Lokasi rawan bencana adalah wilayah yang sering atau berpotensi tinggi mengalami bencana alam.

2014, No.1046 4 5. Banjir adalah kerusakan alam atau lingkungan hidup yang bersumber dari curah hujan berlebihan atau perubahan iklim. 6. Gempa bumi adalah getaran partikel batuan atau goncangan pada kulit bumi yang disebabkan oleh pelepasan energi secara tiba-tiba akibat aktivitas tektonik (gempa bumi tektonik) dan rekahan akibat naiknya fluida (magma, gas, uap dan lainnya) dari dalam bumi menuju ke permukaan, di sekitar gunung api, disebut gempa bumi gunung api/vulkanik. 7. Gunung Meletus adalah letusan suatu gunung (berapi) yang mengeluarkan suatu sistem saluran fluida panas (batuan dalam wujud cair atau lava) yang memanjang dari kedalaman sekitar 10 km di bawah permukaan bumi sampai ke permukaan bumi, termasuk endapan hasil akumulasi material ke wilayah sekitar gunung (berapi) itu berada. 8. Tanah longsor adalah suatu peristiwa geologi di mana terjadi pergerakan tanah seperti jatuhnya bebatuan atau gumpalan besar tanah. Meskipun penyebab utama kejadian ini adalah gravitasi yang mempengaruhi suatu lereng yang curam, namun ada pula faktorfaktor lainnya yang turut berpengaruh. 9. Tsunami adalah gelombang pasang yang menyapu daerah sekitar pantai akibat gempa di dasar lautan. 10. Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang. 11. Prasarana adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan hunian yang memenuhi standar tertentu untuk kebutuhan bertempat tinggal yang layak, sehat, aman dan nyaman. 12. Sarana adalah fasilitas dalam lingkungan hunian yang berfungsi untuk mendukung penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial, dan budaya. 13. Utilitas umum adalah kelengkapan penunjang untuk pelayanan lingkungan hunian. 14. Menteri adalah Menteri Perumahan Rakyat. Bagian Kedua Tujuan Pasal 2 Peraturan Menteri ini bertujuan untuk memberikan pedoman, pencegahan dan kesiagaan serta tindakan penanganan mitigasi bencana alam bidang perumahan dan kawasan permukiman bagi pemerintah daerah.

5 2014, No. Bagian Ketiga Ruang Lingkup Pasal 3 Ruang lingkup disusunnya peraturan menteri ini meliputi : a. identifikasi mitigasi bencana alam; b. pelaksanaan mitigasi bencana; c. penanganan bencana alam; dan d. peran masyarakat. BAB II IDENTIFIKASI MITIGASI BENCANA ALAM Pasal 4 (1) Identifikasi mitigasi bencana alam bidang perumahan dan kawasan permukiman, mencakup : a. jenis bahaya alam; b. jenis kerentanan; dan c. jenis ketahanan. (2) Jenis bahaya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi: a. gempa bumi; b. tsunami; c. gunung meletus; d. tanah longsor; dan e. banjir. (3) Jenis kerentanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi : a. kerentanan fisik dan lingkungan; b. kerentanan sosial-kependudukan; c. kerentanan kelembagaan; dan d. kerentanan sistem. (4) Kerentanan fisik dan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a melalui: a. kekuatan struktur lahan/lokasi; b. struktur fisik bangunan;

2014, No.1046 6 c. kepadatan bangunan; d. bahan bangunan; serta e. ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum. (5) Kerentanan sosial-kependudukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b melalui: a. jumlah penduduk; b. kepadatan penduduk; c. struktur penduduk rentan; dan d. budaya serta kearifan masyarakat lokal. (6) Kerentanan kelembagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c melalui pembentukan struktur kelembagaan yang melibatkan setiap orang dalam mitigasi bencana bidang perumahan dan kawasan permukiman. (7) Kerentanan sistem sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d melalui penanganan bencana secara terpadu dan terkoordinasi dalam bidang perumahan dan kawasan permukiman. (8) Jenis ketahanan sebagaimana dimaksud pada (1) huruf b, mencakup: a. kesesuaian perumahan dan kawasan permukiman terhadap rencana tata ruang wilayah; b. kelengkapan dan kualitas prasarana, sarana, dan utilitas untuk mengurangi dampak bencana alam; c. kelengkapan dan kesiapan institusi penanggulangan bencana alam; d. ketersediaan dan kelengkapan prasarana dan sarana evakuasi; e. kualitas lingkungan fisik alami yang mampu mengurangi dampak bencana alam. Pasal 5 (1) Mitigasi bencana alam bidang perumahan dan kawasan permukiman dalam perencanaan dengan memperhatikan: a. jenis bahaya alam yang berada pada lokasi atau di sekitar perumahan dan kawasan permukiman; b. lokasi perumahan dan kawasan permukiman sesuai dengan rencana tata ruang wilayah; c. sesuai standar kualitas lingkungan, daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;

7 2014, No. d. rencana dan rancangan perumahan dan kawasan permukiman tanggap terhadap bencana alam terutama yang berlokasi yang rawan bencana; e. melibatkan peran serta masyarakat; f. meningkatkan pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan kemandirian masyarakat dalam mengelola risiko bencana alam. (2) Perumahan dan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perumahan, permukiman, lingkungan hunian dan kawasan permukiman. Pasal 6 (1) Mitigasi bencana alam bidang perumahan dan kawasan permukiman dalam pembangunan perumahan dan kawasan permukiman harus memperhatikan: a. pemilihan lokasi, dilakukan melalui: 1. sesuai dengan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota dan/atau rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman; 2.bukan kawasan lindung; dan 3.tidak pada zona dengan tingkat kerawanan bencana tinggi. b. pembatasan intensitas penggunaan lahan melalui Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Luas Bangunan (KLB) Koefisien Daerah Hijau (KDH), ketinggian bangunan, dan kepadatan bangunan. c. peta mikrozonasi bencana alam pada lokasi perumahan dan kawasan permukiman; d. struktur konstruksi bangunan, bahan bangunan sesuai dengan kearifan lokal; e. penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas sesuai cakupan layanan yang mendukung tindakan mitigasi dan tanggap darurat terhadap bencana alam; dan f. pengendalian pembangunan perumahan dan kawasan permukiman sesuai perizinan. (2) Dalam hal pembangunan perumahan dan kawasan permukiman, pemerintah daerah kabupaten/kota dapat meminta masukan dari masyarakat sekitar lokasi. (3) Pembangunan perumahan dan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.

2014, No.1046 8 Pasal 7 Mitigasi bencana alam dalam bidang perumahan dan kawasan permukiman yang telah terbangun dilaksanakan melalui : a. peningkatan kualitas prasarana, sarana, dan utilitas umum sesuai kebutuhan mitigasi bencana alam; b. pembatasan intensitas penggunaan lahan melalui pengaturan Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Luas Bangunan (KLB) Koefisien Daerah Hijau (KDH), ketinggian bangunan, dan kepadatan bangunan terutama wilayah rentan bencana alam; c. pelibatan peran serta masyarakat dalam penentuan risiko bencana alam, mitigasi bencana; dan penyusunan rencana kontijensi berbasis masyarakat; dan d. penataan daerah aliran sungai, pantai, serta wilayah rawan bencana alam. Pasal 8 Mitigasi bencana alam bidang perumahan dan kawasan permukiman melalui tahapan: a. identifikasi potensi bencana alam yang mengancam perumahan dan kawasan permukiman sekurang-kurangnya meliputi: 1. jenis bencana alam; 2. sejarah dan potensi kejadian bencana alam; serta 3. kerugian yang diakibatkan oleh bencana alam. b. identifikasi tingkat kerentanan bencana alam sekurang-kurangnya melakukan penilaian terhadap: 1. rumah penduduk; 2. prasarana, sarana, dan utilitas umum yang mendukung evakuasi; 3. kapasitas struktural bangunan mencakup rumah serta prasarana, sarana, dan utilitas umum. c. identifikasi kapasitas perumahan dan kawasan permukiman dalam menghadapi dan menanggulangi bencana alam; d. penyusunan prioritas mitigasi bencana yang dilakukan berdasarkan analisis biaya dan efektifitas mitigasi; e. penyusunan rencana tindak, sekurang-kurangnya meliputi: 1. kajian risiko bencana; 2. tujuan mitigasi bencana; 3. mitigasi yang akan dilakukan;

9 2014, No. 4. perencanaan teknis; 5. skema pembiayaan; 6. jadwal pelaksanaan; 7. pelaksana/penanggung jawab pelaksanaan mitigasi; 8. pemantauan dan evaluasi. f. mekanisme pengawasan dan pengendalian. BAB III PELAKSANAAN MITIGASI BENCANA ALAM Bagian Kesatu Gempa Bumi Pasal 9 (1) Mitigasi bencana gempa bumi terhadap perumahan dan kawasan permukiman dilakukan untuk mengurangi kerusakan yang terjadi pada struktur rumah serta prasarana, sarana, dan utilitas umum. (2) Mitigasi bencana gempa bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui : a. perencanaan penempatan perumahan dan kawasan permukiman untuk mengurangi tingkat kepadatan hunian di daerah rawan bencana; b. pembangunan perumahan dan kawasan permukiman dengan perkuatan struktur dan konstruksi bangunan tahan getaran/gempa; c. pemanfaatan penerapan zonasi daerah rawan bencana dan pengaturan penggunaan lahan; dan d. pemeliharaan perumahan dan kawasan permukiman dengan mengikutsertakan peran serta masyarakat dalam pelatihan program penyelamatan dan kewaspadaan terhadap gempa bumi. (3) Mitigasi bencana gempa bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 10 Mitigasi bencana gempa bumi bidang perumahan dan kawasan permukiman dilakukan melalui identifikasi dan memetakan lokasi perumahan dan kawasan permukiman yang rawan gempa bumi sesuai zonasi kerawanan gempa bumi.

2014, No.1046 10 Pasal 11 Pemerintah dan pemerintah daerah melakukan pembinaan kepada masyarakat yang berlokasi rawan gempa bumi melalui: a. sosialisasi mengenai lokasi rawan gempa bumi, cara penyelamatan; dan meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan dalam menghadapi gempa bumi; dan b. memberikan bimbingan teknis, pendidikan dan pelatihan, serta pendampingan; dan c. meningkatkan kerjasama dengan masyarakat untuk mengetahui tanda-tanda gempa bumi. Bagian Kedua Tsunami Pasal 12 (1) Mitigasi bencana tsunami bidang perumahan dan kawasan permukiman dilakukan terhadap rumah serta prasarana, sarana, dan utilitas umum. (2) Mitigasi bencana tsunami sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan melalui : a. pembangunan tembok penahan tsunami pada garis pantai perumahan dan kawasan permukiman yang berisiko; b. penanaman mangrove serta tanaman lainnya sepanjang garis pantai perumahan dan kawasan permukiman meredam gaya air tsunami; c. pembangunan tempat evakuasi yang cukup tinggi dan mudah diakses, serta aman di sekitar daerah pemukiman; dan d. pembangunan sistem peringatan dini tsunami. (3) Mitigasi bencana tsunami sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Pemerintah daerah melakukan identifikasi dan pemetaan zonasi risiko tsunami untuk menentukan lokasi perumahan dan kawasan permukiman yang terletak di dekat garis pantai. (5) Zonasi risiko tsunami sebagaimana di maksud pada ayat (4) meliputi zonasi risiko tinggi, zonasi risiko sedang dan zonasi risiko rendah. Pasal 13 Pemerintah dan pemerintah daerah melakukan pembinaan kepada masyarakat yang berlokasi rawan tsunami melalui:

11 2014, No. a. sosialisasi mengenai karakteristik, tanda-tanda tsunami, cara penyelamatan; dan meningkatkan kewaspadaan dan kesiapaan dalam menghadapi tsunami; dan b. memberikan bimbingan teknis, pendidikan dan pelatihan, serta pendampingan; dan c. meningkatkan kerjasama dengan masyarakat untuk implementasi sistem peringatan dini bencana tsunami. Bagian Ketiga Gunung Meletus Pasal 14 (1) Bencana gunung meletus terhadap perumahan dan kawasan permukiman terdiri dari bahaya primer dan bahaya sekunder. (2) Bahaya primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bahaya letusan gunung yang sedang berlangsung. (3) Bahaya sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bahaya yang terjadi setelah letusan gunung. Pasal 15 Mitigasi bencana gunung meletus ditekankan pada perumahan dan kawasan permukiman untuk mengurangi dampak dari adanya gempa tektonik dan gempa vulkanik yang diikuti dengan terjadinya awan panas, aliran lava, material lontaran dan guguran batu (pijar), hujan abu lebat, hujan lumpur (panas) atau lahar dan gas beracun. Pasal 16 Mitigasi bencana gunung meletus terhadap perumahan dan kawasan permukiman dilaksanakan sekurang-kurangnya: a. perencanaan perumahan dan kawasan permukiman menghindari kawasan rawan bencana gunung meletus terutama yang masih aktif serta lokasi yang cenderung dialiri lava; b. desain rumah serta sarana dan utilitas umum yang tahan terhadap beban dan bahaya akibat letusan gunung; dan c. menyediakan lokasi evakuasi dan pengungsian prasarana jalan yang memadai menuju lokasi pengungsian, serta alat transportasi. Pasal 17 Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai kewenangannya melakukan pembinaan kepada masyarakat di lokasi gunung meletus sekurangkurangnya melalui:

2014, No.1046 12 a. sosialisasi sebagai peringatan dini dan pengelolaan bencana gunung meletus; b. bimbingan teknis, pendidikan dan pelatihan, serta pendampingan; c. menginformasikan secara berkala tentang aktifitas gunung meletus; dan d. meningkatkan kerjasama antar aparat pemerintah daerah dan masyarakat dalam hal melihat tanda-tanda aktivitas gunung meletus. Bagian Keempat Tanah Longsor Pasal 18 Mitigasi bencana tanah longsor bidang perumahan dan kawasan permukiman dilakukan terhadap rumah serta prasarana, sarana, dan utilitas umum, meliputi: a. membangun struktur bangunan dengan pondasi yang kuat; b. membangun sengkedan-sengkedan lahan pada wilayah yang memiliki kelerengan cukup tinggi untuk memperlandai lereng; c. membangun prasarana, sarana, dan utilitas umum yang memadai; d. menempatkan konstruksi penahan tanah konvensional; e. memberi beban penyeimbang; dan f. pembuatan jangkar untuk perkuatan tanah. Pasal 19 (1) Pelaksanaan mitigasi bencana tanah longsor bidang perumahan dan kawasan permukiman melalui : a. identifikasi dan pemanfaatan peta mikrozonasi kerawanan bencana tanah longsor; b. mengembangkan lokasi penyangga antara lokasi rawan longsor dengan lokasi yang akan dikembangkan sebagai perumahan dan kawasan permukiman; c. rekonstruksi terhadap bangunan dan prasarana, sarana, dan utilitas umum yang memadai; d. relokasi perumahan dan kawasan permukiman yang sudah tidak layak huni ke lokasi yang lebih aman. (2) Pelaksanaan mitigasi bencana tanah longsor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas, dengan memperhatikan: a. perencanaan lokasi evakuasi dan penampungan;

13 2014, No. b. perencanaan jaringan jalan yang digunakan untuk jalur akses menuju ke lokasi evakuasi; c. menstabilkan tanah lereng yang rawan longsor; d. penyediaan drainase bawah tanah; dan e. ketersediaan sarana peringatan dini dan rambu-rambu yang dibutuhkan. Pasal 20 Pemerintah dan pemerintah daerah melakukan pembinaan kepada masyarakat di lokasi tanah longsor sekurang-kurangnya melalui: a. sosialisasi terhadap kondisi tanah dan tindakan antisipasi terhadap bencana tanah longsor; b. bimbingan teknis, pendidikan dan pelatihan, serta pendampingan; dan c. meningkatkan kerjasama antar aparat pemerintah daerah dan masyarakat dalam hal melihat tanda-tanda tanah longsor. Bagian Kelima Banjir Pasal 21 (1) Pelaksanaan mitigasi bencana banjir bidang perumahan dan kawasan permukiman dalam rangka mencegah dan mengurangi dampak terjadinya bencana banjir melalui identifikasi dan pemetaan zonasi kerawanan banjir. (2) Identifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap penentuan alternatif pengurangan risiko kerusakan bencana banjir. (3) Pemetaan zonasi kerawanan banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap kemiringan lokasi perumahan dan kawasan permukiman sehingga dapat mengurangi dampak bencana banjir. Pasal 22 Prinsip mitigasi bencana banjir untuk perumahan dan kawasan permukiman adalah : a. menghindari kawasan rawan banjir; b. menghindari limpahan air ; c. mengalihkan aliran banjir; dan d. pengendalian aliran air. Pasal 23 (1) Pelaksanaan mitigasi bencana banjir bidang perumahan dan kawasan permukiman, meliputi :

2014, No.1046 14 a. sesuai tata ruang wilayah serta tata bangunan dan lingkungan; b. penentuan lokasi melalui identifikasi dan pemanfaatan peta mikrozonasi kerawanan bencana banjir; c. pengelolaan perumahan dan kawasan permukiman secara swadaya melalui pemeliharaan dan perawatan secara berkala. (2) Pelaksanaan mitigasi bencana banjir bidang perumahan dan kawasan permukiman terhadap pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum, memperhatikan: a. lokasi evakuasi dan penampungan sementara jika terjadi bencana banjir; b. jaringan jalan yang dapat digunakan untuk jalur akses menuju ke lokasi evakuasi; c. drainase dengan ukuran yang memadai berdasarkan data jenis dan daya serap tanah; d. pembuatan sumur resapan; e. pembuatan tanggul bagi sungai yang melewati perumahan dan kawasan permukiman; f. ketersediaan sarana peringatan dini dan rambu-rambu yang dibutuhkan terkait dengan peringatan dini dan evakuasi; dan g. pembuatan tempat pembuangan sampah sementara. Pasal 24 Pemerintah daerah kabupaten/kota melakukan pembinaan kepada masyarakat di lokasi banjir melalui: a. sosialisasi terhadap bencana banjir dan tindakan evakuasi; b. bimbingan teknis, pendidikan dan pelatihan, serta pendampingan; dan c. meningkatkan kerjasama antar aparat pemerintah daerah dan masyarakat dalam hal melihat tanda-tanda banjir. BAB IV PENANGANAN BENCANA ALAM Pasal 25 (1) Penanganan bencana alam bidang perumahan dan kawasan permukiman meliputi pelaksanaan tanggap darurat dan pascabencana. (2) Pelaksanaan tanggap darurat dan pascabencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama antara Menteri dengan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana.

15 2014, No. (3) Kesepakatan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditindaklanjuti dengan perjanjian kerjasama. Pasal 26 (1) Menteri dalam melakukan penanganan bencana alam sesuai dengan tugas dan fungsi Kementerian. (2) Penanganan bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mendapatkan dukungan penganggaran dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara. BAB V PERAN MASYARAKAT Pasal 27 (1) Peran masyarakat dalam mitigasi bencana alam bidang perumahan dan kawasan permukiman, dapat dilakukan dengan memberikan masukan dalam penyusunan rencana serta pelaksanaan pembangunan perumahan dan kawasan permukiman. (2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) difasilitasi oleh pemerintah daerah. Pasal 28 Peran masyarakat dalam mitigasi bencana secara swadaya dilakukan melalui: a. pemanfaatan rumah serta prasarana, sarana, dan utilitas umum sesuai fungsinya; b. pemeliharaan dan perbaikan terhadap rumah serta prasarana, sarana, dan utilitas umum; dan c. pengendalian penyelenggaraan bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan melaporkan kepada instansi yang berwenang. BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 29 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

2014, No.1046 16 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 12 Juni 2014 MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA, DJAN FARIDZ Diundangkan di Jakarta pada tanggal 23 Juli 2014 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA AMIR SYAMSUDIN