TINJAUAN PERKAWINAN BAGI ORANG TUNA WICARA KHUSUSNYA YANG MEMELUK AGAMA ISLAM OLEH. Luky Gusfriadi Fazarun NRP NIRM

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN TENTANG STATUS ANAK MENURUT UN DANG- UN DANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HOKUM ISLAM 01 SUMBAWA BESAR ABSTRAK SKRIPSI. Oleh

KAJIAN YURIDIS PENETAPAN PENGADILAN AGAMA MUNGKID NOMOR PERKARA 0019/Pdt.P/2012/PA. Mkd TENTANG ITSBAT NIKAH DALAM MENENTUKAN SAHNYA STATUS PERKAWINAN

t99 4 TAI{GGUNG JAWAB PERANTARA DAGAT'IG EFEK DALAI\{ MELAKUI(AN PENYERAHAT{ SAHAM YAI\G TERI"AMBAT PADA IIWESTOR ABSTRAK SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya. Hikmahnya ialah supaya manusia itu hidup

I. PENDAHULUAN. suatu sistem pemerintahan sangat ditentukan oleh baik buruknya penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan adalah akad yang sangat kuat ( mitsaqan ghalidzan) yang

ASPEK IIUIruM CEII ATAS BAWA YAIIG TAIIGGAL PEIIERBITAIIIIYA TUIIOUR DAiI DITIILAK I LEII BAIIK DE]IGAII ATASAII REIGIII]IOilTA IELAH DITUTUP

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan pernikahan dalam bentuk Ijab dan Qabul. Dalam pernikahan yang

segera melaksanakannya. Karena perkawinan dapat mengurangi kemaksiatan, baik

I. PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia sejak zaman. dibicarakan di dalam maupun di luar peraturan hukum.

agar terjaminnya administrasi setiap warga negara.

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SURABAYA SURABAYA

INSTRUKSI MENTERI AGAMA R.I. NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENINGKATAN PELAYANAN PERNIKAHAN PADA KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN

BAB I PENDAHULUAN. Allah menciptakan makhluk-nya di dunia ini berpasang-pasangan agar mereka bisa

BAB IV. Surabaya ini termasuk pada bab ija>rah karena merupakan akad yang objeknya. Menurut bapak A. Djohan Hidayat selaku PJS Penyelia Umum & SDM,

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan

SIMULASI PELAKSANAAN AKAD NIKAH

menikah akan membentuk keluarga yang sakinah, mawadah warahmah. Dalam pernikahan yang berlandaskan al- Qur an dan Sunnah. Tata cara tersebut antara

BAB III AKTA NIKAH DALAM LINTAS HUKUM. A. Akta Nikah dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

TANGGUNG GUGAT PERJANJIAN WARALABA PADA,ES TELER 77" 01 SURABAYA ABSTRAK SKRIPSI

PELAKSANAAN PERKAWINAN DENGAN WALI HAKIM DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. satu dengan yang lainnya untuk dapat hidup bersama, atau secara logis

PENCATATAN NIKAH, TALAK DAN RUJUK MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 1/1974 DAN PP. NO. 9/1975. Yasin. Abstrak

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagaimana diketahui bahwa perkawinan adalah satu jalan yang

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perempuan pastilah yang terbaik untuk mendampingi lelaki, sebagaimana

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENETAPAN HAKIM PENGADILAN AGAMA. MALANG NOMOR 0038/Pdt.P/2014/PA.Mlg

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan Undang-Undang

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk

Prosiding SNaPP2014Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN EISSN Sri Turatmiyah

Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 Terhadap Ketentuan Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Perkawinan.

BAB I PENDAHULUAN. Primary needs, Pengalaman-pengalaman tersebut menghasilkan nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. sahnya perkawinan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di

suntbtyr tllil( YAI G ltulilrt( lt DtItltfAU DtRl t993 tnp 2!tor 0E RUDY ANDRIYANTO ilfnu ra7.00a.rzgia.wt ABSTRAK SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN

NIKAH SIRI DARI SUDUT PANDANG HUKUM ISLAM*

BAB I PENDAHULUAN. yang ditakdirkan untuk saling berpasangan dan saling membutuhkan 1. Hal

MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL

FENOMENA NIKAH MASSAL DAN KORELASI TERHADAP ISBAT NIKAH ( Titik Singgung Wewenang 2 in 1 Pengadilan Agama dengan Kementerian Agama )

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB V PENUTUP A. Ikhtisar

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENCATATAN PERKAWINAN ANAK ANGKAT DI KUA KEC. SAWAHAN KOTA SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PERKAWINAN DAN PENCATATAN PERKAWINAN ANAK ADOPSI DI KUA KEC. PRAJURIT KULON KOTA MOJOKERTO

TANGGUNG GUGAT PROMOTOR MUSIK ATAS TERJADINYA KERUGIAN TERHADAP HARTA BENDA PENONTON

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan aktivitas di atas tanah, sehingga setiap saat manusia

PENETAPAN Nomor: X/Pdt.P/2012/PA.Ktbm BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB III KONSEP MAQASID ASY-SYARI AH DAN PENCEGAHAN TERHADAP NIKAH DI BAWAH TANGAN

BAB I PENDAHULUAN. menganjurkan manusia untuk hidup berpasang-pasangan yang bertujuan untuk

P E N E T A P A N NOMOR 01/Pdt.P/2013/PA.Msa BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

BAB II PROSEDUR PEMBUATAN AKTA KEPUTUSAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM

BAB I PENDAHULUAN. Artinya: Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. 2

BAB IV ANALISIS PANDANGAN TOKOH MUI JAWA TIMUR TERHADAP PENDAPAT HAKIM PENGADILAN AGAMA PASURUAN TENTANG STATUS ISTRI SETELAH PEMBATALAN NIKAH

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup manusia secara bersih dan terhormat.

BAB I PENDAHULUAN. Akomodatif artinya mampu menyerap, menampung keinginan masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu

IMPLIKASI PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DALAM PRESFEKTIF HUKUM ISLAM DAN UU NO. 1 TAHUN 1974

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakikatnya seorang anak dilahirkan sebagai akibat dari hubungan

I. PENDAHULUAN. Bertambahnya jumlah populasi manusia dimuka bumi menyebabkan tersebarnya

PENETAPAN Nomor: 11/Pdt.P/2013/PA.Ntn BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PENETAPAN Nomor: 05/Pdt.P/2013/PA.Ntn BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok dan kemampuan manusia dalam hidup berkelompok ini dinamakan zoon

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK WARIS ANAK PADA PERKAWINAN SIRRI ABSTRAK

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG NOMOR : 12 TAHUN 2009 TENTANG

SALINAN PENETAPAN Nomor : 30/Pdt.P/2012/PA.NTN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia

BAB LIMA PENUTUP. sebelumnya. Dalam bab ini juga, pengkaji akan mengutarakan beberapa langkah

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

PEMBUKTIAN PIDANA MELALUI SMS (SHORT MESSAGE SERVICE) BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (KUHAP) SKRIPSI

BAB III PENETAPAN DISPENSASI USIA NIKAH MENURUT PERATURAN MENTERI AGAMA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENCATATAN NIKAH

KAJIAN YURIDIS TERHADAP PERKAWINAN KEDUA SEORANG ISTRI YANG DITINGGAL SUAMI MENJADI TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) KE LUAR NEGERI

BAB I PENDAHULUAN. besar.segala hal yang menyangkut tentang perkawinan haruslah dipersiapkan

Dimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum

KUISIONER HASIL SURVEI TESIS

SIMPULAN DAN SARAN. dengan hasil pengetahuan tidak tahu, mengeluarkan sikap tidak setuju dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama/kerohanian sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan, LN tahun 1974 Nomor 1, TLN no. 3019, Perkawinan ialah ikatan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS TAUKIL WALI NIKAH VIA TELEPON

BAB I PENDAHULUAN. yang wajar dan dalam ajaran nabi, pernikahan ditradisikan menjadi sunnah beliau. dan Anas melihatnya, dan beliau bersabda:

PENGANGKATAN ANAK SECARA LANGSUNG DALAM PERSPEKTIF PERLINDUNGAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. bagi kelangsungan hidup umat manusia. 1. nafkah sehari-hari berupa lahan pertanian atau perladangan.

BAB I PENDAHULUAN. menghimpit, menindih atau berkumpul, sedangkan arti kiasanya ialah watha

BAB IV. pasal 35 dan 36 Undang-undang Nomor 1 tahun Pemisahan harta bersama. harta benda kepada Hakim dalam hal suami dengan berlaku buruk

BAB I PENDAHULUAN. antara suami, istri dan anak akan tetapi antara dua keluarga. Dalam UU

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perkawinan ini menjadi sebuah ikatan antara seorang laki-laki dan seorang

TENTANG DUDUK PERKARA

SKRIPSI KEDUDUKAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN DAN PENCABUTAN TESTAMENT (SURAT WASIAT)

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan merupakan bagian hidup yang sakral, karena harus

Lex Privatum Vol. V/No. 3/Mei/2017

BAB I PENDAHULUAN. tanah.tanah sendiri merupakan modal utama bagi pelaksanaan pembangunan

bismillahirrahmanirrahim

Transkripsi:

TINJAUAN PERKAWINAN BAGI ORANG TUNA WICARA KHUSUSNYA YANG MEMELUK AGAMA ISLAM ABSTRAK SKRIPSI OLEH 1112 I~ 19' r/12. RE la Luky Gusfriadi Fazarun NRP 2830093 NIRM 83.7.004.12021.17306 l ~. FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUIABAYA SURABAYA 1991

Surabaya, Juni 1991, MahasisN& yang ber5angkutan, Luky Gusfriadi Fazarun Dekan Fak Hukum, / Daniel Djoko Tarliman, S.H. Saulina Si urat, S.H., M.S. Irta Wi - Syahrial, S.H., M.S.

Salah satu syarat untuk mewujudkan stabilitas dan pembangunan nasional dengan berbagai aspeknya, diperlukan adanya peningkatan dalam memelihara ketertiban dan kepasti an hukum yang mampu mengayomi masyarakat. Oleh karena itu, perlu diupayakan agar setiap anggota masyarakat dapat menikmati suasana serta iklim ketertiban dan kepastian hukum yang berintikan keadilan dan mampu mengayomi masyarakat, maka diundangkanlah UU No 1 Thn 1974 yang mengatur tentang perkawinan dan pelaksanaannya diatur dalam PP No 9 Thn 1975. Lembaga perkawinan di dalam tata kehidupan masyarakat, merupakan lembaga yang bersifat religius di samping merupakan faktor yang penting sebagai salah satu sendi kehidupan dalam susunan masyarakat Indonesia, dan perkawinan itu sendiri merupakan masalah hukum, agama dan masyarakat. Konsepsi yang demikian tampak di dalam pengertian perkawi~ nan yang tersirat dalam ketent~an pasal 1 UU NO 1 Thn 1974, yang pelaksanaannya selalu dikaitkan dengan ajaran keagamaan dan hukum, sehingga perkawinan bukan saja mempunyai unsur lahir/jasmani, tetapi unsur bathin/rohani juga mempunyai pe~anan yang penting. Seperti yang telah disinggung pada uraian di ~tas bahwa masalah perkawinan bukanlah masalah pribadi perseorangan, akan tetapi merupakan masalah yang erat sekali dengan masalah keagamaan dan kerohanian seseorang, sebagai salah satu masalah keagama-

an, di dalam perkawinan hukum agama selalu mengaturnya. Secara yuridis perkawinan di dalam tata hukum di Indonesia diatur dalam ketentuan UU No 1 Thn 1974, yang pada hakikatnya bersumber pada ketentuan-ketentuan hukum agama dan kepercayaan. Hal ini dapat dilihat pada ketentuan pasal 1 UU No 1 Thn 1974, yang implementasinya di tuangkan dalam ketentuan pasal 2 ayat 1 UU No 1 Thn 1974 1 yakni "Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masingmasing agamanya dan kepercayaannya itu". Hal ini berarti bahwa pelaksanaan perkawinan juga harus di lakukan menurut hukum agama dan kepercayaannya. Demikian pula bagi orang yang beragama Islam dalam melaksanakan perkawinan juga harus memenuhi ketentuan-ketentuan yang bersumber pada hukum agama Islam. Persoalan perkawinan tidaklah menjadi rumit apabila para pihak yang hendak melaksanakan perkawinan adalah orang yang tidak sehat jasmaninya, sudah barang tentu akan menimbulkan permasalahan tersendiri dalam melaksanakan per kawinan. Demikian pula bagi pelaksanaan perkawinan yang di lakukan oleh orang tuna wicara, karena tidak ada suatu per aturanpun yang mengaturnya secara tegas. Begitupun dalam melaksanakan perkawinan bagi orang tuna wicara, yang dalam melaksanakan perkawinan menggunakan hukum Islam maka wajib memenuhi rukun dan syarat perkawinan, yakni a. ada!.oja I i ;

b. ada ridla dari pihak calon isteri; c. ada dua (2) orang saksi yang adil ; d. ada ijab dan qabul; e. ada mahar/maskawin. Tidak terpenuhinya salah satu rukun dan syarat perkawinan tersebut sudah barang tentu akan menimbulkan dan berpengaruh terhadap keabsahan perkawinan. Demikian pula dalam melakukan pengucapan ijab dan qabul yang kurang memenuhi syarat tentunya akan berpengaruh terhadap keabsahan per~ kawinan. Hal ini karena pengucapan ijab dan qabul itu mutlak dilaksanakan dalam perkawinan dan harus diucapkan oleh kedua calon mempelai, yang dalam pengucapannya tidak mengandung keraguan-raguan. Bertitik tolak dari uraian tersebut di atas, saya hendak menelaah lebih lanjut tentang pelaksanaan perkawinan bagi orang-orang tuna wicara yang beragama Islam. Adapun permasalahan yang hendak dikaji adalah : "Bagaimana keabsahan perkawinan bagi orang tuna wicara bila di kaitkan dengan ijab dan qabul dalam hukum Islam''. Penyusunan skripsi ini bersumber pada studi kepustakaan dan pengamatan lapangan melalui wawancara secara langsung dengan intansi terkait yakni kantor urusan agama dan Kantor Wilayah Departemen Agama Jawa Timur dan pengantin yang tuna wicara. Data-data tersebut diteliti dengan tujuan agar memperoleh data yang teruji, sehingga dalam

penyusunannya memperoleh jawaban yang benar atau mendekati kebenaran. Metoda yang dipergunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah pendekatan masalah secara yuridis-normatif, maksudnya adalah bertitik tolak dari peraturan perundangundangan dikaitkan dengan keadaan senyatanya dalam praktek. Data yang bersumberkan studi kepustakaan dan didukung pengamatan lapangan dikumpulkan melalui membaca dan memperlajari serta melakukan wawancara secara langsung dengan instansi yang terkait yaitu KUA dan Kanwil Depag Jatim dan pasangan pengantin yang tuna wicara, kemudian data diolah secara deduktif maksudnya ialah bertitik tolak dari perkawinan pada umumnya dan disimpulkan dalam perkawinan bagi orang tuna. Selanjutnya dianalisis secara kualitatif yang menghasilkan uraian yang bersifat diskriptif-analisis yaitu menguraikan berdasarkan keadaan senyatanya yang diperoleh dilapangan dan peraturan perundang-undangan diteli ti menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan, dimaksudkan untuk menjawab masalah yang ada dalam skripsi ini. Pokok hasil penelitian diperoleh jawaban bahwa perkawinan bagi orang tuna wicara tetap diharuskan untuk melaksanakan perkawinannya sesuai dengan yang ditentukan oleh UU No 1 Thn 1974, selain itu juga dalam melangsungkan perkawinan bagi orang tuna wicara yang beragama Islam tetap melangsungkan perkawinannya seperti yang disyaratkan

dalam syarat dan rukun perkawinan sebagimana dilakukan pada perkawinan pada umumnya. Dan bagi orang tuna wicara agar dalam perkawinannya tidak menimbulkan keraguan khususnya pada mengucapkan qabul maka baginya, pada saat mengucapkan qabul ini dapat dilakukan dengan bahasa isyarat, anggukan kepala ataupun secara tertulis, sesuai dengan kemampuan yang dapat dilakukannya. Dalam Penyusunan skripsi ini baik persiapan sampai dengan analisis data terbagi menjadi tiga fase : Fase pertama persiapan diperlukan waktu kurang lebih 2 bulan, yaitu mulai bulan okatober hingga bulan Desember 1990. Fase kedua pengumpulan data diperlukan waktu antara bulan Januari hingga bulan Maret 1991.Fase ketiga Analisis data diperlukan waktu antara bulan Maret hingga bulan Mei 1991. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perkawinan bagi orang tuna wicara itu sah hukumnya, hal ini dengan mendasarkan kepada Qaidah ushul Fiqih yang menyatakan "Adurrootu taabihur maah durota", atau keadaan memaksa. Jadi walaupun orang tuna wicara, mereka tetap dapat melaksanakan perkawinan pada saat mengucapkan qabul tanpa ragu akan keabsahan perkawinannya.