BAB I PENDAHULUAN. ke dalam free market dan free competition. Menyadari bahwa hubungan bisnis

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. sengketa yang terjadi diantara para pihak yang terlibat pun tidak dapat dihindari.

BAB I PENDAHULUAN. khususnya di Indonesia mau tidak mau akan menghadapi situasi baru dalam dunia

Oleh : Komang Eky Saputra Ida Bagus Wyasa Putra I Gusti Ngurah Parikesit Widiatedja

PENOLAKAN EKSEKUSI PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI PENGADILAN NASIONAL INDONESIA. Oleh: Ida Bagus Gde Ajanta Luwih I Ketut Suardita

PUBLIC POLICY SEBAGAI ALASAN PEMBATALAN PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Penyelesaian Sengketa (APS) atau Alternative Dispute Resolution (ADR). 3 Salah satu

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 9 ARBITRASE (2)

BAB IV PENUTUP. yang dikemukakakan sebelumnya maka Penulis memberikan kesimpulan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. terhadap hukum bisnis internasional dan penanaman modal asing suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha yang diwarnai dengan semakin. pihak yang terlibat dalam lapangan usaha tersebut, sangat berpotensi

PENYELESAIAN SENGKETA KASUS INVESTASI AMCO VS INDONESIA MELALUI ICSID

BAB I PENDAHULUAN. dipungkiri tidak hanya berdampak pada peningkatan kondisi perekonomian

BAB II PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM NASIONAL. A. Batasan-Batasan Putusan Arbitrase Internasional

BAB III METODE PENELITIAN. sistematis, metodologis, dan konsisten. Sistematis artinya menggunakan sistem

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha dalam perkembangan dunia yang semakin. pesat membutuhkan suatu hukum guna menjamin kepastian dan memberi

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang ini banyak terjadi sengketa baik dalam kegiatan di

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN. terhadap pokok persoalan yang dikaji dalam karya ini, yaitu: 1. Pertimbangan hukum penerimaan dan pengabulan permohonan

I. PENDAHULUAN. menimbulkan pengaruh terhadap berkembangnya transaksi-transaksi bisnis yang

III. METODE PENELITIAN. permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala bersangkutan. 24

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pembahasan dan analisa mengenai penerapan alternatif

PROSES PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE DITINJAU DARI UU No. 30 TAHUN 1999 (Studi Putusan No. 86/PDT.G/2002/PN.JKT.PST)

BAB I PENDAHULUAN. Bentuk sengketa beraneka ragam dan memiliki sekian banyak liku-liku yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang dalam melakukan kehidupan sehari-hari, seringkali tidak pernah lepas dalam melakukan

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 1/Jan/2016

Lex et Societatis, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017. Kata kunci: Eksekusi putusan, Arbitrase Nasional.

BAB III METODE PENELITIAN. ilmiah adalah proses analisa yang meliputi metode-metode penelitian untuk

BAB I PENDAHULUAN. setelah melalui proses pemeriksaan dan pemutusan perkaranya, akan merasa

PERANAN PENGADILAN DALAM PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL

EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. pesat dan laju perkembangan bisnis sangat cepat sehingga membutukan penyelesaian

PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN. Karakteristik Pengadilan Negeri. Penyelesaian Sengketa Melalui Litigasi 11/8/2014

BAB III METODE PENELITIAN. membandingkan dengan standar ukuran yang telah ditentukan. 1

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tujuan sebagai badan yang dibentuk untuk melakukan upaya

Daftar Pustaka. Abdul Kadir Muhammad, Segi Hukum Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, Citra., Hukum Perusahaan Indonesia, PT Citra Aditya Bakti,

KONSTRUKSI HUKUM PERUBAHAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TIDAK TERTENTU MENJADI PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU

BAB I PENDAHULUAN. Sengketa merupakan suatu hal yang sangat wajar terjadi dalam kehidupan ini.

Lex Administratum, Vol. V/No. 3/Mei/2017

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan hukum bagi konsumen 1 bertujuan untuk melindungi hak-hak

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. kemudian diiringi juga dengan penyediaan produk-produk inovatif serta. pertumbuhan ekonomi nasional bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. tujuan sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam

Konvensi ini mengandung 16 pasal. Dari pasal-pasal ini dapat ditarik 5 prinsip berikut dibawah ini:

Oleh : Ni Putu Rossica Sari Dewa Nyoman Rai Asmara Putra Nyoman A Martana Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Udayana

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dan permasalahan yang dikemukakan pada bab-bab sebelumnya dapat disusun kesimpulan sebagai berikut:

Pokok-Pokok Masalah Pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional di Indonesia oleh: M. Husseyn Umar *)

DAFTAR PUSTAKA. Abdurrasyid, Priyatna, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, (Jakarta: PT Fikahati Aneska, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

PENYELESAIAN SENGKETA INVESTASI ASING DALAM BIDANG PERTAMBANGAN MELALUI ARBITRASE INTERNASIONAL 1 Oleh : Dadang A. Van Gobel 2

BAB I PENDAHULUAN. * Dosen Pembimbing I ** Dosen Pembimbing II *** Penulis. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan

INDUSTRIAL HOLDINGS LIMITED

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian normatif (dokcrinal research) yaitu

III. METODE PENELITIAN. lazim digunakan untuk meneliti ketentuan-ketentuan hukum positif sebagaimana

BAB III METODE PENELITIAN. menggali, mengelola dan merumuskan bahan-bahan hukum dalam menjawab

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era globalisasi saat ini kebutuhan masyarakat untuk kehidupan sehari-hari semakin

BAB I PENDAHULUAN. melalui negosiasi, mediasi, dan arbitrase. Pengertian arbitrase termuat dalam

BAB I PENDAHULUAN. terkait dengan suksesi negara. Bersandar dari konsepsi hukum internasional, suksesi

BAB I PENDAHULUAN. serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Kegiatan usaha

BAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi yang berbunyi Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. badan usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya seperti kebutuhan untuk

HUKUM PERDAGANGAN BEBAS MULTILATERAL Penyelesaian Sengketa Dagang Melalui Arbitrase

III. METODE PENELITIAN HUKUM

III. METODE PENELITIAN. beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya. Selain itu, juga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang sedang dilaksanakan, baik sejak masa pemerintahan Orde Baru maupun masa reformasi

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sorotan masyarakat karena diproses secara hukum dengan menggunakan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalan penelitian normatif empiris. Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. digunakan manusia dalam membantu kegiatannya sehari-hari.

A. Latar Belakang Masalah

METODE PENELITIAN. menjawab permasalahan sesuai dengan fakta atau data yang ada dan dapat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam berbagai perjanjian penanaman modal asing, investor asing cenderung memilih

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah normatif, yang dilakukan dengan cara meneliti bahan

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

BAB I PENDAHULUAN. Baik pekerjaan yang diusahakan sendiri maupun bekerja pada orang lain. Pekerjaan

MEDIASI ATAU KONSILIASI DALAM REALITA DUNIA BISNIS

BAB I PENDAHULUAN. membuat manusia mampu menjalani kehidupannya. Contoh kecil yaitu manusia tidak bisa

PERAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF

BAB I PENDAHULUAN. kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara. elemen tidak dapat hidup sendiri-sendiri, tetapi

JURNAL OPINIO JURIS Vol. 13 Mei Agustus 2013

PENERAPAN PRINSIP NON REFOULEMENT TERHADAP PENGUNGSI DALAM NEGARA YANG BUKAN MERUPAKAN PESERTA KONVENSI MENGENAI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951

BAB 1 PENDAHULUAN. yang menimbulkan suatu hubungan hukum yang dikategorikan sebagai suatu

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah

BAB I PENDAHULUAN. berwenang untuk membuat Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah.

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A.

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan

PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE ASING BERKAITAN DENGAN ASAS KETERTIBAN UMUM DI INDONESIA MENURUT KONVENSI NEW YORK 1958

METODE PENELITIAN. sistematika, dan pemikiran tertentu dengan jalan menganalisisnya. Metode

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman yang sering disebut dengan globalisasi, kini telah membawa dampak yang luar biasa dalam segala bidang kehidupan. Salah satunya adalah kemajuan di bidang bisnis. Kemajuan ini dapat dilihat dari banyaknya transaksi bisnis dan kontrak bisnis lintas batas negara. Bahkan kemajuan dalam dunia bisnis kini telah menghantarkan negara maju maupun negara berkembang ke dalam free market dan free competition. Menyadari bahwa hubungan bisnis yang diadakan tidak selamanya akan berjalan baik, terkadang akan menimbulkan beberapa permasalahan yang akan berujung sengketa, maka dari itu negara-negara di dunia memberntuk multinational agreement yang bertujuan untuk memperlancar dan menyehatkan persaingan pasar bebas kedepanya agar dapat terhindar dari sengketa yang timbul akibat dari perjanjian dan transaksi tersebut. 1 Adanya sengketa dapat berimbas pada pembangunan ekonomi yang tidak efisien, penurunan produktivitas, kemandulan dunia bisnis, dan biaya produksi yang meningkat. 2 Maka dari itu sengketa sudah seharunya tidak dibiarkan berlama-lama karena sengketa merupakan suatu masalah yang harus diselesaikan. Penyelesaian sengketa dalam bidang bisnis dapat diselesaikan melalui jalur litigasi 1 Frans Hendra Winarta, 2012, Hukum Penyelesaian Sengketa Arbitrase Nasional dan Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, h. 1. 2 Ibid. 1

(merupakan penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan) ataupun non litigasi (merupakan penyelesaian sengketa melalui jalur di luar pengadilan). 3 Namun penyelesaian sengketa di bidang bisnis melalui jalur litigasi dianggap kurang efektif dan kurang efisien dikarenakan penyelesaian sengketa melalui jalur litigasi biasanya membutuhkan waktu yang lama dan biayanya relatif mahal. Oleh karena itu, model penyelesaian melalui pengadilan pada umumnya kurang diterima dalam dunia bisnis. 4 Sehingga timbulah penyelesaian sengketa alternatif yang sering disebut dengan ADR (Alternative Dispute Resolution) sebagai salah satu sistem penyelesain sengketa di luar pengadilan. Ada beberapa model ADR yang sering digunakan dalam dalam penyelesaian sengketa bisnis yaitu: negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan arbitrase. 5 Dewasa ini banyak pihak yang lebih memilih penyelesaian sengketa melalui arbitrase dikarenakan arbitrase merupakan salah satu cara penyelesaian yang homogen, menguntungkan, dan memberikan rasa aman kepada semua pihak. 6 Arbitrase sebenarnya sudah sangat dikenal di kalangan masyarakat internasional, baik arbitrase internasional maupun arbitrase nasional sebagai penyelesaian sengketa di luar pengadilan. The United nations Convention on the Recognition and enforcement of Foreign Arbitral Awards atau yang sering disebut dengan Konvensi New York 1958 merupakan salah satu konvensi yang mengatur 3 Ibid. h. 13. 4 Bambang Sutiyoso, 2008, Hukum Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa,Gama Media, Yogyakarta, h. 16. 5 Ibid. 6 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2001, Seri Hukum Bisnis : Hukum Arbitrase, Rajawali Pers, Jakarta, (selanjutnya disebut Gunawan I), h. 2. 2

mengenai penyelesaian sengketa melalui arbitrase. Melalui Keputusan Presiden No. 34 Tahun 1981 Indonesia telah meratifikasi dan membawa Konvensi New York 1958 masuk dalam sistem tata hukum nasional. 7 Bedasarkan konvensi ini, putusan arbitrase yang dibuat diluar negeri atau dibuat di dalam negeri namun memiliki keterkaitan dengan unsur asing diakui dan dapat dilaksanakan di dalam negeri negara anggota konvensi. Namun yang patut diingat Indonesia meratifikasi dengan mengajukan persyaratan asas resiprositas dan sebatas sengketa komersial. Maka putusan arbitrase dapat berlaku di Indonesia selama negara yang sebagai tempat menjatuhkan perkara meratifikasi konvensi ini serta sengketa tersebut merupakan sengketa komersial. Pengaturan mengenai arbitrase internasional maupun nasional di Indonesia kini telah diatur dalam Undang Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (selanjutnya disebut dengan UU Arbitrase) serta pengaturan mengenai pelaksanaan putusan arbitrase internasional telah diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 1990 tentang Tata Cara Pelaksaan Putusan Arbitrase Asing. Hal ini menandakan bahwa Indonesia sebagai negara yang meratifikasi Konvensi New York 1958 sudah mengakui dan menghormati segala putusan arbitrase internasional yang akan dieksekusi di Indonesia. Putusan arbitrase bersifat final binding, yang dimaksud final binding adalah bahwa putusan arbitrase tidak dapat diajukan banding, kasasi, atau 7 M.Yahya Harahap, 2004, Arbitrase, Sinar Grafika, Jakarta, h. 21. 3

peninjauan kembali. 8 Inilah mengapa penyelesaian sengketa melalui arbitrase penyelesaianya relatif cepat. Maka dari itu pihak yang kalah sudah seharusnya melaksanakan putusan tersebut secara suka rela. Namun ketika putusan arbitrase itu meimbulkan keraguan keabsahanya atau keadilanya, tidak menutup kemungkinan bahwa putusan arbitrase tersebut dapat diajukan permohonan pembatalan atau penolakan yang diajukan oleh pihak tereksekusi. Kasus-kasus permohonan pembatalan putusan arbitrase internasional sering ditemui di Indonesia. Penulis teringat kembali mengenai sengketa tentang pembatalan putusan arbitrase internasional yang dibatalkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Salah satu sengketa yang cukup terkenal ialah sengketa KBC dengan PERTAMINA dan PT.PLN. Kasus ini bermula dari akibat adanya krisis ekonomi yang kemudian mendorong Pemerintah mengeluarkan Dekrit Presiden Nomor 47 Tahun 1997 ke dalam bentuk Keputusan Presiden Nomor 39 Tahun 1997 yang isinya antara lain menghentikan proyek geothermal yang di dalamnya juga melibatkan PLN sebagai pihak. 9 Akibat dari penangguhan tersebut pihak KBC menanggung kerugian yang cukup besar. Merasa dirugikan KBC mengajukan gugatan perdata kepada PERTAMINA dan PT. PLN di peradilan arbitrase Jenewa-Swiss sesuai dengan perjanjian arbitrase yang dibuat terdahulu. Pada tanggal 18 Desember 2000 Peradilan arbitrase Jenewa-Swiss telah menjatuhkan putusan agar PERTAMINA dan PLN membayar ganti rugi kepada KBC. Walaupun keputusan badan arbitrase 8 Frans Hendra, op.cit, h. 71 dikutip dari Suyud Margono, 2014, ADR & Arbitrase Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum, Ghalia Indonesia, Bogor, h. 132. 9 Noah Rubins, 2005, The Enforcement and Annulment of International Arbitration Awards in Indonesia, American University, Washington, h. 374, Paragraf 2. 4

internasional sudah ditetapkan, tetapi pertamina telah menolak untuk membayar kewajiban legalnya. Upaya hukum lainnya yang dilakukan oleh Pertamina adalah meminta penolakan pelaksanaan putusan arbitrase Jenewa di pengadilanpengadilan yang oleh KBC diminta untuk melakukan eksekusi serta melakukan upaya hukum pembatalan putusan arbitrase Jenewa kepada Pengadilan Indonesia (Pengadilan Negeri Jakarta Pusat) pada tanggal 14 maret 2002. Pada tanggal 27 Agustus 2007 majelis hakim mengabulkan gugatan tertulis PERTAMINA dan memerintahkan KBC untuk tidak melakukan tindakan apa pun, termasuk eksekusi putusan arbitrase dan menetapkan denda sebesar US$ 500 ribu perhari apabila KBC tidak mengindahkan larangan tersebut. Putusan tersebut diambil dikarenakan putusan arbitrase internasional tersebut melanggar ketertiban umum. Berkaca dari kasus di atas tak sedikit dijumpai kasus yang mencontoh upaya hukum yang dilakukan PERTAMINA dalam membatalakan putusan arbitrase internasional. Beberapa pihak yang kalah tidak mau melakukan putusan arbitrase tersebut dengan sukarela, tapi malah mengajukan banding atas putusan arbitrase internasional, berharap putusan arbitrase tersebut dapat dibatalkan. Seperti pada kasus Transpac Capital Pte Ltd dan Transpac Industrial Holdings Limited melawan PT Sumber Subur Mas (selanjutnya disebut SSM), keduabelah pihak telah memilih SIAC (The Singapore International Arbitrase Centre) dalam menyelesaikan sengketa dikedua belah pihak. Kasus ini bermula dari SSM tersendat membayar kewajibannya sebesar US$12.2 juta kepada 5

Transpac. 10 Dalam penyelesaiannya, SIAC mengeluarkan putusan yang memerintahkan SSM untuk membayar kewajibannya sebesar US$12,2 juta. Selain itu, SSM juga dihukum membayar bunga sebesar 8 persen per tahun sejak pembayaran terakhir SSM Juni 2002 hingga pelunasan pembayaran. Tidak hanya itu, SSM juga diperintahkan membayar biaya arbitrase sebesar SIN$302.801 dan US$18 ribu. Merasa tidak puas dengan putusan tersebut SSM melakukan gugutan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan alasan bahwa adanya akta perjanjian yang tidak disertakan dalam proses arbitrase di Singapura, dan tidak dihadiri pihak klien atau kuasa hukumnya. Tidak hanya itu ada pula kasus sengketa bisnis antara KT. Corporation melawan Global Mediacom. Putusan arbitrase London itu mewajibkan Global Mediacom membeli 406,6 juta lembar saham Mobile-8 Telecom milik KT Corporation dengan harga US$13,85 juta. Nilai tersebut masih ditambah dengan bunga yang perhitungannya dimulai sejak 6 Juli 2009 sampai dengan pembayaran dilakukan. 11 Bukanya melaksanakan putusan arbitrase tersebut pihak Global Mediacom justru mengajukan gugatan pembatalan ke PN Jakarta Pusat dengan No.188/PDT.G/2012/PN.JKT.PST yang didaftarkan pada 18 April 2012. Alasanya karena putusan tersebut mengandung tipu muslihat yang dilakukan oleh 10 Windarto, 2013, Salah Menggugat Putusan Arbitrase Internasional, Sindo Weekly, URL: http://m.sindoweekly-magz.com/artikel/46/i/17-23-januari-2013/case/99/salah-menggugat putusan-arbitrase-internasional, diakses tanggal 4 Januari 2015. 11 M. Taufikul Basari, 2012, Sengketa Saham: KT Corporation Tunggu Eksekuatur Putusan ArbitraseLondon,Bisnis.com, URL : http://m.bisnis.com/quicknews/read/20121030/16/102233/sengketa-saham-kt-corporation-tunggueksekuatur-putusan-arbitrase-london,diakses tanggal 4 Januari 2015. 6

salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa arbitrase. 12 Melihat kasus di atas membuat penulis bertanya-tanya mengenai pengajuan permohonan pembatalan putusan arbitrase internasional. Karena pada kasus di atas para pihak dengan mudahnya mengajukan pemohonan pembatalan tersebut ke Pengadilan Negeri padahal penyelesainya tidak dilakukan di Indonesia. Maka untuk mengetahui lebih lanjut, penulis tertarik untuk mengangkat kasus tersebut dalam bentuk skripsi dengan judul KEWENANGAN PENGADILAN NEGERI DALAM PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis mengangkat beberapa permasalahan yang akan dibahas lebih lanjut. Adapun permasalahan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pengaturan pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional berdasarkan Konvensi New York 1958? 2. Apakah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mempunyai kewenangan dalam membatalkan putusan arbitrase internasional yang akan dieksekusi di Indonesia? 1.3 Ruang Lingkup Masalah Penulisan karya tulis yang bersifat ilmiah perlu ditegaskan mengenai materi yang diatur di dalamnya. Hal ini sangat diperlukan untuk menghindari agar isi atau materi yang terkandung di dalamnya tidak menyimpang dari pokok 12 Ibid. 7

permasalahan yang telah dirumuskan sehingga dengan demikian dapat diuraikan secara sistematis. Untuk menghindari pembahasan menyimpang dari pokok permasalahan, diberikan batasan-batasan mengenai ruang lingkup permasalahan yang akan dibahas. Adapun ruang lingkup permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut : 1. Dalam permasalahan pertama, ruang lingkup permasalahannya meliputi pembahasan mengenai pengertian Arbitrase Internasional, pengaturan mengenai putusan arbitrase internasional serta pelaksanaan putusan arbitrase internasional berdasarkan Konvensi New York 1958. 2. Dalam permasalahan kedua, ruang lingkup permasalahannya meliputi pembahasan mengenai kewenangan Pengadilan Negeri dalam hal pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional di Indonesia, serta membahas mengenai keadaaan yang bagaimanakah Pengadilan Negeri khususnya Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dapat membatalkan Putusan Arbitrase Internasional. 3. 1.4 Tujuan Penelitian Adapun tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini antara lain: a. Tujuan Umum Tujuan umum dalam penulisan skripsi ini yaitu : 8

1. Untuk lebih memahami dan memperdalam pemahaman mengenai penyelesaian sengketa internasional melalui arbitrase internasional. 2. Untuk mengetahui mekanisme hukum yang dapat ditempuh dalam pelaksanaan putusan arbitrase internasional di Indonesia. b. Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus penulisan skripsi ini, yaitu : 1. Untuk mengetahui pengaturan pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional serta prosedur penolakan putusan arbitrase internasional berdasarkan Konvensi New York 1958. 2. Untuk mengetahui kewenangan Pengadilan Negeri dalam pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional serta mengetahui pengadilan yang berwenang dalam membatalkan suatu putusan arbitrase internasional. 1.5 Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai penyelesaian sengketa internasional melalui arbitrase dalam kasus perdata internasional. Khususnya memberikan pengetahuan tentang bagaimana pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional berdasarkan 9

Konvensi New York 1958. Selain itu diharapkan dapat dijadikan referensi tambahan untuk pengembangan ilmu hukum secara umum. b. Manfaat Praktis Dari segi praktis, berguna sebagai upaya yang dapat diperoleh langsung manfaatnya, seperti peningkatan keahlian meneliti dan keterampilan menulis, sumbangan pemikiran dalam pemecahan suatu masalah hukum, acuan pengambilan keputusan yuridis, dan bacaan baru bagi penelitian ilmu hukum. 13 1.6 Landasan Teoritis a. Perjanjian Arbitrase Definisi perjanjian arbitrase berdasarakan Undang Undang Arbitrase Pasal 1 butir 3 yaitu suatu kesepakatan berupa kalusula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa, atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa. b. Putusan Arbitrase Internasional Putusan Arbitrase Internasional berdasarkan Pasal 1 butir 9 Undang Undang No. 30 Tahun 1999 adalah putusan yang dijatuhkan oleh suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan di luar wilayah hukum Republik Indonesia, atau putusan suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan yang menurut ketentuan 13 Abdul Kadir Muhamad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 66. 10

hukum Republik Indonesia dianggap sebagai suatu putusan arbitrase internasional. c. Asas final and binding Dalam Pasal 3 Konvensi New York 1958, dinyatakan bahwa setiap negara peserta harus mengakui putusan arbitrase internasional sebagai putusan yang mengikat dan mempunyai kekuatan ekseskusi kepada para pihak. Dengan adanya penegasan tersebut, setiap putusan arbitrase internasional yang diajukan permintaan eksekusi kepada pengadilan sama halnya dengan putusan yang berkekuatan hukum tetap. Artinya tidak ada alasan lagi untuk menolak atau menyatakan pemberian exequatur tidak dapat diterima, kecuali putusan melanggar asas-asas yang ditentukan. 14 d. Asas Resiprositas Di dalam konvensi berlaku asas resiprositas, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 Ayat 3 yaitu : any state may on the of reciprocity declare that it will apply the Convention to the recognition and enforcement of awards made only in the territory of another Contracting State. Dengan berlakunya asas resiprositas, maka negara tempat dimana putusan arbitrase akan dijatuhkan, harus mempunyai ikatan hubungan bilateral atau multilateral maupun sama-sama terikat dalam suatu konvensi internasional, perihal pengakuan serta pelaksanaan putusan arbitrase internasional. 14 Moch Basarah, 2011, Prosedur Alternatif Penyelesaian Sengketa Arbitrase Traditional dan Modern Online, Genta Publishing, Yogyakarta, h. 81. 11

e. Asas Pengakuan Terbatas Sepanjang Hukum Dagang Yaitu hanya terbatas pada putusan-putusan yang menurut ketentuan hukum Indonesia termasuk dalam ruang lingkup hukum dagang. Pasal I ayat 3 Konvensi New York 1958 membenarkan kebolehan pembatasan oleh anggota negara peserta melaluo deklarasi pada saat ratifikasi bahwa jangkauan pengakuan pengeksekusian putusan arbitrase internasional, terbatas pada ruang ringkup bidang hukum dagang nasional saja. 15 f. Asas Ketertiban Umum Asas lain yang menjadi fundamentum pengakuan serta pelaksanaan eksekusi putusan arbitrase asing ialah ketertiban umum, atau public policy. Asas ini diatur dalam Pasal 3 ayat (3) Perma. Di situ ditegaskan, putusan arbitrase asing yang diakui serta yang dapat dieksekusi di Indonesia hanya terbatas pada putusan putusan yang tidak bertentangan denga ketertiban umum. 16 1.7 Metode Penelitian Skripsi sebagai salah satu bentuk dari penulisan karya tulis, tentunya harus dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Untuk itu mutlak diperlukan suatu penelitian dan dalam mencari kebenaran ilmu hukum, diperlukan suatu metodologi yang tentunya bertujuan untuk mengadakan pendekatan atau penyelidikan ilmiah yang bersahaja. Adapun metodologi penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : a. Jenis Penelitian 15 Ibid, h. 83. 16 M.Yahya Harahap, op.cit, hal. 38. 12

Jenis Penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini termasuk ke dalam penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif berarti penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Soerjono Soekanto menyatakan, bahwa penelitian hukum normatif terdiri dari penelitian terhadap asas-asas hukum, penelitian terhadap sistematika hukum, penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal, perbandingan hukum dan sejarah hukum. 17 Maka dari itu, penulis menggunakan pendekatan-pendekatan tertentu, dari sejumlah pendekatan yang dikenal dalam penelitian hukum normatif. b. Jenis Pendekatan Dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan, antara lain pendekatan peraturan perundang- undangan, pendekatan kasus, pendekatan historis, pendekatan komparatif, dan pendekatan konseptual. 18 Adapun pendekatan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach), pendekatan fakta (fact approach) dan pendekatan kasus (cases approach). Pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach) adalah metode penelitian dengan menelaah semua undang-undang, memahami hirarki dan asas-asas dalam peraturan perundang-undangan. Dikatakan bahwa pendekatan perundang-undangan berupa legislasi dan regulasi yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan 17 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2003, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 14. 18 Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum, Prenada Media Group, Jakarta, h. 93. 13

mengikat secara umum. 19 Namun demikian, dalam penulisan penelitian ini, penulis menganalisis instrumen-instrumen hukum internasional dan relevansinya dengan kasus sehingga akan ditemukan substansi dari permasalahan yang akan dibahas, sedangkan Pendekatan kasus (case approach) adalah pengkajian yang dilakukan oleh penulis dengan mencari dan menganalisis kasus-kasus yang berkaitan dengan tulisan ini. Pendekatan fakta (fact approach) adalah pengkajian yang dilakukan oleh penulis terkait suatu peristiwa hukum yang berkaitan dengan kasus yang diangkat. c. Sumber Bahan Hukum Dalam tulisan ini, digunakan sumber-sumber data sekunder yang terdiri dari: 1. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat umum, terdiri atas asas peraturan perundang-undangan, yurisprudensi atau putusan pengadilan, peraturan dasar dan perjanjian internasional. Menurut Peter Mahmud Marzuki bahan hukum primer ini bersifat otoritatif, artinya mempunyai otoritas, yaitu merupakan hasil tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh lembaga yang berwenang untuk itu. 20 Adapun sejumlah bahan hukum primer, yang berasal dari peraturan perundang-undangan serta ketentuan-ketentuan yang lebih khusus yang berkaitan dan digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain : 19 Ibid. h. 97. 20 Peter Mahmud Marzuki, op.cit, h. 144-154. 14

Undang-Undang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, No. 30 Tahun 1999, Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 1990 Keputusan Presiden No. 34 Tahun 1989 Putusan Mahkamah Agung No. 444 PK/Pdt/2007 Putusan Mahkamah Agung No. 494/PDT.ARB/ 2011/PN.JKT.PST Putusan Mahkamah Agung No. 212 K/Pdt.Sus-Arbt/2013 The United nations Convention on the Recognition and enforcement of Foreign Arbitral Awards (The New York Convention) (1958) UNICITRAL Model Law 2. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang dapat memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, seperti rancangan peraturan perundang-undangan, hasil penelitian, buku-buku teks, jurnal ilmiah, surat kabar, pamflet, brosur, karya tulis hukum atau pandangan ahli hukum yang termuat di media massa dan berita di internet. 21 Terkait skripsi ini maka digunakan sumber dari kepustakaan seperti bukubuku, karya tulis hukum atau pandangan ahli hukum yang termuat dalam media massa maupun berita di internet yang berkaitan dengan masalah yang dibahas, yaitu mengenai Kewenangan Pengadilan Negeri dalam Pembatalan Putusan Arbitrase Internasional di Indonesia. 21 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, op.cit, h. 47. 15

3. Bahan hukum tersier menurut Peter Mahmud Marzuki merupakan bahan non hukum yang digunakan untuk menjelaskan, baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder, seperti kamus, ensiklopedi, dan lain-lain. 22 c. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik pengumpulan bahan-bahan hukum yang dipergunakan adalah teknik studi dokumen, yaitu dalam pengumpulan bahan hukum terhadap sumber kepustakaan yang relevan dengan permasalahan yang dibahas dengan cara membaca dan mencatat kembali bahan hukum tersebut yang kemudian dikelompokkan secara sistematis yang berhubungan dengan masalah dalam penulisan skripsi ini. Untuk menunjang penulisan skripsi ini pengumpulan bahanbahan hukum diperoleh melalui 1. Pengumpulan bahan hukum primer dilakukan dengan cara mengumpulan instrument internasional yang berkaitan dengan masalah yang dibahas. 2. Pengumpulan bahan hukum sekunder dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan yang bertujuan untuk mendapatkan bahan hukum yang bersumber dari buku-buku, karya tulis hukum atau pandangan ahli hukum yang termuat dalam media massa maupun berita di internet yang terkait dengan permasalahan yang hendak dibahas dalam skripsi ini. 22 Ibid. 16

3. Pengumpulan bahan hukum tersier dilakukan dengan menggunakan kamus hukum. d. Teknik Analisa Bahan Hukum Adapun teknik pengolahan bahan hukum yaitu setelah bahan hukum terkumpul kemudian dianalisis menggunakan teknik deskripsi yaitu dengan memaparkan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. 23 Bahan hukum primer dan sekunder yang terkumpul selanjutnya diberikan penilaian (evaluasi), kemudian dilakukan interpretasi dan selanjutnya diajukan argumentasi. Argumentasi disini dilakukan oleh peneliti untuk memberikan preskripsi atau penilaian mengenai benar atau salah atau apa yang seyogyanya menurut hukum terhadap peristiwa yang terjadi. Dari hal tersebut nantinya akan ditarik kesimpulan secara sistematis agar tidak menimbulkan kontradiksi antara bahan hukum yang satu dengan bahan hukum yang lain. Teknik lainnya yang penulis gunakan adalah teknik Analisis, yaitu pemaparan secara mendetail dari keterangan-keterangan yang didapat pada tahap sebelumnya yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini sehingga keseluruhannya membentuk satu kesatuan yang saling berhubungan secara logis. 23 Ronny Hanitijo, 1991, Metode Penelitian Hukum, Cet. ke II Ghalia Indo, Jakarta, h. 93. 17