MAHKAMAH KONSTITUSI Oleh: Letjen TNI (Purn) H. AchmadRoestandi, S.H. BANDUNG -JUNI 2012 1
GAGASAN PEMBENTUKAN MKRI 1. Perkembangan Gagasan Pembentukan MKRI a. 1945 dalam BPUPKI 1) Yamin 2) Supomo b. 1980 gagasan Yamin dimunculkan kembali, kembali gagal c. TAP VI/MPR/1973, TAP III/MPR/1978, UU Kekuasaan Kehakiman (14/70, 004/2004) dan UU MA (84/85, 005/2004). MA berwenang menguji peraturan di bawah undang-undang. d. Perubahan UUD 1945 1999, 2000, 2001 dan 2002. 2
Bertambahnya jumlah lembaga negara sengketa lembaga negara potensial lebih banyak Negara hukum yang demokratis Perubahan UUD 1945 1999, 2000, 2001, 2002 : negara demokratis berdasarkan hukum Perubahan paradigma dari supremasi MPR supremasi konstitusi perlu koreksi atas UU Pelengseran Gus Dur perlu impeachment 3
Mahkamah Konstitusi adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman yang merupakan pengawal konstitusi (the guardian of constitution), mempunyai : 4 (empat) KEWENANGAN : Menguji undang-undang terhadap UUD 1945. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945. Memutus pembubaran partai politik Memutus perselisihan tentang hasil Pemilu dan 1 (satu) KEWAJIBAN : Memberikan keputusan atas pendapat DPR tentang impeachment Presiden dan/atau Wakil Presiden
KONFLIK DAN PENYELESAIAN SECARA HUKUM NEGARA LEMBAGA NEGARA x MahkamahKonstitusi LEMBAGA NEGARA Pengadilan Negeri (Pidana) Pengadilan Militer x ADMINISTRASI NEGARA x Mahkamah Konstitusi x Pengadilan TUN Pengadilan Negeri(Perdata) x INDIVIDU x PengadilanNegeri(Perdata) PengadilanAgama INDIVIDU RAKYAT
Pengujian Undang-Undang terhadap UUD 1945 Formil (prosespembentukan) Pengujian Materiil (materi-muatan, ayat pasal, bagian, UU) 6
UU merupakan bagian dari Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Pasal 7 merinci Peraturan Perundang-undangan sebagai berikut: 1. UUD 1945 2. TAP MPR 3. UU dan Perpu 4. Peraturan Pemerintah 5. Peraturan Presiden 6. Perda Provinsi 7. Perda Kab/Kota Direview oleh MPR Direview oleh Pembentukatau MahkamahKonstitusi Direview oleh Pembentukatau MahkamahAgung Mahkamah Konstitusi hanya berwenang melakukan review, tidak melakukan preview 7
JENIS-JENIS LEMBAGA NEGARA Legislatif Fungsi Eksekutif Keamanan (security) Yudikatif Langsung (unmittenbare organ) Tujuan Nasional Lembaga negara (state s organ) Kedudukan Tidak Langsung (mittenbare organ) Utama (primary/main state s organ) Kemakmuran (prosperity) Penunjang (auxiliary state s organ) Peraturan yang mengatur Lembaga negara yang kewenangannya dibentuk oleh UUD 1945 Lembaga negara yang kewenangannya bukan dibentuk oleh UUD 1945 Tingkat Pusat Daerah
SENGKETA KEWENANGAN LEMBAGA NEGARA YANG KEWENANGANNYA DIBERIKAN OLEH UUD 1945 Subjectum litis: yang berperkara adalah lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945 Syarat yang harus dipenuhi Pemohon: Lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945 Termohon: Lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945 Pihak Terkait: Lembaga negara lainnya yang menganggap terkait kewenangannya MA tidak dapat menjadi Pihak Objectum litis: yang menjadi objek perkara adalah kewenangan lembaga yang diberikan oleh UUD 1945 9
SENGKETA PEMILU PENYELESAIAN SENGKETA PEMILU PENETAPAN HASIL PEMILU 104 dan 68 PELANGGARAN PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN PEMILU 122 (1) b dan 77 (1) DISELESAIKAN OLEH MK PUTUSAN MK FINAL DAN MENGIKAT 134 dan 85 DILAPORKAN KE PANWASLU 127 dan 79 (1) Pemohon: Perorangan calon anggota DPD Pasangan calon Presiden/Wakil Presiden Parpol peserta Pemilu Pasangan calon pilkada Termohon: Komisi Pemilu (KPU) Pihak Terkait: Calon anggota DPD yang lain Pasangan calon Presiden/Wakil Presiden yang lain Parpol peserta Pemilu yang lain Pasangan calon Pilkada lain Dasar: Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2004 D Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 BERSIFAT SENGKETA DAN TIDAK ADA UNSUR PIDANA 128 (4) dan 80 (4) MENGANDUNG UNSUR PIDANA 128 (5) dan 80 (5) ANCAMAN < 18 bulan PN: TINGKAT PERTAMA DAN TERAKHIR 132 (2) dan 84 (2) 83(3) DISELESAIKAN OLEH PANWASLU DENGAN CARA 128 (4) dan 80 (4) DITERUSKAN KE PENYIDIK 128 (5) dan 80 (5) DITERUSKAN KE PENUNTUT UMUM 131 (3) dan 83 (3) 83 (3) DITERUSKAN KE PENGADILAN UMUM 131(4) dan 84 (1) 83(3) MUSYAWARAH MUFAKAT 129 (1) a dan 81 (1) a MENAWARKAN ALTERNATIF 129 (1) b dan 81 (1) a MEMBUAT PUTUSAN FINAL DAN MENGIKAT 129 (1) c dan 81 (1) c ANCAMAN >18 bulan PT: TINGKAT BANDING DAN TERAKHIR 132 (3) dan 85 (3) 83(3) 10
JENIS SANKSI BAGI PARTAI POLITIK 1.Penolakan pendaftaran oleh Pemerintah Tidak punya Akte Notaris tentang pendirian (AD/ART) Keanggotaan kurang dari 50 orang Tidak memenuhi jumlah kepengurusan Tidak memiliki tanda gambar yang dipersyaratkan Tidak mempunyai kantor tetap Memiliki asas yang bertentangan dengan Pancasila Menggunakan lambang tertentu 2. Teguran terbuka oleh KPU Tidak membuat pembukuan Menerima sumbangan yang tidak jelas 3. Diberhentikan bantuan dari anggaran Negara oleh pemerintah Tidak membuat laporan keuangan secara berkala Tidak memiliki rekening khusus dana kekayaan 11
JENIS SANKSI BAGI PARTAI POLITIK (Lanjutan) 4. Pembekuan sementara 1 tahun oleh Pengadilan 5. Larangan mengikuti Pemilu berikutnya oleh Pengadilan Kegiatan bertentangan dengan UUD 1945/peraturan undang-undang Kegiatan membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia Kegiatan bertentangan dengan kebijakan Luar Negeri Republik Indonesia Mendirikan badan usaha Memiliki saham badan usaha 6. Pembubaran oleh Mahkamah Konstitusi a.pemohon : Pemerintah Pusat b.termohon : Partai Politik c.alasan : Pemerintah menganggap ideologi, asas, tujuan dan kegiatan partai politik yang bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 107 huruf c, d dan e UU Nomor 27 Tahun 1999 d.wujud pembubaran: Membatalkan pendaftaran pada pemerintah 12
PROSES IMPEACHMENT Setuju Tidak dapat diterima Selesai Disetujui (Presiden diberhentikan) DPR Mahkamah Konstitusi Menolak Membenarkan pendapat DPR Menolak DPR Selesai MPR Ditolak (Presiden tetap menjabat) Keterangan: Impeach = accuse, charge, menuduh/mendakwa Sarana yang memberikan kemungkinan Presiden/Wakil Presiden diberhentikan sebelum masa jabatannya berakhir Dalam sistem Presidentil masa jabatan tertentu, dalam sistem parlementer melalui mosi tidak percaya Alasan = pelanggaran hukum berupa penghianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, melakukan perbuatan tercela, tidak lagi memenuhi syarat. 13
PROSES PENYELESAIAN PERKARA PADA MAHKAMAH KONSTITUSI PEMOHON 1 KEPANITERAAN 1 A 4 A 5 B KETUA PANEL HAKIM RPH PERSIDANGAN PLENO HAKIM RPH 2 3 4 PEMERIKSAAN PENDAHULUAN 5 6 7 8 PERSIDANGAN PLENO HAKIM 2 A 5 A 7 A
PENJELASAN BAGAN LANGKAH-LANGKAH PROSES PEMERIKSAAN DI MAHKAMAH KONSTITUSI LANGKAH 1 a. Pemohon, dapat diwakili oleh Kuasa Hukum, dan/atau didampingi oleh Pendamping mengajukan permohonan kepada Mahkamah Konstitusi melalui Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, dengan ketentuan: b. Isi permohonan: 1) Identitas Pemohon; 2) Posita memuat dalil-dalil tentang: a) kedudukan hukum (Legal standing) Pemohon; b) Kewenangan Mahkamah Konstitusi; dan c) Pokok Perkara; 3) Petitum (hal-hal yang dimohonkan untuk diputus); serta 4) Alat-alat bukti. LANGKAH 1 A a. Petugas kepaniteraan memeriksa kelengkapan administrasi permohonan. b. Jika kelengkapan administrasi permohonan belum lengkap, harus dilengkapi oleh Pemohon selambat-lambatnya dalam 7 hari kerja. c. Jika tidak dilengkapi permohonan tidak diregistrasi.
LANGKAH 2 a. Jika permohonan lengkap, Panitera: 1) Memberi Nomor Perkara dan mencatatnya dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi (BRPK). 2) Memberikan Akta Penerimaan Berkas Perkara kepada Pemohon. 3) Meneruskan kepada Ketua Mahkamah Konstitusi. b. Ketua Mahkamah Konstitusi membentuk Panel Hakim, dan menetapkan hari sidang pertama paling lambat 14 hari kerja setelah permohonan dicatat dalam BRPK. c. Panitera memberitahukan kepada Pemohon dan Para Pihak, serta mengumumkannya kepada masyarakat. d. Atas nama Panitera, Juru Panggil memberitahukan kepada Pemohon dan Termohon serta para pihak untuk menghadiri sidang pertama, selambat-lambatnya 3 hari sebelum hari persidangan.
LANGKAH 3 Ketua Mahkamah Konstitusi menugaskan Panel Hakim untuk melakukan Pemeriksaan Pendahuluan dalam sidang yang terbuka untuk umum. LANGKAH 4 Pemeriksaan Pendahuluan memeriksa kelengkapan dan kejelasan materi muatan permohonan; dan Panel Hakim wajib memberi nasihat kepada Pemohon, tentang kejelasan dan kelengkapan uraian permohonan, yang meliputi : a. Kedudukan Hukum (legal standing) Pemohon; b. Kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili dan memutus permohonan; serta c. Substansi (Pokok) permohonan.
LANGKAH 4A Jika permohonan belum lengkap, Pemohon dapat memperbaikinya selambat-lambatnya dalam waktu 14 hari kerja. LANGKAH 5 Panel Hakim melaporkan hasil pemeriksaan pendahuluan kepada Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH). LANGKAH 5A a. RPH dapat menugaskan kembali kepada Panel Hakim untuk meneruskan pemeriksaan. b. Hasil pemeriksaan Panel Hakim diserahkan kepada RPH
LANGKAH 5 B a. Jika RPH menganggap bahwa hasil pemeriksaan Panel Hakim telah cukup sebagai bahan untuk memutus perkara, maka permohonan tidak diperiksa lagi dalam Persidangan Pleno Hakim, tetapi langsung di bawa ke Persidangan Pleno Hakim untuk mengucapkan Putusan. b. Dalam menyelesaikan sengketa hasil Pemilu yang lalu, langkah inilah yang digunakan.
LANGKAH 6 a. Jika RPH menganggap bahwa permohonan masih memerlukan pemeriksaan yang lebih mendalam, RPH meneruskan hasil pemeriksaan Panel Hakim ke Persidangan Pleno Hakim, dalam sidang yang terbuka untuk umum. b. Persidangan Pleno Hakim harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya 7 orang hakim. c. Pemeriksaan dalam Persidangan Pleno Hakim, meliputi: 1) Pemeriksaan permohonan Pemohon; 2) Keterangan dari lembaga Negara yang terkait; 3) Pemeriksaan alat-alat bukti Surat atau tulisan; 4) Keterangan saksi; 5) Keterangan ahli; 6) Keterangan para pihak lisan dan/atau tertulis; 7) Petunjuk; dan 8) Alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu.
LANGKAH 7 Hasil pemeriksaan Persidangan Pleno Hakim diteruskan kepada RPH. RPH dapat memutuskan: a. Mengembalikan ke Persidangan Pleno Hakim untuk: 1) Melanjutkan pemeriksaan 2) Dapat menjatuhkan putusan sela (khusus dalam perkara sengketa kewenangan lembaga Negara) 3) Dapat melakukan pemeriksaan di tempat; atau b. Memutus perkara, dengan: 1) Menyetujui amar putusan; 2) Menunjuk perancang (drafter) untuk menyusun rancangan (draft) putusan; dan 3) Menentukan hari persidangan Pleno Hakim untuk mengucapkan putusan.
LANGKAH 8 a. Persidangan Pleno Hakim untuk pengucapan putusan b. Isi putusan: 1) Kepala Putusan berbunyi: Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa; 2) Identitas Pemohon dan Termohon (jika ada); 3) Ringkasan pemeriksaan Permohonan; 4) Pertimbangan terhadap fakta yang terungkap dalam persidangan; 5) Pertimbangan hukum yang menjadi dasar putusan; 6) Amar Putusan, yang menyatakan permohonan: a) Tidak dapat diterima (niet ontvankellijk verklaard) b) Dikabulkan; atau c) Ditolak; 7) Pendapat berbeda (dissenting opinion), atau alasan berbeda (concurring opinion); dan 8) Hari, tanggal putusan, nama hakim, dan panitera pengganti. c. Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan. d. Mahkamah Konstitusi wajib mengirimkan salinan Putusan kepada para pihak selambat-lambatnya dalam jangka waktu 7 hari sejak putusan diucapkan