BAB I PENDAHULUAN. sangat vital dalam kehidupan masyarakat, hal ini didasari beberapa faktor

dokumen-dokumen yang mirip
1KLAUSULA EKSONERASI DAN KONSUMEN Studi Tentang Kekuatan Mengikat Klausula Baku dalam Perjanjian Pengangkutan Barang di Wilayah Surakarta

KONSUMEN DAN KLAUSUL EKSONERASI. (Studi Terhadap Profil Perjanjian Jasa Laundry Di Surakarta)

PENGANGKUTAN BARANG (Studi Tentang Tanggung Jawab Pengangkutan Kereta Api dalam Penyelengaraan Melalui Kereta api Oleh PT Bimaputra Express)

KONSUMEN DAN KLAUSUL EKSONERASI : (STUDI TENTANG PERJANJIAN DALAM APLIKASI PENYEDIA LAYANAN BERBASIS ONLINE)

BAB I PENDAHULUAN. setelah dikirim barang tersebut mengalami kerusakan. Kalimat yang biasanya

BAB I PENDAHULUAN. mobilitas masyarakat yang semakin tinggi di era globalisasi sekarang ini. mengakibatkan kerugian pada konsumen.

BAB I PENDAHULUAN. transportasi merupakan salah satu jenis kegiatan pengangkutan. Dalam. membawa atau mengirimkan. Sedangkan pengangkutan dalam kamus

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan

BAB I PENDAHULUAN. kelancaran arus lalu lintas penduduk dari dan kesuatu daerah tertentu.

Dengan adanya pengusaha swasta saja belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini antara lain karena perusahaan swasta hanya melayani jalur-jalur

SKRIPSI. iyah Surakarta. Oleh : NIM

KONTRAK KERJA KONSTRUKSI

BAB I PENDAHULUAN. hanya satu, yaitu PT. Pos Indonesia (Persero). Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kebutuhan yang tidak terbatas bagi para konsumen yang meliputi

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perkembangan dunia dewasa ini ditandai dengan arus globalisasi di segala

BAB I PENDAHULUAN. usaha jasa pencucian pakaian atau yang lebih dikenal dengan jasa laundry.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam zaman modern ini segala sesuatu memerlukan kecepatan dan

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB 1 PENDAHULUAN. hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

I. PENDAHULUAN. berlaku pada manusia tetapi juga pada benda atau barang. Perpindahan barang

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit

BAB I PENDAHULUAN. keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang hukum kepada instansi

TANGGUNG JAWAB PT. POS INDONESIA (PERSERO) TERHADAP PENGIRIMAN PAKET POS DI SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. menjadi alat penghubung pengangkutan antar daerah, untuk pengangkutan orang

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi politik dan perekonomian yang tidak menentu menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. konsumen di Indonesia. Menurut pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No 8 tahun

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN ANTARA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM DENGAN PELANGGAN AIR MINUM DI KABUPATEN SRAGEN SKRIPSI

PENGANGKUTAN ORANG (Studi tentang perlindungan hukum terhadap barang bawaan penumpang di PO. Rosalia Indah)

BAB I PENDAHULUAN. pesat, sehingga produk yang dihasilkan semakin berlimpah dan bervariasi.

BAB I PENDAHULUAN. berkembanganya kerja sama bisnis antar pelaku bisnis. Banyak kerja sama

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan manusia.peranan itu makin menentukan sehubungan

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam

BAB I. mobil baru dengan banyak fasilitas dan kemudahan banyak diminati oleh. merek, pembeli harus memesan lebih dahulu ( indent ).

BAB I PENDAHULUAN. memudahkan transportasi. Setelah sampai pada tujuan, kendaraan harus diparkir.

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat

BAB I PENDAHULUAN. melayani masyarakat yang ingin menabungkan uangnya di bank, sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN WARALABA. (Studi Pada Perjanjian Waralaba Rumah Makan Ayam Bakar Wong Solo) S K R I P S I

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna

BAB I PENDAHULUAN. menyendiri tetapi manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup menyendiri.

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Harus diakui bahwa globalisasi merupakan gejala yang dampaknya

BAB I PENDAHULUAN. yang sama dan apabila diperlukan bisa dibebani dengan bunga. Karena dengan

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan. Hal tersebut tertuang dalam Pasal 28 huruf H ayat (1)

BAB I PENDAHULUAN. dari sarana pengangkutnya. Hal tersebut akan mempengaruhi lancar tidaknya. dapat dipastikan proses perdagangan akan terhambat.

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JAMBI FAKULTAS HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu standard

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini banyak berkembang usaha-usaha bisnis, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. menyelerasikan dan menyeimbangkan unsur-unsur itu adalah dengan dana (biaya) kegiatan untuk menunjang kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. dimulai dari suatu badan dengan nama Pos en Telegraafdients yang

TANGGUNG JAWAB HUKUM PELAKU USAHA TERHADAP KONSUMEN Oleh : Sri Murtini Dosen Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta.

BAB I PENDAHULUAN. bidang transportasi dalam penyediaan sarana transportasi. Pemerintah juga melakukan. peningkatan pembangunan di bidang perhubungan.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga dengan banyaknya industri rokok tersebut, membuat para produsen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara geografis Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri atas

BAB II KAJIAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BARANG. A. Sejarah dan Pengertian Pengangkutan Barang

TINJAUAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN KREDIT BANK DIANA SIMANJUNTAK / D

I. PENDAHULUAN. Masyarakat sangat bergantung dengan angkutan umum sebagai tranportasi penunjang

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat pesat. Banyak sektor usaha berlomba-lomba untuk menarik

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. barang dan jasa, serta fasilitas pendukung lainnya sebagai pelengkap yang dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. didirikan dengan berbagai layanan, mulai dari pengiriman barang secara

BAB I PENDAHULUAN. bisnis sering diartikan sebagai keseluruhan kegiatan usaha yang dijalankan

BAB I PENDAHULUAN. adalah termasuk perbankan/building society (sejenis koperasi di Inggris),

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN JASA PENGIRIMAN BARANG DALAM PENGANGKUTAN DI DARAT

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia terdapat berbagai jenis jasa pengiriman. Jasa pengiriman tersebut

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

BAB I PENDAHULUAN. strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam waktu yang sama menuntut kewajiban ditunaikan. Hubungan hak dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28D ayat (2) mengatur bahwa,

BAB I PENDAHULUAN. sarana transportasi merupakan salah satu bagian yang memegang peranan yang

BAB V PENUTUP. Berdasarkan analisis di atas penulis akan memberikan kesimpulan dari

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat, dinamis dan sangat prospektif dan penuh dengan persaingan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN

BAB I PENDAHULUAN. untuk memenuhi berbagai kebutuhan. Dalam perkembangannya tidak hanya orang yang

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

SKRIPSI. Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum Dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU. A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian

BAB 1 PENDAHULUAN. seperti perlengkapan rumah, transportasi dan lain-lain 1.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hidup pada era modern seperti sekarang ini, mengharuskan manusia

BAB I PENDAHULUAN. dibidang ekonomi merupakan salah satu yang mendapat prioritas utama

BAB III METODE PENELITIAN. sekunder seperti peraturan perundang-undangan, jurnal ilmiah, buku-buku

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan

BAB I PENDAHULUAN. (komprehensif) dan abadi ( universal) bagi seluruh umat manusia. Al Quran

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan pada khususnya mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Dalam

I. PENDAHULUAN. rakyat. Oleh karena itu, hasil-hasil pembangunan harus dapat dinikmati oleh

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia merupakan daratan yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil serta berupa perairan yang terdiri dari sebagian besar laut dan sungai, oleh karena itu guna menjangkau seluruh wilayah negara pengangkutan dilakukan melalui darat, perairan dan udara. Pengangkutan merupakan bidang kegiatan yang sangat vital dalam kehidupan masyarakat, hal ini didasari beberapa faktor diantaranya pada sektor perdagangan pengangkutan menunjang kemajuan pembangunan berupa penyebaran dan distribusi kebutuhan di berbagai wilayah ke seluruh pelosok tanah air. 1 Dari uraian di atas terlihat bahwa pengangkutan memegang peranan penting dalam lalu-lintas perdagangan. Peranan pengangkutan dalam dunia perdagangan bersifat mutlak, sebab tanpa pengangkutan, perusahaan tidak mungkin dapat berjalan. Pengangkutan disini dapat dilakukan oleh orang, kendaraan yang ditarik oleh binatang, kendaraan bermotor, kereta api, kapal laut, kapal sungai, pesawat udara dan lain-lain. 2 Meningkatnya kebutuhan akan jasa pengangkutan menyebabkan banyak bermunculan perusahaan pengangkutan. Dalam hubungan perusahaan pengangkutan, antara pihak pengangkut dengan pihak yang akan mengirimkan 1 Abdulkadir Muhammad, 1998, Hukum Pengangkutan Niaga, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, hlm.7 2 Purwosutjipto, 1987, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jakarta: Djambatan, hlm.1 1

2 barang terdapat suatu perjanjian pengangkutan yang bersifat timbal-balik. Dimana pihak pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan ke tempat tujuan tertentu sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan. Maka dapat dilihat sifat perjanjian pengangkutan adalah timbal balik yaitu kedua belah pihak baik pengangkut dan pengirim masing-masing mempuyai kewajiban sendiri-sendiri. 3 Kewajiban pokok pihak pengangkut adalah menyelenggarakan pengangkutan barang dari tempat pemuatan ke tempat tujuan dengan selamat. Sebagai imbalan haknya atas penyelenggaraan pengangkutan tersebut, maka pihak pengirim berkewajiban membayar biaya pengangkutan sesuai dengan kesepakatan. Apabila pengangkut melakukan kesalahan dalam penyelenggaraan pengangkutan sehingga menimbulkan kerugian bagi pihak pengirim maka pihak pengangkut bertanggung jawab untuk membayar ganti rugi. 4 Ganti rugi yang dimaksud disini merupakan biaya pengeluaran yang sudah dikeluarkan oleh pihak pengirim, yaitu kerugian yang terjadi karena kerusakan barang-barang milik pengirim yang diakibatkan dari kesalahan pengangkut, dan kerugian yang berupa hilangnya keuntungan yang sudah diperhitungkan sebelumya oleh pengirim. Namun dalam penerapannya dalam kehidupan seharihari sangatlah berbeda, fungsi perjanjian pengangkutan dan penggunaan klausula baku semata-mata hanya ditujukan untuk keuntungan pihak pelaku usaha/pengusaha saja. 3 Purwosutjipto, Op.Cit, hlm.2 4 Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Darat, Laut, dan Udara, Op.Cit, hlm.76

3 Dalam praktek sehari-hari dapat ditemukan salah satu bentuk perjanjian yang dibuat secara baku/perjanjian baku. Perjanjian baku merupakan suatu bentuk perjanjian tertulis yang dibuat oleh salah satu pihak dalam perjanjian. Perjanjian baku juga merupakan suatu tolok ukur yang dipakai sebagai patokan atau pedoman bagi setiap konsumen yang mengadakan hubungan hukum dengan pengusaha. 5 Klausula baku merupakan perjanjian sepihak yang sering kali merugikan konsumen dan menempatkan konsumen pada posisi tawar (bargaining position) yang lemah. 6 Dengan penggunaan perjanjian baku ini maka pengusaha akan memperoleh efisiensi dalam pengeluaran biaya, tenaga dan waktu. 7 Hal ini dapat dilihat bahwa pada perjanjian pengangkutan dalam praktiknya dimana pihak perusahaan pengangkutan telah membuat klausula-klausula perjanjian yang telah dibuat sebelumnya dan pihak pengirim hanya langsung menyetujuinya tanpa mempertimbangkan bahkan tanpa memiliki kesempatan untuk bernegosiasi dalam rangka mengubah klausula-klausula yang sudah dibuat oleh pihak perusahaan pengangkutan. Dampaknya, konsumen/pengirim seringkali mengalami ketidakpuasan dalam pemakaian barang atau jasa yang diberikan oleh pihak perusahan. Ketidakpuasan biasanya diakibatkan karena cacat pada produk layanan jasa yang tidak sesuai dengan yang diiklankan. Akan tetapi konsumen kesulitan untuk mengajukan 5 Abdulkadir Muhammad, 1992, Perjanjian Baku Dalam Praktik Perusahaan Perdagangan, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, hlm.6 6 Sadar,Taufik,Habloel, 2012, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Jakarta: Akademia,hlm.55 7 Mariam Darus, 1994, Aneka Hukum Bisnis, Bandung: Alumni, hlm.46

4 klaim, untuk mendapakan ganti kerugian atas jasa yang tidak sesuai yang di harapkan. 8 Dengan adanya perjanjian pengangkutan sebagaimana uraian di atas, maka lahirlah perikatan antara para pihak di dalamnya. Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. 9 Kaitannya dengan perlindungan terhadap konsumen, yang perlu diperhatikan dalam perjanjian baku ini adalah mengenai klausula eksonerasi atau (exoneration) yaitu merupakan klausula pengecualian kewajiban atau tanggung jawab dalam perjanjian. Ketentuan mengenai pembatasan atau larangan penggunaan klausula eksonerasi ini dapat kita temui dalam hukum positif di Indonesia, yaitu pada Bab V, pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. 10 Dalam hal ini, sebenarnya pencantuman klausula baku dalam pasal 18 Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen tidak dilarang sepanjang tidak menyalahi aturan pencantuman klausula baku: Para pelaku usaha dalam menawarkan barang dan atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen perjanjian apabila: 1. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha; 8 Sadar,Taufik,Habloel, Op.Cit, hlm.54 9 Subekti, 1987, Hukum Perjanjian, Jakarta: PT Intermasa, hlm.1 10 Diana Kusumasari, klausula eksonerasi dalam hukum Online.com, Selasa, 05 April 2011, http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4d0894211ad0e/klausula-eksonerasi diunduh 23 Februari 2013, pukul 12:55

5 2. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen; 3. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen; 4. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran; 5. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen; 6. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa; 7. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya; 8. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran. Kemudian dalam pasal 18 ayat (2) dijelaskan bahwa Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti, ayat (3) dijelaskan bahwa Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan batal demi hukum. Yang terakhir yaitu ayat (4) telah dijelaskan bahwa pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan undang-undang ini. 11 Sebagai contoh penerapan perjanjian baku dalam jasa pengangkutan barang yang ada misalnya pencantuman klausul dalam isi perjanjian yang berbunyi bahwa perusahaan tidak bertanggung jawab atas segala kerusakan barang akibat pengiriman, setelah barang diterima oleh pihak penerima atau perusahaan tidak bertangging jawab atas segala kerugian yang timbul akibat keterlambatan 11 Sadar,Taufik,Habloel, Op.Cit, hlm.56

6 pengiriman 12. Contoh lain yaitu pencantuman klausul dalam isi perjanjian yang berbunyi perusahaan tidak bertanggung jawab atas kebocoran pada barang cair, kerusakan pada barang pecah belah dan kerusakan-kerusakan lain karena sifat barang tersebut 13. Kedua isi perjanjian di atas jelas merupakan perjanjian yang tergolong sangat merugikan pihak konsumen atau pengguna jasa pengangkutan yaitu pihak pengirim, karena di dalam perjanjian tersebut terdapat klausula berupa pengurangan atau penghapusan tanggung jawab terhadap akibat hukum yang timbul, sehingga beban pemenuhan kewajiban ada pada pihak pengirim atau pihak pengguna jasa. Sebenarnya konsumen atau pengirim memiliki hak untuk menggugat pelaku usaha yang mencantumkan klausula baku yang dilarang. Namun dalam praktiknya hal tersebut jarang sekali terjadi dikarenakan tingkat kesadaran konsumen atau pengirim masih rendah dan mekanisme penyelesaian pengaduan konsumen yang rumit membuat konsumen atau pengirim semakin dirugikan dan mengakibatkan konsumen atau pengirim menjadi enggan untuk mengajukan klaim atau gugatan terhadap pelaku usaha. 14 Oleh karena itu, penulis bertujuan untuk mengkaji lebih jauh mengenai hal-hal yang berkaitan dengan sejauh mana penerapan Undang-Undang perlindungan konsumen terkait dengan adanya perjanjian baku dalam perjanjian pengangkutan 12 Consignment Note, JNE: 29 Oktober 2012 13 Consignment Note, Tiki: 27 September 2012 14 Sadar,Taufik,Habloel, Op.Cit, hlm.57

7 yang dituangkan dalam bentuk sebuah penelitian hukum yang berjudul : KLAUSULA EKSONERASI DAN KONSUMEN: Studi Tentang Kekuatan Mengikat Klausula Baku dalam Perjanjian Pengangkutan Barang di Wilayah Surakarta. B. PERUMUSAN MASALAH 1. Bagaimanakah kekuatan mengikat dari klausula eksonerasi yang dibuat dalam bentuk klausula baku dalam perjanjian pengangkutan barang di wilayah Surakarta? 2. Bagaimana perlindungan hukum yang diberikan terhadap konsumen yang terikat dengan klausula eksonerasi yang dibuat dalam bentuk klausula baku dalam perjanjian pengangkutan barang di wilayah Surakarta? C. TUJUAN PENELITIAN 1. Tujuan Obyektif a. Untuk mendeskripsikan kekuatan mengikat dari klausula eksonerasi yang dibuat dalam bentuk klausula baku dalam perjanjian pengangkutan barang di wilayah Surakarta. b. Untuk mendeskripsikan perlindungan hukum yang diberikan terhadap konsumen yang terikat dengan klausula eksonerasi yang dibuat dalam bentuk klausula baku dalam perjanjian pengangkutan barang di wilayah Surakarta.

8 2. Tujuan Subyektif a. Menyusun penulisan hukum berupa skripsi guna memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana di bidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta. b. Menerapakan ilmu serta pemikiran-pemikiran yang penulis dapatkan selama di bangku perkuliahan pada kehidupan bermasyarakat. D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis a. Penelitian ini diharapkan akan memberikan sumbangan pemikiran bidang hukum perdata dan data ilmiah khususnya tentang kekuatan mengikat serta perlindungan hukum bagi konsumen terhadap klausula baku dalam undang-undang perlindungan konsumen. b. Penelitian ini adalah sebagai bahan refrensi tambahan untuk dipelajari dan dikaji lebih lanjut khususnya oleh kalangan dibidang hukum. 2. Manfaat Praktis a. Dengan hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan masukan bagi semua pihak, masyarakat agar lebih hati-hati dalam mengadakan perjanjian,khususnya tentang penerapan klausul baku yang dibuat oleh perusahan jasa pengangkutan barang. b. Penelitian ini guna mengembangkan pola pikir, penalaran serta menjadi tolok ukur bagi penulis atas pemahaman ilmu yang diperoleh di bangku perkuliahan.

9 c. Untuk mengetahui dan memberikan jawaban terhadap permasalahan yang ada dan yang diteliti oleh penulis. E. METODE PENELITIAN 1. Metode Pendekatan Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum dengan pendekatan doktrinal yang bersifat normatif. Karena dalam penelitian ini hukum dipandang atau dikonsepkan sebagai hukum negara. 15 Dengan jenis penemuan hukum in-concreto karena dalam penelitian ini mengambil peristiwa-peristiwa individual atau konkrit berupa pencantuman klausula perjanjian yang dibuat secara baku oleh para pelaku usaha pengangkutan barang pada wilayah Surakarta adalah sebagai obyek penelitianya. Tujuannya adalah untuk mengetahui atau menguji apakah yang menjadi norma hukumya dari suatu peristiwa konkrit yang diteliti tersebut, yaitu untuk menguji sesuai tidaknya pencantuman klausula perjanjian yang dibuat secara baku oleh para pelaku usaha pengangkutan barang dengan norma/yurisprudensi/doktrin yang ada. 2. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif, karena dalam penelitian ini menggambarkan sejelas mungkin tentang kekuatan mengikat dan perlindungan hukum yang diberikan terhadap konsumen terikat dengan 15 Kelik Wardiono, 2005, Buku Pegangan Kuliah Metodologi Penelitian Hukum, Surakarta: Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta, hlm.7

10 klausula eksonerasi yang dibuat dalam bentuk klausula baku dalam perjanjian pengangkutan barang di wilayah Surakarta. 3. Lokasi Penelitian Dalam hal pemilihan lokasi penelitian, penulis memilih tiga perusahaan pengangkutan barang yang tersebar di wilayah Surakarta, yaitu: perusahaan jasa pengangkutan PT.Tiki, PT.JNE dan PT.Pos Indonesia (persero). Penulis memilih tiga perusahaan tersebut karena dianggap sudah mewakili dari beberapa perusahan yang ada untuk menjadi obyek penelitian. 4. Sumber dan Jenis Data Data yang dikumpulkan dan digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data-data sekunder yang bersifat pribadi yaitu berupa dokumen bukti tanda terima kiriman barang atau kwitansi yang disertai klausula persetujuan didalamnya yang dibuat oleh perusahaan pengangkutan barang yang tersebar di wilayah Surakarta. 5. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi pustaka. Yaitu untuk mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori, pendapat atau penemuan yang berhubungan erat dengan pokok permasalahan. 16 Kemudian mengumpulkan data sekunder berupa dokumen bukti tanda terima kiriman barang atau kwitansi yang disertai klausula persetujuan didalamnya yang dibuat oleh perusahaan pengangkutan barang yang tersebar di wilayah 16 Khudzaifah Dimyati, 2012, Buku Pegangan Kuliah Metodologi Penelitian Hukum, Surakarta: Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta, hlm.3

11 Surakarta. Dengan cara dicari, dipelajari, dianalisis dan disimpulkan oleh penulis. 6. Teknik Analisis Data Dalam Penelitian ini, analisis data menggunakan logika berfikir deduktif, yaitu menarik suatu kesimpulan dimulai dari pernyataan umum menuju pernyataan-pernyataan khusus dengan menggunakan penalaran atau rasio (berfikir rasional). 17 Adapun langkah-langkah yang dilakukan yaitu menentukan yang menjadi: a. Premis Mayor Premis mayor barasal dari hukum in-abstracto (dalam wujudnya sebagai peraturan perundang-undangan), ditambah yurisprudensi dan doktrin. 18 Kemudian norma dan doktrin sebagai bahan rujukan atau pertimbangan penulis dalam mengkaji permasalahan yang ada, norma meliputi peraturan perundang-undangan, sedangkan doktrin berupa pendapat-pendapat para ahli terkait dengan permasalahan yang akan diteliti. b. Premis Minor Premis Minor berasal dari fakta-fakta yang ada dalam masyarakat. diantaranya fakta empiris (terwujud dalam perilaku,pola-pola perilaku ataupun situasi hukum tertentu), maupun berupa fakta-fakta normatif yang terwujud di dalam dokumen-dokumen tertulis (yang terwujud bagaimana 17 Beni Ahmad Saebani, 2008, Metode Penelitian Hukum, Bandung: Pustaka setia, hlm.111 18 Kelik Wardiono, Op.Cit, hlm.27

12 penafsiran masyarakat terhadap norma tersebut). 19 Kemudian dibuktikan dengan adanya dokumen tertulis berupa bukti tanda terima kiriman barang atau kwitansi yang disertai klausula persetujuan didalamnya yang dibuat oleh perusahaan. Pada tahap ini yang dilakukan penulis adalah menginventaris, mengkaji kemudian menemukan fakta-fakta terhadap masalah yang dikaji. 7. Konklusi Konklusi yang akan ditemukan merupakan jawaban terhadap masalah yang dirumuskan, atau dengan perkataan lain merupakan hukum in-concreto yang dicari. 20 Kemudian dalam penelitian ini penulis melakukan analisis guna mendapatkan konklusi. F. SISTEMATIKA PENULISAN Untuk memberikan gambaran yang sistematis maka penulis menyusun sistematika penulisan sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Peumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian E. Metode Penelitian 19 Ibid 20 Ibid

13 F. Sistematika Penulisan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Baku 1. Pengartian Perjanjian Baku 2. Ciri-Ciri Perjanjian Baku 3. Cara Memberlakukan Syarat-Syarat Baku 4. Dasar Berlakunya Syarat-Syarat Baku B. Tinjauan Umum Tentang Klausula Eksonerasi 1. Pengertian Klausula Eksonerasi 2. Macam-Macam Klausula Eksonerasi Dalam Syarat Perjanjian 3. Kekuatan mengikat klausula baku 4. Cara Menguji Kekuatan Mengikat Klausula Baku 5. Tanggung Jawab dan Eksonerasi C. Tinjauan Umum Tentang Pengangkutan 1. Pengertian Pengangkutan 2. Prinsip Tanggung Jawab Dalam Pengangkutan 3. Subjek Hukum Pengangkutan 4. Obyek Hukum Pengangkutan 5. Peristiwa Hukum Pengangkutan 6. Hak dan Kewajiban para pihak dalam perjanjian penganggkutan 7. Tanggung jawab para pihak yang terlibat dalam perjanjian pengangkutan

14 a. Tanggung jawab karena adanya wanprestasi b. Tanggung jawab karena adanya Keadaan memaksa (overmacht atau force majeur) 8. Berakhirnya Pengangkutan BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kekuatan Mengikat dari Klausula Eksonerasi Yang Dibuat dalam Bentuk Klausula Baku dalam Perjanjian Pengangkutan Barang di Wilayah Surakarta B. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Yang Terikat dengan Klausula Eksonerasi dalam Bentuk Klausula Baku dalam Perjanjian Pengangkutan Barang di Wilayah Surakarta BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN