I. PENDAHULUAN Path-UNFPA journal. Volume Sarwono SW Psikologi Remaja. Jakarta: CV. Rajawali. 3

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULAN. Kasus kenakalan remaja semakin menunjukkan trend yang sangat. kelompok, tawuran pelajar, mabuk-mabukan, pemerasan, pencurian,

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan seksual yang memuaskan dan aman bagi dirinya, juga mampu. berapa sering untuk memiliki keturunan (Kusmiran, 2012 : 94).

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. mengalami transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa disertai dengan

BAB I PENDAHULUAN. seks mendorong remaja untuk memenuhi kebutuhan seksnya, mereka

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja sejatinya adalah harapan semua bangsa, negara-negara yang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun,

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa

BAB I PENDAHULUAN. tahun dan untuk laki-laki adalah 19 tahun. Namun data susenas 2006

BAB 1 PENDAHULUAN. sama yaitu mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai pertualangan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN SEKSUAL TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP SEKS BEBAS PADA REMAJADI SMK NEGERI 1 BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi mempengaruhi kualitas sumber daya manusia,

BAB I PENDAHULUAN. data BkkbN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut DR. Nana Mulyana selaku Kepala Bidang Advokasi dan. Kemitraan Kementerian Kesehatan hasil Riset Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pentingnya Sex Education Bagi Remaja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. tersebut mempengaruhi cara pandang masyarakat terhadap seksualitas dan

BAB 1 PENDAHULUAN. menuju masyarakat modern, yang mengubah norma-norma, nilai-nilai dan gaya

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa dalam perkembangan hidup manusia. WHO

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja yang dalam bahasa Inggris adolesence, berasal dari bahasa latin

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas manusia, hal ini. tidak lepas dari dua komponen yaitu siswa dan guru.

BAB 1 PENDAHULUAN. seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gonorrhea,

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanakkanak. menjadi masa dewasa. Masa transisi ini kadang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai pendahuluan dalam babi secara garis besar memuat penjelasan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya remaja. Berdasarkan laporan dari World Health

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia yang didalamnya penuh dengan dinamika. Dinamika kehidupan remaja ini

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. Y, 2009). Pada dasarnya pendidikan seksual merupakan suatu informasi

BAB I PENDAHULUAN. biasanya dimulai pada usia 9-14 tahun dan prosesnya rata-rata berakhir pada

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang potensial adalah generasi mudanya. Tarigan (2006:1)

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut, remaja cenderung untuk menerima tantangan atau coba-coba melakukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak

BAB I PENDAHULUAN. data BKKBN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang No.23 Tahun 1992 mendefinisikan bahwa kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada masa remaja umumnya anak telah mulai menemukan nilai-nilai

Untuk memenuhi sebagian persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Disusun oleh : PUJI YATMI J

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. berdiri di Gorontalo. Terletak persis di tengah-tengah Kota Gorontalo atau

BAB I PENDAHULUAN. dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, yang juga mengubah

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN REMAJA TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (PMS) DENGAN JENIS KELAMIN DAN SUMBER INFORMASI DI SMAN 3 BANDA ACEH TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan kelompok remaja tidak dapat diabaikan begitu saja. World Health

BAB I PENDAHULUAN. kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 2007). World Health

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. sikap dan perilaku terkait HIV AIDS di SMA PGRI 1 Kota Bogor Tahun 2008 dapat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. setelah masa kanak-kanak dan sebelum dewasa, yaitu pada umur tahun

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan tahap kehidupan seseorang mencapai proses

PERILAKU SEKSUAL WABAL DI TINJAU DARI KUALITAS KOMUNIKASI ORANG TUA-ANAK TENTANG SEKSUALITAS S K R I P S I

BAB I PENDAHULUAN. goncangan dan stres karena masalah yang dialami terlihat begitu

DINAS KESEHATAN KOTA MOJOKERTO PUSKESMAS KEDUNDUNG Jl. BY PASS KEDUNDUNG, TELP.(0321) MOJOKERTO

BAB I PENDAHULUAN. Tri Lestari Octavianti,2013 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG SEKS BEBAS DI SMA NEGERI 1 KADIPATEN KABUPATEN MAJALENGKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN. melakukan penelitian tentang Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Sikap Remaja

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan individu yang diawali dengan matangnya organ-organ fisik

Peningkatan Pengetahuan Remaja dan Pemuda tentang Kesehatan Reproduksi dan Hubungannya dengan Lingkungan Sosial di Palangka Raya ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. menjadi yang terunggul dalam berbagai aspek kehidupan. Pembangunan sumber daya

2015 GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA SISWI KELAS XI TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DI SMA NEGERI 24 BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. antara 10 hingga 19 tahun (WHO). Remaja merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan

SEX EDUCATION. Editor : Nurul Misbah, SKM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. serta proses-prosesnya, termasuk dalam hal ini adalah hak pria dan

PENGARUH KONSELING KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SEKSUAL REMAJA (STUDI DI SMAN 1 MARGAHAYU BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Terjadinya kematangan seksual atau alat-alat reproduksi yang berkaitan dengan sistem

GAMBARAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PROPINSI BENGKULU TAHUN 2007 (HASIL SURVEI KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA INDONESIA TAHUN 2007 DAN SURVER RPJM TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Program For Appropriate Technology in Health (PATH, 2000)

BAB I PENDAHULUAN. yang mereka tinggali sekarang ini contohnya dari segi sosial, budaya, ekonomi.

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh : DYAH ANGGRAINI PUSPITASARI

BAB 1 PENDAHULUAN. yang rata-rata masih usia sekolah telah melakukan hubungan seksual tanpa merasa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

Pendidikan seksualitas remaja. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH

EFEKTIFITAS MODEL PENDIDIKAN KESEHATAN REPRODUKSI TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA DI KELURAHAN MARGOMULYO NGAWI

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan fisik remaja di awal pubertas terjadi perubahan penampilan

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL TERHADAP PERUBAHAN PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SMAN 8 SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi,

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan sosial-ekonomi secara total ke arah ketergantungan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau keinginan yang kuat tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya. (Depkes, 2010)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. BKKBN merupakan singkatan dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana

BAB I PENDAHULUAN. depan. Keberhasilan penduduk pada kelompok umur dewasa sangat. tergantung pada masa remajanya (BKKBN, 2011).

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang diwarnai pertumbuhan dan perubahan munculnya berbagai kesempatan dan seringkali menghadapi resiko-resiko kesehatan reproduksi. Dalam komposisi penduduk dunia, proporsi remaja sebanayak satu per enam penduduk di bumi. Sementara itu, 85% diantaranya tinggal di negara berkembang. Kompleksitas masalah di negara berkembang membuat remaja menghadapi berbagai tantangan hidup. Salah satu tantangan yang dihadapi remaja masa kini adalah tantangan resiko terhadap berbagai masalah kesehatan reproduksi. Sebuah fakta menyebutkan bahwa hampir lima belas juta remaja usia 15-19 tahun melahirkan, empat juta melakukan aborsi, dan hampir 100 juta terinfeksi Penyakit Menular Seksual (PMS) setiap tahunnya dan hampir 7000 remaja terinfeksi HIV setiap harinya. Hal ini menunjukkan bahwa, remaja adalah masa yang rentan terhadap perilaku menyimpang 1. Sarwono (1989) mendefinisikan perilaku menyimpang sebagai perilaku yang terwujud dari penyimpangan terhadap ketentuan yang berlaku dalam masyarakat (norma agama, etika, peraturan sekolah dan keluarga, dan lainnya). Realisasi dari perilaku menyimpang adalah gaya hidup yang bebas dan berhurahura seperti sex bebas, minum-minuman beralkohol dan konsumsi narkoba 2. Perilaku menyimpang seksual atau lebih identik dengan seks bebas papda remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah 1) rendahnya informasi dasar mengenai kesehatan reproduksi, 2) keterampilan dalam menegoisasikan hubungan seksual dengan pasangan, 3) akses terhadap pelayanan seksual yang terjangkau serta terjamin kerahasiaannya 4) kurangnya komunikasi mengenai masalah kesehatan reproduksi, dan 5) faktor ekonomi, yang dominan menyebabkan remaja perempuan melakukan hubungan seks untuk memenuhi kebutuhan fisiologis sebagai tuntutan hidup. Berdasarkan latar belakang tersebut, tim penulis merasa tertarik untuk menjalankan sebuah program yang memberikan manfaat besar bagi remaja. Program tersebut merupakan sebuah kampanye kesehatan reproduksi bagi remaja baik yang tinggal di kota maupun kabupaten Bogor. Program ini merupakan sebuah bentuk pengabdian mahasiswa sebagai bagian dari masyarakat untuk memfasilitasi informasi berkaitan dengan kesehatan reproduksi, karena topik ini bukan hal yang tabu lagi untuk dibahas. Perumusan Masalah Fenomena aktivitas seksual remaja yang terjadi di Indonesia merupakan salah satu demoralisasi budaya timur. Data menunjukkan bahwa 2,96 % remaja telah melakukan hubungan seks pra nikah. Hal yang lebih memprihatinkan adalah terjadinya aborsi sebanyak 504.000 oleh remaja setiap tahunnya 3. Fakta tersebut mengindikasikan bahwa remaja yang berada pada tahap pencarian identitas itu, merasa sudah siap melakukan hubungan seksual, memiliki 1 Anonim. 2000. Kesehatan Reproduksi Remaja: Membangun Perubahan yang Bermakna. Januari 2000. Path-UNFPA journal. Volume 16. 2 Sarwono SW. 1989. Psikologi Remaja. Jakarta: CV. Rajawali. 3 http://www.bkkbn.go.id 1

keingintahuan untuk mencoba aktivitas seksual yang dipengaruhi oleh buku bacaan dan film-film yang berbau pornografi, keinginan menjadi lebih populer diantara teman sebaya, dan tidak ingin direndahkan karena masih virgin 4. Aktivitas seksual yang dilakukan remaja merupakan sebuah bentuk rendahnya moral remaja. Selain itu, remaja kurang mampu memperhitungkan dampak negatif setelah melakukan aktivitas seksual. Menurut Kilpatrick (1992) 5, terdapat beberapa penyakit yang disebabkan oleh aktivitas seksual. Diantaranya adalah penyakit herpes genital, shypilis yang diderita remaja usia 15-19 tahun yang meningkat 67 persen pada tahun 1988, dan penyakit Sexually Transmitted Diseasses (STD) yang menginfeksi bayi yang lahir. Selian itu, kanker serviks juga meningkat dua kali disebabkan oleh pasangan seksual yang seringkali berganti pasangan serta terlalu dininya usia melakukan aktivitas seksual. Dengan demikian sangat penting untuk menjalankan program pengabdian masyarakat ini, untuk mengubah mind set remaja dan menginformasikan secara tepat membuat suatu pilihan sebelum melakukan hubungan seksual. Tujuan Program Adapun tujuan dari pelaksanaan program ini adalah : 1. Memberikan pengetahuan berkaitan dengan kesehatan reproduksi remaja. 2. Membangun kesadaran diri remaja berkaitan pentingnya menjaga kesehatan organ reproduksi remaja. 3. Membentuk peer counselor. Luaran yang Diharapkan Adapun luaran yang diharapkan atas terselenggaranya program ini adalah : 1. Bagi remaja Pendidikan kesehatan reproduksi akan menjadi landasan remaja dalam bertindak dan mengambil keputusan. Hal ini mendukung perkembangan moral remaja dalam menentukan prioritas dalam berperilaku baik dan buruk. 2. Bagi guru/ pihak sekolah Membantu dalam mengawasi pergaulan di kalangan remaja. Dengan demikian, kenakalan remaja dapat diantisipasi dengan membangun penyadaran pertama pada pribadi remaja. 3. Bagi pemerintah Membantu salah satu tugas dan kewajiban pemerintah, khususnya Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) dalam menjalankan program yang berkaitan dengan masalah kependudukan. Kegunaan Program Program ini merupakan salah satu media pembelajaran bagi remaja dalam membekali diri remaja dengan pengetahuan berkaitan dengan kesehatan reproduksi dan aktivitas seksual secara benar. Dengan demikian, remaja dapat mengambil keputusan dalam menjaga kesehatan reproduksi dan seksualnya secara 4 Harahap Z. 2004. Analisis Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Kesehatan Reproduksi Remaja Di SLTPN Medan [Tesis]. Medan: Universitas Sumatera Utara 5 Hastuti D. 2004. Membentuk Karakter Anak Sebuah Paradigma Keluarga dan Sekolah. Bogor: Institut pertanian Bogor 2

sehat dan bertanggungjawab. Hal ini dapat menurunkan angka terjadinya kehamilan yang tidak direncanakan (KTD), aborsi, penyakit hubungan seksual (IMS) dan HIV/AIDS, serta penggunaan narkoba dikalangan remaja. II. GAMBARAN UMUM MASYARAKAT SASARAN Dalam program ini masyarakat sasaran yaitu remaja perkotaan di Bogor. Pemilihan masyarakat sasaran dilakukan secara purposive sampling (pemilihan secara disengaja), sehingga ditetapkan siswa-siswi SMA Negeri 7 Bogor dan SMA PGRI 4 Bogor. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa siswa-siswi dari kedua sekolah tersebut mewakili remaja perkotaan Bogor dilihat dari pergaulan di daerah perkotaan lebih bebas dibandingkan daerah lain, gaya hidup di daerah perkotaan lebih konsumtif dibandingkan daerah lain, dan lebih mudah menerima perubahan budaya dan teknologi dibandingkan remaja yang tinggal di luar perkotaan. Lokasi sekolah yang berada di daerah perkotaan, siswa/siswi lebih mudah menerima perubahan teknologi secara cepat. Peserta program ini sebanyak 100 siswa dengan proporsi: 80% siswa yang bermasalah berdasarkan catatan dari guru BK (bimbingan dan Konseling) dan informasi dari OSIS, dan 20% siswa yang tidak bermasalah. Proporsi ini dilakukan untuk membentuk peer counselor. III. METODE PENDEKATAN Program ini dilaksanakan selama delapan minggu. Dengan rangkaian program sebagai berikut : 1. Seminar Seminar merupakan kegiatan yang dikemas dalam bentuk pemaparan materi, pemutaran gambar dan diskusi bebas. Pemaparan materi merupakan salah satu metode untuk memberikan pemahaman kepada remaja berkaitan dengan informasi umum tentang kesehatan reproduksi remaja, yang dikemas dalam bentuk presentasi yang menarik bagi remaja. Meliputi penjelasan organ reproduksi, aborsi, perawatan organ reproduksi, penyakit menular seksual, dan pencegahan seks pra nikah. Pemutaran gambar adalah salah satu metode audiovisual yang menayangkan gambar mengenai aborsi dan dampaknya. Dengan demikian, remaja dapat membuat pilihan lebih tepat dalam membentuk identitas dirinya. Sharing bersama merupakan salah satu acara yang menggugah keingintahuan remaja lebih mendalam mengenai aborsi dan kesehatan reproduksi. Dengan demikian, hal ini akan lebih mudah membentuk pola pikir mengenai bahaya dan kerugian melakukan perilaku penyimpangan seksual dalam pikiran siswa. Media ini merupakan sarana untuk mempererat hubungan antarsiswa yang bermasalah dan tidak bermasalah sehingga tidak ada kesenjangan. Selain itu, diskusi bebas ini bertujuan untuk menggali permasalahan yang terjadi dalam diri siswa, baik sebab maupun dampak perilaku yang seringkali dilakukan siswa. 2. Achievement Motivation Training (AMT) dan Games Achievement Motivation Training (AMT) merupakan cara pendekatan spiritual yang berupaya untuk menyadarkan perilaku-perilaku yang tidak 3

dibenarkan dalam ajaran agama sesuai dengan yang dianut oleh masing-masing individu siswa. Dengan demikian, perubahan perilaku kenakalan siswa akan terjadi secara natural oleh diri individu siswa itu sendiri. Sedangkan Games merupakan salah satu bagian dari rangkaian program yang memiliki tujuan positif yaitu memberikan kesempatan siswa untuk berpikir bagaimanakah memecahkan masalah dengan cara yang tepat dalam waktu yang singkat. 3. Pre-test dan Post-test Merupakan salah satu cara untuk mengetahui seberapa dalamkah pengetahuan siswa berkaitan dengan kesehatan reproduksi sebelum dilaksanakannya beberapa kegiatan maupun setelah terlaksananya kegiatan. Metode yang digunakan adalah membagikan lembaran pertanyaan kepada siswa, kemudian siswa diminta mengisi beberapa pertanyaan berkaitan dengan kesehatan reproduksi, baik sebelum dan sesudah diberikan penjelasan. 4. Media Kampanye Media yang dipilih dalam program ini adalah dengan menggunakan leaflet dan poster. Pemilihan media ini mampu meningkatkan pengetahuan dan sikap remaja terhadap kesehatan reproduksi. Hal ini sesuai dengan penelitian Mintarsih (2007) di daerah Tasikmalaya. 5. Peer counselor Peer counselor merupakan duta remaja yang menjadi peserta dan menjalankan kegiatan ini secara utuh. Tujuan diadakannya peer counselor yakni untuk mengajak siswa-siswi lain yang belum sadar repsroduksi sehat untuk bersama-sama memperbaiki diri baik dari ucapan maupun perilaku dalam menjaga kesehatan reproduksi. Dengan demikian, akan tercipta remaja perkotaan yang peduli dengan kesehatan reproduksi. IV. PELAKSANAAN PROGRAM Waktu dan Tempat Pelaksanaan Sebagian besar program ini dilakukan pada masing-masing sekolah. Hal ini dikarenakan sekolah negeri dan swasta memiliki aturan dan kebijakan yang berbeda. Lebih jelasnya, waktu dan tempat pelaksanaan program dapat dilihat pada lampiran 1. Tahapan Pelaksanaan/ Jadwal Faktual Pelaksanaan Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan dalam beberapa tahap kegiatan. Lebih jelasnya, dapat dilihat pada lampiran 2. Instrumen Pelaksanaan Pelaksanaan program ini menggunakan instrumen yang berbeda untuk setiap item kegiatan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran 3. 4

Rancangan dan Realisasi Biaya Adapun besarnya biaya yang digunakan dalam menjalankan program ini tidak sesuai dengan besarnya biaya yang diajukan sebelum program ini dimulai. Lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran 4. V. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Perkenalan, Pre-Test, dan Post-test Perkenalan merupakan langkah pertama untuk memperkenalkan tim penyelenggra dengan peserta agar muncul suasana yang akrab selama kegiatan berlangsung. Pre-test merupakan program awal dalam kegiatan ini, yakni untuk mengukur seberapa besar pengetahuan responden sebelum diberikan materi. Karakteristik responden dilihat berdasarkan jenis kelamin, usia, dan perbedaan sekolah (negeri dan swasta). Sedangkan, post test merupakan program akhir dalam kegiatan ini, yakni untuk mengukur seberapa besar pengetahuan responden setelah diberikan materi dan mengikuti program. Pengetahuan tersebut diukur menggunakan beberapa pertanyaan yang mewakili topic yang dijunjung. Lembar pertanyaan untuk pre-test sama banyak dengan post-test. Sebelum dilakukan pengolahan data, tingkat pengetahuan dikategorikan menjadi rendah, sedang dan tinggi. Pengkategorian tersebut berdasarkan kemampuan peserta dalam menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan topik kegiatan yaitu Menyentuh Remaja dengan Hati Menuju Perilaku Reproduksi Sehat Remaja Perkotaan di Bogor. Tingkat pengetahuan dinyatakan rendah jika peserta mampu menjawab kurang dari enam buah pertanyaan, tingkat pengetahuan sedang jika peserta mampu menjawab enam sampai sepuluh buah pertanyaan, sedangkan kategori tingkat tinggi yaitu jika siswa mampu menjawab lebih dari sepuluh buah pertanyaan. Berdasarkan hasil pre-test dan post-test, pengetahuan responden dilihat dari umur menunjukkan bahwa terjadi penurunan yang signifikan pada kategori pengetahuan tingkat sedang. Pada kategori usia 17 tahun penurunan tingkat pengetahuan sebesar 54.9% sedangkan pada usia 18 tahun penurunan sebesar 55%. Hal ini disebabkan oleh faktor kehadiran peserta pada kegiatan post-test jumlahnya sedikit, hal tersebut terjadi karena banyak diantara peserta yang tidak hadir ketika dilaksanakannya kegiatan penutupan kampanye reproduksi. Lebih jelasnya, informasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1 Sebaran Pengetahuan Responden Berdasarkan Usia Responden 5

Hasil pre-test dan post-test menunjukkan bahwa terjadi peningkatan yang signifikan pada laki-laki dan perempuan. Pengetahuan perempuan meningkat sebesar 25.91% sedangkan pada laki-laki peningkatan pengetahuan sebesar 46.1%. Hal ini menunjukkan bahwa kampanye reproduksi sehat cukup berhasil dilakukan pada responden. Ini berarti materi yang disampaikan pada kampanye reproduksi sehat cukup terinternalisasi pada diri responden. Gambar 2 Sebaran responden berdasarkan jenis kelamin Berdasarkan hasil pre-test dan post-test, terdapat peningkatan pengetahuan yang cukup signifikan pada kategori tinggi. Yakni, untuk sekolah SMAN 7 Bogor terjadi peningkatan sebesar 61.4%, sedangkan untuk sekolah SMA PGRI 4 Bogor terjadi peningkatan sebesar 7.86%. Bukti ini menunjukkan bahwa kampanye yang dilakukan pada sekolah cukup berhasil, dikarenakan tujuan utamanya telah berhasil yakni memberikan pengetahuan berkaitan reproduksi sehat pada kalangan remaja perkotaan yang diwakili oleh kedua sekolah tersebut. Untuk lebih jelasnya, informasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3 Sebaran pengetahuan responden berdasarkan jenis sekolah 2. Seminar Dalam seminar ini ada beberapa rangkaian acara yaitu pemaparan materi, pemutaran gambar, dan diskusi bersama. Indikator keberhasilan di lihat dari 6

keantusian peserta dalam menggali pengetahuan yang lebih mendalam tentang kesehatan reproduksi yang dilihat dari banyaknya pertanyaan yang diajukan, selain itu jumlah peserta yang hadir dalam kegiatan ini sesuai target yang direncanakan. 3. Achievement Motivation Training (AMT), Games dan Peer Conselor Achievement Motivation Training (AMT) merupakan cara pendekatan spiritual yang berupaya untuk menyadarkan perilaku-perilaku yang tidak dibenarkan dalam ajaran agama sesuai dengan yang dianut oleh masing-masing individu siswa. Dengan demikian, perubahan perilaku kenakalan siswa akan terjadi secara natural oleh individu siswa itu sendiri. Sedangkan Games merupakan salah satu bagian dari rangkaian program yang memiliki tujuan positif yaitu memberikan kesempatan siswa untuk berpikir bagaimanakah memecahkan masalah dengan cara yang tepat dalam waktu yang singkat. Indikator keberhasilan dilihat dari antusisme peserta dalam mengikuti games serta cukup banyaknya siswa yang saling bantu membantu dan merasa bertanggungjawab dalam memperbaiki diri dan lingkungannya menjadi lebih baik. Tahap berikutnya, dilakukan pemilihan ketua peer counselor. Pemilihan ini dilakukan oleh seluruh peserta program, semua peserta merupakan peer counselor. Pemilihan ini berdasarkan pilihan dan kesepakatan bersama diantara peer counselor. Tujuan pemilihan ini adalah membuat sebuah organisasi yang mampu mengajak, menginformasikan, mengingatkan teman sebaya dalam hal memperbaiki diri baik dari ucapan maupun perilaku dalam menjaga kesehatan reproduksi. Dengan demikian, akan tercipta remaja perkotaan yang peduli dengan kesehatan reproduksi. 4. Media Kampanye Media kampanye yang digunakan dalam program ini adalah leaflet, spanduk dan pin. Leaflet disebarkan ketika dilaksanakannya seminar. Informasi yang disediakan dalam leaflet berupa materi kesehatan reproduksi, aborsi, dampak dari kenakalan remaja, dan lainnya. Spanduk sebagai sarana publikasi seminar dan kegiatan outdoor yang cukup menarik minat remaja yang menjadi peserta kegiatan. Hal ini dapat dilihat dari antusiasme peserta dalam menjalankan kegiatan. Pin sebagai media publikasi yang cukup signifikan dalam mempengaruhi remaja. Hal ini dikarenakan, pin memiliki karakteristik bentuk yang unik, kecil, dan menarik minat remaja. VI. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Program ini dikhususkan bagi remaja perkotaan di Bogor. Pemilihan masyarakat sasaran dilakukan secara purposive sampling (pemilihan secara disengaja), sehingga ditetapkan siswa-siswi SMA Negeri 7 Bogor dan SMA PGRI 4 Bogor. Program ini meliputi: pre-test dan post-test untuk mengetahui seberapa dalam pengetahuan peserta, penyampaian materi menggunakan metode presentasi, pemutaran film, diskusi partisipatif. Selain itu, dilakukan achievement motivation training dan games, dan media kampanye. Dengan demikian, peserta kegiatan semakin sadar akan pentingnya menjaga kesehatan reproduksi terbentuk setelah 7

dilakukannya diskusi partisipatif. Selain itu, untuk menjaga keberlangsungan program ini dilakukan pemilihan peer counselor. Saran Adapun setelah terselesaikannya rangkaian program ini, tim pelaksana memiliki beberapa saran, yaitu sebagai berikut: 1. Perlu dilakukan program dengan topik yang sama, namun disajikan dalam fokus kegiatan yang lebih menarik dan inovatif. Selain itu, kegiatan harus lebih intensif agar inti program lebih menyentuh remaja. 2. Perlu dilakukan strategi program untuk menjaga efektifitas kegiatan peer counselor, agar program tetap berjalan tanpa didampingi tim pelaksana 8