PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 63/PRT/1993 TENTANG

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 63/PRT/1993 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH BUMBU,

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 27 TAHUN 2001 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI ACEH TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN ACEH TENGAH NOMOR 39 TAHUN 2001 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN TAHUN 2009 NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1991 TENTANG SUNGAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1991 TENTANG S U N G A I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PRT/M/2015 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PP 35/1991, SUNGAI... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 35 TAHUN 1991 (35/1991)

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1991 TENTANG S U N G A I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE

WALIKOTA BANJARMASIN

PERATURAN DAERAH PROPINSI SULAWESI UTARA NOMOR : 11 TAHUN 2006 TENTANG SEMPADAN SUMBER AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI UTARA;

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 /PRT/M/2011 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN GARIS SEMPADAN JARINGAN IRIGASI

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 48 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Atas Air Dan Atau Sumber Air Pada Wilayah Sungai

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMANDAU,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 10 TAHUN TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 1 TAHUN : 2009 SERI : E PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 4 TAHUN 2009 TENTANG SEMPADAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMANDAU,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik

Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1991 Tentang : Sungai

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 18 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PENGALIHAN ALUR SUNGAI DAN/ATAU PEMANFAATAN RUAS BEKAS SUNGAI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 49/PRT/1990 TENTANG TATA CARA DAN PERSYARATAN IZIN PENGGUNAAN AIR DAN ATAU SUMBER AIR MENTERI PEKERJAAN UMUM

4. Masyarakat juga dapat memanfaatkan tanah di daerah sempadan sungai dengan memperoleh Ijin Pemanfaatan Lahan dari Gubernur Kepala Daerah Tingkat I

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 49 TAHUN 1990 TENTANG TATA CARA DAN PERSYARATAN IZIN PENGGUNAAN AIR DAN ATAU SUMBER AIR MENTERI PEKERJAAN UMUM,

PERATURAN DAERAH KOTA BAU BAU NOMOR 02 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BAU BAU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

Perda No. 6 / 2002 tentang Izin Pemakaian Tanah Pengairan atau Tanah Jalan Kabupaten Magelang. PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 6 TAHUN 2002

4.17 PERENCANAAN DAN PEMETAAN GARIS SEMPADAN KALI SEMEMI

BUPATI BOGOR PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 64 Tahun 1993 Tentang : Reklamasi Rawa

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN DAERAH

2015 KAJIAN TENTANG PEND IRIAN BANGUNAN D I SEMPAD AN SUNGAI D ALAM MENINGKATKAN KESAD ARAN HUKUM MASYARAKAT AGAR MENJAD I WARGA NEGARA YANG BAIK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG PENGENDALIAN DAN PERLINDUNGAN SEMPADAN SUNGAI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 19 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN DI KABUPATEN TAPIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI TAPIN,

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 45/PRT/1990 T E N T A N G PENGENDALIAN MUTU AIR PADA SUMBER-SUMBER AIR MENTERI PEKERJAAN UMUM

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG SUNGAI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 11 TAHUN 2012 SERI E.6 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TEGAL

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 52 TAHUN 2000 TENTANG JALUR KERETA API MENTERI PERHUBUNGAN,

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2012

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 49 Tahun 1990 Tentang : Tata Cara Dan Persyaratan Izin Penggunaan Air Dan Atau Sumber Air

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN

IDENTIFIKASI PEMANFAATAN DAERAH SEMPADAN SUNGAI TUKAD AYUNG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1982 TENTANG TATA PENGATURAN AIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2004 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2005 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 3 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 06 TAHUN 2002 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGAIRAN DI KOTA BANDUNG

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN DAN PENGGUNAAN BAGIAN-BAGIAN JALAN

SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG PENETAPAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR 300.K/38/M.pe/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 20/PRT/M/2010 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN DAN PENGGUNAAN BAGIAN-BAGIAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1990 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2008 NOMOR

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 07 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI PENGAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 07 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN BANGUNAN, PAGAR, SUNGAI, DAN PANTAI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

Strategi Pengendalian dan Pengawasan Sempadan Sungai. (Studi Kasus : Kali Surabaya di Kecamatan Driyorejo dan Wringinanom Kabupaten Gresik)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

BAB I PENDAHULUAN. sebagai akibat akumulasi beberapa faktor yaitu: hujan, kondisi sungai, kondisi

BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 21 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG IRIGASI DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 9 TAHUN TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

Transkripsi:

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 63/PRT/1993 TENTANG GARIS SEMPADAN DAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI MENTERI PEKERJAAN UMUM, MENIMBANG : a. bahwa sungai sebagai salah satu sumber air mempunyai fungsi yang sangat penting bagi kehidupan dan penghidupan masyarakat, perlu dijaga kelestarian dan kelangsungan fungsinya dengan mengamankan daerah sekitarnya. b. bahwa berdasarkan pasal 4, pasal 5 dan pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai, dalam rangka penguasaan sungai Menteri yang bertanggung jawab di bidang pengairan diberi wewenang untuk mengatur lebih lanjut hal-hal yang menyangkut penetapan garis sempadan sungai, pengelolaan dan pemanfaatan lahan pada daerah manfaat sungai, daerah penguasaan sungai dan bekas sungai c. bahwa sehubungan dengan hal tersebut, dan sebagai pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 perlu ditetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat

Sungai, Daerah Penguaasaan Sungai dan Bekas Sungai. MENGINGAT : 1. Undang-undang Nomor. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan; 2. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air; 3. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai; 4. Keputusan Presiden RI Nomor 15 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Organisasi Departemen; 5. Keputusan Presiden RI Nomor 15 Tahun 1981 tentang Susunan Organisasi Departemen; 6. Keputusan Presiden RI Nomor 64/M/1988 tentang Kabinet Pembangunan V; 7. Keputusan Presiden RINomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung; 8. Peraturan Menteri P.U Nomor 39/PRT/1989 tentang Pembagian Wilayah Sungai; 9. Peraturan Menteri P.U Nomor 48/PRT/1990 tentang Pengelolaan atas Air dan atau Sumber Air; 10. Peraturan Menteri P.U Nomor 49/PRT/1990 tentang Tata Cara dan Persyaratan Izin Penggunaan Air atau Sumber Air. MEMUTUSKAN: MENETAPKAN : PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI.

BAB I KETENTUAN UMUM Bagian Pertama Pengertian Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Pengairan, Departemen Pekerjaan Umum; 2. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Pengairan Departemen Pekerjaan Umum; 3. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah Tingkat I/Daerah Khusus/Daerah Istimewa; 4. Gubernur Kepala Daerah adalah Gubernur Kepala Daerah Tingkat I/Kepala Daerah Khusus/Kepala Daerah Istimewa; 5. Pejabatyang berwenang adalah Direktur Jenderal Pengairan atas nama Menteri atau Gubenur Kepala Daerah; 6. Kepala Kantor Wilayah adalah Kepala Kantor Wilayah Departemen Pekerjaan Umum pada Propinsi yang bersangkutan; 7. Dinas adalah Pekerjaan Umum Propinsi Daerah Tingkat I atau Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Propinsi di Daerah Tingkat I; 8. Badan Hukum tertentu adalah Badan Hukum sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 Undang-undang No. 11 Tahun 1974, yang berstatus sebagai Badan Usaha Milik Negara dibawah pembinaan Menteri PU, dan mempunyai tugas pokok mengembangkan dan mengusahakan air dan atau sumber air untuk digunakan bagi kesejahteraan masyarakat dengan menjaga kelestarian kemampuan lingkungan hidup; 9. Sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kana dan kirinya sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan;

10. Garis sempadan sungai adalah garis batas luar pengamanan sungai; 11. Daerah sempadan adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai termasuk sungai buatan, yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai; 12. Daerah sempadan danau/waduk adalah sepanjang kiri kanan sungai termasuk sungai buatan, yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi danau/waduk; 13. Daerah manfaat sungai adalha mata air, palung sungai dan daerah sempadan yang telah dibebaskan; 14. Daerah penguasaan sungai adalh dataran banjir, daerah retensi; bantaran atau daerah sempadan yang tidak dibebaskan; 15. Bekas sungai adalah sungai yang tidak berfungsi lagi; 16. Tepi sungai adalha batas luar palung sungai yang mempunyai variasi bentuk seperti tergambar dalam lampiran peraturan ini; 17. Kawasan perkotaan adalah Wilayah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebgai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, layanan social dan kegiatan ekonomi; 18. Tanggul adalah bangunan pengendali sungai yang dibangun dengan persyaratan teknis tertentu untuk melindungi daerah sekitar sungai terhadap limpasan air sungai; 19. Banjir rencana adalah banjir yang kemungkinan terjadi dalam kurun waktu tertentu. Bagian Kedua Lingkup Pengaturan Pasal 2

Lingkup pengaturan yang tercantum pada Peraturan Menteri ini terdiri dari: a. Penetapan garis sempadan sungai termasuk danai dan waduk; b. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan pada daerah manfaat sungai; c. Pemanfaatan lahan pada daerah penguasaan sungai; d. Pemanfaatan lahan pada bekas sungai. BAB II GARIS SEMPADAN SUNGAI Bagian Pertama Maksud dan Tujuan Pasal 3 (1) Penetapan garis sempadan sungai dimaksudkan sebagai upaya agar kegiatan perlindungan, pengembangan, penggunaan dan pengendalian atas sumber daya yang ada pada sungai termsuk danau dan awaduk dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuannya. (2) Penetapan garis sempadan sungai bertujuan: a. Agar fungsi sungai termasuk danau dan waduk tidak terganggu oleh aktifitas yang berkembang di sekitarnya; b. Agar kegiatan pemanfaatan dan upaya peningkatan nilai manfaat sumber daya yang ada di sungai dapat memberikan hasil secara optimal sekaligus menjada fungsi sungai; c. Agar daya rusak air terhadap sungai dan lingkungannya dapat dibatasi. Bagian Kedua Tata Cara Penetapan Pasal 4

(1) Penetapan garis sempadan sungai dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Untuk sungai-sungai yang menjadi kewenangan Menteri batas garis sempadan sungai ditetapkan dengan Peraturan Menteri berdasarkan usulan Direktur Jenderal; b. Untuk sungai- sungai yang dilimpahkan kewenangannya kepada Pemerintah Daerah, batas garis sempadan sungai ditetapkan dengan Peraturan Daerah berdasarkan usulan dari Dinas; c. Untuk sungai-sungai yang dilimpahkan kewenangan pengelolaannya kepada Badan Hukum tertentu, batas garis sempadan sungai ditetaplan dengan Peraturan Menteri berdasarkan usulan dari Badan Hukum tertentu yang bersangkutan. (2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui kegiatan-kegiatan sebagai berikut: a. Melakukan survei; b. Menentukan dimensi penampang sungai berdasarkan rencana pembinaan sungai yang bersangkutan, dari hasilsurvei sebagaimana dimaksud dalam butir bagi sungai-sungai yang tidak jelas tepinya; c. Penetapan batas garis sempadan sungai dimaksud dalam butir b berdasarkan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 sampai dengan Pasal 10. (3) Garis sempadan sungai telah ditetapkan dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini. (4) Penetapan garis sempadan sungai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila dipandang perlu dapat disempurnakan setiap lima tahun. Bagian Ketiga Kriteria

Pasal 5 Kriteria penetapan garis sempadan sungai terdiri dari: a. Sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan; b. Sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan; c. Sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan; d. Sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan. Pasal 6 (1) Garis sempadan sungai bertanggul di tetapkan sebagai berikut: a. Garis sempadan sungai bertanggunl di luar kawasan perkotaan, ditetapkan sekurang-kurangnya 5 (lima) meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul. b. Garis sempadan sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan, ditetapkan sekurang-kurangnya 3 (tiga) meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul. (2) Dengan pertimbangan untuk peningkatan fungsinya, tanggul sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diperkuat, diperlebar, dan ditinggikan yang dapat berakibat bergesernya letak garis sempadan sungai. (3) Kegiatan lahan yang berstatus Negara, maka lahan yang diperlukan untuk tapak tanggul baru sebagai akibat dilaksanakannya ketentuan sebagaimana dimaksudn dalam ayat (2) harus dibebaskan. Pasal 7 (1) Penetapan garis sempadan sungai tak bertanggul di luas kawasan perkotaan diperkotaan didasarkan pada kriteria: a. Sungai besar yaitu sungai yang mempunyai daerah pengaliran sungai seluas 500 (lima ratus)km2 atau lebih;

b. Sungai kecil yaitu sungai yang mempunyai daerah pengaliran sungai seluas kuran dari 500 (lima ratus) Km2. (2) Penetapan garis sempadan sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan pada sungai besar dilakukan ruas per ruas dengan mempertimbangkan luas daerah pengaliran sungai pada ruas yang bersangkutan. (3) Garis sempadan sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan pada sungai besar ditetapkan sekurang-kurangnya 100 (seratus)m, sedangkan pada sungai kecil sekurangkurangnya 50 (lima puluha) m dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan. Pasal 8 Penetapan garis sempadan sungai tak bertanggunl di dalam kawasan perkotaan didasarkan pada kriteria: a. Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 (tiga) meter, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) meter dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan. b. Sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 3 (tiga) meter sampai dengan 20 (dua puluh)meter, garis sempadan ditetaplan sekurang-kurangnya 15 (lima belas) meter dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan. c. Sungai yang mempunyao kedalaman maksimum lebih dari 20 (dua puluh) meter, garis sempadan sungai sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) meter dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan. Pasal 9 (1) Garis sempadan sungai tidak bertanggul yang berbatasan dengan jalan adalah tepi bahu jalan yang bersangkutan, dengan ketentuan konstruksi dan penggunaan jalan harus

menjamin bagi kelestarian dan keamanan sungai sertai bangunan sungai. (2) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak terpenuhi, maka segaka perbaikan atas kerusakan yang timbul pada sungai dan bangunan sungai menjadi tanggung jawab pengelola jalan. Pasal 10 Penetapan garis sempadan danau, waduk, mata air, dan sungai yang terpengaruh pasang surut air laut mengikuti kriteria yang telah ditetapkan dalam Keputusan RI nnomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, sebagai berikut: a. Untuk danau dan waduk, garis sempadan ditetapkan sekurangkurangnya 50(lima puluh) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat. b. Untuk mata air, garis sempadan ditetapkan sekurang- kurangnya 200 (dura ratus) meter di sekitar mata air. c. Untuk sungai yang terpengaruh pasang surut air laut, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 100 (seratus) meter dari tepi sungai, dan berfungsi sebagai jalur hijau. Bagian Keempat Pemanfaatan Daerah Sempadan Pasal 11 (1) Pemanfaatan lahan di daerah sempadan dapat dilakukan oleh masyarakat untuk kegiatan-kegiatan tertentu sebagai berikut: a. Untuk budidaya pertanian, dengan jenis tanaman yang diizinkan; b. Untuk kegiatan niaga, penggalian, dan penimbunan;

c. Untuk pemasangan papan reklame, papan penyuluhan dan peringatan, serta rambu-rambu pekerjaan; d. Untuk pemasangan rentangan kabel listrik, kabel telepon dan pipa air minum; e. Untuk pemancangan tiang atau pondasi prasarana jalan/jembatan baik umum maupun kereta api; f. Untuk penyelenggaraan kegiatan-kegiatan yang bersifat sosial dan lemasyarakatan yang tidal menimbulkan dampak merugikan bagi kelestarian dan keamanan fungsi serta fisik sungai; g. Untuk pembangunan prasarana lalu lintak air dan bangunan pengambilan dan pembuangan air. (2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memperoleh izin terlebih dahulu dari pejbat yang berwenang atau pejabat yang ditunjuk olehnya, serta memenuhi syart-syarat yang ditentukan. (3) Pejabatyang berwenang dapat menetapkan suatu ruas di daerah sempadan untuk membangun jalan inspeksi dan/atau bangunan sungai yang diperlukan, dengan ketentuan lahan milik perorangan yang diperlukan diselesaikan melalui pembebasan tanah. Pasal 12 Pada daerah sempadan dilarang: a. Membuang sampah, limbah padat atau cair; b. Mendirikan bangunan permanen untuk hunian dan tempat usaha. BAB III DAERAH MANFAAT SUNGAI Bagian Pertama Umum

Pasal 13 (1) Pengelolaan dan pembinaan pemanfaatan sungai dilaksanakan oleh Direktur Jenderal, Pemerintah Daerah, dan Badan Hukum tertentu, sesuai denganwewenang dan tanggung jawab masingmasing terhadap wilayah sungai yang bersangkutan. (2) Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilakukan inventarisasi yang mencakup: a. Mata air, memuat informasi antara lain mengenai nama, lokasi, dan debit air; b. Palung sungai, memuat informasi antara lain mengenai nama, lokasi, panjang, dan kapasitas; c. Daerah sempadan yang dibebaskan, memuat informasi antara lain mengenai lokasi, luas, tahun pembebasan dan sumber dana. (3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan oleh Direktorat Jenderal, Dinas dan Badan Hukum tertentu. (4) Inventarisasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus dilaporkan sekurang-kurangnya setiap 5 (lima) tahun kepada Direktur Jenderal. Bagian Kedua Pemanfaatan Pasal 14 (1) Maysarakat dapat memanfaatkan lahan di daerah manfaat sungai, dengan ketentuan sebagai berikut: a. memenuhi persyaratan yang telah ditentukan; b. harus dengan izin pejabat yang berwenang; c. mengikuti ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Pasal 11 dan Pasal 12;

d. tidak menganggu upaya pembinaan sungai. (2) Izin pemanfaatan lahan di daerah manfaat sungai yang berada pada wilayah sungai yang pembinaannya menjadi kewenangan Menteri, diberikan oleh Direktur Jenderal atas nama Meneti dengan memperhatikan saran dan pertimbangan dari Kepala Kantor Wilayah yang terkait. (3) Izin pemanfaatan lahan di daerah manfaat sungai yang berada pada wilayah sungai yang wewenang pembinaannya dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah, diberikan oleh Gubenur Kepala Daerah dengan rekomendasi teknis dari Dinas setelah berkonsultasi dengan Kepala Kantor Wilayah; (4) Izin pemanfaatan lahan di daerah manfaat sungai yang berada pada wilayah sungai yang wewenang pembinaannya dilimpahkan kepada Badan Hukum tertentu dilengkapi dengan rekomendasi teknis dari Badan Hukum tertentu, dan izin diberikan oleh: - Gubernur Kepala Daerah dalam hal sungai yang bersangkutan mengalir pada satu Propinsi; - Direktur Jenderal atas nama Menteri dalam hal sungai yang bersangkutan mengalir pada lebih dari stu Propinsi. (5) Masyrakat yang memanfaatkan lahan di daerah manfaat sungai, dapat dikenakan kontribusi dlam rangka pemeliharaan daerah manfaat sungai, yang dapat berupa uang dan tenaga. BAB IV DAERAH PENGUASAAN SUNGAI Bagian Pertama Umum Pasal 15 (1) Penetapan daerah penguasaan sungai dimaksud agar pejabat yang berwenang dapat melaksanakan upaya pembinaan sungai seoptimal mungkin bagi keselamatan umum.

(2) Batas daerah penguasaan sungai yang berupa daerah retensi ditetapkan 100 (seratus) meter dari evelasi banjir rencana di sekeliling daerah genangan, sedangkan yang berupa dataran banjir ditetapkan berdasarkan debit banjir rencana sekurang-kurangnya periode ulang 50 (lima puluh) tahunan. (3) Pejabat yang berwenang mengatur rencana peruntukan daerah penguasaan sungai dengan memperhatikan kepentingan instasi lain yang bersangkuta. Bagian kedua Pemanfaatan Pasal 16 (1) Masyarakat dapat memanfaatkan lahan di daerah penguasaan sungai untuk kegiatan/keperluan tertentu sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan Pasal 15 ayat (3). (2) Izin pemanfaatan lahan di daerah penguasaan sungai yang berada di daerah sempadan, diberikan oleh Pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2). (3) Izin pemanfaatan lahan di daerah pengusaan sungai yang berada di luar daerah sempadan, diberikan oleh Gubernur Kepala Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB V BEKAS SUNGAI Pasal 17

(1) Lahan bekas sungai merupakan inventaris kekayaan milik negara yang berada di bawah pembinaan Direktur Jenderal atas nama Menteri. (2) Pemanfaatan lahan bekas sungai diprioritaskan untuk: a. Mengganti lahan yang terkena alur sungai baru; b. Keperluan pembangunan prasarana pengairan; c. Keperluan pembangunan lainnya, dengan cara tukar bangun; d. Keperluan budidaya dengan syarat tertentu (3) Permohonan pemanfaatan lahan bekas sungai diajukan kepada Direktur Jenderal. (4) Direktorat Jenderal melakukan inventarisasi lahan bekas sungai dan mengadakan pemuktahiran data inventarisasi sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sekali. BAB VI PENGAWASAN Pasal 18 (1) Pengawasan atas pelaksanaan ketentuan-ketentuan di dalam Peraturan ini dilakukan oleh satuan kerja atau Badan Hukum tertentu yang menangani sungai yang bersangkutan sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing (2) Laporan atas hasil pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada: a. Direktur Jenderal untuk pengawasan pada wilayah sungai yang menjadi kewenangan Menteri atau Badan Hukum tertentu. b. Dinas, untuk pengawasan pada wilayah sungai yang menjadi kewenganan Pemerintah Daerah atau Badan Hukum tertentu. (3) Pengusutan ata pelanggaran ketentuan di dalam Peraturan ini dapat dilakukan oleh:

a. Pihak kepolisian dalam hal belum terbentuk Penyidik Pegawai Negeri Sipoil (PPNS), atau b. Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) untuk selanjutnya diteruskan kepada pihak kepolisian. Pasal 19 (1) Masyarakat wajib menaati ketentuan-ketentuan pemanfaatan daerah sempadan, daerah manfaatkan sungai, daerah penguasaan sungai dan bekas sungai yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang. (2) Masyarakat wajib ikut serta secara aktif dalam usaha pelestarian dan pengamanan baik fungsi maupun fisik sungai. BAB VII SANKSI Pasal 20 Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Pasal 11 ayat (2), Pasal 12, Pasal 14 ayat (1), Pasal 16 ayat (1) dan Pasal 19 Peraturan ini dapat dikenakan sanksi sebagai berikut: a. Sanksi pidana sebagaimana ditetabpkan dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan, Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1992 tentang Sungai, dan peraturan perundangundangan yang berlaku. b. Sanksi administrative sesuai dengan ketentuan yang berlaku. BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 21

(1) Dengan berlakunya Peraturan ini, maka peraturan yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan ini masih tetap berlaku, sampai digantikan dengan yang baru. (2) Bagi para pemanfaat lahan di daerah sempadan, daerah manfaat sunngai, daerah penguasaan sungai, dan bekas sungai yang belum mengikuti ketentuan-ketentuan dalam Peraturan ini, agar dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak ditetapkannya daerah sempadan segera menyesuaikan> BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 21 (1) Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. (2) Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Menteri ini akan ditetapkan dengan keputusan tersendiri. (3) Peraturan Menteri ini disebarluaskan kepada yang bersangkutan untuk diketahui dan atau dilaksanakan. DITETAPKAN : JAKARTA PADA TANGGAL : 27 Februari 1993 MENTERI PERKERJAAN UMUM ttd RADINAL MOOCHTAR