PENGATURAN POLISI TIDUR DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN UMUM

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP KELALAIAN PENGEMUDI KENDARAAN BERMOTOR YANG MENYEBABKAN KEMATIAN DALAM KECELAKAAN DI JALAN RAYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 15 TAHUN 2012

PEMERINTAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua instansi terkait (stakeholders) bertanggung jawab di bidang jalan;

PEMERINTAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 09 TAHUN 2006 TENTANG KELAS JALAN DAN PENGAMANAN PERLENGKAPAN JALAN DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR TAHUN 2012 TENTANG

BAB III PENUTUP. sebagai jawaban atas permasalahan, yaitu : Klaten, antara lain adalah :

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Pifih Setiawati, 2013

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 40 TAHUN 2005

BAB I PENDAHULUAN. prasarana jalan, prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, kendaraan,

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2006

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENETAPAN KELAS JALAN DAN PENGATURAN LALU LINTAS

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS

BUPATI KAPUAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG JALAN DAN PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II JEMBRANA NOMOR 18 TAHUN 1994 T E N T A N G

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN ANGKUTAN BARANG

BAB I PENDAHULUAN. Telepon genggam atau yang lebih dikenal dengan handphone (HP) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk yang terus bertambah, kebutuhan orang yang

KEWAJIBAN PERDATA AIR ASIA TERHADAP KORBAN KECELAKAAN PESAWAT QZ8501

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II S U M E D A N G NOMOR 8 TAHUN 1997 SERI C.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II S U M E D A N G

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

I. PENDAHULUAN. menjembatani kesenjangan dan mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan antar wilayah,

Foto 5. public adress Foto 7. public adress

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 33 TAHUN 2000 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.276/AJ-401/DRJD/10 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Keadaan di dalam masyarakat yang harmonis akan terpelihara dengan baik jika tercipta

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG UTARA NOMOR 05 TAHUN 2001 TENTANG PELAKSANAAN MANAJEMEN LALU LINTAS JALAN DI KABUPATEN LAMPUNG UTARA

UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN [LN 1992/49, TLN 3480]

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

BUPATI SUKABUMI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM MENGGUNAKAN JASA TRANSPORTASI ONLINE UBER DAN GRAB DI INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 04 TAHUN 2003 TENTANG PERLENGKAPAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GRESIK

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 17 TAHUN 2007

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan

Bab XXI : Menyebabkan Mati Atau Luka-Luka Karena Kealpaan

NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PENGATURAN PEMBATASAN JAM OPERASIONAL KENDARAAN ANGKUTAN TANAH DAN PASIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK 113/HK.207/DRJD/2010 TENTANG

BUPATI TOLITOLI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN LALULINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KECELAKAAN LALU LINTAS DAN PELANGGARAN LALU LINTAS

PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TAMIANG

a. Manusia 89,56 % b. Jalan dan lingkungan 564% 5,64 c. Kendaraan 4,80 %

LANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kesenjangan antara Das Sein dengan Das Sollen adalah suatu hal yang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan keterangan dan fakta yang terdapat dalam pembahasan,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

PENGATURAN BAGI PEDAGANG KAKI LIMA BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 3 TAHUN

BAB 1 : PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur. Untuk menunjang pembangunan tersebut, salah satu

BAB I PENDAHULUAN. lain, terpengaruh obat-obatan dan lain-lain. yang memiliki kekuasaan dan ekonomi yang tinggi.

2017, No Bermotor dan Penutupan Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor Pada Masa Angkutan Lebaran; Mengingat : 1. Undang-Undang Republik

BAB I PENDAHULUAN. banyak ada di Indonesia adalah sepeda motor. Di negara indonesia angka kepemilikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kehidupan bangsa Indonesia tidak bisa luput dari masalah hukum yang

BAB III PENUTUP. permasalahan dalam penulisan hukum ini sebagai berikut: menggunakan telepon seluler pada saat berkendara adalah langsung

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 15 TAHUN 2000 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG KELAS JALAN DI KOTA BANJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR,

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PEMBATASAN ANGKUTAN BARANG PADA RUAS JALAN PROVINSI RUAS JALAN SAKETI-MALINGPING-SIMPANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN ILIR NOMOR : 15 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PARKIR KENDARAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RAMBU LALU LINTAS JALAN

BAB I PENDAHULUAN. dapat memperoleh informasi secara cepat, efektif, dan efisien. Sistem informasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemberlakuan Undang-undang nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu

NoMoR [2 TAHUN jalan dan jaringan transportasi, perlu pengelolaan pemanfaatan jalan di. Perundang undangan (Lembaran Negara Tahun 2ao4 Nomor s3,

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan transportasi pun juga semakin bertambah. Kendaraan bermotor

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Lalu lintas dan angkutan jalan merupakan hal yang penting dalam

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERPARKIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

I. PENDAHULUAN. dan mencerminkan kehendak rambu-rambu hukum yang berlaku bagi semua subyek

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 5 TAHUN 2005 BERKAITAN DENGAN PEMINDAHAN KENDARAAN BERMOTOR

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOM0R 25 TAHUN 2000 TENTANG

No Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan maupun secara berk

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN

Jakarta, h Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, 2010, Kriminologi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.89.

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : HK.205/1/1/DRJD/2006 TENTANG

SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN MENGEMUDI KENDARAAN BERMOTOR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI NOMOR 9 TAHUN 1999 T E N T A N G

L E M B A R AN D A E R A H KABUPATEN BALANGAN NOMOR 12 TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 12 TAHUN 2006 T E N T A N G

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

BAB I PENDAHULUAN. (On-line), (29 Oktober 2016). 2

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 9 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN

AKIBAT HUKUM ATAS PELANGGARAN MEREK OLEH PIHAK YANG BUKAN PEMEGANG LISENSI

Transkripsi:

PENGATURAN POLISI TIDUR DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN UMUM Oleh : Luh Ketut Deva Ganika Murtha Pembimbing: I Made Pasek Diantha Program Kekhususan: Hukum Pidana Abstract: This paper entitled ARRANGEMENTS TRAFFIC BUMPS Act NO.22 OF 2009 ON TRAFFIC AND PUBLIC TRANSPORT. This paper uses normative analysis method. Traffic bumps presence in Indonesia was very helpful in air traffic safety because it can reduce the number of traffic accidents. Making the bumps as a means of control and the safety of road users. Called traffic bumps because it function is almost the same with the police they both warned that the streets of every passing vehicle to be careful and slow down. Key Words: Accidents, Traffic Bumps, Traffic Makalah ini berjudul PENGATURAN POLISI TIDUR DALAM UU NO. 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN UMUM. Makalah ini menggunakan metode analisis normatif. Keberadaan polisi tidur di Indonesia sangatlah membantu dalam keamanan berlalulintas karena dapat menekan angka kecelakaan lalu lintas. Pembuatan polisi tidur sebagai alat pengendali dan pengaman pengguna jalan. Disebut polisi tidur karena fungsinya yang hampir sama dengan polisi yaitu sama-sama memberi peringatan dijalanan agar setiap kendaraan yang lewat dapat berhati-hati dan memperlambat lajunya. Kata Kunci : Kecelakaan, Polisi Tidur, Lalu Lintas I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lalu lintas berdasarkan Undang-undang No 22 tahun 2009 didefinisikan sebagai gerak kendaraan dan orang di ruang lalu lintas jalan, 1

sedangkan yang dimaksud dengan Ruang Lalu Lintas Jalan adalah prasarana yang diperuntukkan bagi gerak pindah kendaraan, orang, dan/atau barang yang berupa jalan dan fasilitas pendukung. Tinjauan utama dari peraturan lalu lintas ini dibuat adalah untuk mempertinggi mutu kelancaran dan keamanan dari semua lalu lintas di jalan-jalan. Identifikasi masalah-masalah yang dihadapi di jalan raya berkisar pada lalu lintas. Masalah-masalah lalu lintas, secara konvensional berkisar pada kemacetan lalu lintas, pelanggaran lalu lintas, kecelakaan lalu lintas, kesabaran dan pencemaran lingkungan. 1 Penanggulangan yang dilakukan pemerintah dalam menekan angka kecelakaan lalu lintas berkendara saat ini salah satunya adalah dengan dibuatnya sarana prasarana pembantu berupa polisi tidur. Polisi tidur ini digunakan untuk menghambat kecepatan kendaraan. Dimana keberadaan polisi tidur ini harus diakui untuk menciptakan suasana keamaan jalan dan keselamatan lingkungan. 1.2. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaturan hukum mengenai Polisi Tidur dalam UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Umum. II. Keberadaan Pengaturan Polisi Tidur dalam UU No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Umum 2.1. Keberadaan Pengaturan Polisi Tidur Penulisan ini mempergunakan jenis penelitian normatif dan mempergunakan pendekatan terhadap undang-undang dan juga pendekatan historis. Yaitu pendekatan yang mengkaji terhadap peraturan-peraturan yang terkait serta mengumpulkan bahan-bahan hukum dari waktu kewaktu yang berupa buku-buku hukum 2. 1 Soerjono Soekanto, 1989, Suatu Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Masalah-Masalah Sosial, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 58. 2 Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Cet. V, Kencana Prenada Media, Jakarta, h. 93. 2

Membahas tentang permasalahan ini ternyata dalam UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Umum, istilah Polisi Tidur untuk gundukan aspal atau semen yang melintang di badan jalan itu tidak dikenal. Namun keberadaan polisi tidur ini termasuk kedalam area manajemen dan rekayasa lalu lintas. Adapun yang dimaksud dengan manajemen dan rekayasa lalu lintas adalah serangkaian usaha dan kegiatan yang meliputi perencanaan, pengadaan, pemasangan, pengaturan, dan pemeliharaan fasilitas perlengkapan jalan dalam rangka mewujudkan, mendukung, dan memelihara keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas. Keberadaan polisi tidur ini dijamin pada pasal 25 ayat (1) soal perlengkapan jalan huruf e perihal alat pengendali dan pengaman pengguna jalan. Dikatakan selanjutnya pada pasal 27 ayat (2) bahwa ketentuan mengenai pemasangan perlengkapan jalan pada jalan lingkungan tertentu diatur dalam peraturan daerah. Pembuatan polisi tidur ini haruslah melalui ijin dari pihak yang berwenang. Aturan larangan tersebut terdapat pada pasal 28 ayat (1) setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi jalan. Kemudian pada ayat (2) dijelaskan bahwa "setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan dan fungsi perlengkapan jalan sebagaimana diatur pada pasal 25 ayat (1). Adapun juga peraturan lain selain UU yang terkait dengan Polisi tidur walaupun tidak secara rinci menjelaskan apa itu polisi tidur secara jelas yaitu Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.3 Tahun 1994 tentang Alat Pengendali dan Pengaman Pemakai Jalan dikatakan sebagai alat pembatas kecepatan yaitu pada Pasal 3 ayat (1) alat pembatas kecepatan adalah kelengkapan tambahan pada jalan yang berfungsi untuk membuat pengemudi kendaraan bermotor mengurangi kecepatan kendaraannya Ayat (2) Kelengkapan tambahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat berupa peninggian sebagian badan jalan yang melintang terhadap sumbu jalan dengan lebar, tinggi dan kelandaian tertentu. 3 3 Soejono Soekanto, 1990, Polisi dan Lalu Lintas (Analisis Menurut Sosiologi Hukum), Mandar Maju, Bandung, h.42-43. 3

2.2. Ketepatan Sanksi Pidana terhadap Pelanggaran dalam Pembuatan Polisi Tidur Ketentuan pidana bagi yang melanggar Pasal 28 ayat (1) dan (2) diancam hukuman pidana sebagaimana diterangkan dengan rinci pada Pasal 274 dan 275 UU No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Umum bahwa: Pasal 274 1) Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah). 2) Ketentuan ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi perlengkapan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2). Pasal 275 1) Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, fasilitas Pejalan Kaki, dan alat pengaman Pengguna Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah). 2) Setiap orang yang merusak Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, fasilitas Pejalan Kaki, dan alat pengaman Pengguna Jalan sehingga tidak berfungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). 4 Dengan adanya perumusan sanksi pidana yang tersebut akan dapat lebih memberikan pilihan untuk menjatuhkan pidana pokok yang berupa pidana denda ataupun penjara apabila melanggar aturan-aturan yang telah ditetapkan. Karena polisi tidur ini digunakan untuk menertibkan pengguna 4 ibid. 4

jalan, maka dari itu syarat-syarat dalam pembuatan polisi tidur haruslah benarbenar diperhatikan sehingga tidak menyebabkan kecelakaan bagi pengguna jalan. III. Kesimpulan 1. UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Umum tidaklah dengan jelas diatur mengenai definisi mengenai polisi tidur dan dalam UU tersebut maksud dari polisi tidur sendiri hanya merupakan gambaran umum. 2. Dalam pembuatan polisi tidur ini haruslah memperoleh ijin dalam proses pembuatannya dan harus sesuai dengan aturan-aturan yang sudah ditetapkan dalam UU. Apabila tidak sesuai sudah ada peraturan mengenai sanksi pidana penjara dan pidana denda bagi yang melanggar. IV. Saran Perlu adanya suatu aturan yang lebih mengkhusus lagi untuk mengatur mengenai polisi tidur kedalam peraturan perundang-undangan agar tidak ada kesewenangkewenangan dalam pembuatan polisi tidur sehingga dapat menekan angka kecelakaan. DAFTAR PUSTAKA Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Cet. V, Kencana Prenada Media, Jakarta. Soerjono Soekanto, 1989, Suatu Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Masalah- Masalah Sosial, Citra Aditya Bakti, Bandung. Soejono Soekanto, 1990, Polisi dan Lalu Lintas (Analisis Menurut Sosiologi Hukum), Mandar Maju, Bandung. 5