PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

-2-3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Repu

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG DEWAN NASIONAL DAN DEWAN KAWASAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG DEWAN NASIONAL DAN DEWAN KAWASAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS

Mengingat : l. Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2O1O ' TENTAI\tG PENGAWASAII KETENAGAKE

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2010 TENTANG KOMITE KEBIJAKAN INDUSTRI PERTAHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2006 TENTANG DEWAN KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.15/MEN/XI/2011 TENTANG JARINGAN INFORMASI PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG DUKUNGAN KELANCARAN PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM TAHUN 2009

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG KOMITE PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2006 TENTANG DEWAN KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2010 TENTANG TUNJANGAN JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 154 TAHUN 2014 TENTANG KELEMBAGAAN PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2005 TENTANG TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2012 TENTANG KOORDINASI PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 2011 TENTANG TIM KOORDINASI MISI PEMELIHARAAN PERDAMAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG JARINGAN DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2005 TENTANG TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG TUNJANGAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAHAN DI DAERAH

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI NASIONAL LANJUT USIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2006 TENTANG TUNJANGAN JABATAN FUNGSIONAL PERANCANG PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG KEBIJAKAN PENETAPAN UPAH MINIMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2008 TENTANG GUGUS TUGAS PENCEGAHAN DAN PENANGANAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2010 TENTANG SEKRETARIAT KABINET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2009

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2008 TENTANG TUNJANGAN PENGAMANAN PERSANDIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG TUNJANGAN JABATAN FUNGSIONAL PENELITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2012 TENTANG KOORDINASI PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2008 TENTANG GUGUS TUGAS PENCEGAHAN DAN PENANGANAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2006 TENTANG TUNJANGAN JABATAN FUNGSIONAL PRANATA KOMPUTER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2003 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG BADAN KOORDINASI NASIONAL PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2006 TENTANG TUNJANGAN PETUGAS PEMASYARAKATAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG TUNJANGAN JABATAN FUNGSIONAL PENELITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG TUNJANGAN JABATAN STRUKTURAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2005 TENTANG BADAN KOORDINASI NASIONAL PENANGANAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KOMISI PENGAWAS HAJI INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG TUNJANGAN JABATAN FUNGSIONAL PENELITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2006 TENTANG TUNJANGAN JABATAN FUNGSIONAL PENGGERAK SWADAYA MASYARAKAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2012 TENTANG KERANGKA NASIONAL PENGEMBANGAN KAPASITAS PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2009 TENTANG TUNJANGAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS MUTU HASIL PERTANIAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2007 TENTANG TUNJANGAN JABATAN FUNGSIONAL PERANCANG PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2006 TENTANG TUNJANGAN JABATAN FUNGSIONAL PENYELIDIK BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN TENTANG TUNJANGAN JABATAN FUNGSIONAL AUDITOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG TUNJANGAN KINERJA PEGAWAI DI LINGKUNGAN SEKRETARIAT NEGARA DAN SEKRETARIAT KABINET

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2006 TENTANG TUNJANGAN JURUSITA DAN JURUSITA PENGGANTI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2005 TENTANG TIM DOKTER KEPRESIDENAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2005 TENTANG BADAN KOORDINASI NASIONAL PENANGANAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI NO. 09 TH 2005

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG TUNJANGAN JABATAN FUNGSIONAL PENELITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2007 TENTANG TUNJANGAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS KETENAGAKERJAAN

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 154 TAHUN 2014 TENTANG KELEMBAGAAN PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2013 TENTANG KOORDINASI PEMULANGAN TENAGA KERJA INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2014 TENTANG TUNJANGAN KINERJA PEGAWAI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2013 TENTANG KOORDINASI PEMULANGAN TENAGA KERJA INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2006 TENTANG TIM KOORDINASI PERCEPATAN PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN DI KAWASAN PERKOTAAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2006 TENTANG TUNJANGAN JABATAN FUNGSIONAL PENYELIDIK BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2007 TENTANG TUNJANGAN JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2009 TENTANG TIM DOKTER KEPRESIDENAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Organisasi Perburuhan Internasional

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 124 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2006 TENTANG TUNJANGAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAMAT METEOROLOGI DAN GEOFISIKA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2005 TENTANG TIM DOKTER KEPRESIDENAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2006 TENTANG KOMISI PENANGGULANGAN AIDS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG JARINGAN DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2006 TENTANG TUNJANGAN JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH KELUARGA BERENCANA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2006 TENTANG TUNJANGAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAMAT GUNUNGAPI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2009

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG TUNJANGAN JABATAN STRUKTURAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN PENGADILAN NEGERI NGABANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN, PENGUNDANGAN, DAN PENYEBARLUASAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Transkripsi:

www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 178 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dipandang perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Pengawasan Ketenagakerjaan; Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang- Undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 Dari Republik Indonesia Untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1951 Nomor 4); 3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279); 4. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention No. 81 Concerning Labour Inspection In Industry And Commerce (Konvensi ILO No. 81 Mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan Dalam Industri dan Perdagangan) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4309); 5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4816); MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PRESIDEN TENTANG PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan :

1. Pengawasan Ketenagakerjaan adalah kegiatan mengawasi dan menegakkan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan. 2. Unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Pusat adalah unit kerja pengawasan 1. ketenagakerjaan pada Kementerian yang menangani urusan di bidang ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 2. Unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Provinsi adalah unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah Provinsi yang menangani urusan di bidang ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 3. Unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Kabupaten/Kota adalah unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten/Kota yang menangani urusan di bidang ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 4. Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan yang selanjutnya disebut Pengawas Ketenagakerjaan adalah Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dan ditugaskan dalam jabatan fungsional Pengawas Ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. 5. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. Pasal 2 Pengawasan ketenagakerjaan dilakukan dalam satu kesatuan sistem pengawasan ketenagakerjaan yang terpadu, terkoordinasi, dan terintegrasi yang meliputi : a. Unit kerja pengawasan ketenagakerjaan; b. Pengawas Ketenagakerjaan; dan c. Tata cara pengawasan ketenagakerjaan. BAB II UNIT KERJA PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN Pasal 3 (1) Pengawasan ketenagakerjaan dilaksanakan oleh unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota. (2) Untuk menyelenggarakan pengawasan ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), di lingkungan organisasi unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota dibentuk jabatan fungsional pengawas ketenagakerjaan. (3) Ketentuan mengenai pembentukan unit kerja pengawasan ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 4 Unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam melaksanakan pengawasan ketenagakerjaan didukung dengan sarana dan prasarana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 5 (1) Pengawasan ketenagakerjaan oleh unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada

Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota dilaksanakan secara terkoordinasi. (2) Koordinasi antar unit kerja pengawasan ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui : a. Koordinasi Tingkat Nasional; b. Koordinasi Tingkat Provinsi. Pasal 6 tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Pusat menyelenggarakan rapat Koordinasi Tingkat Nasional yang dihadiri oleh seluruh unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota, sekurangkurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. (2) Dalam rapat Koordinasi Tingkat Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Pusat, dapat mengikutsertakan instansi pemerintah terkait dan/atau pihak lain yang dipandang perlu. Pasal 7 Hasil rapat Koordinasi Tingkat Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 menjadi pedoman pelaksanaan Koordinasi Tingkat Provinsi. Pasal 8 tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Provinsi menyelenggarakan rapat Koordinasi Tingkat Provinsi yang dihadiri seluruh unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi yang bersangkutan, sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. (1) Dalam rapat Koordinasi Tingkat Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Provinsi, dapat mengikutsertakan instansi Pemerintah dan instansi Pemerintah Daerah terkait dan/atau pihak lain yang dipandang perlu. Pasal 9 (1) Hasil rapat Koordinasi Tingkat Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, menjadi pedoman pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan oleh unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Kabupaten/Kota. (2) Dalam rangka pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Kabupaten/Kota dapat melaksanakan rapat kerja teknis operasional. Pasal 10 (1) Hasil pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan di Kabupaten/Kota dilaporkan kepada Bupati/Walikota. (2) Bupati/Walikota melaporkan hasil pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan di wilayahnya kepada Gubernur. Pasal 11 (1) Hasil pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan di Provinsi dilaporkan kepada Gubernur. (2) Gubernur melaporkan hasil pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan di wilayahnya kepada Menteri dengan tembusan kepada Menteri Dalam Negeri.

Pasal 12 Menteri melaporkan hasil pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan secara nasional kepada Presiden. Pasal 13 Ketentuan lebih lanjut mengenai koordinasi unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota dan tata cara pelaporan pengawasan ketenagakerjaan diatur oleh Menteri dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB III PENGAWAS KETENAGAKERJAAN Pasal 14 (1) Pengawasan ketenagakerjaan dilakukan oleh Pengawas Ketenagakerjaan yang mempunyai kompetensi dan independen. (2) Pengawas Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditunjuk sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 15 (1) Dalam rangka memenuhi kebutuhan Pengawas Ketenagakerjaan dilakukan pengadaan Pengawas Ketenagakerjaan. (2) Pengadaan Pengawas Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan melalui : a. Pengadaan Pegawai Negeri Sipil baru sebagai Pengawas Ketenagakerjaan; b. Pendayagunaan Pegawai Negeri Sipil menjadi Pengawas Ketenagakerjaan. (3) Pengadaan Pengawas Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 16 (1) Menteri menetapkan Rencana Kebutuhan Pengawas Ketenagakerjaan secara nasional. (2) Penetapan Rencana Kebutuhan Pengawas Ketenagakerjaan secara nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling lama 1 (satu) tahun sejak ditetapkannya Peraturan Presiden ini dan disesuaikan secara berkala 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Rencana Kebutuhan Pengawas Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh Menteri. Pasal 17 (1) Dalam rangka memenuhi Pengawas Ketenagakerjaan yang berdaya guna dan berhasil guna dilakukan peningkatan kualitas Pengawas Ketenagakerjaan. (2) Peningkatan kualitas Pengawas Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 18 Instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Pusat melakukan pembinaan fungsional Pengawas Ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 19 (1) Pengawas Ketenagakerjaan bertugas melaksanakan pengawasan ketenagakerjaan. (2) Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengawas Ketenagakerjaan juga diberikan kewenangan sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 20 Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Pengawas Ketenagakerjaan wajib : a. merahasiakan segala sesuatu yang menurut sifatnya patut dirahasiakan; b. tidak menyalahgunakan kewenangannya. Pasal 21 Ketentuan mengenai hak, kewajiban, tugas dan wewenang Pengawas Ketenagakerjaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB IV TATA CARA PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN Pasal 22 tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota menyelenggarakan pengawasan ketenagakerjaan sesuai dengan kewenangannya, yang pelaksanaannya dilakukan oleh Pengawas Ketenagakerjaan. (2) Tata cara pengawasan ketenagakerjaan sebagaimana dimaksudpada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 23 (1) Dalam hal terjadi permasalahan atas pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan di Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota yang berdampak nasional atau internasional, maka unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Pusat melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk menyelesaikan permasalahan pengawasan ketenagakerjaan. (2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara berkoordinasi dengan instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Provinsi dan/atau Pemerintah Kabupaten/Kota dimana permasalahan tersebut terjadi. BAB V PEMBINAAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN Pasal 24 tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Pusat melakukan pembinaan pengawasan ketenagakerjaan kepada unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. (2) Dalam rangka pembinaan terhadap unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat melimpahkan pelaksanaannya kepada Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 25 Pembinaan pengawasan ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dimaksudkan untuk mendukung kemampuan unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menyelenggarakan pengawasan ketenagakerjaan yang menjadi kewenangannya.

Pasal 26 Pembinaan pengawasan ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 meliputi bidang : a. kelembagaan; b. sumber daya manusia Pengawas Ketenagakerjaan; c. sarana dan prasarana; d. pendanaan; e. administrasi; f. sistem informasi pengawasan ketenagakerjaan. Pasal 27 Pembinaan pengawasan ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dilaksanakan melalui : a. bimbingan; b. konsultasi; c. penyuluhan; d. supervisi dan pemantauan; e. sosialisasi; f. pendidikan dan pelatihan; g. pendampingan pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan; h. kegiatan lain dalam rangka pembinaan. Pasal 28 Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan pengawasan ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 27, diatur oleh Menteri dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 29 (1) Apabila unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota belum juga mampu setelah dilakukan pembinaan pengawasan ketenagakerjaan, maka untuk sementara pengawasan ketenagakerjaan dilakukan oleh unitkerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Pusat. (2) Unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Pusat menyerahkan kembali urusan pengawasan ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), apabila unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota telah mampu menyelenggarakan pengawasan ketenagakerjaan. (3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. BAB VI JARINGAN INFORMASI PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN Pasal 30 Dalam rangka pengawasan ketenagakerjaan dibentuk jaringan informasi pengawasan ketenagakerjaan sebagai satu kesatuan sistem informasi pengawasan ketenagakerjaan. Pasal 31 Jaringan informasi pengawasan ketenagakerjaan mempunyai fungsi : a. sebagai sarana pelayanan informasi; b. meningkatkan penyebarluasan dan pemahaman pengetahuan di bidang pengawasan ketenagakerjaan.

Pasal 32 (1) Jaringan informasi pengawasan ketenagakerjaan terdiri dari : a. pusat jaringan; b. anggota jaringan. (2) Pusat jaringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Pusat. (3) Anggota jaringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah : a. unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Provinsi; b. unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Kabupaten/Kota. Pasal 33 Unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Provinsi bertindak sebagai pusat jaringan di Provinsi dengan anggota jaringan unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Kabupaten/Kota. Pasal 34 Ketentuan mengenai bentuk, isi, dan pengelolaan data dan informasi dalam jaringan informasi pengawasan ketenagakerjaan diatur lebih lanjut oleh Menteri. Pasal 35 tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Pusat sebagai pusat jaringan mempunyai tugas melakukan pembinaan, pengembangan, pemantauan kepada anggota jaringan informasi pengawasan ketenagakerjaan. (2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri. Pasal 36 (1) Pihak lain dapat menjadi anggota jaringan informasi pengawasan ketenagakerjaan. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara menjadi anggota jaringan informasi pengawasan ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Menteri. Pasal 37 Segala biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan jaringan informasi pengawasan ketenagakerjaan dibebankan kepada anggaran pusat jaringan dan masing-masing anggota jaringan informasi pengawasan ketenagakerjaan. BAB VII KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 38 (1) Dalam rangka pengawasan ketenagakerjaan, Menteri dapat melakukan : a. kerjasama internasional di bidang pengawasan ketenagakerjaan; b. pemberian penghargaan; dan c. pengembangan sistem pengawasan ketenagakerjaan. (2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 39 Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT KABINET RI Deputi Sekretaris Kabinet Bidang Hukum, ttd Dr. M. Iman Santoso Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 19 Maret 2010 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO