BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat. Kesejahteraan kehidupan masyarakat dapat dicapai jika pembangunan yang dilaksanakan merata. Pembangunan di Indonesia yang selama lebih dari tiga dekade berorientasi kepada pusat (sentralistik) telah menimbulkan kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa akibat terkonsentrasinya pembangunan di Pulau Jawa (Kuncoro, 2004). Angin segar reformasi pada pertengahan 1998 membawa perubahan dalam tata kelola pemerintahan. Melalui UU No.22/1999 tentang pemerintahan daerah yang kemudian digantikan dengan UU No.32/2004 diatur mengenai pembagian kewenangan dan kewajiban antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dengan dikeluarkannya UU No.32/2004, pemerintah daerah diharapkan dapat lebih mandiri untuk mengurus rumah tangga daerahnya sendiri. Pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah menimbulkan tanggung jawab yang lebih besar pada pemerintah daerah dibandingkan pada era sentralistik. Guna melaksanakan fungsi-fungsi tersebut pemerintah daerah perlu didukung dengan kemampuan keuangan daerah yang baik. Keuangan daerah merupakan salah satu elemen dasar yang penting dalam pemerintahan daerah. Otonomi daerah selain memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan juga memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengatur keuangan daerahnya melalui desentralisasi fiskal. Desentralisasi fiskal di Indonesia secara khusus diatur dalam UU No.33/2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Sejalan dengan hal tersebut, kebijakan desentralisasi fiskal di Indonesia diwujudkan dalam bentuk pemberian transfer kepada daerah berupa dana perimbangan, dana otonomi khusus dan penyesuaian, serta dalam bentuk instrumen peningkatan
2 potensi pendapatan asli daerah (PAD). (Mardiasmo, 2009). Salah satu instrumen yang dapat diupayakan untuk meningkatkan PAD yaitu melalui penguatan kemampuan pemungutan pajak daerah. Menurut Lutfi (2004) pajak daerah merupakan komponen yang sangat menjanjikan dan selama ini pendapatan yang berasal dari perolehan hasil pajak daerah merupakan komponen yang memberikan sumbangan besar dalam struktur pendapatan yang berasal dari pendapatan asli daerah. Hal ini senada dengan hasil penelitian Wibowo (2004) yang mengemukakan bahwa setelah era desentralisasi pajak daerah untuk Kabupaten/Kota di Jawa merupakan pemberi kontribusi utama terhadap PAD dengan rata-rata sebesar 45,6 persen. Pemungutan pajak daerah di Indonesia diatur dalam Undang-Undang No.34/2000 yang diperbaharui melalui Undang-Undang No.28/2009. Pajak daerah yang termasuk ke dalam pajak propinsi antara lain pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air; Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air; Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan; Pajak Rokok. Hotel; Pajak daerah yang digolongkan sebagai pajak kabupaten/kota yaitu Pajak Pajak Restoran; Pajak Hiburan; Pajak Reklame; Pajak Parkir; Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C; Pajak Sarang Burung Walet; Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dan Pajak Penerangan Jalan. Berdasarkan Undang-Undang No.28/2009 pemerintah daerah diperkenankan untuk melakukan pemungutan pajak daerah. Pemungutan pajak daerah di suatu daerah disesuaikan dengan potensi dan kebijakan daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Perda). Salah satu jenis pajak daerah yang diperkenankan untuk dilakukan pemungutannya oleh pemerintah kabupaten/kota adalah pajak penerangan jalan. Penerangan jalan merupakan salah satu kewajiban pemerintah daerah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan penerangan jalan umum terlebih di malam hari. Saat ini kebutuhan masyarakat terhadap penerangan jalan makin besar yang artinya diperlukan biaya yang besar pula oleh pemerintah untuk memenuhi ketersediaan akan penerangan jalan yang memadai.
3 Kota Bandung merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Barat bagian selatan. Kota Bandung meiliki lokasi yang strategis karena terletak di Ibukota Provinsi Jawa Barat sebagai pusat perekonomian. Kota Bandung memiliki kontribusi perekonomian cukup baik sebesar 45 persen terhadap perekonomian Provinsi Jawa Barat. Salah satu penerimaan yang cukup menonjol di Kota Bandung yaitu dari sektor pajak daerah. Pajak daerah adalah pajak yang ditetapkan oleh daerah untuk kepentingan pembiayaan daerah tersebut. Menurut Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah) Pajak daerah dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis pajak, antara lain : 1. Bea Perolehan Atas Tanah dan Bangunan 2. Pajak Hotel 3. Pajak Restoran 4. Pajak Hiburan 5. Pajak Reklame 6. Pajak Penerangan Jalan 7. Pajak Air Bawah Tanah 8. Pajak Parkir 9. Pajak Rumah Sewa/Kost 10. Denda Dalam pos Pendapatan Asli Daerah Kota Bandung, Pajak Daerah Kota Bandung memiliki kontribusi terbesar. Dalam kurun waktu tahun 2007, pendapatan pajak daerah di Kota Bandung mengalami peningkatan setiap tahunnya.
4 Tabel 1.1 Penerimaan Pajak Daerah dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bandung Tahun 2007 Tahun Penerimaan Pajak Daerah (Rp) Penerimaan Pajak Asli Daerah (Rp) Kontribusi 2007 194.128.259.768 544.883.298.247 36% 2008 207.222.679.343 468.309.866.938 44% 2009 270.947.601.409 487.780.564.786 56% 2010 302.378.839.983 440.331.559.083 69% 665.854.660.360 803.663.585.485 83% Total 1.446.403.781.095 2.200.085.576.292 69% Sumber : Laporan Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kota Bandung 2014 Berdasarkan data pada Tabel 1.1 di atas, terlihat bahwa jumlah penerimaan Pajak Daerah dan Pendapatan Asli Daerah di Kota Bandung setiap tahun tidak selalu mengalami peningkatan. Akan tetapi, penerimaan pajak daerah memiliki kontribusi yang cukup besar terhadap penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bandung. Rata-rata kontribusi Pajak Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah selama kurun waktu lima tahun terahir sebesar 69 persen, angka tersebut masih bisa lebih ditingkatkan dengan melakukan beberapa upaya seperti intensifikasi dan ekstensifikasi pajak daerah.
5 Tabel 1.2 Realisasi Penerimaan Macam-Macam Pajak Asli Daerah Kota Bandung 2007 Pajak Daerah 2007 2008 2009 2010 Total Pajak Hotel 58.706.270.014 64.320.218.863 72.439.550.886 87.611.335.427 110.865.807.790 393.943.182.980 Pajak Restoran 48.481.745.327 55.622.688.965 66.130.364.050 73.573.789.261 85.192.607.158 329.001.194.761 Pajak Rumah Kos/Sewa Kontrak - Pajak Hiburan 15.791.180.072 20.181.783.556 45.216.872.298 26.747.603.927 31.019.515.619 Pajak Reklame 23.444.954.435 16.799.009.478 32.445.842.669 11.616.090.321 15.315.316.254 Pajak Penerangan Jalan 43.349.978.810 50.263.640.386 49.743.835.678 96.946.622.459 108.779.806.117 Pajak Parkir 4.267.541.604 35.338.095 4.961.668.627 5.883.398.588 5.897.885.990 138.956.955.472 99.621.213.157 349.083.883.450 21.045.832.904 Denda 86.589.506 9.467.201 Bea Perolehan hak atas tanah dan bangunan 306.250.907.376 96.056.707 306.250.907.376 pajak Air Bawah Tanah 2.532.813.956 Jumlah Pajak Daerah 194.128.259.768 207.222.679.343 270.947.601.409 302.378.839.983 665.854.660.260 Pendapatan Asli Daerah 544.883.298.247 1.054.846.741.043 929.198.223.670 440.331.559.083 803.663.585.485 Sumber : Laporan Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kota Bandung (Data diolah) 2.532.813.956 1.640.532.040.763 3.772.923.407.528 Berdasarkan Tabel 1.2 terlihat bahwa ada tiga macam pajak daerah yang memiliki penerimaan yang besar yaitu: Pajak Hotel dengan total penerimaan sebesar Rp. 393.943.182.980 kemudian disusul oleh Pajak Penerangan Jalan sebesar Rp. 349.083.883.450 dan pajak daerah yang menempati posisi ketiga terbesar penerimaannya adalah pajak restoran sebesar Rp. 329.001.194. Jenis pajak daerah yang penerimaannya paling kecil adalah Pajak Rumah / sewa kost, total penerimaanya selama empat tahun hanya sekitar Rp. 0. Berdasarkan Tabel 1.2 terlihat jelas bahwa Pajak Penerangan Jalan merupakan pajak daerah dengan penerimaan tertinggi kedua setelah Pajak Hotel. Rata-rata penerimaan Pajak Penerangan Jalan selama lima tahun sebesar Rp. 69.816.776.690. Besarnya penerimaan dari Pajak Penerangan Jalan, maka pajak ini dapat dikategorikan sebagai pajak daerah memiliki penerimaan yang potensial dan produktif.
6 Tabel 1.3 Pertumbuhan Jenis Pajak Daerah terhadap Penerimaan Pajak Asli Daerah Kota Bandung Tahun 2007- (Persen) Pajak Daerah 2007 2008 2009 2010 Total Pertumbuhan Pajak Hotel 11% 6% 25% 20% 14% 76% 15% Pajak Restoran 9% 5% 23% 17% 11% 65% 13% Pajak Rumah Kos/Sewa Kontrak 0% 0% Pajak Hiburan 3% 2% 16% 6% 4% 31% 6% Pajak Reklame 4% 2% 11% 3% 2% 22% 4% Pajak Penerangan Jalan 8% 5% 17% 22% 14% 66% 13% Pajak Parkir 1% 0% 2% 1% 1% 5% 1% Denda 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% Bea Perolehan hak atas tanah dan bangunan pajak Air Bawah Tanah 0% 0% 0% 0% 38% 0% 0% 0% 0% 0% 38% 8% 0% 0% Sumber : Laporan Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kota Bandung (Data diolah) Rata-Rata Pertumbuhan Berdasarkan Tabel 1.3, terlihat bahwa total pertumbuhan penerimaan selama periode tahun 2007- dari Pajak Penerangan Jalan di Kota Bandung sudah cukup besar dan juga menjadi Pajak yang memiliki total pertumbuhan terbesar kedua setelah Pajak Hotel. Total pertumbuhannya selama periode tahun 2007 hingga tahun sebesar 66 persen. Pajak yang memiliki total pertumbuhan penerimaan tertinggi adalah Pajak Hotel dengan total pertumbuhan penerimaan selama periode tahun 2007- sebesar 76 persen. Masih sangat rendahnya pertumbuhan penerimaan Pajak Penerangan Jalan diduga karena penerimaan dari pajak tersebut belum sesuai dengan potensi yang riil yang dimiliki sehingga pertumbuhannya cenderung sangat rendah. Pengembangan sarana dan prasarana penerangan jalan memiliki peran penting, tidak hanya untuk dapat meningkatkan penerimaan akan tetapi berguna untuk keamanan, keindahan dan meningkatkan produktivitas di suatu daerah. Pengembangan potensi pajak penerangan jalan di Kota Bandung masih terbuka lebar terlihat dari penerimaan pajaknya selama lima tahun yaitu tahun 2007 selalu mengalami peningkatan. Selain itu, penerimaannya selalu
7 melampaui target yang ditetapkan pemerintah. Akan tetapi terjadi penurunan pertumbuhan penerimaan Pajak Penerangan Jalan di tahun 2009 dan tahun yang diikuti pula dengan penurunan kontribusi terhadap pajak daerah dan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kontradiksi antara peningkatan penerimaan Pajak Penerangan Jalan dengan pertumbuhan penerimaan dan kontribusinya menandakan bahwa realisasi penerimaan pajaknya belum optimal. Sedang kanapa bila kita melihat target dan realisasinya, penerimaan Pajak Penerangan selalu melampaui target yang ditetapkan pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum realisasi penerimaan pajaknya belum sesuai dengan potensi riil yang ada (Pradita,2009). 1.2. Rumusan Masalah Penelitian Menurut Miyasto (1997), Pajak sebagai penerimaan pemerintah merupakan salah satu alat yang cukup penting bagi pemerintah untuk menjalankan fungsinya, terutama sebagai stabilisator perekonomian melalui kebijakan anggaran guna menjamin tingkat kesempatan kerja yang tinggi serta pertumbuhan ekonomi yang cukup. Akibat dari pelaksanaan otonomi daerah, setiap daerah memacu untuk meningkatkan penerimaan daerahnya. Potensi penerimaan daerah ini dapat bersumber dari pajak daerah dan retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah. Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 65 Tahun 2001, pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada kepaladaerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dilaksanakan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu dibalik peningkatan yang terjadi dalam penerimaan Pajak Penerangan Jalan, pertumbuhan penerimaan dan kontribusi Pajak Penerangan Jalan terhadap pajak daerah dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) mengalami penurunan. Hal ini mengindikasikan kemungkinan bahwa potensi pajaknya belum mencapai optimal. Selain itu, penentuan target dari
8 realisasi Pajak Penerangan Jalan yang hanya berdasarkan realisasi tahun-tahun sebelumnya membuat realisasinya selalu lebih besar dari targetnya, walaupun itu belum menggambarkan potensi yang sebenarnya. Permasalahan-permasalahan tersebut memunculkan beberapa pertanyaan sebagai perumusan masalah antara lain sebagai berikut : 1. Berapa besar potensi Penerimaan Pajak Penerangan Jalan Di Kota Bandung tahun 2007 -? 2. Bagaimanakah rata-rata kontribusi Pajak Penerangan Jalan terhadap PD dan PAD ditinjau dari segi Potensi dan Realisasi Penerimaan Pajak Penerangan Jalan Di Kota Bandung tahun 2007? 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis dan menjelaskan secara mendalam mengenai potensi dan kontribusi pajak penerangan jalan Di Kota Bandung. Sedangkan tujuan secara khusus adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui berapa besar potensi atau target penerimaan pajak penerangan jalan di Kota Bandung dari tahun 2007 sampai dengan. 2. Untuk mengetahui berapa besar kontribusi Pajak penerangan jalan terhadap PD dan PAD ditinjau dari segi potensi dan realisasi Penerimaan Pajak Penerangan Jalan Di Kota Bandung tahun 2007 sampai dengan. 1.3.2 Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui : a. Untuk menganalisis berapa potensi riil Pajak Penerangan Jalan di Kota Bandung.
9 b. Untuk menganalisis berapa besar rata-rata kontribusi Pajak Penerangan Jalan terhadap PD dan PAD ditinjau dari segi potensi dan segi realisasi di Kota Bandung. 1.4. Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagi Peneliti, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan dan wawasan peneliti tentang Pajak Penerangan Jalan, dalam hal ini mengetahui seberapa besar pengaruh Potensi, kontribusi Pajak Penerangan Jalan terhadap Penerimaan Pajak Penerangan Jalan di Kota Bandung. Penelitian ini juga merupakan salah satu syarat untuk menempuh ujian sarjana pendidikan akuntansi program studi Pendidikan Akuntansi pada Fakultas Peendidikan Ekonomi dan Bisnis Universitas Pendidikan Indonesia. 2. Bagi Masyarakat, diharapkan dapat memberi informasi tentang Potensi Pajak Penerangan Jalan yang ada di Kota Bandung. 3. Bagi Pembuat Kebijakan, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan dalam membuat kebijakan terutama untuk meningkatkan penerimaan daerah terutama melalui pengembangan potensi Pajak Penerangan Jalan. 4. Bagi Ilmu Pengetahuan, diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar acuan bagi pengembangan ilmu pengetahuan di waktu yang akan datang. 5. Sebagai bahan perbandingan dari penelitian yang telah ada, serta bahan masukan dan rujukan bagi peneliti yang akan melakukan penelitian yang sejenis.