Penyelidikan potensi air tanah skala 1: atau lebih besar

dokumen-dokumen yang mirip
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL Nomor : 1451 K/10/MEM/2000 Tanggal : 3 November 2000

PEDOMAN TEKNIS EVALUASI POTENSI AIR BAWAH TANAH

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 4 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BUPATI KULON PROGO,

PROGRAM PERENCANAAN PENDAYAGUNAAN AIRTANAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 78 TAHUN 2002 TENTANG

KERANGKA ACUAN KERJA ( TERM OF REFERENCE TOR )

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Cekungan. Air Tanah. Penyusunan. Pedoman.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG IZIN PENGELOLAAN AIR TANAH

2.2 PENENTUAN BATAS CEKUNGAN AIR TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI SUBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG IZIN PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 13 TAHUN 2013

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 7 TAHUN TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH DI PROPINSI JAWA TIMUR

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MEMTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1451 K/10/MEM/2000 TENTANG

Pemanfaat tenaga listrik untuk keperluan rumah tangga dan sejenisnya Label tanda hemat energi

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

PENYELIDIKAN HIDROGEOLOGI CEKUNGAN AIRTANAH BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR

KONSEP PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PELAPORAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN. Oleh : Tim Penyusun

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 3 SERI E

RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BUPATI LEBAK,

<Lampiran> KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1451 K/10/MEM/2000 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENYELENGGARAAN TUGAS PEMERINTAHAN

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 7 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

BUPATI NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN NATUNA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

SNI 7827:2012. Standar Nasional Indonesia. Papan nama sungai. Badan Standardisasi Nasional

BUPATI ROKAN HILIR PERATURAN DAERAH ROKAN HILIR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 5 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 5 TAHUN 2006 TENTANG IZIN SEMENTARA PEMANFAATAN AIR TANAH BUPATI KULON PROGO,

Spesifikasi saluran air hujan pracetak berlubang untuk lingkungan permukiman

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI KABUPATEN PACITAN

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

Pengemasan benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) pada sarana angkutan darat

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI KABUPATEN SRAGEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA BUPATI SRAGEN,

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI BATU BARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATU BARA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Baja tulangan beton hasil canai panas Ulang

BUPATI BONE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESAWARAN,

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Tanah;

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK TENGAH,

Baja lembaran, pelat dan gulungan canai panas (Bj P)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LD NO.5 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH I. UMUM

Kayu gergajian Bagian 3: Pemeriksaan

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENETAPAN KRITERIA WILAYAH SUNGAI DAN CEKUNGAN AIR TANAH 14 JULI

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 31 TAHUN 2006 TENTANG PENDAYAGUNAAN AIR TANAH GUBERNUR JAWA BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

NOMOR 11 TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

BUPATI NABIRE PERATURAN DAERAH KABUPATEN NABIRE NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NABIRE,

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Perumusan Masalah

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PERIZINAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2018 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 13 TAHUN 2004 T E N T A N G IZIN PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR BAWAH TANAH

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG

JARINGAN SUMBER DAYA AIR

BUPATI BOYOLALI RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Pupuk kalium klorida

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Airtanah merupakan salah satu komponen dari siklus hidrologi yang ada di

Ahli Hidrogeologi Muda. Ahli Hidrogeologi Tingkat Muda. Tenaga ahli yang mempunyai keahlian dalam Hidrogeologi Tingkat Muda

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMEDANG,

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang terbarukan dan memiliki peranan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES Nomor : 23 Tahun : 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 10 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH KABUPATEN MUSI RAWAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Pengemasan benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) pada sarana angkutan udara

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG,

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI KOTA PEKALONGAN

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG PENGENDALIAN AIR BAWAH TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SNI Standar Nasional Indonesia. Pengawasan eksplorasi bahan galian BSN. ICS Badan Standardisasi Nasional

Transkripsi:

Standar Nasional Indonesia Penyelidikan potensi air tanah skala 1:100.000 atau lebih besar ICS 13.060.10 Badan Standardisasi Nasional

Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi... 1 4 Tahapan penyelidikan potensi air tanah... 3 4.1 Pengumpulan data... 3 4.2 Penentuan geometri cekungan air tanah dan konfigurasi sistem akuifer... 4 4.3 Penentuan parameter sistem akuifer... 4 4.4 Penentuan kuantitas air tanah... 4 4.5 Penentuan kualitas air tanah... 4 4.6 Penentuan daerah imbuhan air tanah dan daerah lepasan air tanah... 5 4.7 Penentuan tingkat potensi air tanah... 5 5 Penyajian laporan penyelidikan dan peta potensi air tanah... 7 5.1 Penyajian laporan penyelidikan... 7 5.2 Penyajian peta potensi air tanah... 8 Lampiran A (informatif) Contoh tata letak peta potensi air tanah skala1:100.000 atau lebih besar... 11 Bibliografi... 12 Daftar tabel Tabel 1 Parameter kimia penentu kualitas air tanah untuk air minum... 6 Tabel 2 Matriks tingkat potensi air tanah untuk air minum... 6 Tabel 3 Tata warna daerah/wilayah potensi air tanah... 9 i

Prakata Standar Nasional Indonesia (SNI) Penyelidikan potensi air tanah skala 1:100.000 atau lebih besar ini disusun oleh Panitia Teknik 96, Geologi dan Sumber Daya Mineral. SNI ini telah dibahas beberapa kali pada rapat teknis dan telah dilaksanakan Forum Konsensus pada bulan Desember 2003 di Jakarta yang dihadiri para stakeholders antara lain instansi Pemerintah terkait, Perguruan Tinggi/Profesional, Konsumen dan Produsen. Penyelidikan potensi air tanah merupakan kegiatan yang perlu dilakukan sebagai dasar perencanaan pendayagunaan dalam rangka pengelolaan air tanah berwawasan lingkungan yang berbasis cekungan air tanah. Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah sebagaimana diamanatkan oleh Undangundang dan Peraturan Pemerintah, penyusunan standar di bidang pengelolaan air tanah merupakan tugas pemerintah yang perlu diwujudkan sebagai acuan bagi pemerintah daerah dalam melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengelolaan air tanah. ii

Pendahuluan Peran air tanah semakin lama semakin penting dan strategis karena menyangkut kebutuhan pokok hajat hidup orang banyak dalam berbagai aktivitas masyarakat. Pemanfaatan air tanah dalam suatu cekungan air tanah perlu mempertimbangkan potensi yang terkandung dalam cekungan itu, agar pemanfaatannya dapat dilakukan secara optimal dan berkelanjutan. Informasi potensi air tanah dalam suatu cekungan air tanah dapat diketahui melalui pengkajian secara menyeluruh berbasis skala 1:100.000 atau lebih besar yang mencakup geometri cekungan air tanah, konfigurasi sistem akuifer, parameter akuifer, kuantitas dan kualitas air tanah, daerah imbuhan air tanah dan daerah lepasan air tanah, serta tingkat potensi air tanah. Berkaitan dengan hal tersebut di atas perlu tersedia standar penyelidikan potensi air tanah skala 1:100.000 atau lebih besar yang berlaku secara nasional untuk digunakan sebagai acuan oleh para pelaksana penyelidikan, agar informasi yang disajikan dapat bermanfaat dan mudah dipahami oleh para pengguna informasi potensi air tanah. iii

1 Ruang lingkup Penyelidikan potensi air tanah skala 1:100.000 atau lebih besar Standar ini merupakan petunjuk penyeragaman dalam penyelidikan potensi air tanah berskala 1:100.000 atau lebih besar sehingga hasil penyelidikan potensi air tanah dapat digunakan sebagai dasar perencanaan pendayagunaan dalam rangka pengelolaan air tanah yang berbasis cekungan air tanah. Standar ini mencakup ruang lingkup, acuan normatif, istilah dan definisi, tahapan penyelidikan potensi air tanah, serta penyajian laporan penyelidikan dan peta potensi air tanah. 2 Acuan normatif SNI 13-4729-1998, Legenda umum peta hidrogeologi Indonesia skala 1:250.000. 3 Istilah dan definisi 3.1 air tanah semua air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah pada zona jenuh air 3.2 air tanah tidak tertekan atau air tanah bebas air tanah yang terdapat dalam akuifer tidak tertekan 3.3 air tanah tertekan atau air tanah artesis air tanah yang terdapat dalam akuifer tertekan 3.4 muka air tanah bebas atau muka freatik muka air tanah pada akuifer tidak tertekan 3.5 muka air tanah tertekan atau muka piezometrik muka air tanah pada akuifer tertekan 3.6 cekungan air tanah wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung 3.7 daerah imbuhan air tanah daerah, tempat pengimbuhan air tanah (groundwater recharge) berlangsung secara alamiah 1 dari 12

3.8 daerah lepasan air tanah daerah, tempat pelepasan air tanah (groundwater discharge) berlangsung secara alamiah 3.9 daerah/wilayah potensi air tanah daerah/wilayah yang menggambarkan tingkat potensi air tanah yang berdasarkan pada kriteria kuantitas dan kualitas air tanah 3.10 akuifer lapisan batuan jenuh air di bawah permukaan tanah yang dapat menyimpan dan meneruskan air 3.11 akuifer tidak tertekan akuifer yang dibatasi di bagian atasnya oleh muka air tanah bebas dan di bagian bawahnya oleh lapisan kedap air 3.11 akuifer tertekan atau akuifer artesis akuifer yang dibatasi di bagian atas dan bawahnya oleh lapisan kedap air 3.12 koefisien kelulusan (K) angka yang menunjukkan kemampuan batuan meluluskan air di dalam rongga-rongga batuan; dimensinya [panjang/waktu], misalnya [m/detik] 3.13 keterusan (T) jumlah air yang dapat mengalir melalui suatu bidang vertikal setebal akuifer, selebar satu satuan panjang dengan landaian hidraulik 100%; dimensinya [panjang 2 /waktu], misalnya [m 2 /hari] 3.14 koefisien simpanan volume air yang dapat dilepaskan dari atau dimasukkan ke dalam akuifer setiap satu satuan luas akuifer pada satu satuan perubahan kedudukan muka air tanah; kofisien simpanan tidak berdimensi [-] 3.15 kapasitas jenis (Qs) debit air yang diperoleh pada setiap penurunan muka air tanah sepanjang satu satuan panjang dalam suatu sumur pompa pada akhir periode pemompaan; dimensinya [panjang 3 /waktu/panjang], misalnya [liter/detik/m] 3.16 debit optimum (Qopt) volume air yang dapat dikeluarkan dalam setiap satuan waktu tertentu tanpa menimbulkan kerusakan yang berarti, dimensinya [panjang 3 /waktu], misalnya [liter/detik] 3.17 jarak minimum antarsumur jarak antarsumur produksi yang satu dengan sumur produksi lainnya yang harus dipenuhi agar diperoleh debit optimum yang diharapkan dari suatu akuifer yang disadap, ditentukan 2 dari 12

dari jari-jari keterpengaruhan maksimal yang ditimbulkan oleh pemompaan pada setiap sumur produksi; dimensinya [panjang], misalnya [m] 3.18 peta potensi air tanah skala 1:100.000 atau lebih besar bentuk ungkapan informasi yang menggambarkan geometri cekungan air tanah, karakteristik akuifer, kuantitas dan kualitas air tanah, serta sebaran daerah imbuhan air tanah dan daerah lepasan air tanah pada cekungan air tanah dengan tingkat ketelitian berdasarkan skala 1:100.000 atau lebih besar 3.19 peta dasar bentuk ungkapan data dan informasi terpilih, baik unsur alam maupun buatan dan planimetris keadaan muka bumi dengan batasan sesuai dengan skala dan proyeksi 3.20 skala peta perbandingan jarak di peta dengan jarak sebenarnya yang dinyatakan dengan angka atau garis atau gabungan keduanya 3.21 legenda peta tanda yang dipakai untuk menggambarkan sesuatu pada peta potensi air tanah, berupa singkatan huruf, warna, dan tanda khusus atau gabungannya 3.22 sumur bor eksplorasi sumur bor yang dibuat secara khusus untuk keperluan penyelidikan air tanah 3.23 sumur bor produksi sumur bor yang dibuat untuk mengambil air tanah pada satu atau lebih akuifer 4 Tahapan penyelidikan potensi air tanah 4.1 Pengumpulan data 4.1.1 Data sekunder air tanah dan yang berkaitan dikumpulkan dari berbagai sumber yang meliputi: a) peta topografi berskala 1:100.000 atau lebih besar; b) peta rupa bumi berskala 1:100.000 atau lebih besar; c) peta batas wilayah administrasi berskala 1:100.000 atau lebih besar; d) peta geologi berskala 1:100.000 atau lebih besar; e) data hasil pengeboran air tanah; f) data hasil pengukuran geofisika; g) data fisika dan kimia air tanah; h) data hidroklimatologi; i) data hidrologi; j) data jenis tanah, tanaman penutup, dan tata guna lahan; k) data penggunaan air tanah; l) data hasil penyelidikan/penyelidikan hidrogeologi. 3 dari 12

4.1.2 Data primer air tanah dan yang berkaitan diperlukan untuk melengkapi data sekunder yang diperoleh melalui penyelidikan lapangan sebagai berikut: a) Pemutakhiran dan/atau pemetaan topografi, batas wilayah administrasi, dan geologi. b) Pengukuran, pengamatan, dan pemeriksaan aspek hidrogeologi pada titik minatan hidrogeologi berupa sumur gali, sumur pasak, sumur bor, mata air, dan fasilitas lain yang serupa, serta aspek hidrologi pada titik minatan hidrologi berupa kolam, danau, rawa, dan sungai, dengan jarak antartitik minatan disesuaikan dengan kebutuhan analisis dan ketersediaan lokasi yang dapat diukur. c) Pengukuran geofisika. d) Pembuatan sumur eksplorasi. e) Pengujian akuifer dan pengujian sumur. f) Pengambilan percontoh air tanah untuk analisis fisika, kimia, dan bakteriologi. 4.2 Penentuan geometri cekungan air tanah dan konfigurasi sistem akuifer 4.2.1 Penentuan geometri cekungan air tanah meliputi: a) penentuan batas lateral cekungan air tanah; b) penentuan batas vertikal bagian atas dan bagian bawah cekungan air tanah. 4.2.2 Penentuan konfigurasi sistem akuifer meliputi: a) penentuan sebaran lateral sistem akuifer; b) penentuan sebaran vertikal sistem akuifer. 4.3 Penentuan parameter sistem akuifer Parameter sistem akuifer yang perlu ditentukan nilainya meliputi: a) koefisien kelulusan (K); b) keterusan (T); c) koefisien simpanan (S); d) debit jenis (Qs); e) ketebalan (D). 4.4 Penentuan kuantitas air tanah Penentuan kuantitas air tanah dilakukan melalui penghitungan parameter kuantitas sebagai berikut: a) Imbuhan air tanah pada sistem akuifer tak tertekan. b) Aliran air tanah pada sistem akuifer tertekan. c) Debit optimum yang dihasilkan dari setiap sistem akuifer. d) Jarak antarsumur. e) Neraca air tanah dalam cekungan air tanah. 4.5 Analisis kualitas air tanah Analisis kualitas air tanah dilakukan dengan cara sebagai berikut: 4.5.1 Evaluasi komposisi kimia untuk mendapatkan informasi tentang asal usul (genesa), kecepatan, dan arah pergerakan air tanah, serta penentuan daerah imbuhan air tanah dan daerah lepasan air tanah. 4 dari 12

4.5.2 Evaluasi bakteriologi untuk mengetahui kandungan bakteri patogen dan coli di dalam air tanah dengan tujuan untuk mendeteksi pencemaran biologi terhadap air tanah serta menguji kelayakan penggunaannya untuk keperluan air minum. 4.5.3 Evaluasi peruntukan untuk mengetahui kelayakan penggunaan air tanah bagi berbagai keperluan antara lain air minum, rumah tangga, industri, dan pertanian. 4.6 Penentuan daerah imbuhan air tanah dan daerah lepasan air tanah 4.6.1 Daerah imbuhan air tanah a) Daerah imbuhan air tanah pada sistem akuifer tak tertekan mencakup daerah sebaran akuifer tak tertekan. b) Daerah imbuhan air tanah pada sistem akuifer tertekan dicirikan oleh muka preatik yang lebih tinggi dari muka pisometrik pada kondisi alamiah. 4.6.2 Daerah lepasan air tanah a) Daerah lepasan air tanah pada sistem akuifer tak tertekan berimpit dengan dengan daerah imbuhan air tanahnya. b) Daerah lepasan air tanah pada sistem akuifer tertekan dicirikan oleh muka preatik yang lebih rendah dari muka pisometrik pada kondisi alamiah. 4.7 Penentuan tingkat potensi air tanah Tingkat potensi air tanah dalam cekungan air tanah ditentukan berdasarkan kriteria sebagai berikut: 4.7.1 Kriteria kuantitas Kuantitas air tanah yang dapat dieksploitasi ditentukan berdasarkan parameter akuifer dan parameter sumur yang meliputi keterusan (T), debit jenis (Qs), dan debit optimum (Qopt). Kriteria kuantitas air tanah bergantung pada jenis peruntukannya (air minum, industri, pertanian, dan keperluan lain). Untuk keperluan air minum, berdasarkan kriteria kuantitasnya, akuifer pada cekungan air tanah dibedakan menjadi tiga kelas sebagai berikut: a) Besar jika Qopt setiap sumur lebih dari 10 liter/detik. b) Sedang jika Qopt setiap sumur antara 2,0-10 liter/detik. c) Kecil jika Qopt setiap sumur kurang dari 2,0 liter/detik. Setiap kelas di atas perlu ditentukan jarak minimum antarsumur agar debit optimum dapat dicapai. 4.7.2 Kriteria kualitas Kriteria kualitas bergantung pada jenis peruntukan, penentuan parameter kunci, dan standar yang digunakan untuk menilai kualitas air tanah. Pengelompokan kualitas air tanah untuk menentukan potensi air tanah bagi keperluan air minum didasarkan atas parameter kimia dengan mempertimbangkan (Tabel 1) a) parameter kimia yang terkait dengan litologi akuifer, umumnya mempunyai sebaran luas; b) biaya untuk pengolahan parameter kimia. Unsur/senyawa kimia lainnya dan kandungan bakteriologi diberi penjelasan dalam laporan penyelidikan. 5 dari 12

Tabel 1 Parameter kimia Cl NO3 SO4 ph TDS Parameter kimia penentu kualitas air tanah untuk air minum Satuan mg/liter mg/liter mg/liter - mg/liter Kadar/nilai maksimum yang diperbolehkan (Kepmenkes No. 907/MENKES/SK/VII/2002) 250 50 250 6,5-8,5 1000 Berdasarkan kriteria kualitasnya, air tanah pada cekungan air tanah dibedakan dua kelas sebagai berikut: a) Baik jika kadar unsur/senyawa kimia penentu kualitas air tanah sesuai dengan ketentuan pada Tabel 1. b) Jelek jika kadar unsur/senyawa kimia penentu kualitas air tanah tidak sesuai dengan ketentuan pada Tabel 1. 4.7.3 Daerah/wilayah potensi air tanah Berdasarkan kriteria kuantitas dan kualitasnya, daerah/wilayah potensi air tanah dapat dibedakan menjadi empat kategori sebagai berikut (Tabel 2). a) Tinggi jika setiap sumur yang dibuat dengan jarak antarsumur tertentu menghasilkan Qopt lebih dari 10 liter/detik dengan kualitas air tanah baik. b) Sedang jika setiap sumur yang dibuat dengan jarak antarsumur tertentu menghasilkan Qopt antara 2,0-10 liter/detik dengan kualitas air tanah baik. c) Rendah jika setiap sumur yang dibuat dengan jarak antarsumur tertentu menghasilkan Qopt kurang dari 2,0 liter/detik dengan kualitas air tanah baik. d) Nihil jika setiap sumur yang dibuat menghasilkan air dengan kualitas jelek. Dalam suatu cekungan air tanah yang di dalamnya dijumpai dua sistem akuifer, yakni sistem akuifer tak tertekan dan tertekan, tingkat potensi air tanah di cekungan itu menjelaskan tingkat potensi pada setiap sistem akuifer tersebut. Kuantitas Tabel 2 Kualitas (Standar kualitas air minum Kepmenkes No. 907/Menkes/SK/VII/2002) Besar (Qopt>10 liter/detik) Sedang (Qopt = 2-10 liter/detik) Matriks tingkat potensi air tanah untuk air minum Baik (Memenuhi syarat) Tinggi Sedang Jelek (Tidak memenuhi syarat) Nihil Kecil (Qopt < 2 liter/detik) Rendah 6 dari 12

5 Penyajian laporan penyelidikan dan peta potensi air tanah 5.1 Penyajian laporan penyelidikan Hasil penyelidikan potensi air tanah berupa laporan tertulis beserta peta potensi air tanah yang dilengkapi dengan peta-peta tematik, gambar, dan tabel yang diperlukan untuk memperjelas pemahaman isi laporan hasil penyelidikan. Laporan penyelidikan memuat berbagai permasalahan yang melatarbelakangi dilakukannya penyelidikan serta uraian hasil analisis aspek hidrogeologi dan yang terkait dengan format penyajian sebagai berikut. Kata pengantar Ringkasan BAB I Pendahuluan 1.1 Latar belakang 1.2 Maksud dan tujuan 1.3 Ruang lingkup 1.4 Metodologi 1.5 Peralatan 1.6 Penyelidikan terdahulu BAB II Keadaan umum 2.1 Lokasi 2.2 Morfologi 2.3 Geologi 2.4 Hidrologi 2.4.1 Iklim 2.4.2 Suhu udara 2.4.3 Curah hujan 2.4.4 Evapotranspirasi 2.4.5 Limpasan permukaan 2.4.6 Neraca air 2.5 Tata guna lahan 2.6 Penduduk dan penggunaan air BAB III Hidrogeologi 3.1 Tinjauan umum 3.2 Geometri cekungan air tanah 3.3 Konfigurasi sistem akuifer 3.4 Parameter akuifer 3.5 Kuantitas air tanah 3.6 Kualitas air tanah 3.7 Daerah imbuhan air tanah dan daerah lepasan air tanah BAB IV Potensi dan prospek pengembangan air tanah 4.1 Daerah/wilayah potensi air tanah 4.2 Pemanfaatan air tanah 4.3 Neraca air tanah 4.4 Prospek pengembangan air tanah BAB V Kesimpulan dan saran 5.1 Kesimpulan 5.2 Saran 7 dari 12

Bibliografi Lampiran Peta tematik dan gambar yang diperlukan untuk memperjelas uraian hasil penyelidikan terutama adalah sebagai berikut: 1) Peta lokasi daerah penyelidikan 2) Peta curah hujan 3) Peta morfologi 4) Peta geologi 5) Peta cekungan air tanah 6) Peta satuan hidrogeologi 7) Penampang hidrogeologi 8) Peta kedalaman akuifer 9) Peta ketebalan akuifer 10) Peta muka air tanah 11) Peta kualitas air tanah 5.2 Penyajian peta potensi air tanah Penyajian peta potensi air tanah perlu diatur agar pengguna peta dapat secara mudah memahami informasi potensi air tanah di daerah penyelidikan, meliputi hal-hal sebagai berikut. 5.2.1 Penyajian peta dasar Peta dasar yang digunakan untuk penyusunan peta potensi air tanah skala 1:100.000 atau lebih besar adalah peta rupa bumi yang dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal), dengan beberapa penyederhanaan yang dilakukan melalui penggambaran kembali peta dasar tersebut dengan ketentuan sebagai berikut: a) Peta dasar harus mencantumkan seluruh informasi geografi, seperti jalan, sungai, danau, saluran air, batas wilayah administrasi, agar setiap titik minatan hidrogeologi dapat dengan mudah ditemukan lokasinya. Pemutakhiran peta dasar perlu dilakukan bagi daerah yang telah berkembang pesat, misalnya dengan menambahkan jalan baru dan informasi lainnya ke dalam peta dasar. b) Garis sama tinggi (kontur) muka tanah yang disederhanakan, sesuai dengan morfologi daerah tersebut (ketinggian 100 m, 250 m, 500 m, 750 m, 1.000 m, 1.250, dan seterusnya. c) Penyajian warna dan simbol lainnya yang terkait dengan aspek hidrogeologi mengacu kepada SNI 13-4729-1998, Legenda umum peta hidrogeologi Indonesia skala 1:250.000. 5.2.2 Penyajian informasi potensi air tanah a) Daerah/wilayah potensi air tanah Potensi air tanah mempresentasi aspek kuantitas dan kualitas air tanah. Pada cekungan air tanah yang terdiri atas sistem akuifer tak tertekan dan sistem akuifer tertekan, daerah/wilayah potensi air tanah menggambarkan tingkat potensi air tanah pada setiap sistem akuifer. 8 dari 12

b) Tata warna Warna dasar yang digunakan untuk mewarnai satuan peta adalah kuning, merah, biru (kuning, magenta, sian) dan warna gabungannya. Setiap warna dinyatakan dengan sandi 0, 1, 3, 5, dan 7, yakni sandi tentang derajat intensitas warna. (0=0%, 1=10%, 3=30%, 5=50%, dan 7=70%). CATATAN Warna dasar (dengan tinta): kuning, merah, biru (kuning, magenta, sian) Derajat intensitas warna: 0 (0%), 1 (10%), 3 (30%), 5 (50%), 7 (70%). Makna dari sandi/kode warna 507 adalah warna yang terdiri atas gabungan warna kuning 50 %, merah 0 % dan warna biru 70 %. Peta potensi air tanah skala 1:100.000 atau lebih besar memuat warna yang digunakan untuk membedakan tingkat potensi air tanah dan lambang khusus. Warna yang tercantum dalam peta merupakan tingkat potensi air tanah tertekan, yakni potensi air tanah tertekan tinggi disajikan dengan warna biru, sedang dengan warna hijau, rendah dengan warna kuning, dan nihil dengan warna jingga. Intensitas warna pada setiap ragam warna peta itu merupakan penjelasan atas kandungan air tanah tidak tertekan (Tabel 3). Apabila dalam cekungan air tanah terdapat satuan batuan yang tergolong bukan akuifer, tidak diberikan warna. Tabel 3 Potensi sistem akuifer tidak tertekan Tata warna daerah/wilayah potensi air tanah Potensi sistem akuifer tertekan Tinggi Sedang Rendah Nihil Non akuifer Tinggi 007 507 700 510 010 Sedang 005 505 500 530 030 Rendah 003 503 300 550 050 Nihil 001 501 100 570 070 Non akuifer 707 705 703 701 - c) Penampang potensi air tanah Penampang potensi air tanah memberikan gambaran sebaran vertikal daerah/wilayah potensi air tanah sesuai dengan arah penampang yang tertera pada peta, dinyatakan dengan warna, dan dilengkapi dengan simbol/tanda sebagai berikut: 1) Sesuai dengan warna yang terpotong oleh irisan, skala vertikal diupayakan berukuran maksimum dua kali skala horizontal, bila dipandang perlu dapat dilakukan penyimpangan dengan skala vertikal berukuran maksimum 2,5 kali skala horizontal. 2) Pada bagian tepi penampang dicantumkan huruf yang menghubungkan garis penampang seperti tertera pada peta potensi air tanah. 3) Warna tingkat potensi air tanah sesuai ketentuan dalam tata warna dengan perubahan warna antardaerah/wilayah potensi air tanah digambarkan secara vertikal kecuali pada batas cekungan air tanah yang ditentukan oleh kondisi geologinya. 4) Apabila garis penampang melewati titik minatan hidrogeologi, misalnya mata air atau sumur bor, titik minatan hidrogeologi itu perlu dicantumkan dalam penampang dan dilengkapi dengan penjelasan nama mata air, nomor register, serta pemilik sumur. 9 dari 12

5) Apabila garis penampang melewati sungai besar dan/atau kota tertentu yang dianggap penting, dalam penampang itu perlu dikemukakan dengan garis dan penjelasan namanya. d) Keterangan peta Dalam keterangan peta, pada setiap daerah/wilayah potensi air tanah dengan warna sesuai dengan tingkat potensinya dicantumkan penjelasan karakteristik sistem akuifer tak tertekan dan sistem akuifer tertekan sebagai berikut: 1) Kedalaman sistem akuifer Kedalaman sistem akuifer tak tertekan dan sistem akuifer tertekan diukur pada bagian bawah akuifer dengan satuan m dari muka tanah setempat. 2) Muka air tanah Kedudukan muka air tanah bebas (muka air preatik) dan muka air tanah tertekan (muka pisometrik) dinyatakan dalam m dari muka tanah setempat. 3) Keterusan (T) Keterusan akuifer tak tertekan dan akuifer tertekan dinyatakan dalam m 2 /hari. 4) Kapasitas jenis (Qs) Kapasitas jenis dinyatakan dalam liter/detik/m. 5) Debit optimum (Qopt) Debit optimum dinyatakan dalam liter/detik. 6) Jarak minimum antarsumur Jarak antarsumur produksi yang harus dipenuhi agar setiap sumur yang menyadap sistem akuifer tak tertekan atau sistem akuifer tertekan dapat menghasilkan debit optimum, dinyatakan dalam m. 7) Kualitas air tanah Kualitas air tanah dinyatakan baik atau jelek untuk keperluan air minum. e) Lambang khusus Lambang khusus dapat berupa garis atau titik yang menunjukkan keterangan tentang hidrogeologi, hidrologi, geologi dan lainnya di atas peta, disajikan sesuai dengan tata cara yang tercantum dalam Standar Legenda Umum Peta Hidrogeologi (SNI 13-4729-1998). Beberapa lambang khusus yang tidak tercantum dan perlu ditambahkan dalam penyajian peta potensi air tanah adalah sebagai berikut: Batas cekungan air tanah; dicetak dengan garis penuh, tebal garis 0,5 mm, warna hitam. Batas daerah imbuhan dan lepasan air tanah; dicetak dengan garis putus, tebal garis 0,5 mm, warna hitam. Contoh tata letak peta potensi air tanah skala 1:100.000 atau lebih besar disajikan pada Lampiran A. 10 dari 12

7 6 Lampiran A (informatif) Contoh tata letak peta potensi air tanah skala 1:100.000 atau lebih besar 1 2 8 4 5 3 9 1 Instansi penerbit 2 Judul peta (tuliskan nama cekungan air tanah) 3 Arah utara dan skala peta 4 Uraian potensi air tanah 5 Penjelasan lambang khusus 6 Penampang potensi air tanah 7 Indeks lokasi peta 8 Nama penyusun 9 Tahun penerbitan/pencetak 10 Sumber peta 10 11 dari 12

Bibliografi Anonymous, Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, TLN Nomor 3839. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 1451 K/10/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Tugas Pemerintahan di Bidang Pengelolaan Air Bawah Tanah. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 716 /40/MEM/2003 tentang Batas Horisontal Cekungan Air Tanah di Pulau Jawa dan Pulau Madura. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 907/MENKES/SK/VII/2002 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom, Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, TLN Nomor 3952. 12 dari 12

BADAN STANDARDISASI NASIONAL - BSN Gedung Manggala Wanabakti Blok IV Lt. 3-4 Jl. Jend. Gatot Subroto, Senayan Jakarta 10270 Telp: 021-574 7043; Faks: 021-5747045; e-mail : bsn@bsn.go.id