BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan-kebutuhan masyarakat tidak terlepas dari pranata-pranata hukum

BAB I PENDAHULUAN. terciptanya pembentukan dan pembaharuan hukum yang responsif atas

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENGGUNAAN SISTEM ELEKTRONIK DALAM KERANGKA INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENGGUNAAN SISTEM ELEKTRONIK DALAM KERANGKA INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW

National Single Window;

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P- 18 /BC/2008 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 28/M-DAG/PER/6/2009 TENTANG

BAB III NATIONAL SINGLE WINDOW

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

Menimbang: a. bahwa dalam rangka mendukung kegiatan Layanan Tunggal

2 3. Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2015 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 51); 4. Peraturan Menter

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

DAFTAR PUSTAKA. AK, Syahmin., 2006, Hukum Dagang Internasional, Jakarta: Rajawali Press. Edisi Ketiga, Jakarta, Balai Pustaka.

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLA PORTAL INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLA PORTAL INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi informasi dari hari ke hari berkembang sangat pesat. Hal

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK. A. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Yang Mengalami

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan meningkatnya laju pembangunan yang sedang. dilaksanakan pemerintah Indonesia dewasa ini, perkembangan teknologi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Implementasi ASEAN Economic Community 2015 yang merupakan

Dibuat Oleh A F I Y A T I NIM Dosen DR. Ir Iwan Krisnadi MBA

Cyber Law Pertama: UU Informasi dan Transaksi Elektronik

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Ekonomi ASEAN akan segera diberlakukan pada tahun 2015.

BAB I PENDAHULUAN. Association of South East Asian Nation (selanjutnya disebut ASEAN)

PENDAHULUAN Latar Belakang

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. seperti ASEAN Industrial Project (AIP) tahun 1976, the ASEAN Industrial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG

PENGATURAN DAN PELAKSANAAN NATIONAL SINGLE WINDOW DI INDONESIA TESIS

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah

SAUNAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 155 jpmk. 04 j 2008 TENTANG PEMBERITAHUAN PABEAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

PERAN PP-INSW SESUAI AMANAT PERPRES 76/2014 DAN PAKET KEBIJAKAN EKONOMI. Hotel Sahid Jakarta, 17 November 2016

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Teknologi informasi saat ini semakin berkembang dan berdampak

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan P

BAB I PENDAHULUAN. mendorong perkembangan dan kemakmuran dunia industri modern Perdagangan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERAN HUKUM DALAM MENGHADAPI PASAR BEBAS ASEAN Budi Astuti UPBJJ-UT jogjakarta Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Terbuka

PENGANTAR KEPABEANAN DI BIDANG IMPOR

BAB. I PENDAHULUAN. akan mengembangkan pasar dan perdagangan, menyebabkan penurunan harga

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Komunitas ASEAN atau ASEAN Community merupakan komunitas negaranegara

BAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Orga

BAB I PENDAHULUAN. seluruh belahan dunia. Tidak hanya negara maju saja, namun negara berkembang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Para ahli Teknologi Informasi pada tahun 1990-an, antara lain Kyoto Ziunkey,

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/7/PBI/2017 TENTANG PEMBAWAAN UANG KERTAS ASING KE DALAM DAN KE LUAR DAERAH PABEAN INDONESIA

BALIS EXIM DALAM MENDUKUNG PENGURANGAN DWELLING TIME. Zainal Arifin Direktur Perizinan Fasilitas Radiasi

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG

ANALISIS PEMBENTUKAN ASEAN CROSS BORDER INSOLVENCY REGULATION SEBAGAI SOLUSI PERMASALAHAN KEPAILITAN LINTAS BATAS DI ASEAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 7 PERDAGANGAN BEBAS

Efektivitas ASEAN Economic Community Terhadap Optimalisasi Kualitas Industri Kerajinan Keramik Dinoyo Malang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Filipina, Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darusalam, Vietnam,

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh bidang konstruksi pada suatu negara cukup besar. Bidang

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan nama Deklarasi Bangkok. Deklarasi ini disahkan dengan

User Manual INTR. Version 1.1 September Pengertian Umum INSW

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mulai menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada awal. ekonomi kawasan ASEAN yang tercermin dalam 4 (empat) hal:

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN ASEAN AGREEMENT ON CUSTOMS (PERSETUJUAN ASEAN DI BIDANG KEPABEANAN)

BAB III PENERAPAN SISTEM INSW TERKAIT DENGAN PROSEDUR KEPABEANAN DAN DAMPAKNYA BAGI PERDAGANGAN EKSPOR- IMPOR DI INDONESIA

BAB II SISTEM INDONESIA NASIONAL SINGLE WINDOW DAN PENERAPANNYA DI INDONESIA 2.1. LATAR BELAKANG LAHIRNYA INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 151/PMK.011/2013 Tanggal 11 November 2013

KEGIATAN PEMBAHASAN PENYUSUNAN ASEAN HARMONIZED TARIFF NOMENCLATURE (AHTN) 2017


LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Praktek rent seeking (mencari rente) merupakan tindakan setiap kelompok

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN DATA ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

FUNGSI KEPABEANAN Oleh : Basuki Suryanto *)

User Manual REGISTRASI. Version 1.4 Pelaku Usaha. Pengertian Umum INSW

MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN

BAB I PENDAHULUAN. berbagai implikasi. Disamping ada aspek manfaat tentu ada pula aspek

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 151/PMK.011/2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Pada Era Globalisasi saat ini pelaku usaha dituntut untuk lebih kreatif dan

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

PROSES BISNIS KEPABEANAN DAN PEMANFAATAN INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW (INSW) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan RI

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi informasi telah digunakan secara meluas di segala bidang, seperti

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh orang pribadi ( natural person) ataupun badan hukum (juridical

INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW (INSW) SEBAGAI TOOLS DALAM DEREGULASI / DEBIROKRATISASI

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR: /PER/M/KOMINFO/2/ TAHUN 2010 TENTANG KONTEN MULTIMEDIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

User Manual INTR. Version 2.0 Februari Pengertian Umum INSW

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 247/PMK. 011/2009 TENTANG

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Proses globalisasi yang semakin lama semakin intens terjadi memberi implikasi bahwa setiap negara dituntut untuk mengantisipasi dan bisa beradaptasi dengan kecenderungan globalisasi menuju perapatan dunia (compression of the world) yang semakin tanpa batas (borderless). 1 Untuk mengantisipasi saling bersinggungan di bidang ekonomi memerlukan adanya harmonisasi hukum ekonomi lintas negara termasuk kesepakatan mengenai aturan main yang berlaku. 2 Pada dasarnya tujuan utama suatu negara melakukan hubungan internasional adalah untuk memenuhi kepentingan nasional yang tidak dimiliki di dalam negeri sehingga diperlukan suatu kerja sama untuk mempertemukan kepentingan nasional antarnegara. 3 Dalam kaitannya dengan kerja sama antarnegara tersebut, para Menteri Luar Negeri Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand merancang Joint Declaration, yang mencakup kesadaran akan perlunya meningkatkan saling pengertian untuk hidup bertetangga secara baik serta membina kerja sama yang bermanfaat di antara negara-negara yang sudah terikat oleh pertalian sejarah dan budaya. Upaya pembentukan organisasi kerja sama kawasan telah membuahkan hasil dengan ditandatanganinya Deklarasi ASEAN atau Deklarasi Bangkok pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok oleh Wakil Perdana Menteri merangkap Menteri Luar Negeri Malaysia dan para Menteri Luar Negeri Indonesia, Filipina, Singapura dan Thailand. Deklarasi tersebut menandai berdirinya Perhimpunan Bangsa- 1 2 3 Latif Adam dan Maxensius Tri Sambodo, Investasi dan Perdagangan Luar Negeri: Dinamika Globalisasi dan Perannya Dalam Pertumbuhan Ekonomi, Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol. XVI (2) 2008, (Jakarta: LIPI Press, 2008), hlm. 15-16. Ricardo Simanjuntak, Asas-Asas Utama Hukum Kontrak Dalam Kontrak Dagang Internasional: Sebuah Tinjauan Hukum, Hukum Bisnis Volume 27 No. 4 Tahun 2008, (Jakarta: Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, 2008), hlm. 13. Sjamsumar Dam dan Riswandi, Kerja sama ASEAN, Latar Belakang, Perkembangan, dan Masa Depan, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1996), hlm. 15. 1

2 Bangsa Asia Tenggara (Association of South East Asian Nations/ASEAN). 4 Kini ASEAN terdiri dari sepuluh negara yaitu 5 (lima) negara pendiri dan 5 (lima) negara yang bergabung kemudian, yaitu Brunei Darussalam (1984), Vietnam (1995), Myanmar dan Laos (1997), dan Kamboja (1999). 5 Pentingnya suatu visi bersama untuk membangun integrasi ekonomi antarnegara di kawasan regional ASEAN telah mendorong para pemimpin negara-negara ASEAN untuk membuat suatu deklarasi bersama, yang disebut dengan Declaration on the ASEAN Economic Community (AEC) Blueprint yang ditandatangani pada tanggal 20 November 2007 yang lalu yang merupakan cetak biru untuk melakukan transformasi guna menjadikan ASEAN sebagai suatu single market and production base, highly competitive and fully integrated into global community by 2015. Deklarasi tentang cetak biru AEC tersebut merupakan kelanjutan dan penyempurnaan dari kesepakatan dalam Declaration of ASEAN Concord II (Bali Concord II) yang pada salah satu butir kesepakatannya, menegaskan kembali penerapan National Single Window (NSW). 6 Salah satu komitmen bersama dalam melaksanakan deklarasi tersebut adalah kesepakatan untuk membangun ASEAN Single Window (ASW) yang merupakan sistem terintegrasi yang mewadahi suatu lingkungan fasilitas perdagangan (trade-facilitating environment), yang didasarkan pada standarisasi data, informasi parameter, prosedur, formalitas, dan international best practises, yang berkaitan dengan proses kepabeanan dan keluar masuk barang. 7 Pada tingkat nasional, pada hari Senin tanggal 17 Desember 2007, Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan, dan Menteri Perhubungan, mewakili pemerintah Indonesia, secara resmi melakukan peresmian 4 5 6 7 Direktorat Jenderal Kerja Sama ASEAN Departemen Luar Negeri Republik Indonesia, ASEAN Selayang Pandang, Tahun 2007, http://www.deplu.go.id, diunduh 22 Agustus 2009. Tim Penulis Bank Indonesia, Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015: Memperkuat Sinergi ASEAN di Tengah Kompetisi Global, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2008), hlm. 1. Tim Persiapan National Single Window (NSW) Republik Indonesia, Penerapan Sistem National Single Window (NWS) Menuju Otomasi Sistem Pelayanan Yang Terintegrasi Untuk Mewujudkan Reformasi Layanan Publik di Bidang Ekspor Impor, http://www.insw.go.id, diunduh pada 3 September 2009. Ibid.

3 Implementasi Tahap Kesatu Sistem NSW di Indonesia dan sekaligus melakukan peluncuran Official Website dan Portal Indonesia NSW sebagai gerbang utama sistem layanan publik yang terintegrasi secara elektronik, yang menyediakan fasilitas untuk pelayanan seluruh kegiatan yang terkait dengan ekspor-impor. 8 Aktivitas ekspor-impor tercermin dalam neraca perdagangan suatu negara. Kebijakan liberalisasi perdagangan yang berusaha untuk menghilangkan hambatan perdagangan dapat meningkatkan ekspor namun di lain pihak juga dapat meningkatkan impor. Suatu negara bertujuan untuk memiliki neraca perdagangan yang surplus atau ekspor lebih besar daripada impor. Dengan demikian, liberalisasi perdagangan akan berpengaruh terhadap neraca perdagangan yakni pertumbuhan ekspor dan impor. Pertumbuhan ekspor dan impor inilah yang menentukan necara perdagangan surplus atau defisit. 9 Penerapan NSW di Indonesia juga dilatarbelakangi oleh kondisi pelayanan ekspor-impor dan kepabeanan. Waktu untuk pengurusan barang masih memakan waktu cukup lama (5,5 hari) dibandingkan dengan Singapura yang hanya 1 hari dan Jepang 3,1 hari (berdasarkan penelitian Japan International Corporation Agency). Dalam hal prosedur kepabeanan, Indonesia juga masih kalah dibandingkan Vietnam yang hanya membutuhkan waktu satu hari saja. Harus diakui bahwa kondisi kinerja layanan ekspor-impor tersebut masih tertinggal, terutama bila dilihat dari indikator lead-time pelayanan impor, masih banyaknya titik-titik layangan (point of services) dalam penyelesaian impor, masih tingginya biaya yang harus dikeluarkan dan adanya ketidakpastian dalam proses pelayanan ekspor-impor. Selain itu, dari sisi kepentingan nasional perlu dilakukan peningkatan validitas dan akurasi data ekspor-impor, serta pengawasan terhadap lalulintas barang antar negara. Pembangunan dan penerapan sistem NSW di Indonesia, pada awal pembahasannya disatukan dengan program pemerintah untuk meningkatkan kelancaran arus barang ekspor-impor, 8 9 Ibid. Flora Susan Nongsina dan Pos M. Hutabarat, Pengaruh Kebijakan Liberalisasi Perdagangan Ekspor impor Indonesia, http://www.theceli.com, diunduh 27 Februari 2009.

4 sehingga pada awal pelaksanaannya pemerintah menggabungkan kedalam Tim Keppres Nomor 54 Tahun 2002 yang menangani tentang kelancaran arus barang ekspor dan impor. 10 Selain faktor-faktor di atas, adanya pungutan ekstra yang tidak tercatat atau terdokumentasi (ilegal) yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan ekspor-impor merupakan salah satu masalah yang juga harus diatasi. Salah satu media cetak menyebutkan bahwa terdapat pungutan ekstra dari pengurusan setiap dokumen ekspor-impor. Setidaknya diperlukan uang ekstra untuk pungutan liar Rp. 50.000 untuk pemeriksaan di jalur hijau dan Rp. 300.000 untuk pemeriksaan di jalur merah. Selain itu, untuk keperluan pemeriksaan fisik barang di jalur hijau diperlukan dana Rp. 200.000, pemeriksaan foto isi barang Rp. 40.000, pengambilan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB) Rp. 5.000, dan fiat hanggar Bea Cukai Rp. 20.000. 11 Kesulitan-kesulitan yang ditemui saat pelaksanaan kegiatan eksporimpor tersebut jelas sangat merugikan. Untuk menekan ekonomi biaya tinggi diperlukan upaya untuk menghilangkan hambatan-hambatan yang terjadi pada proses kelancaran arus barang ekspor dan impor, mulai dari produksi hingga transaksi. Selama ini pelayanan yang ada umumnya masih dilakukan secara manual sehingga menyebabkan sulitnya menghilangkan hambatan pada proses kelancaran arus barang. Penerapan Indonesia NSW mempermudah para pelaku usaha untuk dapat melakukan pengeluaran barang impor atau memasukkan barang ekspor dari dan ke kawasan pabean dengan menggunakan dokumen yang hanya diajukan melalui satu jendela saja, yang artinya layanan ini bersifat satu penyampaian, satu pemrosesan, dan satu keputusan (single submission, single processing, dan single decision). Dalam bahasa sederhana, NSW merupakan kantor maya (virtual office) yang menangani proses perizinan ekspor-impor dilakukan secara elektronik penuh dimana sebelumnya pengusaha menggunakan kertas (manual) atau disket/usb (semi elektronik) 10 11 National Single Window, http://www.kadin-indonesia.or.id, diunduh pada 18 Agustus 2009. Pemerintah Belum Mengurangi Hambatan Berinvestasi, http://www.kompas.com, diunduh pada 19 Agustus 2009.

5 untuk mengurus dokumen. Dengan adanya NSW, proses perizinan dilakukan dengan cepat, menghemat waktu dan biaya karena tidak perlu datang ke kantor pelayanan sehingga tidak terjadi hubungan dengan pihak (contact person) dengan pejabat. Barang pun bisa tiba dengan cepat sampai di tujuan, biaya produksi dan transaksi menjadi rendah sehingga mampu menekan ekonomi biaya tinggi (high cost economy). Pelaksanaan dan penerapan NSW membawa tantangan baru. Tantangan mendasar adalah harmonisasi data. Pembagian informasi antara instansi sepertinya sederhana, tetapi sering kali sangat sulit. Instansi yang berbeda memiliki peraturan yang berbeda untuk barang atau pelabuhan yang sama. Kuantitas barang mungkin dicatat oleh satu instansi dengan satuan kilogram dan instansi lain dengan satuan jumlah. Menciptakan kesesuaian berbagai jenis data adalah tugas yang panjang dan berat tetapi harus dilakukan apabila ingin berbagi informasi. Dan, apabila pembagian informasi akan disederhanakan, perlu disusun rangkaian data bersama sehingga tidak ada kesalahpahaman atau salah tafsir antarinstansi. Tantangan kedua adalah masalah teknis: metode pertukaran data. Seperti harmonisasi data, hal ini juga sepertinya sederhana. Akan tetapi, dengan sistem TI warisan yang menggunakan teknologi dan protokol keamanan berbeda, hal ini adalah tantangan. Tantangan ketiga adalah masalah legalitas. Pembagian data antarinstansi memerlukan kerangka hukum yang memastikan semua pihak dapat mengandalkan informasi yang dimasukkan secara elektronik dan dibagi melalui sistem jendela tunggal. 12 Berdasarkan pemikiran pentingnya penerapan NSW di Indonesia sebagai sistem layanan publik yang terintegrasi secara elektronik, yang menyediakan fasilitas untuk pelayanan seluruh kegiatan yang terkait dengan ekspor-impor, dimana hal tersebut merupakan hal yang baru di Indonesia, maka penulis melakukan penelitian dengan judul: Pengaturan dan Pelaksanaan National Single Window di Indonesia. 1.2. PERUMUSAN MASALAH 12 Li San Cheung (Pierre), Surat Pembaca, http://senada.or.id, diunduh pada 20 Agustus 2009.

6 Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat diidentifikasikan beberapa permasalahan, yaitu: 1. Bagaimana garis besar pengaturan National Single Window terkait dengan kegiatan perdagangan dan kepabeanan di Indonesia? 2. Bagaimana wujud perlindungan hukum bagi para pihak baik Instansi Pemerintah maupun para pemakai jasa kepelabuhan/kebandarudaraan (eksportir, importir, agen pelayaran dan atau Perusahaan Pengurusan Jasa Kepabeanan/PPJK) sehubungan dengan pelaksanaan National Single Window terkait dengan kegiatan ekspor-impor Indonesia? 1.3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN Tujuan penelitian pada hakekatnya adalah untuk mendapatkan dan mengungkapkan sesuatu yang hendak dicapai oleh seorang peneliti. 13 Adapun tujuan pokok penelitian ini adalah: 1. Mengetahui dan memahami National Single Window sebagai bagian dari instrumen hukum bisnis dan perdagangan intenasional. 2. Mengetahui dan memahami dampak positif dan negatif yang dapat terjadi pada para pihak sehubungan dengan kesiapan para pihak baik Instansi Pemerintah maupun para pemakai jasa kepelabuhanan/kebandarudaraan (eksportir, importir dan atau Perusahaan pengurusan Jasa Kepabeanan/PPJK) sehubungan pelaksanaan National Single Window terkait dengan kegiatan ekspor-impor Indonesia. 3. Mengetahui dan memahami penerapan prasarana dan sarana untuk mengoperasikan teknologi informasi dan komunikasi (pelayanan online) National Single Window. Manfaat pokok dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat melengkapi bahan-bahan yang akan diberikan dalam mata kuliah ilmu hukum, terutama hukum 13 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Penerbit, 2007), hlm. 9.

7 bisnis dan perdagangan internasional, dan diharapkan juga akan bermanfaat untuk memberikan kontribusi pemikiran bagi pihak-pihak yang merasa tertarik dalam masalah yang akan dibahas. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi bagi pihak-pihak yang memiliki kompetensi di bidang hukum bisnis dan perdagangan internasional, khususnya dalam menerapkan peraturan hukum yang memberikan perlindungan terhadap para pelaku eksporimpor. 3. Manfaat Bagi Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai penerapan Indonesia National Single Window dalam kegiatan ekspor-impor Indonesia. 1.4. KERANGKA TEORITIS Sekarang dan apalagi di masa-masa mendatang, kegiatan ekonomi, sosial, politik, dan bahkan kebudayaan tanpa dapat dihindarkan akan makin banyak dilakukan dengan memanfaatkan jasa jaringan komputer dan telekomunikasi elektronik. Di masa-masa dimana semua kegiatan dilakukan dengan pendekatan paperless, jasa komputer dan telekomunikasi elektronik ini nantinya akan makin memperoleh posisi yang sentral dalam kegiatan umat manusia sehari-hari. 14 Hal ini tentu sangat tepat berkenaan dengan semakin majunya perekonomian dunia seiring dengan globalisasi. Keberadaan globalisasi tidak jatuh dari langit, artinya ia ada karena sengaja diciptakan oleh pihakpihak tertentu yang menginginkan dengan tujuan-tujuan tertentu yang telah digariskan. James Petras dalam sebuah artikelnya menyebutkan adanya tiga argumen dasar yang dipakai oleh para pakar untuk menjelaskan perkembangan globalisasi. Ketiga argumen dasar tersebut adalah pertama 14 Jimly Asshiddiqie, Masa Depan Hukum Di Era Teknologi Informasi: Kebutuhan Untuk Komputerisasi Sistem Informasi Administrasi Kenegaraan dan Pemerintahan, (Jakarta: Konstitusi Press, 2005), hlm. 162.

8 kemajuan teknologi atau revolusi teknologi informasi, kedua, permintaan pasar dunia, dan ketiga, logika kapitalisme atau logic of capitalism. 15 Globalisasi juga merupakan deskripsi dan perskripsi. Sebagai deskripsi, globalisasi mengacu pada perluasan dan penguatan arus perdagangan, modal, teknologi dan informasi internasional dalam sebuah pasar global tunggal yang menyatu. Sebagai preskripsi globalisasi meliputi liberalisme pasar global dan pasar nasional dengan asumsi bahwa arus perdagangan bebas, modal dan informasi akan menciptakan hasil yang terbaik bagi pertumbuhan dan kemakmuran manusia. 16 Untuk menghadapi arus globalisasi yang semakin meningkat dari waktu ke waktu, Indonesia selaku negara yang berdaulat wajib menyiapkan diri agar dapat bersaing dengan baik dan sehat. Usaha-usaha yang dilakukan tentunya harus berorientasi jangka panjang karena jika dilakukan secara instan akan semakin memperburuk kondisi meskipun pada awalnya tampak baik. Usaha-usaha tersebut adalah sebagai berikut: 17 1. Salah satu pendorong globalisasi adalah teknologi informasi. Teknologi informasi telah berkembang pesat dan Indonesia tertinggal dalam hal ini. Oleh karena itu riset sains dasar perlu dikembangkan karena riset ini menjadi dasar dari pengembangan teknologi informasi di masa mendatang, sehingga Indonesia dapat menjadi pengekspor komponen-komponen elektronik ke mancanegera. Untuk itu kita perlu belajar banyak dari India; 2. Perdagangan bebas mensyaratkan adanya berbagai standar yang tercermin dengan adanya ISO 9000, ISO 14000 dan standar produk lainnya. Standar manajemen dan produk Indonesia saat ini dapat dikatakan buruk, sehingga sering kita mendengar produk ekspor Indonesia sering ditolak oleh negara tujuan karena kurang konsisten dalam penerapannya standar ini. Tampaknya lembaga terkait perlu melakukan pemasyarakatan standar ini dan tidak hanya bermain 15 16 17 Petras, James dan Henry Veltmeyer, Globalization Unmasked, Imperalisme in the 21 Century, (terjemahan Agung Prihantono), (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2002), hlm. 10. Ibid., hlm. 1-2. Rini Fidiyani dan Agus Rahardjo, Globalisasi sebagai Sebuah Keniscayaan, http://www.unsoed.ac.id/, diunduh 27 Februari 2009.

9 ditingkat elit, artinya hanya aktif di dunia internasional tetapi ke masyarakat industri terutama industri kecil dan menengah tidak dilakukan; 3. Salah satu kunci dari globalisasi adalah kapitalisme. Kaum kapitalisme Indonesia selama ini tidak dewasa karena berlindung dibalik penguasa maupun penguasa yang menjadi kapitalis atau pengusaha. Agar dapat bersaing dengan kapitalis negara lain maka mereka perlu didewasakan agar mandiri dengan cara melakukan berbagai inovasi produk melalui penelitian. Dalam masyarakat kapitalis global apapun sebagai pengetahuan ini diperjualbelikan. Usaha yang dilakukan adalah bagaimana kaum kapitalis Indonesia menjadikan apa yang ada di Indonesia sebagai pengetahuan melalui berbagai riset yang didanainya dan diperjualbelikan melalui berbagai sarana yang ada; 4. Negara sebagai salah satu pilar penting dari globalisasi juga harus bersikap dewasa, artinya komitmen dari pemimpin negara, politik dan komponen masyarakat lainnya perlu diteguhkan agar masing-masing memiliki visi, misi dan tujuan yang sama untuk memajukan dan mensejahterakan serta membahagiakan seluruh rakyat dapat tercapai; 5. Hukum Indonesia harus diteguhkan dan ditegakkan keberadaannya, artinya hukum (dalam arti sempit berarti perundang-undangan) jangan hanya dipakai sebagai alat legitimasi untuk memenuhi persyaratan agar memperoleh dana dari lembaga atau negara pemberi bantuan, tetapi hukum harus dapat memberikan rasa nyaman dan aman. Hal-hal yang berkenaan dengan usaha untuk mengantisipasi arus globalisasi itu membutuhkan tanggapan konkret dari pemerintah dengan melakukan reformasi hukum apabila keadaan membutuhkan. Setiap pemerintah bertanggung jawab untuk menyediakan layanan publik dan lingkungan hukum sosial ekonomi yang meningkatkan kesejahteraan umum. Reformasi hukum terutama diperlukan untuk mengeleminasi hambatan-hambatan yang ada seperti kurangnya fasilitas penunjang perdagangan. Indonesia juga memiliki sistem tarif yang tidak menentu dan

10 berpotensi membawa ketidakpastian. Masalah lainnya adalah standar dan regulasi teknis yang belum memenuhi standar internasional. Aturan-aturan dari pemerintah juga tidak jelas dan juga masih lemahnya infrastruktur di Indonesia. 18 Dalam rangka melakukan reformasi hukum, Indonesia harus memiliki hukum, institusi hukum, dan profesi hukum yang mampu menjaga inegrasi nasional, dapat mendorong pertumbuhan perdagangan dan industri, serta berfungsi memajukan keadilan sosial, kesejahteraan manusia, pembagian yang adil atas hak dan keistimewaan. 19 Hal ini juga senada dengan pernyataan sosiolog hukum Lawrance Friedman yang mengatakan bahwa kepatuhan atau ketaatan terhadap suatu peraturan perundang-undangan dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor, yaitu: 1. Substansi, meliputi materi atau isi suatu peraturan perundang-undangan apakah sudah mengakomodasi kebutuhan masyarakat secara komprehensif. Artinya, Pasal-Pasalnya jelas dan tegas mengatur mengenai hak dan kewajiban pihak-pihak yang terlibat sehingga memberikan kepastian dan rasa keadilan bagi para pihak yang berselisih. 2. Struktural, yang meliputi para pihak yang terlibat dalam permasalahan hukum seperti hakim, pengacara, debitor, kreditor, dan prasarana seperti fasilitas gedung pengadilan. 3. Budaya hukum, yaitu sikap atau nilai-nilai yang ada dalam masyarakat yang mendukung bekerjanya atau tidak bekerjanya sistem hukum, dimana kepatuhan terhadap hukum dipengaruhi oleh kebudayaan yang melatarbelakangi kehidupan suatu masyarakat. Masyarakat mempunyai kesadaran hukum yang tinggi atau tidak, bergantung juga pada tingkat pendidikan dan kemajuan suatu negara. Secara filosofis, Roscoe Pound berpendapat, bahwa memadailah hukum dianggap sebagai satu lembaga sosial yang berfungsi untuk memuaskan kebutuhan masyarakat (berupa tuntutan, permintaan, dan 18 19 Investor Hindari RI, http://national.kompas.com, diunduh pada 9 Desember 2009. Erman Radjagukguk, Peranan Hukum dalam Pembangunan Pada Era Globalisasi: Implikasinya bagi Pendidikan Hukum di Indonesia, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Hukum pada Fakultas Hukum, Jakarta, 5 Januari 1997, hlm. 6.

11 pengharapan dalam kehidupan manusia yang beradab), yaitu dengan memberi efek kepadanya sebanyak kesanggupan manusia dengan pengorbanan yang tidak sedikit sejauh kebutuhan serupa itu dipuaskan atau diberi efek tuntutan serupa dengan itu dengan satu penertiban kelakukan masyarakat yang diatur dengan sistem kenegaraan. Mengacu kepada hal-hal tersebut di atas maka pada penelitian ini penulis menggunakan teori yang dikemukakan oleh Prof. Mochtar Kusumaatmadja, yang mengatakan bahwa Law as an agent of changing. Teori tersebut menyatakan bahwa hukum dapat bertindak sebagai agen pembawa perubahan dalam masyarakat. Perubahan berkaitan dengan fakta yang ada bahwa pelaksanaan suatu sistem elektronik yang terintegrasi dengan baik merupakan suatu hal yang baru di Indonesia. Dengan penelitian ini saya mengharapkan dapat terjadi perubahan sehingga dapat terdapat regulasi yang memberikan perlindungan hukum bagi para pihak pengguna Indonesia National Single Window. 1.5. KERANGKA KONSEPSIONAL Untuk mengatasi kesimpangsiuran definisi yang digunakan dalam melakukan penelitian ini, maka penulis akan membatasi permasalahan pada definisi operasional yang berkaitan dengan tema penelitian. Adapun definisi operasional di dalam penelitian ini mencakup: 1. Indonesia National Single Window yang selanjutnya disebut dengan INSW adalah sistem nasional Indonesia yang memungkinkan dilakukannya suatu penyampaian data dan informasi secara tunggal (single submission of data and information), pemrosesan data dan informasi secara tunggal dan sinkron (single and synchronous processing of data and information), dan pembuatan keputusan secara tunggal untuk pemberian izin kepabeanan dan pengeluaran barang

12 (single decision-making for custom release and clearance of cargoes). 20 2. Portal INSW adalah sistem yang akan melakukan integrasi informasi berkaitan dengan proses penanganan dokumen kepabeanan dan pengeluaran barang, yang menjamin keamanan data dan informasi serta memadukan alur dan proses informasi antar sistem internal secara otomatis, yang meliputi sistem kepabeanan, perizinan, kepelabuhanan/kebandarudaraan, dan sistem lain yang terkait dengan proses penanganan dokumen kepabeanan dan pengeluaran barang. 21 3. Sistem keamanan adalah sistem yang digunakan dalam pengamanan terhadap data dan informasi, koneksi jaringan, dan infrastruktur pendukung, yang dilakukan baik secara fisik maupun menggunakan perangkat lunak. 22 4. Pengguna portal INSW adalah para pihak yang melakukan akses dengan Portal INSW yang meliputi antara lain instansi penerbit perizinan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, eksportir, importir, agen pelayaran, dan Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan. 23 5. Penerima akses adalah pengguna portal INSW yang diberi hak mengakses Portal INSW sesuai dengan tingkat kewenangan akses yang diberikan. 24 6. Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah 20 21 22 23 24 Republik Indonesia, Peraturan Presiden No. 10 Tahun 2008 tentang Penggunaan Sistem Elektronik Dalam Kerangka Indonesia National Single Window, Pasal 1 angka 2. Republik Indonesia, Peraturan Presiden No. 10 Tahun 2008 tentang Penggunaan Sistem Elektronik Dalam Kerangka Indonesia National Single Window, Pasal 1 angka 3. Republik Indonesia, Peraturan Presiden No. 10 Tahun 2008 tentang Penggunaan Sistem Elektronik Dalam Kerangka Indonesia National Single Window, Pasal 1 angka 5. Republik Indonesia, Peraturan Presiden No. 10 Tahun 2008 tentang Penggunaan Sistem Elektronik Dalam Kerangka Indonesia National Single Window, Pasal 1 angka 10. Republik Indonesia, Peraturan Presiden No. 10 Tahun 2008 tentang Penggunaan Sistem Elektronik Dalam Kerangka Indonesia National Single Window, Pasal 1 angka 11.

13 yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. 25 7. Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya. 26 8. Teknologi Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi. 27 9. Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. 28 1.6. METODOLOGI PENELITIAN 1.6.1. Metode Pendekatan Tipe penelitian penulisan ini adalah penelitian hukum normatif empiris. Penelitian hukum empiris dalam disiplin ilmu hukum normatif adalah penelitian terhadap penerapan perundang-undangan yang dilakukan oleh para praktisi hukum, seperti putusan hakim, surat gugatan, tuntutan, dan lain-lain. 29 25 26 27 28 29 Republik Indonesia, Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal 1 angka 1. Republik Indonesia, Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal 1 angka 2. Republik Indonesia, Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal 1 angka 3. Republik Indonesia, Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal 1 angka 4. Lili Rasjidi, Metode Penelitian Hukum (bahan perkuliahan Metode Penelitian Hukum program pascasarjana ), Jakarta, 2005, hlm. 17.

14 1.6.2. Jenis dan Sumber Data a. Sumber data terdiri dari Sumber Data Primer dan Sumber Data Sekunder. 1) Sumber data primer Data primer diperoleh langsung dari masyarakat 30 melalui wawancara yang menggunakan pedoman wawancara dengan pihak-pihak yang berhubungan dengan pokok pembahasan. 2) Sumber data sekunder Data sekunder diperoleh dari bahan-bahan pustaka melalui kegiatan studi dokumen yang terkait dengan pokok pembahasan. Data sekunder mencakup 31 : bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Bahan hukum primer, yakni bahan hukum yang mengikat ke dalam, meliputi: Keputusan Presiden Nomor 54 Tahun 2002 jo. Keppres Nomor 24 Tahun 2005 Tentang Tim Koordinasi Peningkatan Kelancaran Arus Barang Ekspor dan Impor. Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2006, Inpres Nomor 6 Tahun 2007 dan Inpres Nomor 5 Tahun 2008 sebagai pedoman dalam rangka peningkatan investasi dan fokus program ekonomi. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2008 tentang Penggunaan Sistem Elektronik dalam rangka Indonesia National Single Window (NSW). Keputusan Menko Perekonomian Nomor 22/M.Ekon/03/2006 jo. KEP-19/M.EKON/04/2008 tentang Pembentukan Tim Persiapan NSW, yang 30 31 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, cet.6, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 33. Ibid.

15 ditindaklanjuti dengan Keputusan Menteri Keuangan selaku Ketua Tim Persiapan NSW. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 132/PMK.01/2008 tentang Pedoman dan Pentahapan Dalam Rangka Pembangunan dan Penerapan Indonesia National Single Window. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2006. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Bahan hukum primer tersebut digunakan untuk mengetahui norma-norma hukum yang ada. Sedangkan untuk bahan hukum sekunder, peneliti menggunakan dokumen, pendapat pakar serta artikel yang digunakan untuk memperjelas konsep-konsep hukum yang terdapat pada bahan hukum primer secara mendalam. Untuk bahan hukum tersier, akan digunakan kamus, ensiklopedi dan sejenisnya untuk memperjelas bahan hukum primer dan sekunder. 1.6.3. Cara Memperoleh/Mengumpulkan Bahan Hukum Data yang ada diperoleh penulis dengan cara library research, yaitu metode pengumpulan data dengan melakukan penelitian terhadap sejumlah literatur di perpustakaan. 1.6.4. Analisis Data Mengingat pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian yuridis normatif, data yang berupa ketentuan yang diambil dari peraturan perundang-undangan yang terkait akan dianalisis

16 secara analisis isi (content analysis) dengan cara melakukan berbagai penafsiran hukum terhadap substansi atau isi. 1.7. SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri dari 5 (lima) bab, dimana masing-masing bab akan diuraikan pokok-pokok pembahasan sebagai berikut: 1. BAB I yang berisi hal pendahuluan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, serta metode penelitian. 2. BAB II yang berisi tentang kerangka teori dan konsep tujuan pengaturan dan pelaksanaan Indonesia National Single Window di Indonesia. 3. BAB III adalah berisi tentang Indonesia National Single Window dikaitkan dengan prosedur kepabeanan dan kegiatan ekspor-impor di Indonesia. 4. BAB IV adalah pembahasan mengenai perlindungan hukum atas implementasi Indonesia National Single Window di Indonesia terhadap para pihak pengguna portal Indonesia National Single Window baik Instansi Pemerintah maupun pemakai jasa pelabuhan atau kebandarudaraan (eksportir, importir, dan/atau perusahaan pengurusan jasa kepabeanan/ppjk) di Indonesia. 5. BAB V adalah penutup yang berisi kesimpulan berdasarkan uraian dan data penelitian yang merupakan jawaban dari permasalahan yang telah diteliti serta saran-saran yang bermanfaat dan dapat dijadikan rekomendasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan.